Blog

  • Keluarga Tunanetra

    Keluarga Tunanetra

    Cerita Sex Keluarga Tunanetra – Namaku Wawan (disamarkan). Ketika kisah nyata ini mulai terjadi, umurku 20 tahun, tapi aku sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan.

    Sejak kecil aku menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana – mana, tapi selalu gagal menemukannya.

    Dengan sendirinya yang tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya aku dan ibuku berdua. Di satu pihak aku harus bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.

    Maka sejak masih di SMP aku berusaha nyari duit dengan segala cara yang halal. Waktu masih di SMP, aku jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA aku berusaha nyatut sana nyatut sini. Dan untungnya aku sering berhasil mendapatkan hasil dari usaha nyatut itu.

    Cerita Sex Keluarga Tunanetra
    Cerita Sex Keluarga Tunanetra

    Ngocoks Setelah jadi mahasiswa pun aku sering bisnis kecil – kecilan. Cuma jadi calo, yang menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil bisnis kecil – kecilan itu aku bisa kuliah dengan membiayai sendiri.

    Dalam kesibukan kuliahku sambil harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahnya, aku tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara teman – teman kuliahku, hanya aku sendiri yang tidak punya cewek.

    Karena di samping sibuk mencari uang dan kuliah, aku pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku yang tunanetra itu. Begitulah latar belakang kehidupanku yang berat memikulnya ini.

    Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika aku berusia 20 tahun, usia Ibu baru 38 tahun. Karena Ibu menikah di usia 16 tahun. Di usia 17 tahun Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 tahun melahirkan aku.

    Ibu juga punya bentuk tubuh yang tinggi montok dan punya wajah yang cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih cantik lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, karena setiap hari beliau cuma tinggal di rumah, tak pernah ke mana – mana. Pernah juga aku bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi?

    Memang aku sangat prihatin melihat keadaan ibuku itu. Ketika aku sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berarti bahwa aku harus menerangkan apa yang sedang kutonton itu.

    Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sambil rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel yang sedang menyiarkan FTV atau sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron yang “ditontonnya”, meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.

    Pada suatu malam…

    Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena habis kerja lembur.

    Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubekal setiap bepergian. Supaya aku tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan yang terkunci.

    Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup – sayup kudengar suara rintihan ibuku. “Aaaaah… aaaaaah… aaaaaaaaa… aaaaaah… aaaaa… aaaaaaah…”

    Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang sakit?

    Maka setelah melepaskan sepatu, aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ibu yang biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci. Sementara rintihan – rintihan ibuku masih terdengar, bahkan semakin jelas. “Aaaaa… aaaaaaah… aaaaa …

    Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau… nah, aku baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat aku bisa melihat ke dalam kamar Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ibu.

    Dan… apa yang kulihat?

    Ternyata Ibu sedang telanjang bulat. Tangan kanannya sedang meremas – remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus – elus memeknya yang berjembut lebat itu.

    Sebenarnya aku sudah sering melihat Ibu telanjang. Tapi biasanya aku suka memalingkan muka, karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini aku memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.

    Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk – masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah – desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya.

    “Aaaaaaa… aaaaahhhh… aaaaa… aaaaahhhhh… aaaaa… aaaaaahhhh… aaaaa… aaaaaah… aaaaaa… aaaaaahhhhhh…”

    Dan… diam – diam tongkat kejantananku jadi tegang… tegang sekali…!

    Dan aku tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu aku turun dari kursi dan memindahkannya ke tempat semula.

    Kemudian aku merebahkan diri di atas ranjang, sambil membayangkan lagi apa yang barusan kusaksikan itu.

    Kenapa penisku jadi ngaceng begini? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu yang telanjang sambil bermasturbasi itu?

    Entahlah.

    Yang jelas dalam tidurku di hari yang sudah pagi itu, aku bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.

    Mimpi gila memang. Tapi ketika aku terbangun, celanaku basah…!

    Gara – gara mimpi gila itu spermaku meletus di balik celana dalamku…!

    Tapi kenapa aku harus mengalami mimpi segila itu? Kenapa pula di dalam mimpi itu aku merasakan liang memek Ibu sedemikian enaknya sehingga aku sampai ngecrot dan celana dalamku basah?

    Apakah di dalam kenyataan memang seperti itu? Bahwa memek ibuku itu enak sekali sehingga membuat penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku?

    Entahlah. Yang jelas setelah bangun, aku langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.

    Hari itu aku memang libur. Biasa, kalau sudah kerja lembur, aku dikasih libur keesokan harinya.

    Setelah menyisir rambut, aku pergi ke warung nasi yang tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu.

    Lalu kuajak Ibu makan bersama.

    Pada waktu makan itulah aku mulai mengorek pengakuan Ibu.

    “Bu… aku mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya.”
    “Mau nanya apa Wan?”
    “Ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki kan?”

    Ibu terdiam sesaat. Lalu menjawab pertanyaanku, “Ibu kan belum tua – tua amat Wan. Tentu saja ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki. Tapi ibu nggak mau kawin lagi, karena takut tidak sayang sama kamu dan Wati.”

    Aku yang sudah selesai makan, lalu berdiri dan melangkah ke belakang kursi yang sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga aku bisa langsung menggenggam kedua payudara montoknya dengan sepasang tanganku yang sudah berada di balik dasternya.

    Ibu tersentak, “Haaa?! Kamu kan anak ibu Wan…!”

    “Iya… tapi daripada Ibu terus – terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol yang asli Bu… lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua,” sahutku sambil mengelus kedua puting payudara ibuku dengan kedua tanganku yang sudah berada di balik dasternya.

    Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku sambil bertanya, “Memangnya kamu bisa nafsu sama ibu?”

    “Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi aku melihat Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau ganggu Ibu yang kelihatannya sedang asyik gitu. Makanya aku langsung tidur aja. Eee… aku malah bermimpi menyetubuhi Ibu. Sampai basah celanaku Bu.”

    “Masa?! Berarti kamu nafsu melihat ibu sedang telanjang sambil masturbasi tadi?”

    “Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap melihat Ibu telanjang, aku suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh… malah sampai terbawa – bawa mimpi Bu.”

    “Terus maumu sekarang bagaimana?”

    “Pokoknya aku siap untuk menyetubuhi Ibu, supaya Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama – lama bisa gila lho Bu,” sahutku dengan “dalil” mengada – ada. Padahal aku belum pernah mendengar atau pun membaca kalau keseringan masturbasi itu bisa gila.

    Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku. “Kalau ibu nanti hamil gimana?”

    “Gak apa – apa. Hamil ya hamil aja. Aku mampu kok ngurus anaknya kalau sudah lahir kelak.”

    “Tapi apa kata tetangga nanti? Ibu kan gak punyha suami, lalu hamil dan melahirkan… lalu anaknya menangis… suaranya terdengar ke mana – mana… jangan Wan ah… jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih… atau beli pil anti hamil. Mungkin di apotek atau toko obat juga ada.”

    “Iya Bu. Sekarang juga aku mau nyari sampai dapet,” sahutku sambil bergegas menuju gudang di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku yang jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.

    Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku yang letaknya agak jauh dari rumahku.

    Kebetulan pil anti hamil itu tidak sulit mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan harga yang lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian aku pulang lagi ke rumah.

    Begitu tiba di rumah, aku langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ. O, ternyata sedang di kamar mandi, karena aku mendengar bunyi air dituangkan ke lantai.

    Maka kubuka pintu kamar mandi yang tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut kalau jatuh di dalam kamar mandi).

    Ternyata Ibu sedang telanjang bulat di dalam kamar mandi.

    “Habis makan kok mandi Bu? Bagusnya kalau mau mandi sebelum makan tadi,” kataku sambil masuk ke dalam kamar mandi.

    “Siapa yang mandi?” tanya Ibu sambil memutarf badannya jadi menghadap padaku, “ibu abis nyukur jembut ibu Wan… tuh lihat… memek ibu jadi bersih sekarang kan?”

    “Hihihihiii… iyaaa… tadi subuh masih gondrong. Sekarang udah dibotakin. Pake apa nyukurnya Bu?”

    “Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek.”

    “Duuuh… kalau bersih gini pasti enak jilatinnya Bu,” kataku sambil mengusap – usap kemaluan ibuku yang putih bersih dan lumayan tembem itu.

    “Memangnya kamu mau jilatin memek ibu?” tanyanya.

    “Mau kalau sudah bersih gitu sih,” sahutku sambil membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.

    Setelah tubuh Ibu terbalut handuk, aku langsung membopongnya keluar dari kamar mandi.

    “Daster ibu ketinggalan di kamar mandi Wan,” kata Ibu waktu baru keluar dari pintu kamar mandi.

    “Biar aja Bu. Kan sekarang Ibu harus telanjang bersamaku yang akan telanjang juga.”

    “Iya ya. Mmm… tadi dapet apa? Kondom apa pil anti hamil? “tanya Ibu.

    “Pil anti hamil Bu. Kalau pake kondom sih takut kurang enak.”

    “Memang kurang enak pake kondom sih. Yang enak kan kulit ketemu kulit… hihihihi… Wawan… Wawan… gak nyangka kamu bakal punya niat begituan sama ibu ya?” ucap Ibu setelah kurebahkan di atas ranjangnya.

    Pada saat itu pula aku melepaskan segala yang melekat di tubuhku. Dan setelah telanjang, aku naik ke atas ranjang sambil melepaskan belitan handuk dari tubuh ibuku.

    Ibu malah meraba – raba dadaku, lalu perutku.

    “Nyari apa Bu?” tanyaku.

    Tiba – tiba Ibu menangkap penisku yang sudah ngaceng berat ini. “Ini yang ibu cari. Udah segede apa kontolmu ini Wan? Adududuuuuh… gede banget kontolmu Wan… jauh lebih gede daripada kontol ayahmu… !”

    “Masa sih Bu?”

    “Iya. Kontol bapakmu biasa – biasa aja. Gak sepanjang dan segede kontolmu ini. Nurun dari siapa ya?”

    “Hihihiii… gak tgaulah Bu. Harusnya Ibu lebih tau nurun dari siapa ayooo…?”

    “Mmm… mungkin nurun dari kakek ibu. Almarhum kakek ibu kan orang Arab,” sahut Ibu sambil menelentang dan merenggangkan kedua belah pahanya, “Ayo Wan… masukin aja langsung kontolmu. Ibu pengen ngerasain enaknya dimasukin kontol gede begitu. Jangan pake jilat – jilatan dulu segala. Nanti malah terasa longgar karena beceknya.

    Memang aku sendiri pun ingin secepatnya memasukkan penis ngacengku ke dalam kemaluan Ibu. Karena takut kalau Ibu keburu berubah pikiran. Maka setelah mendengar permintaan dari Ibu, aku pun cepat meletakkan kepala penisku di mulut vagina Ibu yang tampak sudah menganga dan kemerahan itu.

    Ibu pun membantuku. Memegangi leher penisku, lalu mencolek – colekkan moncongnya ke mulut memeknya. Sampai akhirnya Ibu berkata, “Iya… sekarang doronglah Wan…”

    Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga.

    “Iyaaaa… sudah masuk sedikit Wan… ayo dorong lagi yang lebih kuat…”

    Kudorong lagi batang kemaluanku sesuai dengan permintaan Ibu. Dan… tongkat kejantananku melesak masuk sedikit demi sedikit… membuat mulut Ibu ternganga.

    “Ma… maasuuuk Waaaaan… duuuuh… kontolmu memang gede banget Waaaan… terasa sekali… sangat terasa enaknya Waaaaan… “rintih Ibu sambil menarik leherku ke dalam pelukannya. Dan merapatkan pipi hangatnya ke pipiku.

    Bayangan wajah Bu Laila pun terlintas di dalam benakku. Namun ketika aku mulai mengayun batang kemaluanku, bayangan wajah wanita cantik itu pun menjauh dan akhirnya hilang dari terawanganku. Kini aku hanya merasakan betapa legitnya liang tempik Ibu ini, meski lama kelamaan terasa mulai seperti mendorong penisku ke luar, lalu menyedotnya kembali …

    “Ibu… memek Ibu enak sekali Bu… uuuughhh… uuuuughhhhh…” bisikku terengah ketika penisku mulai memompa liang keewanitaan ibuku.

    “Kontolmu juga… luar biasa enaknya Waaan… ooo… ooooooohhhhh… enak sekali Waaaan…” sahut Ibu perlahan dan nyaris tak terdengar… dengan pinggul mulai bergoyang – goyang seperti layang – layang tertiup angin kencang. Membuatku semakin bergairah mengentotnya.

    Entah setan atau jin mana yang membantuku waktu batang kemaluanku makin gencar mengentot liang memek Ibu yang sudah bertahun – tahun tak merasakan genjotan zakar lelaki ini. Yang jelas aku semakin mengagumi keindahan bentuk tubuh putih mulus ibuku, mengagumi kecantikan wajahnya yang sepintas lalu tak kelihatan bahwa ibuku ini seorang tunanetra.

    Ya, ibuku nyaris sempurna sebagai wanita yang awet muda. Seolah hanya 1 – 2 tahun lebih tua dariku. Hanya sepasang matanya yang tidak sempurna, yang lainnya benar – benar penuh dengan daya pesona. Tubuh yang tinggi montok, dengan bokong gede dan payudara yang montok, dengan pinggang yang ramping dan kulit yang putih mulus.

    Maka semakin lupalah aku kalau yang tengah kusetubuhi ini ibu kandungku sendiri. Aku hanya merasakan setiap lekuk tubuh Ibu yang tersentuh olehku ini penuh dengan keindahan dan kenikmatan. Bahkan ketika aku menicum bibirnya dengan penuh gairah birahi, Ibu pun menyambutnya dengan lumatan hangat, dengan nafas yang terengah – engah…

    Terkadang leher jenjangnya kujilati disertai dengan sedotan – sedotan kuat, sehingga mulut Ibu ternganga – nganga, dengan dekapannya di pinggangku yang semakin erat. Seolah takut kalau kutinggalkan dari surga dunia yang sedang kami nikmati bersama ini.

    Maka perasaan nikmat yang sedang kurasakan ini berbaur dengan perasaan haru. Dan membuatku smekin yakin bahwa Ibu masih berhak menikmati semuanya ini. Bahkan pada suatu saat aku membisiki telinganya, “Aku makin sayang kepada Ibu…”

    Spontan Ibu menyahut, “Iii… ibu juga… makin sayang kepadamu Wan… ta… tapi… ibu su… sudah mau lepas Wan… ayo percepat entotannya… entooooot yang cepeeeet… iyaaaaaa… iyaaaaa… Waaaaaan… Waaaaan… Wawaaaaaaan…”

    Ibu berkelojotan. Gedebak gedebuk sambil memeluk leherku erat – erat, membuatku sulit bernafas. Namun kuikuti permintaannya. Entotanku dipercepat… makin lama makin cepat… sampai akhirnya terdengar suara erangan ibuku tercinta, “Aaaaaaa… aaaahhhh… ibu lepas Waaaannn…”

    Lalu Ibu terkulai lunglai. Dengan keringat yang membasahi wajah dan lehernya, bercampur baur dengan keringatku.

    Lalu Ibu membelai rambutku dengan lembut sambil berkata perlahan, “Terima kasih Wan… sejak ditinggal oleh ayahmu, baru sekali inilah ibu merasakan nikmatnya disetubuhi… ibu sayang sekali padamu Wan… kamu memang anak yang sangat mengerti pada kebutuhan batin ibu…”

    Aku terdiam sambil menikmati indahnya kedutan – kedutan liang memek Ibu yang baru saja mencapai orgasmenya.

    Namun aku belum ejakulasi. Aku berusaha mengatur pernafasanku agar bisa berlama – lama mengentot liang memek Ibu.

    Maka setelah Ibu tampak pulih lagi dari kelunglaiannya, aku pun melanjutkannya kembali. Mengayun penisku lagi, yang bergerak – gerak maju mundur di dalam liang memek ibuku yang sudah becek ini.

    Aku merasa kenikmatanku tidak terganggu oleh kebecekan liang kewanitaan ibuku. Bahkan aku semakin pede, bahwa aku sudah berhasil membuat Ibu puas. Lalu aku ingin mengejar kepuasan untuk diriku sendiri. Dengan mempergencar entotanku.

    Ranjang Ibu pun berderit – derit lagi secara berirama. Sesuai dengan gerakan kontolku yang sedang memompa liang memek ibuku.

    Ibu pun mulai menanggapi aksiku dengan goyangan pinggulnya yang mulai memutar – mutar, meliuk – liuk dan menukik lalu menghempas di atas kasur. Dengan sendirinya kelentit Ibu pun njadi sering bergesekan dengan batang kemaluanku. Maka erangan – erangan Ibu pun terdengar lagi perlahan tapi jelas di telingaku.

    “Waaaan… ooooo… oooooh… Waaaan… ini udah enak lagi Waaaan… entot terus Waaaan… entoooottttttt… entoooootttttt Waaaaaaan… enak sekali Waaaaan… entot teruuuussss… entoooottttttttt… entooooootttttt… ooooo… ooooooh… enaaaaak Waaaan… enaaaaaakkkhh… entoooooootttttttt …

    Cukup lama aku mengentot ibuku. Sehingga keringatku sudah semakin bercucuran. Sampai pada suatu saatg Ibu berkata terengah, “Ibu udah mau lepas lagi Waaan… ayo barengin biar nikmat Waaaan…”

    Memang aku pun sudah berada di detik – detik krusial. Maka setelah mendengar permintaan Ibu itu, aku tak mau menahan – nahan lagi. Kupercepat entotanku… maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.

    Lalu… ketika sekujur tubuh Ibu sedang terkejang – kejang, ketika liang memeknya terasa sedang menggeliat dan berkejut – kejut, batang kemaluanku pun sedang mengejut – ngejut sambil memuntahkan auir mani… croooooottttt… crooooooottttt… crotttt… croooottttt… crooootttttttt… croooottttt…

    Kami sama – sama menggelepar, lalu sama – sama terkulai dan terdampar di pantai kepuasan. Dengan tubuh bermandikan keringat.

    O, betapa indah dan nikmatnya semua yang telah kualami ini.

    BDan sekarang Ibu sudah memberikan sesuatu yang paling berharga di badannya, untuk kumiliki dan kunikmati.

    Karena itu aku harus memperlakukannya lebih dari biasanya. Ketika Ibu mau bersih – bersih di kamar mandi, aku membopong tubuh telanjangnya ke kamar mandi. Lalu kami mandi bersama. Untuk membuang keringat dari tubuh kami.

    Lalu aku menyabuni sekujur tubuh ibu, dari leher sampai ke telapak kakinya.

    Namun ketika aku sedang menyabuni kemaluannya yang sudah dua kali orgasme itu, diam – diam penisku ngaceng lagi. Maka kuangkat tubuh Ibu ke bibir bak kamar mandi. Dan kududukkan Ibu di pinggir bak yang bibirnya cukup lebar, yang biasanya digunakan untuk menaruh peralatan mandi. “Mau ngapain mendudukkan ibu di sini Wan?

    “Iya Bu. Aku nafsu lagi nih. Gak apa – apa ya,” sahutku sambil berdiri menghadap ke arah ibuku, dengan moncong penis diletakkan di mulut vagina Ibu yang masih berlepotan air dan busa sabun.

    “Iya gak apa – apa Sayang,” sahut Ibu sambil memegang sepasang bahuku.

    Dan dengan mudahnya aku bisa memasukkan penisku yang sudah ngaceng lagi ini ke dalam liang memek Ibu… blessssssssskkkkkkk…

    Dan sambil berdiri, mulailah penisku “memompa” liang kemaluan ibuku.

    “Oooooohhhhh… kontolmu memang enak sekali Wan… nanti istrimu pasti bakal ingin dientot terus sama kontol gede dan panjangmu ini… ooooohhhhh… enak sekali Waaaan… “erang Ibu sambil memeluk leherku agar tidak terjatuh ke lantai, sekaligus ingin menciumi pipi dan bibirku.

    “Me… memek ibu enak nggak Wan?” tanya Ibu ketika ayunan penisku masih berjalan lambat.

    “Enak sekali Bu…” sahutku sambil mendekap pinggang ibu, sementara penisku mulai kugenjot secara berirama.

    “Sayangnya kita gak boleh kawin ya Wan. Kalau boleh sih, ibu mau juga dihamili olehmu.”

    “Kalau hidupku sudah mapan, tiada salahnya ibu mengandung anakku.”

    “Kenapa harus sudah mapan?”

    “Kalau sudah mapan, aku bisa menyembunyikan Ibu di suatu tempat yang jauh dari mulut usil.”

    “Iya… makanya cepatlah sukses ya Sayang. Biar ibu bisa hamil, bisa mengandung benihmu. Oooo… ooooohhhh… ini… makin lama makin enak Waaaan… tapi jangan terlalu lama kayak tadi yaaaa… kalau ibu sudah mau lepas, kamu juga harus ngecrot… biar bareng lagi lepasinnya seperti tadi… nikmat sekali…

    “Iya Bu… lagian ngentot di dalam kamar mandi gini gak boleh lama – lama ya. Takut diganggu hantu air…”

    “Ah… kata ayahmu sih kata hantu itu hanya plesetan dari kata Tuhan… jadinya Tuhantuhantuhantuuuu… bener kan?”

    “Iyaaaa… dududuuuuuhhhh… memek Ibu makin lama makin enak Buuuu…”

    “Kontolmu juga makin lama makin enaaaaaak… ayo cepetin entotannya Waaaan… biar cepat selesai…”

    “Iya Bu,” sahutku sambil mempercepat entotanku seperti yang Ibu inginkan.

    Bokong Ibu makin lama makin maju. Tapi aku tidak takut beliau jatuh, karena selalu berpegangan ke bahuku atau memeluk leherku erat – erat.

    Dan akhirnya Ibu berkata terengah, “Ayo Wan… barfengin lagi… ibu udah mau lepas nih Waaaaan… entooooot teruuuusssss… lepasin bareng lagiiiii…”

    Aku memang sudah ingin ngecrot secepatnya di kamar mandi ini. Maka setelah mendengar permintaan Ibu, kupergencar entotanku, tanpa mempedulikan apa – apa lagi.

    Dan… oooo… aku berhasil…!

    Ketika liang memek Ibu mengedut – ngedut kencang, aku pun tengah “menanamkan” penisku di dalam liang surgawi yang sedang berkejuit – kejut erotis itu… disusul dengan kejutan – kejutan di penisku sendiri… penis yang moncongnya tengah memuntahkan lahar lendir ini. Crooootttttt… crotcrottttt…

    Ibu masih memeluk leherku, tapi kedua lengannya sudah terasa lemas. Maka setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Ibu, kuturunkan ibuku dengan hati – hati.

    “Duuuuhhhh… ini untuk pertama kalinya ibu disetubuhi di dalam kamar mandi Wan,” kata Ibu sambil meraba – raba bibir bak, sampai menemukan gayung plastik. Lalu diambilnya air dengan gayung plastik itu untuk menyirami memeknya.

    Aku pun mengambil gayung plastik itu dari tangan ibuku. Lalu kusiram air dari atas kepala Ibu, agar beliau mandi sekalian berkeramas.

    Setelah Ibu selesai berkeramas dan kubilas dengan air dari gayung plastik, barulah aku sendiri mandi sebersih mungkin, sekalian mandi junub. Setelah mandi, kami kenakan pakaian masing – masing. Dan bersama – sama rebahan di atas ranjang Ibu.

    Ibu mendekapku dengan kehangatan seorang ibu, sekaligus sebagai seorang wanita yang baru berbagi kenikmatan denganku.

    Sementara terawanganku mulai melayang – layang lagi. Menerawang segala yang pernah kualami dan kemungkinan – kemungkinan yang akan kualami.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7
  • Petualangan (Adelia & Adelio)

    Petualangan (Adelia & Adelio)

    Novel Petualangan (Adelia & Adelio) – Menceritakan tentang seorang wanita cantik yang bernama Adelia Krasniqi yang cantik, cerdas, seksi & adik nya bernama Adelio Berisha yang masih kelas 2 SMU. Kita hanya tinggal berdua, karena kedua orang tua kami tinggal di kota yang berbeda.

    Khusus Dewasa18+
    Cerita ini hanya fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada keinginan untuk melecehkan dan atau merendahakan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu yang terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

    Novel Petualangan (Adelia & Adelio)
    Novel Petualangan (Adelia & Adelio)

    “Kak, aku pergi sekolah dulu yah”

    “Iyaaa… belajar yang bener, jangan macam-macam di sekolah kamu dek!”

    “Nggak kok… mending macam-macam di rumah sama kakak, hehe”

    “Hah? Apaan sih kamu?”

    “Bercanda kok kak”

    “Dasar…” Diapun mendaratkan ciumannya di keningku, seperti yang biasa dia lakukan ketika aku pamit ke sekolah.

    Ugh, sungguh senangnya tiap pagi selalu mendapatkan ciuman darinya, ciuman dari kakakku yang cantik dan seksi ini, tapi…

    “Hehe.. Dado pamit juga ya kak..” Ujar temanku bernama Dado yang menungguku dari tadi.

    Dia ikut mendekati kakakku dengan wajah sok polos & cengengesan seperti ingin juga mendapatkan kecup manis dari kakakku.

    “Kenapa Do? Kamu mau kakak cium juga?” Tanya kakakku seakan bisa menebak apa yang dipikirkan temanku itu.

    “Hehe… Iya kak… boleh?” pinta Dado.

    “Hihihi… duh kamu ini, Kakak tanyain Adelio dulu yah… Dek lihat tuh, temanmu mau dicium sama kakak juga tuh… Boleh nggak dek dia juga dapat ciuman dari kakak?” tanya kakakku meminta pendapatku.

    “Ya nggak lah kak!” Tolak ku, gila aja kalau si jelek ini juga dapat ciuman dari kakakku.

    “Tuh dengar, gak dibolehin sama Adelio, hihihi. Udah sana kalian, buruan berangkat”

    “Iya iya… Buruan Do!” Suruhku menyeret Dado.

    lama-lama di sini ntar si Dado beneran bakal dapat ciuman dari kakakku lagi, tak rela aku! aku aun segera menyalakan motorku dan berangkat ke sekolah.

    “Daagh kak Adeliaa…”

    “Daagh kak Adeliaa cantik.. hehe..” pamit Dado juga ikut-ikutan. Kupret nih anak!

    •••

    Namaku Adelio Berisha. Aku masih kelas 2 SMU. Di rumah ini aku hanya tinggal berdua bersama kakakku. Ya, hanya berdua saja karena kedua orang tua kami tinggal di kota yang berbeda dengan kami.

    Papaku yang bekerja di luar kota membuat Mama juga jadi harus mendampingi nya di sana. Tapi bagiku tak masalah, karena selama ini aku ditemani oleh kakakku, Kak Adelia.

    Kak Adelia saat ini sedang kuliah di salah satu PTS ternama di kota kami dan baru saja menjalani tahun pertamanya. Sungguh hari-hari yang ku lalui sangat menyenangkan karena kakakku sangat memperhatikan diriku.

    Seperti memasakkan makanan untukku sehari-hari, sampai mengingatkan akan pakaian kotorku yang seharusnya dicuci. Tapi karena kakakku juga memiliki kesibukan kuliah, aku memilih untuk mencuci pakaianku sendiri.

    Walau terkadang justru ia yang ingin mencucikan pakaianku. Memang kakakku ini sangat baik. Hal itulah yang membuatku semakin suka bermanja-manja pada kakakku ini.

    Kak Adelia sehari-hari dikenal baik, ramah dan sopan di lingkungan perumahan kami. Dia tidak pernah pilih-pilih teman dalam bergaul. Walaupun kak Adelia sudah memiliki pacar, tapi tetap saja banyak cowok yang nekat untuk mendekatinya.

    Bahkan termasuk teman-temanku yang suka main kerumah dengan alasan bikin PR lah, main PS lah. Siapa juga sih yang tidak tertarik dengan cewek seperti kak Adelia. Sudah cantik, sopan, ramah pula. Aku saja sampai tertarik padanya meskipun aku adalah adik kandungnya.

    Sehari-hari, Kak Adelia selalu berpakaian tertutup lengkap dengan jilbab bila keluar rumah atau saat sedang menerima tamu. Tapi ketika sedang di rumah saat hanya berdua denganku, kak Adelia sering sekali berpakaian seadanya.

    Siapapun pasti memaklumi bila berpakaian seadanya saat berada di rumah tanpa ada orang lain yang melihatnya kecuali aku. Tapi yang kak Adelia kenakan justru lebih dari sekedar seadanya. Bahkan bisa dibilang sangat seadanya, pakaian yang sangat minim!

    Karena hanya ada aku di rumah ini, maka akulah yang beruntung bisa melihat pemandangan indah ini setiap hari. Walaupun kadang kadang teman-temanku juga kebagian rezeki dapat melihat penampilan kakakku berpakaian minim.

    Seperti saat mengantarkan aku ke depan pintu tadi, kakakku ini hanya mengenakan tank top putih ketat berbelahan rendah dengan bawahan celana pendek berwarna pink.

    Sungguh setelan yang mempertontonkan aurat-auratnya! Kulitnya yang putih mulus, lekukan tubuhnya yang indah, rambut hitam sebahunya yang digerai, serta semua bagian tubuhnya yang biasa ia tutupi bila keluar rumah itupun tersaji khusus untukku, adek laki-lakinya.

    Aku juga bisa pastikan kalau kak Adelia tidak mengenakan apa-apa lagi dibaliknya karena aku bisa dengan jelas melihat tonjolan mungil pada bagian dadanya. Gimana aku nggak horni coba? Meskipun aku adiknya, tapi aku kan laki-laki biasa. Sialnya temanku tadi juga beruntung bisa melihatnya.

    Tapi kak Adelia sepertinya cuek-cuek saja dan tidak peduli bila dirinya selalu menjadi tontonan bagiku sehari-hari. Kak Adelia seperti sudah biasa membiarkan dirinya dan cara berpakaiannya itu dipelototi bulat-bulat olehku.

    Malah sesekali kak Adelia melempar senyum manisnya ketika tahu aku sedang memperhatikannya. Ugh, sungguh bikin gregetan! Mana dianya juga tak jarang mondar-mandir di depanku seperti seakan sengaja menggodaku. Gimana aku tidak pusing dibuatnya!

    Semakin lama aku malah berpikir kalau kak Adelia sepertinya suka sekali jika aku memperhatikan dirinya. Terutama ketika kak Adelia hanya berpakaian seadanya di rumah, dia betul-betul memamerkan kecantikannya itu padaku.

    Berbeda dengan kesehariannya di luar, kalau di rumah kak Adelia sering menggodaku seolah-olah ia seperti perempuan nakal. Dan namanya laki-laki, aku pun sering merasa tak tahan dengan pemandangan yang selalu kak Adelia suguhkan setiap hari buatku.

    Kak Adelia cantik, putih, bening, dan seksi, dan nakal, akhirnya menciptakan khayalan yang tidak-tidak di dalam kepalaku dan berujung pada kegiatan rutin harian, yaitu urut-mengurut otong ku sambil membayangkan kak Alay yang nakal.

    Tentunya aku beronani membayangkan kakakku secara diam-diam, tapi akhirnya perbuatan aku itu ketahuan juga olehnya. Kejadiannya baru seminggu yang lalu…

    “Adeeeeeek!” teriaknya kencang di depan kamar mandi waktu itu.

    “Apaan sih kak? Berisik amat”

    “Kamu onani?? Tuh pejumu belepotan di lantai kamar mandi! Cepat bersihin!”

    “I..iya..” Aku malu ketahuan habis onani.

    “Emang kamu udah bisa keluarin peju yah dek?” ujarnya menggodaku.

    “Ya bisa dong kak… aku kan udah gede, hehe..”

    “Iya.. makin gede tapi juga makin mesum kamu nya…”

    “Habisnya kakak sih… ups!” sial, aku keceplosan.

    “Hah? Jangan bilang kalau kamu onani sambil menghayal kakak!? Ayo jawab!”

    “Eh.. i..itu…” Aku tergagap.

    Masak aku mengakui padanya kalau aku membayangkan kakakku sendiri sebagai objek onani sih, Tapi dia yang melihat aku tergagap malah tertawa terbahak. Dia tidak marah!

    “Dasar kamu… sama kakak sendiri nafsu… sana cepat bersihin pejuh mu!” Ujarnya lalu pergi membiarkanku sendiri membersihkan ceceran spermaku di lantai kamar mandi.

    Setelah kejadian itu, kakakku ini malah semakin menjadi-jadi menggodaku. Bahkan dia mengizinkan aku untuk membayangkan nya bila aku beronani.

    Malah beberapa hari yang lalu aku beronani di depannya, di depan kakakku sendiri sampai ejakulasi dan pejuh ku berhamburan mengotori lantai kamar mandi. Waktu itu aku lagi-lagi kedapatan olehnya sedang onani, dia tidak sengaja masuk ke kamar mandi.

    “Kamu sih dek… kakak kira gak ada orang… eh ternyata malah asik onani”

    “I..iya kak… maaf”

    “Bayangin siapa kamu nya? Bayangin kakak lagi?”

    “Iya kak.. hehe”

    “Dasar porno! Ya udah, lanjutin gih sana” Ujarnya kemudian ingin pergi, tapi ku tahan.

    “kakak di sini aja dong”

    “Hah? Ngapain?”

    “Temani aku…” pintaku nekat, aku pasrah kalau dia bakal memarahiku, tapi siapa tahu kalau dia malah setuju.

    “Apaan sih dek… Dasar… ya udah, kali ini aja yah…”

    Ternyata dia memang setuju! Sungguh beruntung aku punya kakak seperti dia. Udah cantik, baik, pengertian sama adiknya lagi, hehe. Aku pun lanjut beronani, namun kali ini ada kakakku di depanku.

    Mengocok penisku dengan melihat kakakku secara langsung! Mana dianya senyum-senyum terus kepadaku, mana tahan coba? Akhirnya spermaku pun muncrat-muncrat dengan derasnya di depannya.

    “Udah kan dek? Udah lega? Udah hilang kan pusingnya?”

    “I..iya kak.. makasih”

    “Jangan lupa bersihin tuh peju mu…”

    “I..iya..”

    Tapi ternyata tidak sekali itu saja aku beronani di depannya, kemarin dan dua hari yang lalu juga demikian. Tapi hanya sampai disitu saja, kak Adelia masih selalu mengingatkanku bahwa kami adalah saudara kandung kakak beradik.Memang aku sadar bahwa sangat tidak pantas aku meminta hal ini padanya. Tapi nafsuku pada kakakku sendiri mengalahkan segala-galanya.

    •••

    kini, siang sepulang sekolah aku langsung menuju rumah tanpa mampir-mampir kemana lagi. Apalagi kalau bukan untuk berduaan dengan kak Adelia, bermanja-manjaan dengan kakakku yang cantik ini.

    “Kak Adeliaa..” panggilku melihat kak Adelia sedari tadi mondar-mandir.

    “Apa deek?”

    Mendengar kak Adelia menjawab sambil tersenyum manis, sepertinya ia tahu kalau aku sedang memperhatikannya dari tadi.

    “Ngapain sih kak dari tadi mondar-mandir? Pusing tau kak liatnya”

    “Ooh, adek lagi pusing beneran? Atau pusing banget dek?” teguranku malah dijadikan candaan oleh kak Adelia.

    “Anu kak.. Hehe.. lagi pusing banget..” jawabku cengengesan, entah kak Adelia tahu maksudku atau tidak.

    “Hihi.. kamu tuh ya dek.. ga bisa apa bentar aja ga pusing.. masa tiap hari bilangnya pusing melulu..” kak Adelia duduk di sebelahku dan memberi jarak agak jauh.

    “Abisnya, kak Adelia juga sih.. tanggung jawab ya kalo aku sakit gara-gara pusing melulu..” candaku mengancam kak Adelia, sekali lagi entah kak Adelia mengerti maksudku atau tidak.

    “Yee.. adek yang pusing kok kakak yang disalahin? Umm, adek belum makan kalii.. Tuh kak Adelia udah masakin ikan goreng kesukaan adek”

    “Aku pusing bukan karena laper kak..” jawabku sok bersungut walau sebenarnya aku memang lapar betulan, hanya saja ada yang jauh lebih lapar di banding perutku.

    “Umm.. Adek pasti pusing karena belum dapet-dapet pacar yah? Hihi.. kasian banget sih kamu dek.. di rumah melulu sih..” kak Adelia mencari jawaban yang aku kini malah dijadikan bahan candaan oleh kak Adelia. Tapi senyum dan tawa ringan kak Adelia membuatku bertambah pusing.

    “Iya nih kak.. kenapa ya kok aku sukanya di rumah aja berdua sama kak Adelia,? Hehe..” jawabku cengengesan sambil duduk merapat mendekati kakakku berharap kakakku tidak makin menjauh.

    “Iya nih dek.. kakak juga sama. Kok sukanya di rumah aja yah sama adek berdua-duaan? Hihi..” Sambil menjawab dengan tawa renyahnya.

    Kak Adelia menggeser duduknya yang malah semakin mendekat ke arahku dengan tubuhnya yang dicondongkan kedepan.

    Wajah kami pun tampak berdekatan. Aku suka kaget sendiri kalo kak Adelia menggodaku tiba-tiba seperti ini.

    “Serius kak?” tanyaku balik seperti tak percaya akan jawaban kak Adelia.

    “Iya lho.. coba deh bayangin dek kalo ngga ada kakak.. Adek makan ga ada yang masakin.. baju kotor ga ganti-ganti.. sekolah kalo ga diingetin suka bolos, pake alasan nemenin kakak lah.. ga kebayang tuh dek, seminggu aja adek jadi kayak gembel.. Hihi..”

    “Kak Adelia!” dengan sebal dan gemas aku memajukan tubuhku sambil merentangkan tangan memeluk kakakku yang sukanya menggodaku.

    “Adek! Aduuh.. Geli dek! Lepasin doonk! Hihi.. kakak belum selesai ngomong nih..” kak Adelia meronta dari pelukanku yang jamahan tanganku bergerilya sampai kemana-mana. Tapi seperti biasa, kalau kak Adelia seperti mau-mau saja ku perlakukan seperti ini.

    Lalu karena aku penasaran akan lanjutan kak Adelia, aku pun menghentikan gerakan gerilya, walau aku masih tetap memeluk kak Adelia yang kini posisiku jadi memeluk dari belakang karena rontaa nya barusan.

    “Kalau adek lagi kambuh pusingnya, siapa yang ngobatin? Hmm?” tanyaku kak Adelia seolah menunjukkan betapa tergantung nya diriku padanya.

    “Hehe.. kak Adelia donk, kan cuman kak Adelia yang pinter ngobatin..” jawabku mesum.

    “Kamu tuh ya dek.. bisa-bisanya kakak sendiri di cabul, tiap hari lagi sana gih cari pacar.” Ucapnya dengan gaya mengusir menepis nipis pelukanku yang makin erat.

    Semakin erat pelukanku, semakin menempel tubuhku termasuk otong ku yang sudah mulai mengeras merapat pada tubuh belakang kak Adelia.

    “Ga mau ah! Maunya sama kak Adelia aja, udah baik, cantik, seksi lagi.. Uugh..”

    Pelukku sambil mengangkat kakiku mengapit paha kak Adelia dari belakang agar tak mudah lepas dari pelukanku, membuat otong ku semakin menggesek pada pinggul belakang kak Adelia.

    “Aduh adeek.. kok kakaknya dijepit begini sih? Kan kakak jadi ga bisa bergerak..” jawab kak Adelia dengan nada manja.

    “Uugh.. kak Adelia..” mendengarnya menjawab dengan nada manja gemulai tak berdaya seperti itu malah justru membuatku semakin panas dingin.

    “Dek..”

    “Iya kak?”

    “Udah?”

    “Apanya ya kak?” jawabku pura-pura tak tahu.

    “Itu tuuh yang dibelakang kakak.. ngeganjel tau deek” kak Adelia rupanya sadar aku mulai melakukan gerakan menggesek di pinggul belakangnya.

    “Yaah, kak Adelia.. sekali ini doonk.. yah? Lagian kan ga nempel langsung kok kak.. tapi kalo boleh nempel langsung Adelio seneng banget loh kak..Hehe.. yah kak? Pleasee..” pintaku memohon.

    “Uumm.. boleh gak yaah?” kak Adelia menggodaku seperti biasa dengan gaya genit pura-pura berpikir.

    “Sekaliii aja kak.. Boleh yah?” aku memohon dengan wajah memelas sambil masih terus menggesek pelan pada pinggul kak Adelia yang semakin lama mendekat ke belahan bongkahan bokongnya.

    “Kamu tuh yaa, kalo dikasih hati langsung minta jantung sama kakak..”

    “Hehe.. iya kak Adelia, jantung kakak disini yah?” lanjut ku bertanya balik sambil iseng memegang dada kak Adelia.

    “Adeeeeek! Tanganmu! Lepasiin.. ugh… geli… Adeek!”

    Aku yang iseng terus melancarkan serangan ku pada kak Adelia malah semakin heran melihat dia yang bukannya marah, tapi malah kegelian. Tentu saja aku semakin berani dibuatnya, aku pun meneruskan aktifitas tanganku di buah dadanya sambil menekan & mempercepat goyangan pinggulku pada belahan pantat kakakku ini, dan kak Adelia tetap saja hanya diam menerima perlakuan cabul dariku!

    “Kak Adelia.. maaf yah.. aku gak tahan ngeliat kakak kayak gini tiap hari..” sambil aku terus memeluk dan menggoyangkan pinggulku.

    “…”

    “Ngeliat kak Adelia yang cantik, putih, harum, seksi.. Uugh.. kak Adelia sih, godain aku terus!” aku makin mempercepat gerakan pinggulku, tapi kak Adelia hanya diam saja.

    “…”

    “Kak?” panggilku karena kak Adelia hanya diam saja dari tadi.

    “…”

    “Kak.. Kakak marah ya?”

    aku mulai penasaran, apakah kak Adelia marah padaku karena aku semakin kurang ajar padanya! Aku mulai agak mengendurkan goyanganku.

    “Bawel ah! Kamu mau nerusin atau mau udahan? Kalo udahan, kak Adelia bangun nih ya?” tiba-tiba kak Adelia buka suara.

    Aku terkejut karena ternyata kak Adelia benar-benar tidak sedang marah, malah seperti menantang ku untuk meneruskan kegiatanku.

    “Eh! Ja..jangan kak.. Aku mau terusin kok.. Aku kira tadi kakak marah, hehe..”

    “Nggak marah kok. Emangnya pernah kakak marah sama kamu?”

    “Uumm.. ga pernah sih.. makanya aku sayang banget ama kak Adelia, aku cinta banget sama kakakku yang seksi ini, hehe..”

    “Huuu… dasar! Tapi ingat ya deek.. jangan sampai nyelip!”

    “Kalo dikit aja kak?” aku mencoba peruntunganku dengan menawar, tidak ada salahnya, siapa tahu dia mau.

    “Nggak! Inget ya dek… kita tuh saudara kandung, kakak adik.. jadi jangan yah adek..” Ah, dia tidak mau. Aku tak bisa memaksanya lebih jauh lagi.

    “Iya deh kak..” jawabku agak setengah bersungut.

    “Adeek…” kak Adelia menoleh kebelakang untuk melihatku, dari nadanya dia seperti sedang baik-baik ini aku yang sedang bersungut walau aku masih terus menggoyangkan pinggulku.

    Tentu saja aku semakin berani dibuatnya, aku pun meneruskan aktifitas tanganku di buah dadanya sambil menekan & mempercepat goyangan pinggulku pada belahan pantat kakakku ini, dan kak Adelia tetap saja hanya diam menerima perlakuan cabul dariku!

    “Kak Adelia.. maaf yah.. aku gak tahan ngeliat kakak kayak gini tiap hari..” sambil aku terus memeluk dan menggoyangkan pinggulku.

    “…”

    “Ngeliat kak Adelia yang cantik, putih, harum, seksi.. Uugh.. kak Adelia sih, godain aku terus!” aku makin mempercepat gerakan pinggulku, tapi kak Adelia hanya diam saja.

    “…”

    “Kak?” panggilku karena kak Adelia hanya diam saja dari tadi.

    “…”

    “Kak.. Kakak marah ya?”

    aku mulai penasaran, apakah kak Adelia marah padaku karena aku semakin kurang ajar padanya! Aku mulai agak mengendurkan goyanganku.

    “Bawel ah! Kamu mau nerusin atau mau udahan? Kalo udahan, kak Adelia bangun nih ya?” tiba-tiba kak Adelia buka suara.

    Aku terkejut karena ternyata kak Adelia benar-benar tidak sedang marah, malah seperti menantang ku untuk meneruskan kegiatanku.

    “Eh! Ja..jangan kak.. Aku mau terusin kok.. Aku kira tadi kakak marah, hehe..”

    “Nggak marah kok. Emangnya pernah kakak marah sama kamu?”

    “Uumm.. ga pernah sih.. makanya aku sayang banget ama kak Adelia, aku cinta banget sama kakakku yang seksi ini, hehe..”

    “Huuu… dasar! Tapi ingat ya deek.. jangan sampai nyelip!”

    “Kalo dikit aja kak?” aku mencoba peruntunganku dengan menawar, tidak ada salahnya, siapa tahu dia mau.

    “Nggak! Inget ya dek… kita tuh saudara kandung, kakak adik.. jadi jangan yah adek..” Ah, dia tidak mau. Aku tak bisa memaksanya lebih jauh lagi.

    “Iya deh kak..” jawabku agak setengah bersungut.

    “Adeek…” kak Adelia menoleh kebelakang untuk melihatku, dari nadanya dia seperti sedang baik-baikin aku yang sedang bersungut walau aku masih terus menggoyangkan pinggulku.

    Tiba-tiba kak Adelia melepaskan pelukanku, berpindah posisi tapi masih di kursi sofa tempat kami duduk berdua. Kak Adelia dengan bergaya merangkak di atas sofa, bergerak maju menuju tepian tangan sofa menjauhiku.

    Aku masih tak mengerti apa yang kak Adelia lakukan, tapi melihat goyangan pinggul dan pantatnya seakan kak Adelia memang niat menggodaku untuk menerkamnya dari belakang. Kak Adelia kemudian menoleh ke arahku mengintip dari balik pundaknya.

    “Adeek.. sini deh.. kalau gesekin pake gaya doggy, adek mau nggak?” kak Adelia dengan postur tubuh menungging membelakangi ku bertanya lirih dan manja sambil menggigit bibir bawahnya. Tubuhku langsung panas dingin! Tentu saja aku mau!

    “Uugghh! Kak Adelia!” teriakku sambil menerkam dan menubruknya dari belakang.

    “Hihihi… pelan-pelan! Hmm… dek, keluarin aja burungnya, kasian nanti malah bengkok ke tekuk di dalam celanamu” suruh kak Adelia sambil senyum-senyum. Haduh… tawaran apalagi ini? Tentu saja tidak ku tolak, segera ku bebaskan penisku dari celanaku.

    “Kak.. aku selipin ke dalam celana kak Adelia yah? Janji deh aku ga bakal masukin..”

    “Uumm.. Iyah.. tapi bener yah dek, jangan dimasukin..”

    “Ouughh, kak Adelia yang cantik dan baik.. nih kak..”

    Aku menyelipkan penisku ke dalam celana kak Adelia melalui lubang kaki celana pink nya itu. Seperti yang kuduga, kak Adelia tidak mengenakan celana dalam! Sambil ku arahkan dan ku tempelkan otong ku pada belahan pantat kak Adelia, tanganku memegang pinggang kak Adelia. Kini posisiku mirip orang yang sedang menyetubuhi kak Adelia dari belakang dengan gaya doggy.

    “Ngghh.. deekk…. Sshhh… dasar kamu nakal” rintih kak Adelia, mendengar suara rintihannya itu membuatku semakin larut dalam khayalan yang seolah-olah aku seperti sedang berhubungan badan dengan kakak kandungku sendiri.

    “Ugh… kak Adelia.”

    “Adeek.. kalo orang liat kita, pasti dikira kamu lagi ngapa-ngapain kakak…” kata kak Adelia yang mulai memancing-mancing dengan omongan panasnya.

    Walau kami masih memakai pakaian lengkap, tetap saja pemandangan sebagai kakak adik yang sedang melakukan perbuatan cabul ini menumbuhkan sensasi yang membuat panas dingin bagi yang melihatnya.

    “Kalo orang liat kak Adelia sama aku lagi begini.. pasti mereka juga pengen kak..” imbuhku sambil terus menggesek otongku di sela-sela pantat dan kain celananya.

    “Hihi.. iyah dek, kepengen ngentotin kak Adelia juga yah merekanya? Samaan kayak adek..”

    Mendengar kak Adelia mengucapkan kata-kata kotor begitu malah membuat otakku semakin ngeres, membayangkan kak Adelia benar benar disetubuhi oleh orang asing akibat melihat tingkah laku kami.

    Bahkan lebih dari satu orang, saling berebut untuk mengentoti kakakku yang cantik dan seksi ini. Kak Adelia benar-benar nakal, membayangkan dirinya disentuh orang lain selain aku ataupun pacarnya.

    Kak Adelia yang berkulit putih, ditindih dan digagahi mereka yang berkulit gelap. Membayangkan kak Adelia yang tak berdaya berusaha melayani penis-penis mereka membuatku semakin horni. Entah kenapa semakin aku membayangkan apa yang dialami kak Adelia semakin cepat pulalah irama goyangan pinggulku, penisku juga menekan semakin kuat ke belahan pantat kak Adelia.

    “Uugh.. kak Adelia..”

    “Hihi.. kamu ngebayangin apa sih dek? Ngebayangin kak Adelia di entotin orang lain yah dek?”

    “Kak Adelia nakal nih.. Uughh.. Kak Adelia..” Aku mulai meracau tak jelas dan gesekanku semakin cepat.

    “Adeek.. suka berfantasi kakak di cabulin orang lain yah dek? Emang kalau beneran terjadi kamu pengen lihat?” Suara kak Adelia makin kemari makin lirih dan menggoda.

    “Kak Adelia nakal! Adek udah mau keluar.. kaak!”

    “Terus deek.. entotin kakak dek.. teruss..” kak Adelia terus menggoda ku.

    Akhirnya aku muncrat dan menekan otongku kuat-kuat ke belahan pantatnya yang montok dan putih itu dibalik celana pinknya hingga basah oleh pejuhku. Setelah membuang semua pejuhku ke pantat kak Adelia, aku ambruk di punggungnya sambil sesekali meremas remas susu kakakku.

    “Udah dek? Udah hilang kan pusingnya?” kak Adelia bertanya setelah membantuku melampiaskan hal yang tak tertahankan.

    Kakakku benar-benar nakal. Selalu membawaku mengkhayalkan yang tidak-tidak tentangnya.

    “Hehe.. udah belum yah kaak?” candaku mengikuti gaya kak Adelia.

    “Ooh.. jadi adek mau lagii?”

    “Iyah kak.. mau.. mau..” jawabku bersemangat. Aku lalu melihat kak Adelia bangkit dari duduknya, sedang aku dengan setia menanti apa yang akan diperbuat oleh kakakku yang seksi ini.

    “Lihat deek.. jangan ngedip yah..” kak Adelia dengan gaya nakal seperti seorang striptease perlahan-lahan memelorotkan celana pendek pinknya.

    Aku memandang dengan tertegun. Kak Adelia memelorotkan celananya yang tidak memakai dalaman apa-apa lagi di baliknya. Bagian bawah tubuhnya pun terpampang bebas di hadapanku, adik laki-lakinya.

    Aku yang baru saja memuncratkan pejuhku pada kakakku mendadak penisku bisa mengeras kembali. Aku bisa melihat dengan jelas bulu-bulu halus yang tumbuh di atas vagina kakakku yang tembam.

    Memang tidak sekali aku pernah melihat vagina kakakku sendiri entah di saat sengaja atau tidak. Tapi disuguhi seperti ini aku merasakan sensasi yang sangat berbeda. Kakakku sendiri sedang menggodaku, dan..

    “Nih, pejuhin lagi celana kakak! Sekalian cuciin ya.. bau tuh pejuh adek, hihi..” kak Adelia melemparkan celana bekas kupejuin tadi ke mukaku.

    “Iih! Kakak! Main lempar ke muka aja!” Teriakku kesal.

    Dia hanya tertawa, lalu berlenggang dengan santainya keluyuran di dalam rumah dengan kondisi seperti itu tanpa memakai bawahan sama sekali, hanya memakai tank top saja.

    Sungguh pemandangan yang membuat penisku kembali ngaceng maksimal. Untung saja hanya aku yang melihatnya, tak dapat ku bayangkan bila ada orang lain yang melihat kondisi kakakku seperti sekarang ini.

    Untuk seorang kak Adelia yang dikenal sopan, ramah, baik dan selalu memakai jilbab bila di luar rumah, tentunya akan menjadi hal yang sangat berlawanan dengan apa yang sedang dilakukannya sekarang.

    “Permisii! Sedekahnya Paak.. Buu..!” tiba-tiba terdengar teriakan orang peminta sumbangan di luar rumah kami.

    “Adek! Ada yang minta sumbangan tuh..”

    “Iya, aku juga denger kali kak..” dari yang kudengar sepertinya seorang bapak-bapak tua yang berdiri di luar pagar rumah kami.

    “Sana gih kasih sumbangan ke Bapak itu dek..” kak Adelia menyuruhku keluar untuk memberi sumbangan.

    Melihat kondisi kak Adelia yang hanya memakai tanktop putih dan tak memakai bawahan apa-apa, serta aku yang masih memegang celana pendek kak Adelia, tiba-tiba terbesit pikiran iseng untuk kakakku.

    “Gak ah! Kak Adelia ajah yang kasi sumbangan, hehe..” tanganku iseng ke kak Adelia.

    Aku sungguh penasaran kalau memang kak Adelia mau menerima tantanganku untuk memberi sumbangan ke Bapak itu tanpa mengenakan bawahan apa-apa. Walau dibatasi oleh pagar yang tingginya sebatas dadaku kak Adelia, tetap saja membayangkan kakakku yang bening dan putih itu menemui bapak peminta sumbangan itu membuat darahku berdesir dan tubuhku panas dingin.

    “Hmm? Gak pake celana kayak gini dek? Huhu.. Adek pengen liat yah kakak cuma pake ginian nemuin bapak itu diluar?” tanyanya dengan lirikan menggoda.

    “Adeek.. liat kakak yah.. kakak penuhi lagi fantasi adek.. hihi..” seraya kak Adelia membuka pintu depan sambil berekpresi imut dengan mengedipkan sebelah mata dan menggembungkan pipi satunya.

    Aku hanya bisa memegang otongku yang mulai mengeras melihat tubuh seksi kak Adelia dengan aurat yang terbuka bebas pada bagian bawahnya. Kak Adelia yang selalu berpakaian tertutup dan memakai kerudung, kini akan menemui orang asing dengan vagina dan paha terpampang kemana-mana. Ugh, kak Adelia benar-benar nakal!

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
  • Memanjakan Pesona Birahi

    Memanjakan Pesona Birahi

    Cerita Sex Memanjakan Pesona Birahi – Sebenarnya aku punya beberapa pilihan untuk mendapatkan calon suami yang terbaik di mataku. Namun pilihanku jatuh kepada Bang Abe (nama lengkapnya Abraham). Karena menurutku, Bang Abe itu penyabar dan selalu mengalah dalam setiap perdebatan denganku. Selain daripada itu, Bang Abe mendapat gelar masternya di Amerika.

    Aku pun teringat kata-kata Bang Abe, “Sebenarnya aku ini rugi kalau bekerja untuk orang lain. Aku mengejar master degree di Amerika dengan tujuan ingin membuka perusahaan sendiri, bukan mau bekerja di perusahaan orang lain. Tapi sekarang kita belum punya modal.

    Karena itu terpaksalah aku bekerja untuk orang lain dahulu, sambil mengumpulkan modal untuk start di perusahaan kita sendiri. Dari perkawinanku dengan Bang Abe, lahirlah anak pertama kami, bayi perempuan yang cantik dan kami beri nama Vania, dengan nama kecil Nia.

    Namun sampai Vania sudah berusia 3 tahun, keadaan kami masih “jalan di tempat”. Perbedaannya cuma satu hal. Bahwa sejak lahirnya Vania, aku mengajak Mbak Rumiar, kakak kandungku, tinggal di rumahku. Kebetulan Mak Rum sejak dua tahun terakhir berstatus janda tanpa anak.

    Cerita Sex Memanjakan Pesona Birahi
    Cerita Sex Memanjakan Pesona Birahi

    Ngocoks Kehadiran Mbak Rum lumayan meringankan bebanku sebagai ibu rumah tangga. Karena Mbak Rum sangat menyayangi Nia. Maklum dia belum punya anak, sehingga naluri keibuannya dilimpahkan kepada anakku.

    Mbak Rum juga sangat cekatan untuk bersih-bersih dan masak makanan untuk kami makan bersama. Tapi begitulah, keuangan kami belum kuat. Sehingga Mbak Rum hanya bisa masak dengan bahan seadanya saja.

    Memang aku cukup prihatin dengan keadaan ini. Sampai aku sering punya keinginan untuk bekerja. Karena percuma aku punya gelar SE tapi tidak digunakan untuk meringankan beban suamiku.

    Tapi suamiku selalu menolak permintaan ijinku untuk bekerja. Suamiku selalu menjawab, “Meskipun kamu jadi pejabat tinggi, aku lebih suka statusmu sebagai ibu rumah tangga, Sayang.”

    Karena itu aku terpaksa berdiam diri di rumah terus sebagai ibu rumah tangga yang sejati. Padahal aku sudah gemas, ingin melihat suamiku sukses dengan profesinya. Kalau pun dia tetap bekerja, aku sih ingin melihatnya punya jabatan yang bagus di perusahaan besar itu.

    Aku juga prihatin karena suamiku hanya mampu memiliki motor bebek. Dengan motor murahan itulah dia pulang-pergi ke kantornya. Padahal teman-teman seangkatan dengannya, rata-rata sudah punya mobil.

    Rasanya percuma saja suamiku mengejar gelar master di Amerika, tapi kalah dengan teman-teman seangkatannya yang masih S1. Ada juga yang S2, tapi didapatkan di Indonesia. Gelarnya juga magister, bukan master seperti suamiku. Tapi keadaannya jauh lebih sukses daripada suamiku.

    Untungnya aku ini bukan seorang istri yang banyak tuntutan. Aku tak pernah meminta pakaian dan perhiasan yang mahal-mahal. Aku pun tak pernah membeli alat make up yang serba impor, karena pada dasarnya aku tak terlalu mengandalkan alat make up. Memoles bibir dengan lipstick pun hanya sekali-sekali saja.

    Mengenai keadaan keuangan pun, mungkin aku harus pasrah saja. Karena mungkin nasib kami belum bisa juga meraih sukses seperti orang lain. Siapa tahu kelak kami bisa mengejar teman-teman yang sudah duluan sukses itu.

    Di sudut lain, masalah seksual misalnya, berjalan secara normal menurutku. Meski Bang Abe bukan sosok yang menggebu-gebu di atas ranjang, namun aku selalu terpuaskan oleh kejantanannya.

    Dalam komunikasi pun selalu normal. Karena suamiku seorang penyabar dan selalu mengalah padaku, kecuali ijin bekerja itu yang tetap tidak diberikan padaku.

    Karena itu, kami tidak pernah bertengkar dalam soal sekecil apa pun. Lalu kenapa aku harus mengkhayalkan sesuatu yang belum ditakdirkan untuk meraihnya? Kenapa aku pun tidak mengikuti sikap dan perilaku suamiku yang penyabar itu?

    Ya, barangkali aku harus bersabar menghadapi segala kenyataan ini. Meski banyak pahitnya, harus kutelan dengan sabar, sabar dan sabar.

    Terlalu ngotot juga bisa hypertensi nanti… hihihihiiii…!

    Pada suatu sore, suamiku pulang dalam keadaan yang lain dari biasanya. Dia pulang dengan sebuah sedan mahal. Aku tahu benar sedan itu built up dari Eropa, yang harganya pasti milyaran.

    Aku terheran-heran dibuatnya. Lalu menghampiri suamiku yang baru turun dari mobil mewah itu. “Mobil siapa ini Bang?” tanyaku.

    “Punya Kevin,” sahut suamiku.

    “Kevin mana?”

    “Kevin… putra mahkota perusahaan.”

    “Owh anaknya big boss itu?”

    “Iya. Tiga bulan lagi juga dia akan menjadi orang nomor satu di perusahaan. Karena ayahnya sudah sakit-sakitan, punya penyakit jantung segala.”

    “Kevin kan masih muda sekali Bang. Apa mampu dia mengendalikan perusahaan sebesar itu?”

    “Umurnya sudah duapuluhtiga tahun. Sudah jadi sarjana tamatan Inggris pula. Nanti deh kita bicarakan… ada sesuatu yang harus kita rundingkan.”

    Suamiku melangkah masuk ke dalam rumah kami yang di pinggir jalan besar tapi masih sangat sederhana.

    “Memangnya ada apa Bang? Kok seperti serius gitu? Ada kabar baik atau…”

    “Siapin makan dulu deh. Perutku lapar.”

    “Emang tadi gak makan siang di kantin kantor?”

    “Makan. Tapi hanya sedikit. Banyak yang harus dipikirin sih.”

    Aku bergegas menyiapkan makanan untuk suamiku. Tidak ada yang istimewa makanan yang kuhidangkan untuknya. Cuma sayur asem, ikan asin jambal, kerupuk kampung dan sambel bajak.

    Tapi suamiku tampak bersemangat menyantap makanan yang kuhidangkan itu. Memang dia sudah mulai bosan dengan makanan-makanan mewah dan kebarat-baratan, lalu kembali ke makanan tradisional begitu.

    Aku belum lapar. Karena itu aku hanya duduk di samping suamiku, untuk menemaninya makan.

    “Nia mana?” tanyanya setelah selesai makan.

    “Lagi tidur di kamar Mbak Rum.”

    Setelah menyeka mulutnya dengan kertas tissue, Bang Abe menarik pergelangan tanganku, “Kita ngobrol di kamar aja yuk. Biar bebas ngomongnya.”

    Kuikuti saja langkah suamiku menuju kamar.

    Suamiku merebahkan diri, menelentang di atas bed. Aku pun rebahan di sampingnya. Tanpa keberanian untuk mulai bicara.

    Lalu dia mulai berkata, “Sebenarnya masalah ini masalah berat. Tapi demi kemajuan kita, harus dihadapi juga dengan hati dan otak dingin.”

    “Masalah apa sih? Kok Abang seperti berat gitu menyampaikannya. Apakah ada tugas baru yang harus Abang hadapi?” tanyaku.

    “Seperti yang sudah kubiang tadi, tiga bulan lagi Kevin akan sepenuhnya memegang kendali perusahaan. Karena dia anak tunggal big boss yang sudah sakit-sakitan itu. Aku pun berusaha mendekati dia sejak beberapa hari belakangan ini. Dengan tujuan, semoga nanti aku dikasih jabatan penting di perusahaan.

    “Memangnya apa permintaan Kevin itu Bang?”

    “Sebelum menjawab soal itu, aku ingin mengingatkan bahwa kamu pernah menghadiri pesta ulang tahun Kevin dan waktu perayaan anniversary perusahaan kan?”

    “Iya, “aku mengangguk sambil mengingat-ingat dua kejadian penting itu.

    “Apakah kamu melihat sikap Kevin yang berbeda saat itu?”

    “Nggak. Biasa-biasa aja,” sahutku berbohong. Padahal aku memang merasa risih karena di kedua even itu Kevin menatapku terus sambil tersenyum-senyum. Tapi masa soal sekecil itu harus kusampaikan kepada suamiku?

    “Kevin sangat tergiur olehmu. Dan akan mendudukkanku di posisi penting dalam perusahaan asalkan… “Bang Abe tidak melanjutkan kata-katanya.

    “Asalkan apa?” tanyaku penasaran.

    “Asalkan kamu bersedia menemaninya di villa, satu atau dua malam saja.”

    “Gila! Mentang-mentang orang tajir melilit! Seenaknya aja meminta istri orang. Memangnya aku ini perempuan apa?”

    “Tapi… apa salahnya kalau kita berkorban demi kemajuan kita? Aku yakin kalau permintaannya itu dikabulkan, masa depan kita bakal gilang-gemilang, Sayang.”

    “Kevin kan anak konglomerat. Cewek yang seperti bidadari pun bisa didapatkannya. Kenapa harus memilih istri orang?”

    “Karena kamu punya daya tarik yang luar biasa, Sayang.”

    “Aaaah… aku nggak mau diperlakukan sewenang-wenang oleh siapa pun.”

    “Sayang… tadi dia sampai berkali-kali minta maaf dan minta aku tidak tersinggung.”

    “Lalu Abang menyetujui keinginannya? Begitu?”

    “Belum kusetujui. Aku hanya bilang akan menunggu keputusanmu. Jadi sekarang bola ada di tanganmu. Kalau ingin masa depan kita cemerlang, ikuti saja keinginan Kevin itu. Kamu kan sudah ikut program KB. Jadi pasti Kevin takkan bisa menghamilimu.”

    “Baaang…! Aku merinding nih dengernya juga. Udah ah. Abang harus tegas menolaknya. Kalau nanti kedudukan Abang tidak ada perubahan, pindah aja ke perusahaan lain. Kenapa harus ngikutin rencana jahanam seperti itu?”

    “Seperti yang kubilang barusan, Kevin berulang-ulang minta maaf, minta agar aku tidak tersinggung. Sama sekali tidak kelihatan arogan. Itu pun kalau kamu mau. Kalau tidak, ya gampang… tinggal laporan aja padanya besok, bahwa kamu tidak mau. Selesai. Tapi resikonya ya gitu itu. Kita akan tetap seperti sekarang ini.

    Aku terdiam. Dengan perasaan masih jengkel.

    “Orang-orang yang sudah sukses, pasti ada terobosan dengan jalannya masing-masing.”

    “Tapi bukan dengan menjual memek istrinya, kan?”

    “Aku juga takkan menjualmu. Meski dibeli berapa pun aku takkan pernah menjualmu,” ucap suamiku sambil membelai rambutku dengan lembut. Membuat keteganganku agak mereda.

    “Kalau aku mengikuti omongan Abang, keutuhan dan nilai-nilai suci perkawinan kita pasti akan hancur.”

    “Tidak! Bahkan sebaliknya… aku akan semakin mencintaimu, Sayang…”

    “Omong kosong. Mana ada suami yang tambah mencintai istrinya setelah si istri dinodai oleh lelaki lain?!”

    “Ya buktikan aja nanti. Sebagai lelaki, aku pantang menjilat air ludahku sendiri. Masalahnya, jika kamu melaksanakan rencana yang kuanggap sebagai kesempatan baik itu, aku akan menganggapmu turut membantu kemajuan karierku. Bukan sekadar membiarkan lelaki lain menodaimu.”

    Aku terdiam.

    Suamiku berkata lagi, “Coba pikirkan unsur-unsur positifnya dulu. Kalau kamu pandai mengambil hati Kevin, apa pun permintaanmu pasti dikabulkan. Misalnya mobil yang di depan itu kamu pinta, pasti diberikan. Memang harganya milyaran. Tapi buat konglomerat seperti Kevin, beli seratus mobil mewah pun gak ada apa-apanya.

    Aku masih terdiam.

    Suamiku melanjutkan, “Coba kamu pikirkan dengan positif thinking. Kevin itu tampan, karena dia itu berdarah campuran Jerman dengan Tionghoa dan Indonesia. Masih muda pula, empat tahun lebih muda dariku. Dan aku akan mengijinkan apa pun yang akan kamu lakukan waktu meladeninya. Bahkan sebaiknya dia dirayu tapi lakukan secara halus sekali.

    Aku terdiam terus. Bahkan kupeluk bantal guling sambil membelakangi suamiku. Seolah mau tidur. Padahal aku tetap menunggu suamiku berkata lagi.

    Tapi dia malah turun dari bed dan keluar dari kamar.

    Aku jadi bingung sendiri. Karena semua yang telah dikatakan oleh suamiku tadi, benar-benar mengejutkanku. Semua itu tak pernah terpikir olehku sebelumnya.

    Lalu apa yang harus kulakukan? Haruskah aku membuang “kesempatan bagus” seperti yang dikatakan olehnya tadi? Bukankah aku sudah berkali-kali minta izin untuk bekerja, karena ingin membantunya? Lalu sekarang ada “terobosan”, tapi semuanya itu tergantung pada keputusanku.

    Diam-diam aku turun dari bed, mengambil selimut tipis, lalu kubawa selimut itu ke luar. Ternyata suamiku sedang duduk di ruang tamu sambil duduk di sofa panjang yang menghadap ke televisi.

    Aku menghampirinya. Lalu merebahkan diri di atas sofa dan menumpangkan kepalaku di atas paha suamiku, sambil menyelimuti diriku sendiri karena kalau sudah menjelang malam begini suka banyak nyamuk.

    Suamiku tidak bicara sepatah kata pun. Hanya membelai rambutku yang terurai ke atas pahanya.

    “Bang…” ucapku memecahkan kebisuan.

    “Hmm?”

    “Kalau keinginan Kevin itu ditolak, apa akibatnya?”

    “Ya takkan ada apa-apa. Kita akan berada di posisi semula. Serba pas-pasan. Bahkan mungkin aku akan resign saja, karena tidak kuat dengan penghasilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kita.”

    “Lalu setelah resign mau kerja di mana?”

    “Nggak usah nyari kerja. Mau usaha sendiri aja. Kalau perlu dagang gorengan juga gak apa-apa.”

    “Seorang master lulusan Amerika mau dagang gorengan?!”

    “Nggak apa-apa. Hidup di zaman sekarang ini tak perlu gengsi-gengsian. Siapa tau dari dagang gorengan kita bisa lebih sukses daripada sekarang.”

    Aku terdiam. Membayangkan suamiku mendorong gerobak yang dilengkapi dengan wajan berisi minyak goreng dan kompor dengan tabung gas kecil.

    Ooooh… yang bener aja!

    Lalu kalau sudah seperti itu, siapa yang mau disalahkan? Aku? Takdir? Siapa?

    Ya Tuhan! Semoga hal itu jangan pernah terjadi dalam kehidupan kami!

    “Lalu… kalau kita kabulkan keinginan Kevin itu, apa akibatnya?” tanyaku.

    “Banyak sekali yang akan terjadi. Aku bisa ditempatkan di posisi penting seperti yang kita harapkan. Kamu juga akan mendapatkan beberapa efek positif. Apa pun yang kamu minta pada Kevin, pasti dikasih.”

    “Maksudku, apa akibatnya terhadap keutuhan perkawinan kita Bang.”

    “Akibatnya… aku akan semakin mencintai dan menyayangimu. Karena beberapa kemajuan akan terjadi. Dan itu berkat jasamu. Berkat semangatmu untuk membantu karierku.”

    “Bukannya Abang bakal jijik mendekatiku yang telah dinodai oleh orang lain?” tanyaku dengan nada kurang percaya.

    “Buktikan saja nanti. Kalau sampai seperti itu, ludahi saja mukaku. Pernahkah aku ingkar janji selama ini? Pernahkah aku menjilat air ludahku sendiri?”

    Memang suamiku tidak pernah ingkar janji. Apa pun yang diucapkannya selalu dibuktikan. Karena dia berprinsip, seorang lelaki itu harus bisa dipegang omongannya.

    Aku duduk di samping suamiku. Kemudian kucium pipinya dengan mesra. Tanpa melontarkan kata-kata. Karena aku bingung harus berkata apa.

    “Jadi bagaimana? Apakah kamu sudah mulai berpikir secara positif thinking?” tanya suamiku.

    “Aku akan mengikuti apa pun yang Abang inginkan. Dengan syarat, jika kelak terjadi hal-hal negatif, Abang yang harus bertanggung jawab. Jangan menyalahkan aku.”

    “Tentu saja semua akan kupertanggungjawabkan Sayang. Termasuk janjiku akan semakin mencintai dan menyayangimu… akan kubuktikan nanti.”

    “Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyaku dengan perasaan bimbang.

    “Sekarang baru hari Rabu. Besok aku akan mengatakan padanya bahwa kamu masih belum memberi keputusan, supaya dia juga jangan terlalu mudah mendapatkanmu. Pada hari Jumat, baru aku akan mengatakan bahwa kamu sudah bersedia mengikuti kehendaknya.”

    “Lalu?”

    “Kemungkinan pada Jumat sorenya aku akan mengantarkanmu ke villa milik Kevin. Dengan mobil mahal itu. Lalu hari Minggu sore aku akan menjemputmu lagi.”

    “Iiih… aku degdegan mendengarnya juga Bang.”

    “Biasa itu sih. Orang kan suka takut pada sesuatu yang belum diketahuinya. Tapi setelah tahu, pasti gak degdegan lagi.”

    “Gak tau juga. Sebenarnya aku masih bimbang. Tapi aku juga berusaha untuk tak mengecewakan Abang.”

    “Iya… baguslah.”

    “Kalau Jumat sore aku diantarkan ke villa itu, Abang sendiri mau ke mana?”

    “Ya pulanglah. Sambil ngajak main Nia jalan-jalan pakai mobil yang luar biasa nyamannya itu.”

    “Kalau Mbak Rum nanyain ke mana aku, gimana?”

    “Mmmm… gampanglah. Aku mau bilang kamu sedang bantu-bantu masak di rumah Kak Reni, karena mau ada rapat dua hari berturut-turut. Gimana?“

    “Iya… itu jawaban bagus,” sahutku. Yang dimaksud Kak Reni itu adalah kakak kandung suamiku, yang aktif di dalam sebuah organisasi.

    “Tapi,” kataku lagi, “kalau Jumat sore aku diantarkan dan Minggu sore baru dijemput lagi… berarti lebih dari sehari semalam aku harus menemani Kevin, Bang.”

    “Iya, dua hari kan gak lama. Hitung-hitung nyari pengalaman menikmati hari-hari weekend bersama orang yang sangat tajir. Pasti segalanya serba wah…”

    “Sebenarnya aku heran juga, kenapa Kevin bisa tertarik sama aku? Dia kan punya duit berlimpah ruah. Cewek yang seperti apa pun bisa didapatkannya. Kenapa dia malah tertarik sama aku?”

    “Bangsa kita memang suka sekali memikirkan kekurangannya, tanpa memikirkan kelebihannya. Padahal kelebihan itu harus dikembangkan sebaik mungkiin. Seperti kamu ini Sayang. Kamu ini punya paras cantik. Punya tubuh kayak biola. Pokoknya kamu ini sangat cantik dan seksi habis.”

    “Aku kan lebih tua empat tahun kalau dibandingkan dengan Kevin Bang.”

    “Justru itu yang disukai Kevin.”

    “Maksudnya?”

    “Kevin berterus terang padaku, bahwa dia itu pengagum wanita yang lebih tua darinya. Dia sama sekali tidak suka cewek yang masih remaja. Sebenarnya banyak lelaki yang seperti itu. Lelaki yang hanya tertarik kepada wanita yang usianya lebih tua… bahkan ada lelaki muda yang hanya tertarik pada wanita berusia empatpuluh tahunan ke atas.

    “Terus… nanti apa saja yang harus kulakukan di villa itu?” tanyaku.

    “Ikuti mengalirnya arus saja.”

    “Tapi Bang… bagaimana kalau dia menginginkan hubungan seks?”

    “Ladeni aja. Bikin dia sepuas mungkin.”

    “Iiiih… gak kebayang…! Emangnya Abang gak cemburu kalau aku sampai digituin sama Kevin?”

    “Tentu aja cemburu. Tapi aku akan mengembangkan cemburu itu menjadi gairah.”

    “Maksudnya?”

    “Lihat aja nanti. Sepulangnya dari villa itu, pasti aku jadi semakin bergairah untuk menyetubuhimu, Sayang.”

    “Begitu ya?”

    “Iya… duh… ini baru membicarakannya saja kontolku udah ngaceng. Kita main dulu yok,” ucap suamiku sambil berdiri dan menuntun tanganku, masuk ke kamar lagi.

    Setelah menutup dan mengunci pintu, suamiku langsung mencumbuku. Menyingkapkan dasterku sampai ke perut, lalu menarik celana dalamku sampai terlepas di sepasang kakiku. Dan menyerudukkan mulutnya ke kemaluanku yang senantiasa tercukur bersih ini.

    Bang Abe mulai menjilati kemaluanku. Ini yang paling kusukai. Foreplay dengan cunnilingus. Membuatku klepek-klepek dalam nikmatnya jilatan suamiku.

    Tak lama kemudian suamiku sudah menelanjangi dirinya. Aku pun melepaskan dasterku sehingga kami jadi sama-sama telanjang bulat.

    Batang kemaluan suamiku pun mulai membenam ke dalam liang kewanitaanku yang sudah basah akibat jilatannya barusan.

    “Ini aku sambil membayangkan dirimu sedang disetubuhi oleh Kevin,” ucap suamiku sambil mulai mengentotku perlahan.

    Ah… tahukah suamiku bahwa aku pun sedang membayangkan hal yang sama? Membayangkan tengah digauli oleh putra mahkota perusahaan besar itu?

    Memang luar biasa akibatnya. Suamiku jadi begitu gagahnya menyetubuhiku. Sementara aku sendiri merasakan luar biasa nikmatnya entotan suamiku yang tengah kubayangkan sebagai entotan Kevin…!

    Apakah aku mulai bisa “positif thinking” seperti dikatakan berkali-kali oleh suamiku tadi? Lalu apakah gairah kami ini timbul sebagai akibat dari “positif thinking” itu juga?

    Suamiku memang terasa sangat bergairah menyetubuhiku. Padahal menurut pengakuannya, gairah itu langsung timbul sebagai akibat dari pembicaraan mengenai Kevin. Apalagi jika aku sudah melaksanakan rencana yang sudah diatur oleh suamiku bersama calon big bossnya itu nanti…!

    Ya… pikiranku mulai bergeser ke sudut lain. Sudut tentang ketampanan Kevin yang masih belia itu. Pikiran tentang segarnya fisik lelaki yang lebih muda dariku itu.

    Ah… aku harus mengakuinya secara jujur, bahwa aku mulai terhanyut dalam khayalan tentang rencana suamiku yang akan kulaksanakan itu…!

    Tapi biar bagaimana pun juga aku ini seorang istri. Aku tetap harus pandai menjaga mulutku sendiri, dalam keadaan apa pun.

    Keesokan harinya, tiada berita penting yang kudapatkan dari suamiku, selain berita bahwa ia sudah mengatakan kepada Kevin, bahwa aku belum memutuskan menolak atau menyetujui keinginannya itu. Namun mobil mahal itu tetap dibawa pulang lagi. Sementara motor bebeknya ditinggalkan di kantor.

    Besoknya lagi, adalah hari Jumat yang membuatku berdebar-debar menunggu kabar dari suamiku. Karena kalau sudah disampaikan kepada Kevin bahwa aku sudah menyetujuinya, maka nanti sore aku akan diantarkan oleh suamiku menuju villa yang aku belum tahu di mana letaknya.

    Jam satu siang, ada call dari suamiku, “Sayang… barusan udah disampaikan. Dia kelihatan seneng banget. Jadi… nanti siap-siap aja ya. Jam tiga aku pulang dan akan langsung mengantarkanmu ke villa. Itu aja beritanya. Ini aku ngomong juga ngumpet-ngumpet. Takut ada karyawan yang nguping.”

    “Iya Bang, “hanya itu jawabanku. Lalu hubungan seluler ditutup oleh suamiku.

    Dan aku degdegan sendiri, karena membayangkan apa yang bakal terjadi di villa itu nanti. Membayangkan Kevin langsung menelanjangiku, lalu menyetubuhiku? Ah, jangan seperti itu benar. Aku sih maunya diperlakukan secara romantis dulu, supaya birahiku terpancing secara perlahan tapi pasti.

    Yang pertama kulakukan adalah mengemasi pakaian yang akan kubekal, kumasukkan dengan rapi di tas pakaianku. Lalu mandi sebersih mungkin.

    Selesai mandi, aku telanjang di depan cermin besar di dalam kamarku.

    Kuperhatikan dengan teliti, apa kekuranganku?

    Tapi seperti kata Bang Abe, aku harus memperhatikan kelebihanku. Lalu memanfaatkan kelebihanku ini. Ya… memang wajahku cantik, kulitku juga putih mulus. Aku punya sepasang payudara dan bokong yang gede, namun pinggangku ramping dan tiada kerutannya, meski sudah pernah hamil dan melahirkan. Mungkin itulah sebabnya banyak teman yang mengatakan tubuhku ini laksana biola.

    Sepintas lalu orang takkan menyangka kalau aku ini sudah punya anak. Lagipula usia 27 tahun mungkin belum termasuk tua ya?

    Tapi patutkah Kevin yang tajir melilit bisa tergiur olehku? Apakah dia sekadar ingin membuatku sebagai pelampiasan nafsunya belaka ataukah diikuti dengan perasaan yang belum disampaikan padaku?

    Entahlah. Nanti sang Waktu yang akan menjawabnya.

    Tepat jam tiga sore suamiku datang.

    “Kirain udah berdandan,” kata suamiku ketika aku menyongsongnya masih dalam kimono.

    “Takut jam tiga itu Abang berangkatnya dari kantor.”

    “Ya udah. Cepetan ganti baju sama yang agak pantes tapi seksi.”

    “Abang gak mau makan dulu?”

    “Gak. Tadi di kantin kantor udah makan banyak. Masih kenyang.”

    Lalu aku mengganti pakaianku dengan gaun yang dipilih oleh suamiku. Gaun terusan berwarna orange yang bagian bawahnya terlalu pendek, sehingga mempertontonkan sebagian besar paha putih mulusku.

    Sebenarnya aku agak segan memakai gaun ini, karena seperti mau pameran paha. Sementara bagian atasnya pun mempertontonkan batas kedua payudaraku terlalu lebar, juga seolah pameran toket gedeku.

    Tapi karena suamiku yang memilihkan gaun ini untuk kupakai, akhirnya kukenakan juga.

    Sebelum berangkat, aku berpesan kepada Mbak Rum, bahwa aku akan menginap dua malam di rumah saudaranya Bang Abe, karena “mau bantuin masak untuk peserta rapat selama dua hari berturut-turut”.

    Beberapa saat kemudian, aku sudah duduk di dalam sedan mahal itu. Memang nyaman sekali, suara mesinnya hampir tak terdengar, suspensinya pun halus sekali. Sehingga aku seolah duduk di dalam mobil yang tidak bergerak. Padahal saat itu kami sudah berada di jalan tol dengan kecepatan 100 km/jam.

    Aku punya saudara sepupu yang kalau sudah berada di jalan tol suka tancap gas sampai 140km/jam. Tapi untungnya suamiku tak suka main kebut begitu. Dahulu, waktu masih suka mengemudikan mobil orang tuanya pun, kecepatannya tak pernah lebih dari 100km/jam. Malah dia suka bilang, “Gak ada yang mau melahirkan, kenapa harus ngebut?!

    “Nanti berusahalah agar bisa mengambil hati Kevin. Soalnya aku tau, kalau sudah terambil hatinya, Kevin itu tidak sulit untuk menghambur-hamburkan uangnya,” kata suamiku di belakang setir.

    “Ohya… Kevin itu sudah punya istri belum Bang?” tanyaku.

    “Belum. Dia masih bujangan,” sahut suamiku, “Dalam keseharian, kulihat Kevin itu baik kok. Pegawainya banyak yang cantik, tapi tak pernah diganggu olehnya. Makanya aku juga heran, kenapa dia sangat kagum padamu. Mungkin kamu itu sesuai dengan kriterianya.”

    “Istri orang juga termasuk kriterianya? Hihihiii…”

    “Mmmm… mungkin hal itu suatu kebetulan saja. Kebetulan yang sesuai dengan kriterianya itu sudah punya suami.”

    “Tapi aku dagdigdug terus rasanya Bang. Soalnya aku gak pernah menghianati suami sejengkal pun. Sekarang tau-tau harus…”

    “Santai aja Sayang. Semua yang akan terjadi kan atas izin lisan dariku. Kamu malah harus bangga karena jadi satu-satunya wanita yang dipilih oleh calon orang nomor satu di perusahaan.”

    “Tapi hatiku belum bisa menerima Bang. Biar bagaimana aku ini seolah dipaksa untuk meninggalkan suami tercintaku…”

    “Kamu akan mendukung perjuanganku, lewat pengorbananmu. Bukan akan meninggalkanku.”

    Rasanya aku dicekoki terus dengan aksioma-aksioma baru, yang mulai menjejali benakku. Bahwa apa pun yang akan terjadi di villa nanti, adalah demi kemajuan karier suamiku.

    Dan aku seolah sedang membacakan mantra di dalam batinku. Mantra yang seolah pembenaran pada apa pun yang akan kulakukan di villa nanti: Demi kemajuan karier suamiku. Demi kemajuan karier suamiku. Demi suamiku. Demi suami tercintaku…!

    Tapi setelah tiba di villa yang lumayan jauh dari kotaku itu, tak urung aku degdegan lagi. Tak ubahnya anak kecil yang mau disuntik…!

    Ternyata suamiku membawa kunci villa megah itu. Dia sendiri yang membuka pintu depan dan mengajakku masuk ke villa itu.

    Aku berbisik ke telinga suamiku, “Dia belum datang?”

    Suamiku malah memperlihatkan WA di hapenya. WA dari Kevin yang berbunyi.

    -Aku juga sudah dekat. Sepuluh menit lagi pasti tiba di villa-

    Aku semakin dagdigdug setelah membaca WA itu. Dengan pikiran serba salah. Karena sebentar lagi suamiku akan pulang, lalu tinggal aku bersama Kevin berdua saja di villa ini.

    “Bang… nanti Abang tidur sama siapa di rumah?” tanyaku asal nyeplos, untuk mengurangi perasaan gugup ini.

    “Sendirian aja,” sahutnya, “Nia kan sama Mbak Rum.”

    “Bang… biar adil, nanti Abang tidur sama Mbak Rum aja ya.”

    “Ngaco kamu. Kalau aku nafsu nanti gimana?”

    “Ya salurin aja sama Mbak Rum. Dia kan udah lama menjanda. Belum pernah melahirkan pula. Pasti memeknya lebih enak daripada memekku.”

    “Jangan ngawur ah ngomongnya.”

    “Aku serius Bang. Soalnya aku merasa kasian juga sama Abang. Pasti Abang merasa tersiksa juga nanti, sambil membayangkan aku bersama Kevin. Daripada tersiksa, mendingan salurkan aja sama Mbak Rum. Tapi nanti rekam suaranya, pake hape juga bisa kan?”

    “Sudahlah jangan ngomong ngelantur. Mendingan siap-siap aja untuk menyenangkan hati Kevin. Jangan kecewakan dia. Ingat… tiga bulan lagi dia bakal jadi orang nomor satu di perusahaan. Dialah yang bakal menentukan nasib kita ke depannya nanti. Nah tuh… mobilnya sudah datang…” sahut suamiku sambil menunjuk ke depan.

    (Karena aku sering mengamati perkembangan harga-harga mobil di internet, sambil melamun… seandainya kami sudah punya mobil…).

    Kevin masuk ke dalam villa dalam pakaian sport, celana pendek, baju kaus dan sepatu olahraga, semuanya serba putih.

    Dan Kevin menghampiriku yang berdiri kaku di dekat pintu depan.

    “Apa kabar Mbak?” sapanya sambil menjabat tanganku.

    “Baik Boss,” sahutku tanpa keberanian menatap matanya.

    Suamiku juga berdiri tegak dan kaku di sampingku. Lalu berkata, “Maaf Boss… kalau tidak ada lagi yang harus aku kerjakan, aku mohon pamit pulang.”

    “Oke, “Kevin mengangguk sambil tersenyum, “Hari Minggu sore jemput istrinya ke sini ya.”

    “Siap Boss.”

    Lalu Kevin menepuk bahu suamiku sambil berkata, “Terima kasih atas pengertiannya ya. Nanti akan berbuah hal positif pada Abe juga.”

    “Siap Boss. terima kasih. Aku mohon pamit.”

    “Ohya… sebentar, “Kevin membuka tas kecil yang tergantung di bahunya. Lalu mengeluarkan amplop berwarna coklat muda, mungkin berisi segepok uang di dalamnya. Amplop itu diberikan kepada suamiku sambil berkata, “Ini untuk beli pertamax.”

    “Siap! Terimakasih Boss.”

    Suamiku cipika-cipiki dulu denganku, kemudian meninggalkanku bersama Boss Kevin berdua saja di ruang tamu villa megah ini.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8
  • Kekasih Tercinta

    Kekasih Tercinta

    Cerita Sex Kekasih Tercinta – Aku ingin sekali membahagiakan hati Mama sebagai single parent – ku. Ingin segera mengubah kesengsaraan menjadi kesenangan semata. Tapi bagaimana caranya?

    Di usia 24 tahun aku sudah meraih gelar sarjana psikologi dari sebuah universitas yang tergolong perguruan tinggi swasta terbaik di kotaku. Tapi… meski sudah meraih gelar S. Psi, ternyata aku tidak mudah untuk mendapatkan kerja.

    Entah sudah berapa banyak kulayangkan surat lamaran ke perusahaan – perusahaan yang tadinya kuanggap mungkin bisa menerimaku. Tapi apa yang kudapatkan? Lebih dari 2 bulan aku sibuk melamar ke sana sini, jawabannya memang beragam, tapi kesimpulannya…

    Aku sampai nyaris frustasi menghadapi kenyataan pahit ini. Di bulan ketiga setelah diwisuda, kudapatkan juga pekerjaan itu. Menjadi kasir di sebuah café. Tapi jauh dari harapan dan cita – citaku.

    Cerita Sex Kekasih Tercinta
    Cerita Sex Kekasih Tercinta

    Ngocoks Bekerja sebagai kasir di café ini sangat meletihkan. Karena aku harus mau membantu waiters di saat café sedang sibuk. Aku ikut melayani konsumen menghidangkan makanan pesanan mereka. Dan kalau sudah ada yang berdiri di depan meja kasir, aku harus setengah berlari ke belakang meja kasir.

    Bukan cuma itu. Kalau aku kebagian shift malam, café ditutup jam sebelas malam. Tapi aku tidak bisa langsung pulang. Karena harus ikut beres – beres dulu sampai jam duabelas lebih. Dan baru tiba di rumah setelah jam satu pagi.

    Apakah ini pekerjaan yang kucari selama ini? Bahwa aku yang sudah S1 mendapat pekerjaan yang harus terpontang – panting setiap hari?

    Karena itu diam – diam aku melamar ke sana – sini. Tapi aku tetap bekerja di café itu. Tujuanku, kalau aku sudah mendapat pekerjaan yang sesuai dengan harapan, aku akan resign dari café itu.

    Sampai pada suatu saat…

    Ketika aku sedang berada di belakang meja kasir, seorang lelaki menghampiriku, untuk membayar minuman dan snack yang telah dihabiskannya. Kutaksir usia lelaki itu sudah limapuluhan. Melihat dari bentuk dan sikapnya, aku yakin dia itu golongan menengah ke atas.

    “Sudah lama bekerja di café ini?” tanya lelaki itu pada waktu menyerahkan uang untuk membayar sesuai dengan yang tertera di bon.

    “Sudah setengah tahun Pak,” sahutku sambil mengoperasikan cash register. Lalu menyerahkan uang kembaliannya pada bapak itu.

    “Pendidikannya sampai di mana?” tanyanya lagi.

    “Saya… sarjana psikologi Pak.”

    Bapak itu seperti berpikir sesaat. Lalu menyerahkan secarik kartu nama sambil berkata, “Kapan – kapan kalau mau bekerja mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus, silakan hubungi saya ya.”

    “Iya Pak. Terima kasih,” sahutku sopan, sambil memasukkan kartu nama itu ke dalam saku celana jeansku. Aku tak berani melihat kartu nama itu secara jelas, karena takut kelihatan dan dimarahi oleh pemilik café.

    Waktu menuju pulang di dalam sebuah angkot, barulah aku mengeluarkan kartu nama itu dari saku celana jeansku. Dan membacanya.

    Ternyata nama Bapak itu Mathias, komisaris utama sebuah perusahaan besar yang pernah kukirimi lamaran lewat pos dan… menolak lamaranku dengan alasan belum ada lowongan.

    Yang aku tahu, biasanya kedudukan komisaris utama itu diserahkan kepada pemilik saham terbesar di suatu perusahaan swasta. Dengan kata lain, bapak itu owner perusahaan yang pernah menolak lamaranku.

    Tapi aku yakin Pak Mathias tidak tahu masalah penolakan lamaranku. Karena yang aku tahu, urusan lamaran kerja ditangani oleh manager personalia atau manager HRD. Bahkan mungkin ditangani hanya oleh stafnya saja, bukan oleh managernya.

    Lalu apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus menghubungi Pak Mathias lewat handphone atau datang sendiri ke kantornya? Bukankah di kartu nama ini ada alamat kantor berikut alamat rumahnya juga?

    Bukankah aku membutuhkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikanku?

    Beberapa hari kemudian, bapak itu datang lagi ke café tempatku bekerja, pada saat café sedang lumayan sibuk. Sengaja aku sendiri yang memberikan daftar menu padanya, supaya bisa sedikit berkomunikasi dengannya.

    Benar saja, ketika ia sedang memegang daftar menu café, dia bertanya, “Bagaimana? Tertarik pada tawaran saya tempo hari?”

    Aku menjawabnya secara to the point, karena takut ditegur pemilik café kalau terlalu lama berdiri di dekat meja konsumen. “Kalau saya mau menghadap ke kantor Bapak, kapan saya harus ke sana?”

    “Ke rumah saja, jangan ke kantor. Besok sebelum jam sepuluh pagi saya masih ada di rumah,” sahutnya, “alamat rumah saya ada di kartu nama yang tempo hari saya kasih kan?”

    “Siap Pak. Besok saya akan ke rumah Bapak.”
    “Ohya… siapa namanya?”
    “Nama saya Rina, Pak.”
    “Rina… “gumamnya seperti menghapalkan namaku.

    Lalu aku kembali lagi ke belakang meja kasir, setelah menyerahkan bon pesanan Pak Mathias ke pegawai kitchen.

    Pada waktu membayar makanan dan minuman yang sudah dihabiskannya, Pak Mathias sempat berkata perlahan padaku, “Besok pagi saya tunggu ya.”

    “Siap Pak,” sahutku sambil memberikan uang kembalian padanya, yang ditolaknya sambil berkata, “Ambil aja kembaliannya.”

    Kemudian ia meninggalkan café…

    Meninggalkanku dengan penuh harapan. Agar bisa bekerja di kantor. Bekerja dengan tenang dan menggunakan otakku secara profesional. Bukan menggunakan tenaga seperti di café ini.

    Keesokan paginya, aku berangkat menuju alamat rumah Pak Mathias, dengan membawa map berisi berkas lamaranku.

    Jam sembilan pagi aku sudah berada di depan pintu gerbang sebuah rumah yang seolah istana di zaman Romawi, karena rumah Pak Mathias itu benar – benar klasik, dengan tiang – tiang berukir di dasar dan puncaknya.

    Seorang satpam menghampiriku sambil bertanya, “Mau ke mana Mbak?” tanyanya.

    “Mau ketemu dengan Pak Mathias,” sahutku.
    “Oh… sudah ada janji?”
    “Sudah,” jawabku sambil mengangguk.
    “Maaf… siapa namanya?” tanyanya lagi.
    “Rina,” sahutku.

    “Sebentar, saya mau laporkan dulu kepada Boss ya,” ucap satpam itu sambil bergegas menuju pos satpam yang berada di dekat pintu gerbang. Kemudian kulihat dia berbicara di pesawat telepon. Dan kembali lagi menghampiriku sambil berkata, “Silakan masuk ke pintu ketiga dari sebelah kiri Mbak.”

    “Iya, terima kasih,” sahutku sambil melangkah ke arah pintu yang ditunjukkan itu, dengan jantung berdebar – debar. Karena baru sekali inilah aku berkunjung ke rumah yang segini megahnya, bahkan layak disebut istana. Bukan sekadar rumah.

    Pintu yang kutuju langsung terbuka sendiri ketika aku sudah berdiri di depannya. Dan Pak Mathias tampak sudah duduk di sebuah kursi yang seolah singgasana raja di mataku.

    “Selamat pagi Pak Boss,” ucapku sambil mengngangguk sopan.

    “Pagi… duduklah,” kata Pak Mathias sambil menunjuk ke sofa yang terdekat dengan kursi mewahnya.

    Aku pun duduk sambil menundukkan kepala di sofa yang ditunjukkan oleh Pak Mathias, sambil meletakkan map berisi berkas lamaran di atas lututku.

    “Map apa itu?” tanya Pak Mathias
    “Surat lamaran dan persyaratan lainnya Pak Boss.”
    “Coba lihat, “pintanya.

    Dengan tangan agak gemetaran kuserahkan map berisi surat lamaran, fotocopy ijazah, surat kelakuan baik dan sebagainya ke tangan Pak Mathias.

    Pak Mathias memeriksa berkas lamaran itu, terutama pada ijazah S1-ku. Lalu map itu ditutupkan lagi. Dan berkata, “Sebenarnya aku bukan hanya akan menempatkan Rina untuk bekerja di perusahaanku. Ada suatu kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada sekadar jadi karyawati di perusahaanku.”

    Aku ingin bertanya tapi tidak berani mengucapkannya. Maka aku diam saja, sambil sesekali memandang ke arahnya.

    “Aku ingin menjadikan Rina sebagai calon istriku,” ucap Pak Mathias selanjutnya, membuatku tersentak kaget.

    “Aku ini duda yang punya anak lima. Dua cewek dan tiga cowok. Yang cewek sudah pada nikah dan dibawa oleh suaminya masing – masing. Dua anak cowok kuliahnya di Amerika dan di Kanada. Jadi yang tinggal bersamaku hanya anak paling kecil. Tapi usianya sudah delapanbelas tahun. Bukan anak – anak yang harus diurus oleh orang tua lagi.

    Aku cuma menundukkan kepala. Tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan. Karena ucapan Pak Mathias itu seolah “lamaran” bagiku. Lamaran untuk memperistrikanku.

    Sedikit pun aku tak menduga bahwa aku diminta datang ke istananya ini untuk menyampaikan “tawaran”nya itu.

    Sedangkan aku sudah mengikat janji dengan Ricky, yang sudah hampir lima tahun menjadi pacarku. Bahkan Ricky pun sudah merenggut kegadisanku. Bagaimana mungkin aku menerima keinginan Pak Mathias? Apalagi kalau mengingat usianya yang mungkin sudah dua kali usiaku.

    Tapi bukankah ini jalan keluarku untuk membahagiakan Mama yang sering mengeluh tentang kesulitan – kesulitannya dalam soal kehidupan sehari – hari? Bukankah cita – cita utamaku ingin membahagiakan Mama?

    “Bagaimana?”

    Aku memandangnya sesaat, lalu menunduk lagi sambil mempermainkan jari tanganku.

    “Memang tak usah dijawab sekarang. Silakan dipikirkan dulu sebaik mungkin. Tak usah terburu – buru. Dijawab sebulan atau dua bulan lagi pun tidak apa – apa.”

    Batinku terhuyung – huyung dalam perjalanan pulang dari rumah yang laksana istana kekaisaran Romawi itu. Hari itu aku kebagian shift malam di café. Sehingga aku bisa pulang ke rumah dulu. Bisa curhat dulu kepada Mama.

    Kuceritakan semua yang baru kualami itu. Dan Mama mendengarkannya dengan seksama.

    Lalu kata Mama: “Di zaman sekarang perkawinan dengan perbedaan usia yang sangat jauh, bukan hal aneh lagi. Bahkan mendingan nikah dengan lelaki yang jauh lebih tua. Karena lelaki yang sudah tua sudah melepaskan egonya.

    Lalu dia akan memanjakan dan membahagiakanmu. Apalagi kalau dia orang tajir. Kamu bisa begelimang harta.

    “Tapi bagaimana dengan Ricky? Mama kan tau kalau aku sudah lima tahun menjalin hubungan dengannya,” sahutku.

    “Iya… selama lima tahun tanpa kepastian, mau dibawa ke mana hubunganmu dengan Ricky itu?” ucap Mama dengan tatapan tajam.

    Aku tertunduk. Memang ucapan Mama itu seolah menyadarkanku. Bahwa selama berhubungan dengan Ricky, aku tak pernah mendengar rencana kawin dari Ricky. Seolah hubunganku dengannya cuma untuk “just have fun” semata.

    Dan kalau bicara tentang masa depan, Ricky bukan sosok yang menjanjikan bagiku. Karena Ricky hanya punya modal tampang doang, sementara pekerjaannya hanya nyalo sana nyalo sini.

    Mama tidak mendesakku untuk menerima Pak Mathias sebagai calon suamiku. Tapi dari nada bicaranya, kelihatannya Mama memihak kepada pengusaha tajir melilit itu. Sedangkan cita – cita utamaku adalah ingin membahagiakan Mama. Karena Mama adalah segalanya bagiku.

    Tapi aku masih bingung. Jalan mana yang harus kutempuh? Tetap menjalin hubungan dengan Ricky yang tanpa kepastian masa depannya? Atau menerima Pak Mathias sebagai calon suamiku, dengan harapan ingin menaikkan derajat Mama dan menyenangkan hatinya?

    Berhari – hari aku mempertimbangkan semuanya itu. Sementara aku masih tetap bekerja di café.

    Dan pada suatu hari, Pak Mathias datang lagi ke café. Biasa, untuk menikmati black coffee dan snack croissant isi daging dua buah. Pada waktu membayar di depan cash register yang selalu kuoperasikan, Pak Mathias bertanya perlahan, “Sudah ada keputusan?”

    “Belum Pak. Masih bingung,” sahutku tanpa berani menatapnya.
    “Besok kerja siang apa malam?”
    “Siang Pak.”
    “Pulang jam berapa?”
    “Jam lima sore.”

    Lalu Pak Mathias menawarkanku untuk ketemuan di sebuah café yang terletak dalam sebuah mall setelah aku pulang kerja. Aku pun berpikir sejenak. Dan akhirnya mengangguk dengan sikap canggung.

    Kemudian Pak Mathias membayar kopi dan croissant itu. Dan seperti biasa, dia tidak mengambil kembaliannya.

    Kemudian dia berlalu. Meninggalkanku dalam kebingungan.

    Tapi keesokan sorenya, setelah jam kerjaku selesai, aku tetap menuju cafed yang berada di dalam mall itu, untuk memenuhi janjiku.

    Sebenarnya hatiku sudah condong – condong ke arah Pak Mathias. Dan berniat untuk memutuskan hubunganku dengan Ricky yang tanpa kejelasan masa depannya itu.

    Karena itu aku berusaha untuk tersenyum ketika melihat Pak Mathias sudah menungguku di café yang dijanjikan itu.

    Begitu aku duduk berhadapan dengan Pak Mathias, dibatasi oleh meja kecil café itu, Pak Mathias langsung mengeluarkan sebuah kotak kecil yang dilapisi kain beludru berwarna merah. Ia membuka kotak kecil itu dan memberikannya padaku sambil berkata, “Ini hanya tanda seriusnya hatiku untuk menjadi calon suami yang bertanggung jawab pada masa depanmu, Pam.

    Batinku jadi limbung melihat isi kotak kecil itu, yang ternyata sebentuk cincin emas bermata berlian yang berkilauan…!

    Tangan Pak Mathias memasangkan cincin itu di jari manis kiriku. Lalu berkata, “Kebetulan ukurannya ngepas ya?”

    Aku cuma mengangguk perlahan. Dengan terawangan melayang – layang. Kata – kata Mama pun terngiang – ngiang lagi di telinga batinku. Bahwa Pak Mathias itu memberikan kesempatan teramat baik bagiku. Kesempatan untuk hidup secara layak. Dan kesempatan itu takkan datang dua kali.

    “Sebulan lagi aku mau terbang ke luar negeri,” kata Pak Mathias ketika aku masih melirik – lirik ke arah cincin berlian yang sudah terpasang di jari manisku, “Kalau bisa, keputusan itu bisa Rina katakan sebelum aku terbang ke luar negeri.”

    “Maaf… kalau boleh saya ingin bertanya,” sahutku.
    “Mau nanya masalah apa? Tanyalah, jangan ragu – ragu.”
    “Kenapa Bapak serius mau menikahi saya?”

    Pak Mathias tersenyum. Lalu memegang tanganku yang terletak di atas meja café. Dan berkata, “Karena kamu cantik dan sangat menarik bagiku, Pam.”

    “Tapi saya orang tak punya Pak.”

    “Hanya lelaki gak bener yang mengharapkan harta istrinya. Dengan kata lain, aku tidak mengharapkan hartamu serupiah pun. Yang penting, kamu bisa mendampingiku sebagai istri yang akan membuatku bangga.”

    “Bagaimana Bapak bisa membanggakan saya, sedangkan saya begini adanya?”

    “Rina,” ucap Pak Mathias sambil memegang kedua tanganku, “Dalam keadaan tidak berdandan saja kamu sudah kelihatan cantik begini. Apalagi kalau sudah kudandani nanti. Pokoknya Rina adalah wanita tercantik di antara wanita – wanita yang pernah kukenal. Tercantik dan termuda pula.”

    Hatiku jadi besar setelah mendengar ucapan itu. Tapi mungkinkah dia masih akan berkata seperti itu setelah mengetahuiku tidak perawan lagi? Inilah salah satu masalah yang selama ini mengganjalku.

    Sehingga aku belum juga mengatakan “iya” pada “tembakan” Pak Mathias. Meski cincin pemberiannya masih melingkari jari manisku pada hari – hari berikutnya.

    Hari – hari yang mengambang itu hanya belasan hari. Karena pada suatu hari Pak Mathias menemuiku di tempat yang sudah dijanjikan. Kemudian aku masuk ke dalam mobil mewahnya, setelah sopir bergegas turun dan membukakan pintu belakang kiri, di mana Pak Mathias sedang menunggu di sebelah kananku.

    “Aku mau membawamu ke villaku ya,” bisik Pak Mathias di dekat telingaku.

    Aku cuma mengangguk pasrah. Karena hatiku sudah bertekad untuk mengiyakan apa pun yang diinginkan olehnya. Termasuk ajakannya untuk menikah dengannya. Hanya belum kuucapkan secara lisan.

    Di sepanjang perjalanan menuju villa, tangan kananku selalu berada di dalam genggaman Pak Mathias. Terkadang ia meremas tanganku dengan lembut, sehingga bathinku merasa seolah sudah menjadi miliknya.

    Hanya sejam lebih waktu yang dibutuhkan untuk mencapai villa Pak Mathias. Kemudian dengan cara yang gentle Pak Mathias turun dulu dan setengah berlari menuju pintu di sebelah kiriku. Kemudian pintu itu dibukanya dari luar. Dan tangannya dijulurkan untuk membantuku turun dari mobil mewahnya.

    Di dalam villa inilah aku sudah mempersiapkan mentalku.

    Sehingga ketika aku duduk berdampingan di atas sofa, ketika tangan Pak Mathias menyelinap ke balik gaunku dan bahkan menyelinap ke balik celana dalamku, dengan teguh batinku berkata, apa yang mau terjadi, terjadilah.

    Seandainya dia menyetubuhiku pun takkan kutolak. Hitung – hitung menilainya, apakah dia akan tetap membutuhkanku setelah selesai menyetubuhiku kelak atau sebaliknya.

    Batinku pun memutuskan bahwa di villa ini aku seolah berada di batu loncatan. Apakah aku akan berhasil melompatinya atau tidak. Kalau gagal, aku akan kembali ke asalku. Tapi kalau berhasil, derajatku dengan sendirinya akan terangkat ke atas, sebagai wanita terhormat di samping sang Boss.

    Kebetulan pula Pak Mathias pandai merawat tubuhnya, mungkin dengan olah raga dan tidak sembarangan makan makanan yang bisa membuatnya lepas kontrol. Entahlah. Yang jelas, meski usianya sudah kepala lima, perut Pak Mathias tidak buncit. Bahkan tampak bentuk sixpack yang sangat diidamkan oleh kaum pria.

    Maka… ketika aku merasakan batang kemaluan Pak Mathias mulai membenam ke dalam liang vaginaku, lalu kudengar bisikannya, “Bagaimana? Sekarang sudah siap untuk menikah denganku atau tidak?”

    Sambil melingkarkan lenganku ke leher lelaki gagah meski sudah berusia setengah abad lebih itu, aku menyahut sambil merapatkan pipiku ke pipinya, “Kalau tidak menerima Bapak sebagai calon suamiku, takkan mungkin kubiarkan Bapak memperlakukanku sampai sejauh ini…”

    “Hahahaaa… syukurlah. Berarti Rina akan menjadi permaisuriku, yang akan kucinta dan kusayang dengan segenap jiwaku…” ucapnya sambil mulai mengayun penisnya di dalam liang kemaluanku.

    Gesekan demi gesekan penis Pak Mathias di liang kewanitaanku, membuatku jadi lupa segalanya. Yang kuingat cuma satu. Bahwa penis Pak Mathias ini gagah sekali. Meski usianya sudah lebih dari setengah abad, namun ia mampu menaklukkanku. Mampu membuatku menggeliat – geliat dalam arus nikmat yang tengah kunikmati, mampu membuat tubuhku mulai lembab oleh keringat.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6
  • Pacaran Itu Dilarang

    Pacaran Itu Dilarang

    Cerita Sex Pacaran Itu Dilarang – Namaku Adinda, Umurku 20 tahun. Saat ini aku masih duduk di bangku kuliah di salah satu universitas terkenal di kota Jakarta. Setiap hari aku selalu disibukan dalam hal hal yg positif.

    Selain kuliah, aku juga sibuk mengajar di sebuah bimbel, walaupun gajinya tak begitu tinggi tapi setidaknya masih bisa menutupi keperluan kuliahku tanpa harus meminta dari orang tua ku yg berada di pulau sumatera.

    Di sini aku tinggal di sebuah tempat kos berbentuk bedeng sederhana yg memiliki one gate system yg dihuni oleh teman teman kos yg baik dan ramah. Kami tak pernah pelit untuk saling membantu antar sesama teman kos, dalam hal apapun.

    Aku sengaja memilih tempat kos disini karena walau agak jauh dari kampusku, tempat nya juga terkesan baik. Di tempat kos ini, laki laki dilarang masuk, jadi jika ada yg mengajak teman laki laki atau pacarnya, maka yg diajak itu harus menunggu diluar.

    Cerita Sex Pacaran Itu Dilarang
    Cerita Sex Pacaran Itu Dilarang

    Ngocoks Begitulah kebijakan pemilik kos tempat ku tinggal ini yg sangat aku sukai. Seumur hidupku, aku belum pernah mengalami apa yg orang sebut dengan pacaran. Jangankan pacaran, berjalan berduaan dengan teman pria ku saja aku tak pernah.

    Bukannya aku tak menyukai laki laki, namun aku yg sejak SMA aktif di kegiatan Rohis dan dikampus aktif dalam organisasi keislaman membuat ku paham bahwa pacaran itu dilarang.

    Aku lebih memilih single dan menjaga diriku baik baik hanya untuk suami ku kelak. Kulihat jam menunjukan pukul 7 pagi. Aku sedang duduk diatas tempat tidurku sambil menunggu sesuatu datang.

    SFX : tok tok tok

    Sebuah suara pukulan antara dua kayu terdengar datang dari kejauhan. Aku segera memandangi cermin memastikan tak ada semili pun aurat ku yg tampak. Aku segera berlari menuju gerbang memanggil penjual makanan yg telah menampakan wujudnya.

    Aku : mang, mie ayam nya semangkok ya.

    Aku memberikan sebuah mangkok yg sudah ku bawa dari kamar ku kepada penjual mie ayam itu. beliau ini sudah setiap hari lewat didepan kos ku. Biasanya banyak teman teman kos ku yg membeli namun karena ini adalah hari minggu, maka teman teman ku biasanya bangun kesiangan.

    Penjual mie ayam : ini neng, seperti biasa dibanyakin sayurnya

    Aku menyambut mangkok panas itu dengan hati hati agar jemari tangan ku tak bersentuhan dengan jemari penjual mie ayam itu. setelah ku serahkan uang nya, aku segera masuk ke kamar dan menikmati sarapan pagi dengan mie ayam kesukaan ku.

    Setelah menyelesaikan santap pagi, aku segera mengambil handuk dan menuju kamar mandi yg ada didalam kamarku. aku melepas kerudung panjang ku yg belum ku lepas sejak membeli mie ayam tadi, lalu disusul oleh blus merah muda ku,

    Dengan begitu terpampanglah payudara yg ukuran nya tak begitu besar, hanya 34A, yg masih tertutup oleh bra hitam yg juga langsung ku tanggalkan sehingga payudara ku mencuat. Kemudian aku melepaskan kaitan rok panjang ku dan meloloskan nya melalui kedua kaki ku.

    Kemudian disusul oleh celana training panjang yg juga selalu ku pakai agar betis ku tak tersingkap disaat aku berjalan. Kini tampaklah kedua kaki jenjang ku yg putih mulus tanpa celah yg tak pernah dilihat oleh laki laki manapun bahkan teman perempuan ku pun tak pernah melihatnya karena aku tak pernah memakai celana hotpants walau didalam kos atau rumah.

    Kini aku hanya tinggal menggunakan celana dalam pink yg juga ku loloskan hingga tampaklah memek ku yg selalu ku rawat dan bulu nya ku cukur setiap seminggu sekali.

    Aku mengguyur tubuh mulusku dengan air dari gayung. Aku mengambil botol sabun cair dan menumpahkan isinya ketelapak tangan ku. aku pun langsung memakaikan sabun cair itu ke seluruh tubuhku mulai dari lengan, payudara, perut, leher dan juga kaki. Busa busa sabun itu nyaris menutupi tubuhku. Lalu ku bilas semua busa itu hingga tubuh mulusku terpampang lagi. Dengan cepat ku selesaikan mandi ku.

    Aku keluar kamar mandi dengan handuk yg melilit menutupi tubuh mulai dari dada hingga 10cm dari pangkal paha ku. aku kaget ketika ku lihat jendela kamar ku masih terbuka. Khawatir jika ada orang lain walaupun itu perempuan yg akan melihat aurat ku. ketika aku bergegas menutup jendela, handuk ku pun terlepas dan terjatuh kelantai hingga membiarkan tubuh telanjang ku terlihat jelas.

    Tak bisa ku bayangkan jika suami ibu kos disini melihatku seperti ini, aku pasti akan sangat menyalahkan diriku dan menyesalinya. Ku tutup jendela dan ku rapatkan gorden agar tak satupun mata dapat memandangiku yg sedang telanjang kini didalam kamar ku.

    Masih ku biarkan handuk itu tergeletak dilantai kamar ku karena sudah ku pastikan tak ada celah untuk mengintip dikamarku ini. Lagipula mana mungkin ada perempuan yg begitu niat nya mengintip wanita lain dan aku pun yakin bahwa tak ada yg memilki kelainan seksual ditempat kos ini.

    Ketika aku hendak mengambil handuk yg terkapar itu, aku terpeleset karena lantai yg basah akibat tetesan air ditubuhku hingga aku terjatuh kelantai dan pantatku terasa sakit, dan kaki ku yg terpeleset tadi tanpa sengaja mendorong handuk itu hingga terkena ke lantai kamar mandi yg masih sangat basah.

    Aku perlahan bangun sambil memegangi pantat ku yg sakit dan mengambil handuk itu, sayangnya handuk itu sudah lumayan basah dan tak bisa lagi ku gunakan.

    Akhirnya ku putuskan untuk langsung memakai pakaian saja. Belum sempat ku membuka lemari pakaian, handphone ku bordering. Ku lihat Dika, teman kuliah ku yg menelpon. Aku sebenarnya malas mengangkat telpon dari laki laki tapi karena aku dan Dika memiliki urusan tugas kelompok, maka aku terpaksa mengangkatnya.

    Setelah Dika selesai membicarakan masalah tugas kelompok, ia belum juga ingin menutup telepon itu malah ia meminta waktu agar aku bersedia mendengar curhatan nya.

    Awalnya aku ragu namun karena Dika ini termasuk orang yg sangat baik, aku mengizinkan nya untuk menceritakan masalahnya padaku. Akibat terlena mendengar curhatannya, aku tak sadar membaringkan tubuhku diatas kasur dan aku baru ingat jika aku belum memakai pakaian apapun.

    Ingin sekali aku menghentikan pembicaraan nya namun ia terus saja berbicara tanpa memberi celah dan tanpa sadar jemari tangan ku memegang putting ku dan memutar mutarnya.

    Aku : awwww

    Aku tak sengaja mendesah saat putting ku dipelintir oleh jemari ku sendiri

    Dika ; kenapa din?

    Aku : ohh gak apa Dik, aku tadi kejepit, terusin aja ceritanya

    Dika : ohh kirain kenapa.. iya aku lanjut nih

    Sambil mendengar cerita dari Dika tanpa bisa ku kontrol tangan ku menggeraygi perut dan payudaraku. Lalu aku pun tak sadar meremas payudaraku yg ku lihat putting nya sudah mengeras.

    Aku : ssshhhhhhhhh ahhhhh

    Tak bisa ku kendalikan, desahan itu terdengar kembali dari mulutku

    Dika : kamu kenapa lagi din? Kok mendesah gitu?

    Aku : ah gak apa apa Dik. Kepedesan tadi makan mie ayam cabe nya kebanyakan

    Dika : kamu kok kayak orang lagi…

    Aku : hahh lagi apa?

    Dika : ya lagi itu

    Aku : lagi apa?

    Aku khawatir jika dia tahu apa yg ku lakukan

    Dika : lagi apa ya? Lagi gak tahu.. hahahahaha

    Dika tertawa dengan keras, aku malu karena melakukan ini dan lebih lebih lagi aku melakukannya saat sedang berbicara di telepon dengan teman laki laki ku. salah ku sendiri kenapa mau mendengar curhatannya dan menunda memakai pakaian.

    Namun sensasi mengobrol dalam keadaan telanjang ini memberi sensasi berbeda pada diriku, apalagi saat aku meremas payudaraku. Ah kenapa aku jadi begini, aku tdk boleh meneruskannya. Aku pun belum pernah melakukan ini sebelumnya karena aku selalu menghindarinya.

    Aku : Dik, sudah dulu ya. Ada yg mau aku kerjain dulu.

    Dika : yaah kan belum selesai.

    Aku : kita sudah ngobrol 10 menit lebih Dik. Maaf ya, aku gak mau ngobrol lama lama sama laki laki.

    Dika : iya deh, kalo gitu kapan kapan aku telepon lagi ya

    Aku : lihat saja nanti ya.

    Aku menutup telepon dan ku lihat air di tubuhku sudah mongering dan justru memek ku lah yg basah.

    Aku : ini basah karena apa ya? Apa ini yg orang sebut dengan terangsang?

    Aku mengambil tisu disebelah kiri tempat tidurku dan mengelap tisu itu ke permukaan memek ku dan mengelapnya agar ia mongering.

    Tapi yg ku lakukan justru membuat memek ku makin basah dan aku makin merasa kenikmatan yg tak pernah ku lakukan. Payudara ku pun makin membesar. Oohhh aku semakin tak sadar diri, aku ingin terus merasakan kenikmatan ini.

    Gerakan tangan ku semakin cepat mengelap memek ku dengan tisu dan semakin kuat meremas payudara ku. aahhhh desahan ku pun makin menjadi jadi seakan aku lupa jika ada orang yg bisa mendengar desahanku dari luar kamarku.

    Oohhhh aku makin tak tahan, rasanya makin menuntut untuk dipuaskan dan aku makin tak terkendali lagi. Ku buang tisu tadi dan aku tekankan jari telunjuk ku ke klitorisku dan rasanya semakin enaak. Tangan kiriku bergantian meremas remas kedua payudaraku yg terlihat seperti ingin meledak.

    Dan dalam ditengah kenikmatan itu, aku merasa aka nada yg keluar dari memek ku dan saat cairan yg tak ku tahu namanya keluar dari lobang memek ku, disaat itu aku merasa kenikmatan yg aku tak pernah dapatkan dan bersamaan dengan keluarnya cairan itu aku menyebut sebuah nama,

    “Angga”.

    Memek ku berkedut seiring berkurang nya cairan itu keluar dari memek ku. Aku merasa lemas dan tak berdaya. Aku terkulai lemah diatas tempat tidurku dengan air mata menetes dari sudut mataku. Aku menyesal telah berbuat seperti itu tadi.

    Benar benar tak mencerminkan diriku yg kesehariannya selalu menjaga kesucian diriku dan memakai kerudung panjang sepinggang serta gamis longgar dan kaos kaki yg menutupi kaki ku. namun saking lemasnya, aku tak mampu bangun untuk mengambil pakaian dan aku pun terlelap tidur dengan keadaan telanjang bulat.

    Mata ku perlahan terbuka. Terasa sekujur tubuhku terasa dingin dan lelah. Wajar saja, aku tertidur tanpa memakai busana sehelai pun. Aku teringat bahwa aku telah melakukan apa yg mungkin orang orang sebut dengan masturbasi.

    Hatiku merasakan emosi yg tinggi saat ku teringat pada bagaimana aku menikmati perbuatan itu. aku mengutuk dan mencaci diriku yg gagal menjaga kesucian ku dan dengan rela bermasturbasi padahal sebelum ini aku sangat membenci perbuatan itu, dan hanya akan denga suami ku kelak aku akan melakukan nya untuk yg pertama kali dalam hidupku tapi yg ada aku malah menikmati permainan tangan ku sendiri.

    Ohh jika ku bisa memutar waktu, aku pasti akan mencegah diriku untuk berbuat demikian. Air mata mulai mengalir disudut mata ku.

    Aku pasti malu berjumpa dengan teman teman akhwat ku, malu berjumpa dengan teman teman yg menganggapku sebagai gadis baik baik, dan terutama aku akan malu pada Dika yg mendengar ku mendesah tadi. Ahh perasaan ini berkecamuk dalam hatiku.

    Aku makin tak mampu bangkit dari ranjang ini sementara tubuh ku semakin kedinginan. Rasanya ingin menghilang selamanya dari dunia ini atas kesalahan yg ku lakukan ini.

    Ku lirik jam dinding, jarum pendek hampir mengarah ke angka 11. Berarti aku telah tertidur selama dua jam. Ya ampun, aku melewatkan serial favoritku, acara kamen rider versi Indonesia disalah satu stasiun televisi swasta. Aku sangat suka menonton serial itu, dari season pertama hingga sekarang jarang terlewatkan, eh kok malah bahas serial kamen rider ya..

    Ku buka lemari pakaian yg terbuat serbuk kayu itu. ku pilih pakaian kaos lengan panjang berwarna putih dengan motif bunga jingga di ujung lengan nya dan rok tipis bermotif bunga berwarna coklat muda.

    Saat memakai pakaian itu, ku perhatikan wajah ku lumayan cantik dan tubuh ku pun cukup menarik. Terpesona aku menantap tiap lekuk tubuh ku dicermin dank u jatuhkan kaos yg ku hendak ku pakai. Aku mendekati cermin itu dan menatap bagian bagian vital tubuhku.

    Ku perhatikan payudaraku yg bulat dengan putting coklat nya mengacung, memek ku yg mulus karena tiap minggu selalu ku cukur bulu nya, pinggang ku yg ramping dan pantat ku yg sekal yg tak pernah terjamah oleh siapapun namun ku kini ku remas dengan gemas pantatku.

    Perlahan tangan ku meraba halus permukaan perut ku dan perlahan naik ke payudaraku. Saat rabaan halus ini menyentuh putting, ku rasakan seperti tersengat aliran listrik. Mataku terpejam menikmatinya.

    Wajahku sungguh erotis saat ku lihat melalui cermin. Tangan ku yg tadi bermain di area pantat mulai berpindah kedepan. Ku elus elus memek ku dan ingin sekali ku masukan jariku kedalam nya. Ahhh aku tak berani, aku takut jika aku kehilangan keperawanan ku karena ini.

    Terus ku elus memek ku hingga ia mulai kembali basah. Ooohh aku mendesah kenikmatan. Sesekali ku lihat kearah jendela siapa tahu gorden nya tersingkap dan ada orang yg mengintip aksi hina yg ku lakukan ini.

    Gerakan jari tangan ku makin cepat menggosok bagian yg menonjol di memek ku . Tangan ku satu nya tak lagi meremas payudaraku, melainkan bertumpu pada tembok dimana posisi ku saat ini tengah menungging dengan paha yg dilebarkan.

    Aku makin terangsang saat melihat diriku sendiri yg sedang menahan nikmat melalui cermin. Rasanya makin menjadi jadi, buat aku makin ingin terus melakukan ini tiap saat dan rasa itu muncul lagi, rasa seperti ada yg ingin keluar dari memek ku, seperti rasa ingin pipis, makin mendekati, makin nikmati, ku percepat gesekan jari tangan ku dan…

    Seseorang : dindaaa?? Kamu didalam?

    Seseorang memanggil namaku dan membuatku refleks menghentikan masturbasi ku yg sudah hampir menemui puncak kenikmatan nya. Rasa “ingin pipis” itu mennghilang akibat rasa cemas dan kaget yg ku alami. Bagaimana jika dia mendengar desahan ku tadi, atau ada sebuah celah dimana ia bisa mengintip apa yg ku lakukan tadi.

    Aku cepat cepat mengusir pikiran itu dan buru buru memakai pakaian yg tadi ku ambil tanpa memakai pakaian dalam karena sangat terburu buru.

    Aku : iyaa aku didalam, tunggu sebentar.

    Aku terburu buru memakai rok panjang ku dan untung saja tdk terbalik.

    Aku membuka pintu dan Tiara sudah berdiri disana sambil mengetik sesuatu di layar android nya.

    Aku : eh, ada apa Tia? Tumben pagi pagi sudah mampir?

    Tiara : tumben apa nya? Kamu yg tumben sampe jam segini masih tutup pintu

    Aku : oh tadi lagi dari toilet, jadi pintunya ku tutup

    Tiara : ah dari pagi juga ditutup, kamu sakit?

    Aku : nggak, kenapa? Aku pucet ya?

    Tiara : nggak, tapi kamu keringetan gini

    Aku : ohh a..aaku tadii habis beres beres rumah jadi keringetan

    Tiara sedikit mengintip kedalam kamar ku.

    Tiara : masih berantakan, apa yg diberesin

    Aku : ehhmm anu.. kan belum selesai, ti. Iya belum selesai.

    Tiara : ohh, temenin aku ke rumah Iwan ya

    Aku : hah, kerumah Iwan? Kapan?

    Tiara : sekarang. Kapan lagi emangnya.

    Aku : ngapain kerumah dia, jalanan nya serem. Banyak anak anak nakal disana.

    Tiara : ya justru itu aku minta temenin kamu, yg lain pada gak bisa. Ada yg lagi buat tugas, ada yg mau ke mall, ada yg sakit.

    Aku : huhh, kenapa gak besok atau sore nanti saja?

    Tiara : ya soalnya aku butuh sekarang. Dia jam setengah satu ini mau pergi sama bokapnya mancing, kan aku mau pinjem buku buat besok bahan presentasi. Mau yaa?

    Aku : kenapa gak dia nya saja yg kesini?

    Tiara : ya gak tahu, kamu kan tahu dia itu resek banget. Kalo giliran ditraktir makan dia mah duluan.

    Aku : ya sudah, aku ganti baju dulu ya

    Tiara : ahh gak usah, nanti dia keburu pergi. Baju ini saja.

    Aku : iya iya, tapi aku pake kaos kaki dulu

    Tiara : iya buruan.

    Aku mengambil dan memakai kaos kaki berwarna krem dan sepasang sepatu wedges hijau menghiasi kaki ku. Panjang kaos kaki itu setinggi lutut maka aku rasa tak perlu lagi memakai celana training dibalik rok ku. Lalu bagaimana pakaian dalam ku, ah Tiara masih sedang berada didalam kamar ku, mana mungkin aku mengambil bra dan celana dalam didalam lemari kecil yg berada disebelah nya.

    Sudahlah, untuk pertama dan terakhir aku keluar tanpa memakai pakaian dalam. Lalu ku ganti kerudung ku yg tadi berwarna putih menjadi warna hijau tua. Kerudung ini panjang nya sepinggang hingga tak aka nada yg tahu jika aku tak memakai bra dan semoga juga tak ada yg menyadari jika aku tak memakai celana dalam.

    Aku : kita naik apa?

    Tiara : naik angkot lah. Kan kita gak ada motor

    Aku : kan masuk kejalan rumah nya jauh

    Tiara : ya maka nya aku buru buru kesana

    Tiara berbeda sekali dengan ku. Ia adalah seorang gadis yg modis dan selalu bergaya seksi. Tapi dia bukan wanita yg gampang dirayu laki laki. Justru ia pernah memukul wajah laki laki yg pernah menggoda nya di jalan menuju kosan kami, maklum katanya dulu dia pernah juara 1 lomba silat disekolah nya jadi wajar kalo dia berani dan aku sendiri merasa aman saat bepergian bersama dia, kecuali hari ini karena aku tak memakai pakaian dalam.

    Sebuah angkot yg kami tunggu pun tiba. Tiara melambaikan tangan nya dan sopir angkot itu pun menghentikan kendaraan nya. Kami menaiki angkot itu. tiara mendapat kursi paling dekat dengan pintu dan ketika aku melihat kedalam angkot, hanya tinggal satu kursi kosong, yaitu ditempat paling ujung disamping preman yg nampaknya sedang asik mendengar lagu melalui earphone nya.

    Terpaksa aku harus menungging untuk menuju kursi ujung itu dan disaat itu aku tersadar bahwa rok yg ku pakai ini sebenarnya sedikit ketat dan agak tembus pandang.

    Ekspresi muka ku berubah ketakutan, ku harap orang orang di angkot ini tak menyadari bahwa aku tak memakai celana dalam. Nampaknya harapan ku meleset, preman disamping ku mulai berani memandangi sekujur tubuhku terutama bagian paha ku yg juga cukup tembus pandang.

    Untung saja bagian memek ku masih tertutup oleh kaos ayng panjang nya hingga beberapa centi dibawah pangkal paha. Aku benar benar merasa malu dan serba salah dalam posisi seperti ini. Ditambah lagi laki laki didepan ku pun memandangi rok ku.

    Ah tdk mungkin jika dia memandangi rok ku karena rok ini bagus dan ingin bertanya berapa harga dan dimana belinya, pastilah ia memperhatikan isi dibalik rok ini.

    Bersambung…

    1 2 3 4
  • Sang Sahabat Suami

    Sang Sahabat Suami

    Cerita Sex Sang Sahabat Suami – Ana meletakkan bayinya di atas boks, lalu dia sendiri rebah di atas sofa di ruang tengah, merasa agak sedikit kelelahan. Suaminya, Roy, bilang padanya kalau ada seorang sahabat lamanya yang akan datang dan menginap di akhir pekan ini.

    Jadi disamping mengurus bayinya, dia mempunyai sebuah pekerjaan tambahan lagi, menyiapkan kamar tamu untuk menyambut tamu suaminya itu. Pikirannya melayang pada sang tamu, sahabat suaminya yang akan datang nanti, Bagas.

    Bagas adalah sahabat lama suaminya saat kuliah dulu. Dia cukup akrab dengan mereka. Ana sudah cukup mengenal Bagas, lebih dari cukup untuk menyadari bahwa hatinya selalu berdesir bila bertatapan mata dengannya.

    Sebuah perasaan yang tumbuh semakin besar yang tak seharusnya ada dalam hatinya yang sudah terikat janji dengan Roy waktu itu. Dan perasaan itu tetap hidup di dasar hatinya hingga mereka berpisah, Ana akhirnya menikah dengan Roy dan sekarang mereka mempunyai seorang bayi pria.

    Cerita Sex Sang Sahabat Suami
    Cerita Sex Sang Sahabat Suami

    Ngocoks Ada sedikit pertentangan yang berkecamuk dalam hatinya. Di satu sisi meskipun dia dan suaminya saling menjunjung tinggi kepercayaan dan berpikiran terbuka, tapi dia tetap merasa sebagai seorang istri yang wajib menjaga kesucian perkawinan mereka dan kesetiaannya pada sang suami.

    Tapi di sisi lain Ana tak bisa pungkiri bahwa ada rasa yang lain tumbuh di hatinya terhadap Bagas hingga saat ini. Seorang pria menarik berumur sekitar tiga puluhan, berpenampilan rapi, dan matanya yang tajam selalu membuat jantungnya berdebar kencang saat bertemu mata. Sosoknya yang tinggi tegap membuatnya sangat menawan.

    Ana seorang wanita ayu yang bisa dikatakan sedikit pemalu dan selalu berpegang teguh pada sebuah ikatan. Dan dia tak kehilangan bentuk asli tubuhnya setelah melahirkan. Mungil, payudara yang jadi sedikit lebih besar karena menyusui dan sepasang pantat yang menggoda.

    Rambutnya lurus panjang dengan mata indah yang dapat melumerkan kokohnya batu karang. Semua yang ada pada dirinya membuat dia mempunyai daya tarik seksual terhadap lawan jenisnya meskipun dia tak pernah menunjukkannya.

    Ah… seandainya saja dia mengaenal Bagas jauh sebelum suaminya datang dalam kehidupannya! Ana pejamkan matanya mencoba meredam pergolakan dalam hatinya dan hati kecilnya menuntun tangannya bergerak ke bawah tubuhnya.

    Vaginanya terasa bergetar akibat membayangkannya dan saat dia menyentuh dirinya sendiri yang masih terhalang celana jeansnya, sebuah ombak kenikmatan menerpa tubuhnya. Jemarinya yang lentik bergerak cepat melepas kancing celananya lalu menurunkan resleitingnya.

    Tangannya menyelinap di balik celana dalam katunnya yang berwarna putih, melewati rambut kemaluannya hingga sampai pada gundukan daging hangatnya. Nafasnya terasa terhenti sejenak saat jarinya menyentuh kelentitnya yang sudah basah, membuat sekujur tubuhnya merasakan sensasi yang sangat kuat.

    Dia terdiam beberapa waktu. Roy pulang 2 jam lagi, dan Bagas juga datang kira-kira dalam waktu yang sama. Kenapa tidak? Dia tak bisa mencegah dorongan hati kecilnya.

    Toh dia tak menghianati suaminya secara lahiriah, hanya sekedar untuk memuaskan dirinya sendiri dan 2 jam lebih dari cukup, sisi lain hatinya mencoba beralasan membenarkan kobaran gairahnya yang semakin membesar dalam dadanya.

    Ana menurunkan celana jeansnya dan mengeluarkan kakinya satu persatu dari himpitan kain celana jeansnya. Melepaskan celana dalamnya juga, lalu dia kembali rebah di atas sofa.

    Dari pinggang ke bawah telanjang, kakinya terbuka. Pejamkan matanya lagi dan tangannya kembali bergerak ke bawah, menuju ke pangkal pahanya, membuat dirinya merasa se nyaman yang dia inginkan.

    Dia nikmati waktunya, menikmati setiap detiknya. Dia membayangkan Bagas sedang memuaskannya, deru nafasnya semakin cepat.

    Ana tak pernah berselingkuh selama ini, membayangkan dengan pria lain selain Roy saja belum pernah, semua fantasinya hanya berisikan suaminya. Tapi sekarang ada sesuatu dari pria ini yang menyeretnya ke dalam fantasi barunya.

    “Ups! Maaf!” terdengar sebuah suara. Matanya langsung terbuka, dan dia tercekat. Dia melihat bayangan seorang pria menghilang di sudut ruangan.

    Dia baru sadar kalau dia sudah melakukan masturbasi selama lebih dari 10 menit, dan dia benar-benar tenggelam dalam alam imajinasinya hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke dalam rumah. Dan dia sadar kalau bayangan pria itu adalah Bagas, dengan terburu-buru dia mengambil pakaiannya dan segera memakainya lagi.

    “Mafkan aku Ana,” kata Bagas, “Nggak ada yang menjawab ketukanku dan pintunya terbuka.” dia berada di sudut ruangan jauh dari pandangan, tapi dia sudah melihat banyak!

    Pemandangan yang disaksikannya saat dia memasuki ruangan ini membakar pikirannya. Istri sahabatnya berbaring dengan kaki terpentang lebar di atas sofa itu, tangannya bergerak berputar pada kelentitnya.

    Pahanya yang lembut dan kencang tebuka lebar, rambut kemaluannya yang hitam mengelilingi bibir vaginanya. Penisnya mengeras dengan cepat dalam celana jeansnya.

    “Nggak apa-apa,” jawab Ana dari ruang keluarga, “Kamu boleh masuk sekarang.” dia sudah berpakaian lengkap sekarang, dan dia berbaring di atas sofa, menyembunyikan wajahnya dalam telapak tangannya. “Aku sangat malu.” katanya kemudian.

    “Ah, kita semua pernah melakukannya, Ana!” jawab Bagas. Dia berdiri tepat di samping Ana, seperti ingin agar Ana dapat melihat seberapa A?a,?EskerasnyaA?a,?a”? dia. Dia tak dapat mencegahnya, wanita ini sangat menggoda. Dia merasa kalau dia ingin agar wanita ini bergerak padanya!!!

    “Tetap saja memalukan!” katanya, menyingkirkan tangannya dari wajahnya. Vaginanya berdenyut sangat hebat, dia hampir saja mendapatkan orgasme tadi! Sebuah desiran yang lain terasa saat dia melihat tonjolan menggelembung pada bagian depan celana Bagas.

    Dengan cepat dia memalingkan wajahnya, tapi masih saja pria ini memergokinya. Sekarang Bagas menjadi lebih terbakar lagi, ini lebih dari cukup.

    “Nggak ada yang harus kamu permalukan, setidaknya itu pendapatku setelah apa yang sudah aku lihat tadi!” katanya tenang. Ana menatapnya penuh dengan tanda tanya.

    “Aku jadi benar-benar terangsang melihatmu seperti itu,” dia menjelaskan, “Sebuah perasaan yang belum pernah ku alami sebelumnya.” kata-katanya, adalah kenyataan bahwa dia sangat menginginkannya, membuat Ana semakin basah.

    Dia menyadari betapa istri sahabatnya ini A?a,?EstertarikA?a,?a”? akan perkataannya tersebut dan Bagas memutuskan untuk lebih menekannya lagi.

    “Lihat akibatnya padaku!” katanya, tangannya bergerak mengelus tonjolan pada bagian depan celananya. Ini masih dalam batas yang bisa dikatakan A?a,?EswajarA?a,?a”?, belum ada batas yang dilanggar.

    Saat Bagas melihat A?a,?EsnodaA?a,?a”? basahnya di atas permukaan sofa itu dan mata Ana yang tak berpaling dari seputar pinggangnya, Bagas memutuskan akan melanggar batas tersebut.

    Ana hanya melihat dengan diam saat sahabat suaminya ini membuka kancing dan menurunkan resleiting celananya. Ana tak bisa mengingkari bahwa dia menjadi lebih terangsang, dan dia tak menemukan kata yang tepat untuk mencegah pria ini.

    Dan saat dia menyaksikan pria di depannya ini memasukkan tangannya dalam celana dalamnya sendiri, vaginanya terasa semakin basah. Bagas mengeluarkan penis kedua dalam hidup Ana yang dilihatnya secara nyata, disamping penis para bintang film porno yang pernah dilihatnya bersama suaminya dulu.

    Nafas Ana tercekat, matanya terkunci memandangi penis dihadapannya. Dia belum melihat keseluruhannya, dan ini benar-benar sangat berbeda dengan milik suaminya. Tapi ternyata A?a,?EsperbedaanA?a,?a”? itulah yang semakin membakar nafsunya semakin lapar.

    “Suka apa yang kamu lihat?” tanyanya pelan. Ana mengangguk, memberanikan diri memandang ke atas pada mata Bagas sebelum melihat kembali pada penisnya yang keras. Bagas mengumpat betapa beruntungnya sahabatnya. Dia ucapkan sebuah kata.

    “Sentuhlah!”

    Ragu-ragu, dengan hati berdebar kencang, Ana pelan-pelan menyentuh dengan tangannya yang kecil dan melingkari penis pria di depannya ini dengan jarinya. Penis pertama yang dia pegang dengan tangannya, selain milik suaminya, dalam enam tahun belakangan.

    Perasaan dan emosi yang bergolak di dadanya terasa menegangkan, dan dia inginkan lebih lagi. Bagas melihat penisnya dalam genggaman tangan istri sahabatnya yang kecil, dan dia hanya melihat saat Ana pelan-pelan mulai mengocokkan tangannya.

    Terasa sangat panas dan keras dalam genggaman tangannya, dan Ana tak dapat hentikan tangannya membelai kulitnya yang lembut dan berurat besar itu. Bagas bergerak mendekat dan membuat batang penisnya menjadi hanya beberapa inchi saja dari wajah Ana.

    Bagas menyentuh tubuh Ana, tangannya meremas pahanya yang masih terbungkus celana jeans. Tanpa sadar Ana membuka kakinya sendiri melebar untuknya, dan tangan Bagas bergerak semakin dalam ke celah paha Ana.

    Terasa desiran kuat keluar dari vaginanya saat tangan Bagas mulai mengelusi dari luar celana jeansnya, Ana menggelinjang dan meremas penisnya semakin kencang.

    Dengan tangannya yang masih bebas, dipegangnya belakang kepala Ana dan mendorongnya semakin mendekat. Ana tak berusaha berontak. Matanya masih terpaku pada penis Bagas, dia menunduk ke depan dan dengan lembut mencium ujung kepalanya.

    Lidahnya terjulur keluar dan Ana kemudian mulai menjilat dari pangkal hingga ujung penis barunya tersebut. Sekarang giliran Bagas, tangannya bergerak melucuti pakaian Ana.

    Ana yang sedang asik dengan batang keras dalam genggaman tangannya tak menghiraukan apa yang dilakukan Bagas. Diciumnya kepala penis Bagas, menggodanya seperti yang disukai suaminya (hanya itulah seputar referensi yang dimilikinya).

    Tangan Bagas menyelinap dalam celana dalam Ana, tangannya meluncur melewati rambut kemaluannya. Ana melenguh pelan saat tangan Bagas menyentuh kelentitnya.

    Dia membuka lebar mulutnya dan memasukkan mainan barunya tersebut ke dalam mulutnya, lidahnya berputar pelan melingkari kepala penis dalam mulutnya. Bagas mengerang, merasakan kehangatan yang membungkus kejantanannya.

    Dia menatapnya dan melihat batang penisnya menghilang dalam mulut Ana, bibirnya mencengkeram erat di sekelilingnya dan matanya terpejam rapat.

    Bagas menjalankan jarinya pada kelentit Ana, menggoda tombol kecilnya, mulut Ana tak bisa bebas mengerang saat tersumpal batang penis Bagas. Dorongan gairah yang hebat membuat Ana semakin bernafsu mengulum naik turun batang penis Bagas. Pinggulnya dengan reflek bergerak memutar merespon tarian jari Bagas pada kelentit sensitifnya.

    Jari Bagas mengeksplorasi lubang hangatnya Ana, membuat lenguhannya semakin sering terdengar dalam bunyi yang aneh karena dia tak juga mau melepaskan mulutnya dari batang penis Bagas.

    Ana tak lagi memikirkan apa yang dia perbuat, dia hanya mengikuti nalurinya. Ini benar-benar lain dengan dia dalam keseharian, sesuatu yang akan membuat suaminya mati berdiri bila dia melihatnya saat ini.

    Semuanya meledak begitu saja. Sesuatu yang dimiliki pria ini yang membuka pintu dari sisi lain dirinya dan Bagas sangat menikmati perbuatannya. Masing-masing masih tetap asik dengan kemaluan pasangannya. Dan Ana menginginkan lebih dari ini. Mereka berdua menginginkan lebih dari sekedar begini.

    Ana menelan seluruh batang penis Bagas, menahannya di dalam mulutnya untuk memenuhi kehausan gairahnya sendiri. Hidungnya sampai menyentuh rambut kemaluan Bagas, ujung kepala penisnya menyentuh langit-langit tenggorokannya, hampir membuatnya tersedak.

    Bagas mengeluarkan tangannya dari balik celana dalam Ana yang membuatnya sedikit kecewa, ada sesuatu yang terasa hilang.

    Diraihnya tepian celana jeans Ana dan dengan cepat Ana mengangkat sedikit pantatnya dari atas sofa, yang mau tak mau membuatnya melepaskan batang penis itu dari mulutnya, dan mempermudah sahabat suaminya ini melepaskan celananya dari kakinya yang halus.

    Nafasnya tercekat, dada terasa berat saat dia melihat Bagas menarik celana dalamnya. Dengan sedikit memaksa dia menurunkannya melewati kakinya dan Ana menendangnya menjauh dari kakinya sendiri.

    Membantu Bagas menelanjangi tubuh bawahnya. Bagas sekarang berlutut di lantai dan menatap takjub pada segitiga menawan dari rambut kemaluan Ana.

    Dia menyentuh vagina Ana dengan tangan kirinya, menjalankan jari tengahnya pada kelentitnya sambil tangan yang satunya menggenggam batang penisnya sendiri.

    Ana mendesah pelan, pinggulnya bergetar. Matanya terpejam rapat, dia sangat meresapi rasa yang diberikan selangkangannya. Bagas mengoleskan kepala penisnya pada pipi dan hidung Ana. Saat sampai di mulutnya, Ana membuka mulutnya segera dan Bagas langsung mendorong penisnya masuk.

    Tangannya yang kecil menggenggam buah zakarnya dan Ana membuka matanya perlahan saat dia mulai menggerakkan kepalanya naik turun pada batang penisnya.

    Bagas semakin melesakkan jarinya ke dalam vagina Ana, membuat Ana memejamkan matanya lagi, mengerang. Vaginanya terasa sangat basah! Jarinya bergerak di seluruh rongga lubang itu, bergerak keluar masuk saat ibu jarinya mengerjai kelentit Ana.

    Kini, celana jeans dan celana dalam Bagas sudah jatuh merosot di atas lantai, Bagas menarik penisnya keluar dari mulut Ana dan langsung menendang pakaian bawahnya menjauh.

    Dia menunduk, tangannya bergerak ke bawah bongkahan pantat Ana, mengangkatnya dari atas sofa agar bagian bawah tubuh istri sahabatnya ini lebih terekspose ke atas. Ana meraih penisnya dan segera memasukkannya kembali ke dalam mulutnya. Bagas mendekatkan kepalanya pada daging nikmat Ana.

    Masih tetap menahan pantat Ana ke atas, mulutnya mencium bibir vagina Ana, mencicipi rasa dari istri sahabatnya untuk pertama kalinya.

    Mulut Ana langsung mengerang merespon, sejenak menikmati sensasi yang diberikan Bagas sebelum kembali meneruskan A?a,?EspekerjaanA?a,?a”? mulutnya. Lidah Bagas melata pada dinding bagian dalam dari vagina Ana, menjilati sari buah gairah yang dikeluarkannya.

    Ana merasa bibir Bagas menjepit tombol sensitifnya dan lidahnya bergerak pelan pada sasarannya. Erangan semakin tak terkendali lepas dari mulutnya akibat perlakuan Bagas kali ini.

    Batang penisnya terlepas keluar dari cengkeraman mulut Ana. Bagas semakin menaikkan pantat Ana, menekan vagina Ana pada wajahnya dan lidahnya semakin bergerak menggila. Jantung Ana serasa mau meledak, nafasnya terasa berat… sangat dekat…

    Bersambung…

    1 2 3
  • Hal Tergila (Tukar Ibu)

    Hal Tergila (Tukar Ibu)

    Cerita Sex Hal Tergila (Tukar Ibu) – Cerita ini hanya fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada keinginan untuk melecehkan dan atau merendahakan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu yang terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

    Ibu: sayang anter ibu ke dr. kandungan yuk? ajak ibu saat membukakan pintu kamarku. Aku: lho kenapa sama sony sih bu, kan itu anaknya robi, bukan anaknya sony! Berarti robi dong yang harus nganter ibu ke dr. kandungan, waktu kandungan ibu 4 bulan, ibu pergi kedokternya sama robi jawabku sambil terus berusaha fokus kearah layar laptop, karena saat itu aku sedang bermain PES 2013 di laptop.

    Ibu: robi di bbm ga aktif sayang, katanya dia sedang sakit, kemarin malem waktu ibu bbm-an, dia bilang sakit kepala terus ga bisa bawa mobil ujar ibu sambil memasang wajah dengan penuh harapan.

    Cerita Sex Hal Tergila (Tukar Ibu)
    Cerita Sex Hal Tergila (Tukar Ibu)

    Ngocoks Aku: ya udah ayo bu, aku ganti baju dulu padahal kemaren siang ibu masih main tuh sama robi, sampai sampai si robi engga berangkat kesekolah, eh ternyata malah bolos buat menyepuh anaknya dasar si mesum tuhhh ujar ku kesal kepada ibu sambil mematikan laptopku.

    Ibu: ya makannya ibu heran juga kenapa dia bisa sakit kaya gitu ayo cepet ganti baju dulu sayang.. keburu siang balas ibu sambil meninggalakanku.

    Perkenalkan namaku sony, aku masih berumur 17 tahun, dan aku memiliki seorang ibu yang sudah menjanda satu tahun lebih. Ibuku bernama Putri, ibuku kini baru menginjak umur 40 tahun, paras wajah nya yang sangat cantik membuat para lelaki tertarik kepada ibuku, begitu juga ayahku yang sudah meninggal dunia, ayah sangat mencintai ibu dan sangat menyayangi ibu, bahkan ayah merelakan apapun demi ibu.

    Sekarang aku sedang menikmati liburan akhir semesterku, aku baru saja naik ke kelas 12 di salah satu sekolah menengah atas di Bandung. Aku memiliki seorang sahabat dekat yang bernama robi, dia adalah sahabat dekatku dari kelas 2 SD dan kini satu SMA denganku.

    Ibu robi bernama Utari, umur ibu utari tidak terlalu jauh dengan ibuku, ibu Utari baru berumur 38 tahun. Aku akan menceritakan kejadian gila didalam hidupku, Kejadian ini memang diluar dugaanku, dan mungkin kejadian ini hanya terjadi didongeng atau didunia gila sepertiku.

    Aku dan robi telah memutuskan untuk tukar ibu, ini terjadi ketika aku dan robi masih duduk di kelas 11 SMA, awalnya hanya candaan saja, karena jujur saja aku sangat tertarik dengan ibu nya robi, begitupun robi yang sangat tertarik kepada ibuku.

    Saat itu aku dan robi berbincang tentang bokep yang sering kami tonton, bokep itu menceritakan pertukaran ibu dari dua orang sahabat, hingga kedua ibu mereka hamil oleh teman anaknya sendiri, kami sangat tertarik dengan film itu dan ingin sekali mencoba hal gila itu.

    Setelah aku dan robi berdebat untuk melalkukan hal paling gila di dalam hidup, kami merencanakan segala hal agar ibuku dan ibu Utari tertarik dengan keinginanku, dan rupanya aku mendapatkan giliran pertama yang harus mengajak ibu untuk menjalankan hal gila ini, aku sangat takut dengan rencana ini, namun aku juga ingin ini terjadi pada ibu Utari yang sudah aku impi impikan dijauh hari.

    Malam itu aku sedang menonton tv dan ngobrol bersama ibu di ruang tv, ibu yang sedang mengenakan daster pendek terlihat anggun dihadapanku, ibu sangat putih mulus dan wajahnya yang cantik membuatku ada perasaan cinta kepada ibuku.

    Aku: bu.. aku kan udah cukup umur nih untuk mengenal seks ujarku memberanikan diri untuk berbicara yang tidak tidak dihadapan ibu kandung ku sendiri.

    Ibu: heem terus kenapa sayang? Tanya ibu sambil menatap kedua bola mataku,

    Aku: gini bu.. jujur saja aku punya keinginan.. tapi mungkin ini tidak akan terjadi bu balasku sambil kembali menatap bola mata ibu yang indah itu.

    Ibu: memangnya kamu ingin apa sayang? kembali ibu bertanya dengan nada keheranan,

    Aku: gini bu aku tau kalau selama ini ibu suka membayangkan ayah kalau sedang mastubarsi ibu selalu memainkan terong di dalam memek ibu ujarku sambil menundukan kepala karena takut ibu marah kepadaku.

    Ibu: hemmm.. kamu suka ngintip ibu ya terus kalau ibu kaya gitu memang nya kenapa? nada suara ibutersengar sepertitidak marah dengan perkataanku.

    Aku: aku suka horny kalau liat ibu seperti itu.. dan aku suka onani kalau ibu selesai main sama terong ibu.. balasku mencoba menaikan kembali wajahku dan menatap wajah ibu, rupanya ibu tersenyum kepadaku.

    Ibu: idihhh kenapa kamu engga bilang kalau kamu suka horni kalau liat ibu kaya gitu balas ibu sambil tersenyum manis kepadaku.

    Aku tidak menyangka dengan jawaban ibu, rupanya ibuku ini sama nakal nya seperti aku,

    Aku: jadi ibu mau ngocokin sony kalau sony lagi horni? tanyaku sambil tersenyum nakal kepada ibu.

    Ibu: haha.. kamu ini ada ada aja nakalin ibu kamu sendiri kalau kamu mau ya ibu juga mau kok sayang ibu tertawa kegirangan saat mendengar ucapanku.

    Aku: gapapa dong bu.. dari pada harus main sama wanita yang engga bener.. nanti sony jadi penyakitan lho ihhh balasku tak mau kalah oleh ibu.

    Ibu: ya udah sini.. kamu mau ibu kocokin? tawar ibu dengan nada manja,

    Aku langsung mendekati tubuh ibu yang sedang menyender ke sofa, dan langsung saja aku peluk ibu.

    Aku: bu boleh sony cium bibir ibu sambil mainin susu ibu? tanyaku sambil memeluk ibu dari samping.

    Ibu: hihi.. boleh sayang.. ayo sini sayang.. cium bibir ibu lumat lidahibu semau mu balas ibu sambil membelai rambutku.

    Aku langsung melumat bibir ibu dengan halus, tangan kananku meremas susu ibu dengan halus, dan rupa nya kontol ku sudah mulai tegang saat meremas susu ibu dar balik dasternya itu.

    Ibu: nghhhhhemmmm.. ada yang bangun tuh sayangggg hihi ujar ibu disela sela ciuman kami,

    Aku: hihi mau masuk sarang nya kali buhihi balasku dengan seenakanya kepada ibu,

    Ibu: hihi ayo sayang masuk sarang nya aja ujar ibu sambil melepaskan lumatan kami,

    Aku: bu sebenarnya bukan ini yang sony mau sony akan tunjukan sesuatu sama ibu. Ujarku sambil melepas pelukan ibu dan memperlihatkan sebuah kaset bokepkepada ibu.

    Ibu: memangnya itu apaan sayang? tanya ibu heran melihat kaset yang ada digenggaman tanganku,

    Aku: udahhh ibu nonton aja yaaa sony puter nih filmnya

    Akupun langsung mendekati tv dan menyalakan dvd yang ada dibawah tv, langsung saja aku putar film yang membuatku menjadi gila ini

    Aku: buu coba liat dehhh ujarku saat film nya mulia dan ada dua pria yang sedang berciuman dengan dua wanita yang berbeda.

    Ibu: ihhh kenapa mereka main nya barengan gitu sayanggg? ujar ibu terheran heran saat melihat ada dua pria dan dua wanita sedang bertelanjang bulat dan berciuman mesra.

    Aku: sebenarnya mereka itu ibu dan anak bu ujarku sambil kembali duduk disamping ibu,

    Selama film itu berputar aku menjelaskan tujuanku memutar film ini, meskipun ibu tidak suka dengan rencanaku, aku terus membujuk agar ibu ingin melakukan hal yang ada didalam film itu. Akhirnya ibu pun mengikuti kemauan ku.

    Ibu: ya udah kalau itu mau kamu ibu coba dulu aja mungkin aja enak sayanghihihi ujar ibu setelah mendengar penjelasanku.

    Aku: huuuu awas kalau ibu ketagihan. Ejekku sambil memeluk ibu,

    Ibu: kamu juga awas kalau ketagihan sama tante utari sayanggg.. balas ibu tak mau kalah,

    Aku: hihi jadi kapan dong bum au kita mulai. Besok katanya robi mau kesini ujarku sambil mengelus susu ibu.

    Ibu: ya udah kalau gitu besok robi nya suruh kerumah aja ya sayang balas ibu dengan senyuman nakal nya

    Aku: hihih oke ibuku sayanggg. Bu kocokin donggg sony horni banget pintaku sambil menatap wajah ibu.

    Ibu: hihi.. ayo sini sayanggggg ibu langsung membukakan celana pendekku,

    Aku langsung membenarkan posisi yang enak dan melumat bibir ibu. Malam itu aku bersama ibu bermesraan, namun aku tidak sampai tidur bersama ibu.

    Pagi hari nya aku bangun dan melakukan olahraga rutin ku di halaman rumah, saat aku sedang asik melakukan full up, robi nge bbm.

    Robi: ehh bro gimana jadi? tulisnya

    Aku: jadi dong bro.. nanti siang lo kesini aja oke balasku

    Robi: oke siap bro

    Setelah robi nge bbm, ibupun menghamipriku dengan baju daster nya yang belum diganti, meskipun semalan air maniku tumpah kedaster ibu.

    Ibu: sayanggg sarapan dulu yu? ajak ibu sambil tersenyum manis kepadaku,

    Aku: iya bu balasku dengan singkat sambil mengikuti ibu kedalam rumah,

    Ibu: sayang sir obi kerumah jam berapa? tanya ibu saat berjalan menuju meja makan

    Aku: kata nya siang bu ibu udah ga sabar yaaa hayoooo ejekku sambil duduk di kursi meja makan.

    Ibu: ihhh kamu ada ada aja sayangggg. Ibu tersenyum malu kepadaku

    Kami langsung melahap makanan yang sudah ibu siapkan. Setelah sarapan selesai aku langsung pergi kekamar, ibu sendiri langsung membersihkan rumah. Tak terasa waktu cepat berputar, dari tadi aku bermain game PES di kamar, rupanya ada bbm dari robi.

    Robi; bro gua didepan rumah nihhh tulisnya,

    Aku langsung keluar dari dalam kamar, aku tidak melihat ibu saat aku berjalan menuju ruang tamu, setelah diruang tamu aku langsung membukakan pintu rumah.

    Robi: ehh brooo mana nyokap lo ga nahan nihh ujar robi saat didepan pintu rumah,

    Aku: ahhh dasar lo.. niat banget gimana nyokap lo.. mau engga? tanyaku sambil mengajak robi masuk kedalam rumah.

    Robi: kalau nyokap gua sihh terserah gua aja mungkin nyokap gua mau aja kali ujarnya saat duduk di kursi.

    Ibu: sayanggg siapa yang dating? teriak ibu dari raung tv

    Aku: ini bu robi jawabku sambil melirik robi,

    Robi: wahhh broo gua ga nahan nihh ujar nya sambil membuka sweaternya,

    Aku: ya udah ayo kita ke ruang tv aja ajakku sambil berdiri dan berjalan ke ruang tv,

    Ibu: ehhh robi kemana aja nih ga liburan? tanya ibuku saat aku dan robi ada di ruang tv

    Aku: hemmm aku mengeles saat ibu mulai modus

    Robi: engga nih tante robi liburannyakesini aja yaaa? ujar robi sambil tersenyum nakal kepada ibuku.

    Ibu: hihi ibu tersenyum nakal saat mendengar perkataan robi,

    Aku: halaahhhh to the pint aja lo mah bro ujarku sambil melirik ibu yang mulai nakal sama robi.

    Robi: haha gapapaa dong bro kan tujuan nya itu ujar robisambil tertawa lepas kepadaku,

    Ibu: hihihi.. udah udah jangan berantem ahh.. sini duduk, ajak ibu kepada kami yang masih berdiri di depan ibu

    Aku: tuhhh nyokap gua juga sama udah ga nahan kali ujarku sedikit membisik kepada robi,

    Setelah kami berdua duduk di samping ibu dan berbincang bincang tentang sekolahkami kemarin, rupanya robi dan ibu sudah mulai bermain mata.

    Ibu: robi mau minum apa? tanya ibuku saat menawarkan minuman,

    Robi: susu aja tante.. celetuknya sambil meilirk susu ibu,

    Aku: hadeuhhh ya udah ahh sony tinggal dulu yaaa bu aku kerumah sony dulu yaaaawas lo jangan keterlaluan sama nyokap gua ujarku pada ibu dan robi yang sudah mulai dilanda nafsu birahi.

    Ibu: hihiya udah hati hati sayang.. pake mobil aja takut hujan ntar pulang nya ujar ibu saat aku pergi meninggalkan mereka berdua.

    Aku: baik bu jawabku dengan nada rata,

    Aku masih tidak percaya bahwa ini benar benar terjadi, dan akupun masih terheran heran dengan sikap ibu yang langsung saja menerima robi gitu aja, hemm tapi ya udah lah gapapa.. aku sekarang langsung pergi ke rumah sony aja.

    Saat di perjalanan, aku dan ibu utari bbm-an, hingga akhirnya aku sampai dirumahnya, dan menunggu nya didepan pintu rumahnya.

    Ibu Utari: tunggu sebentar son.. ibu pakai jilbab dulu balas ibu utari,

    Aku: iya bu balasku di bbm,

    Setelah beberapa menit mununggu, akhirnya bu Utari menghampiriku,

    Ibu Utari: ayo masuk son..

    Aku: iya bu aku langsung masuk kedalam rumahnya,

    Ibu Utari: mau minum apa son? tanya bu Utari saat aku duduk di kursi,

    Aku: air putih aja buu ujarku sambil melirik susu nya,

    Ibu Utari: jangan panggil ibu dong son.. panggil aja mama yaa.. biar enak.. hihihi ujar bu Utari saat meninggalkan ku untuk mengambil minuman.

    Aku: iya deh.. mama ujarku sambil tersenyum nakal kepada bu Utari,

    Saat ibu utari mengambilkanaku minum, aku nge bbm sir obi sama ibu,

    Aku: ehh bro lagi ngapain sihhh? tulisku, cukup lama robi membalas bbm ku,

    Robi: haha.. lagi disepongin ibu lo.. enak banget.. lo belum apap apa bro? balasnya,

    Aku: belum nih bro.. ya udah selamat menikmati bro balasku,

    Saat aku membalas bbm robi yang terakhir, rupanya bu Utari sudah ada disampingku,

    Ibu Utari: kalian anak muda kok punyahal gila sihhh ujar bu Utari sambil menatapku,

    Aku: hihi.. gapapa dong mahh.. kan nyoba nyoba.. hihi ujarku sambil tertawa kecil kepada bu Utari.

    Ibu Utari: ya udah ayo.. kamu mau apa dari mama? ujar bu Utari saat aku menatapnya,

    Aku: ihh.. mama to the point aja.. sama kaya anak nya ledekku kepada bu Utari,

    Ibu Utari: hihihi emang nya kamu ga suka kalau mama langsung to the point kaya gitu? tanya bu Utari sambil menatap kedua bola mataku.

    Aku: heheee suka kok mama.. balasku sambil tersenyum,

    Bu utari langsung mendekapku, saat itu diluar rumah rupanya hujan deras, ini membuatku semakin bergairah untuk meniduri bu Utari.

    Ibu Utari: sonnn. Cium ibu hari ini ibu milik kamu sayanggg cumbu ibu rengek bu Utari saat aku memeluk tubuhnya.

    Aku: baikk mahhrupanya nafsu mama besar juga ujarku lalu melumat bibir nya yang sedikit tebal itu.

    Kami berciuman mesra di atas kursi, hujan deras membuat ruang tamu ini semakin penuh oleh birahi. setelah beberapa menit berciuman, bbm ku menyala, ketika aku melihat bbm, rupanya robi mengirimkan gambar, dan ternyata ibuku yang sudah telanjang bulat di potret oleh robi bukan hanya itu, saat ibuku mengulum kontol robi pun ia kirimkan, sialan, (cerita nya bang saman 6969) rupanya si robi niat banget buat bersetubuh sama ibu gua.

    Ibu Utari: apaan sih soncoba mama liat bu Utari langsung mengambil

    Aku: mahhh.. sony bukain ya baju nya sony pengen memek mama sama susu mama ujar ku lancing pada bu Utari.

    Ibu Utari: huhh.. rupanya kamu gam au kalas sama robi ya sayanggg ayo bukain baju mama nikmati memek mama sentuh mamadengan halus sayanggg ujar bu Utari saat melihatku yang sudah dilanda nafsu.

    Aku: baik mama sayanggg aku mencium bibirnya, setelah itu aku bangkit dan melepaskan pakaian bu Utari, tapi jilbab nya aku tak lepaskan.

    Ibu Utari: kenapa jilbab nya ga di lepasin aja son? tanya bu utari yang yang sudah telanjang bulat dihadapanku.

    Aku: hihihi mama terlihat lebih cantik kalau pakai jilbab.. sony mau negntotin mama kalau mama pakai jilbab ujarku sambil mencopot semua pakaianku.

    Setelah kami berdua bertelanjang bulat, rupa nya udara dingin terasa oleh tubuh kami berdua,

    Ibu Utari: sayanggg main dikamar aja yuk? ajak bu Utari saat aku akan kembali duduk di sampingnya.

    Aku: iya bu balasku dengan nada lurus,

    Aku dan bu Utari berjalan menuju kamarnya, saat berjalan, terlihat tubuh yang sangat menggoda, tubuhnya seperti AGB saja, mungkin karena bu Utari sering senam dan merawat tubuhnya, pantat nya yang menggoda membuatku semakin bernafsu. Akhirnya kami sampai di kamar Bu Utari

    Ibu Utari: sayanggg sini.. nikmati mama baru mu ini nikmati tubuh mama tuhhh kontol kamu udah ngaceng gitu.. sini biar mama sepongin dulu ujar bu Utari menggodaku saat duduk di ranjangnya.

    Aku: nghhh baik mama sayanggg jawabku yang tak mampu lagi menhan nafsu birahi,

    Aku menghamipiri bu Utari yang sedang duduk di tepi ranjangnya, kontolku yang sudah tegak membuat bu Utari semakin dibalut birahi.

    Ibu Utari: kontol kamu panjang sayangg lumayan gede juga kalau punya robi sihh pendek tapi gede.. ujar bu Utari saat menggenggam kontolku dengan kedua tangannya.

    Aku: hhhmmm mama sering main sama robi? tanyaku saat kontolku mulai dijilat olehnya,

    Ibu Utari: hemmm.. sering sayang tapi kalau main.. robi ga pernah keluar didalem memek mama.. soalnya mama ga pakai KB balas bu Utari sambil mencoba memasukan kepala kontolku kedalam mulutnya.

    Aku: huhhhhgeli mahhh aku melenguh saat kepala kontolku masuk kedalam mulutnya.

    Akhirnya semua kontolku masuk kedalam mulutnya, rasa geli luar biasa yang saat ini aku rasakan, aku melihat bu Utari sangat berrnafsu dengan kontolku.

    Ibu Utari: hemmm kontol sony bau ihhhtapi enakeuemmmm ujar bu Utari saat mengulum kontolku.

    Aku: ahhh teruss mahh.. enak aku mengerang ngerrang saat kontolku di kulum,

    Setelah beberapa menit kontolku dikulum, hp ku bergetar, ada bbm masuk kepadaku, aku langsung mengambil hpku di pinggir tubuh bu Utari, rupa nya robi, dia sedang mengentoti ibuku, da nada VN nya, ahhhrobiiahh kontol kamu masukenak sayangguhh tante suka kontolmuuhh itu lah VN dari robi, saat aku mendengarkan nya, rupa nya bu Utari pun mendengarnya.

    Ibu Utari: heemmm udahh ahh sayang gentian kamu yang jilatin memek mama masa robi udah ngentotin ibu kamu.. kamu nya di sepongin terus.. ujuar ibu Utari, perkataan itu membuatku semakin iri, dan langsung saja mendorong tubu bu Utari untuk berbaring, paha nya langsung mengangkang dengan lebar

    Aku: ihhh memek mama kok harum gini bagus mahh tembem banget memek mama.. ujarku, aku langsung melumat memek nya dan memainkan itil nya dengan lidahku.

    Setelah cukup lama aku memainkan memek nya dengan lidahku, akhirnya Bu Utari mencapai puncak kenikmatannya,

    Ibu Utari: uhh. Sonnn hisappp yang kuattt.. mama kelarrrrrruhh tubuh bu Utari mengejang ngejang dan paha nya merapat, kepalaku terjepeit oleh paha bu Utari.

    Aku membiarkan bu Utari menikmati puncaknya, dan kepalaku masih ada di memek bu Utari,

    Ibu Utari: ngghhhh sonn entotin mama sekarang cepetan keburu memek mama rapetnnghhh erang bu Utari menyuruhku agar segera memasukan kontolku kedalam memek nya

    Aku: baik mama sayang.

    Ibu Utari langsung mengangkang kan kedua paha nya, kepala akupun langsung menjauh dari memek nya, dan aku langsung memegang kontolku untuk diarahkan kedalam memek bu Utari. Dengan posisi aku dihadapan memek nya dan bu Utari masih di atas ranjang, membuat aku mudah untuk memasukan kontolku kedalam memeknya.

    Ibu Utari: ahhhh kamu nakal sayanggg jangan di gesek gesek aja masukin kontol kamu kedalam memek mama cepetttsonyy

    Aku: hihihi emang nya mama mau di apain sih? tanyaku sambil terus menggosok memek nya yang bash itu dengan kontolku,

    Ibu Utari: mama mau di entotmama mau kontol kamu kedalam memek mamauhhhh.. cepetan sayangggg

    Aku: hihihi.. iya iya nih terima kontol sony yaaa.. mama sayanggg ujarku sambil mencoba memasukan kepala kontolku kedalam memek bu Utari,

    Ibu Utari: cepettt. sonyymemek tante gatelll. nghhh erang bu Utari saat kepala kontolku masuk ke liang memek nya,

    Aku: hihih mama ga sabar bener mama pakai jilbab tapi mulut nya kotor banget… apalagi memek nya bawel banget.. godaku saat kontolku amblas kedalam memek bu Utari.

    Ibu Utari: ngggghhhh. Kontol kamu panjang sayanggg gapapa dong sayang kan mama ini ibu yang alim hihi ayo sayang terus benamin kontol kamu ke memek mama lenguh bu Utari saat kontolku masuk kedalam memek nya

    Aku: hihih.. dasar ibu alim yang doyan kontol ABG. Ledekku pada bu Utari sambil tersenyum nakal,

    Bersambung…

    1 2 3
  • Desainer Busana

    Desainer Busana

    Cerita Sex Desainer Busana Korban Pemerkosaan – Hari Minggu pagi jam 6:00 terdengar suara meraung-raung sirene sebuah kendaraan. Sebuah mobil ambulans keluar dari sebuah pertokoan di wilayah Ciledug yang sedang dalam tahap pembangunan. Sesaat kemudian mobil polisi mengikuti di belakangnya.

    Minggu pagi itu beberapa pekerja bangunan baru saja menemukan sesosok wanita muda yang tergolek pingsan di lantai empat pertokoan yang sedang dibangun itu.

    Tubuhnya ditemukan dalam keadaan telanjang dengan noda-noda darah setengah mengering di wilayah selangkangannya. Jelas dari kondisi seperti itu wanita tersebut pasti adalah korban pemerkosaan. Setengah jam kemudian ambulans telah tiba di rumah sakit.

    Nampak beberapa orang perawat UGD menyiapkan tempat tidur dorong untuk membawa si korban. Selanjutnya empat orang membopong sesosok tubuh wanita yang berselimut dari dalam mobil ambulans. Wanita muda itu tampak masih pingsan.

    Cerita Sex Desainer Busana Korban Pemerkosaan
    Cerita Sex Desainer Busana Korban Pemerkosaan

    Ngocoks Dari rona wajahnya wanita itu kira-kira berusia 24 tahunan dan tingginya semampai sekitar 150 cm. Warna kulitnya tangannya sawo matang khas orang Indonesia tetapi di bagian pundaknya dan sebagian dada atas yang tidak tertutup selimut warnanya cenderung lebih terang sebagaimana halnya wajahnya yang tetap tidak dapat menyembunyikan kemanisannya meski dia berada dalam keadaan pingsan.

    Besar kemungkinan warna kulit tangannya yang cenderung coklat itu akibat pemaparan terhadap sinar matahari. Mungkin wanita pingsan itu sehari-harinya suka mengenakan baju lengan pendek atau bahkan lengan buntung.

    Tidak lama kemudian wanita pingsan tersebut telah dibawa sampai di sebuah ruangan yang tidak ada seorang pasienpun. Mungkin itu adalah ruang VIP atau ruang periksa khusus. Tidak lama kemudian seorang dokter pria datang ke ruangan itu.

    “Bagaimana keadaannya…” dokter bertanya kepada suster yang menjaga wanita pingsan itu.

    “Masih pingsan dok….Dia mengalami pendarahan….” Suster menjawab.

    Dokter itu kemudian menyibak selimut yang menutupi wanita itu dan melihat kondisi tubuhnya yang telanjang bulat. Kemudian dokter tersebut memerintahkan dua orang suster untuk memasang kait penggantung kaki yang terdapat pada sisi kanan dan kiri tempat tidur.

    Kait yang terbuat dari bahan elastis itu dipasang pada pertemuan antara betis dengan paha. Dengan demikian pantat wanita pingsan itu menjadi sedikit terangkat dan kedua kakinya menjadi terbuka lebar sehingga terlihat jelas alat kelamin dan anusnya.

    Metoda itu adalah yang biasa dilakukan oleh para dokter untuk melakukan pemeriksaan kemaluan wanita. Dengan bantuan cahaya sinar halogen dokter mulai memeriksa seputar alat kelamin wanita itu. Ada sedikit darah yang masih mengalir dari liang kehormatannya.

    Tampak sekali memar di daerah labium mayora vaginanya sehingga terjadi pembengkakan di wilayah itu. Dari kondisi itu jelas bahwa pelaku pemerkosaan pasti lebih dari satu orang.

    Vagina yang membengkak itu memperlihatkan goresan-goresan yang menandakan bahwa telah terjadi luka-luka lecet pada alat kelamin wanita itu. Selanjutnya dokter memerintahkan salah seorang suster untuk mengambil alat pemeriksa vagina.

    Alat berbentuk seperti moncong bebek yang terbuat dari logam itu dimasukkan secara perlahan ke dalam vagina wanita itu. Tidak dalam mungkin hanya sekitar 1 sampai 1,5 cm. Setelah itu terdengar bunyi klik dan moncong bebek itu bergerak membuka vagina wanita pingsan tersebut.

    Bagian dalam vaginanya segera dengan mudah terlihat. Ngocoks.com Nampak sekali selaput tipis didalamnya yang bentuknya sudah tidak beraturan. Terdapat sobekan ke segala arah yang menandakan bahwa selaput dara wanita itu telah koyak.

    Adanya sedikit darah yang mengalir dari sela-sela selaput yang terkoyak itu menunjukkan bahwa peristiwa robeknya selaput dara masih belum lama terjadi. Dipastikan bahwa peristiwa perkosaan itulah yang telah merenggut keperawanannya.

    Setelah mengamati dengan seksama alat kelamin wanita itu kini dokter beralih ke anus wanita pingsan tersebut yang juga nampak memar. Terdapat benjolan di sekitar anus yang cukup besar sehingga hampir bersinggungan dengan wilayah vaginanya.

    Terlihat noda darah yang mengering di mulut anus wanita itu. Berarti pelaku perkosaan tidak hanya melakukan perudungan seks vaginal tetapi juga anal. Setelah membuat catatan-catatan untuk kepentingan pembuatan visum dokter segera memerintahkan suster untuk melepas kait penahan kaki.

    Kemudian dokter mengambil sebuah suntikan serta sebotol kecil cairan warna oranye dari dalam saku baju putihnya. Dokter membuka penutup jarum suntik dan memasukkannya ke dalam botol kecil berisi cairan oranye tersebut melalui tutupnya yang terbuat dari karet.

    Sekitar 5 mL cairan disedot oleh alat suntik itu. Selanjut dokter meminta suster untuk memiringkan tubuh wanita pingsan tersebut. Dokter akan menyuntikkan obat pencegah kehamilan melalui bokong wanita pingsan itu.

    Setelah menggosok wilayah bokong wanita itu yang akan disuntik dengan kapas beralkohol, jarum segera ditancapkan setengahnya ke bokong wanita tersebut. Tidak ada respon yang terlihat.

    Cairan oranye itu dengan lancar bergerak masuk ke tubuh wanita pingsan itu melalui bokongnya. Tidak lama kemudian seluruh cairan telah disuntikkan ke tubuh wanita itu dan dokter segera pergi meninggalkan ruangan. Pukul delapan pagi menunjukkan tanda-tanda bahwa wanita pingsan itu mulai siuman.

    “Aakkkhhhh…….aaddddduhhhhh………….aadduuhhhhhhhh hhhh”

    Wanita itu rupanya mulai merasakan nyeri di vagina dan anusnya akibat perbuatan biadab orang-orang terhadap tubuhnya. Suster yang menjaga di ruangan itu segera mendekati wanita yang mulai siuman tersebut.

    “ddiiiii…..ddiimanna…..aakuu…….” Suara wanita itu masih bergetar.

    “Tenang..mbak aman di sini…..Ini adalah rumah sakit…..” Suster menjawab.

    Wanita yang siuman itu kini menyadari tubuhnya yang telanjang di bawah selimut. Seketika ia teringat kejadian semalam yang menyebabkan kehormatannya terenggut paksa. Seketika itu pula jerit histerisnya mulai keluar

    “Aaaaaa………..ttiiiiiddaakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk……………… ………….”

    Wanita itu mulai menangis meraung. Suster berusaha untuk menenangkan wanita muda itu. Tetapi gerakan wanita yang mulai liar itu membuatnya kewalahan. Rupanya perasaan shock yang mendera wanita muda itu menyebabkan ia berperilaku liar seperti itu.

    Jerit tangisnya melengking tinggi memenuhi ruangan berukuran 6m x 6m itu. Akhirnya suster menekan bel untuk meminta pertolongan perawat lain. Tidak lama kemudian beberapa orang suster datang ke tempat.

    Tidak ada cara lain kecuali memberikan obat penenang agar wanita itu tidak berlaku semakin liar. Dua orang suster memegang tangan wanita itu dan tubuhnya dibuat tengkurap.

    “Ttttiidaaakkkkk…..llleeepassssssssssskaannnn…………… .” wanita itu terus menjerit.

    Dengan cepat suster menyuntikkan obat penenang melalui bokong wanita itu dan lambat laun suara teriakan wanita itu mulai melemah. Suster melepas pegangan tangannya dan mengembalikan wanita itu ke posisi berbaring. Terlihat mata wanita itu yang sayu serta air mata yang telah meleleh keluar.

    Suster di ruangan itu tidak tega melihat kondisi wanita itu. Sebagai sesama perempuan mereka dapat merasakan betapa sakitnya kehilangan harga diri akibat diperkosa. Obat penenang itu akan bekerja selama 3 jam.

    Pukul 12 siang tiga orang polwan masuk ke ruangan dimana wanita itu dirawat. Wanita korban pemerkosaan itu sudah mulai sadar dan mulai sanggup menguasai keadaannya.

    “Nama anda adalah Afni ?……” Seorang polwan membuka pembicaraan.

    Wanita itu mengangguk lemah.

    “Anda berprofesi sebagai desainer busana…..? ” Polwan itu melanjutkan pertanyaan.

    Kembali wanita itu mengangguk lemah.

    “Kami memperoleh kartu identitas saudari dari mobil xenia yang anda kendarai. Anda tinggal di wilayah Jakarta Timur. Apakah anda tinggal bersama keluarga…?”

    Wanita itu kini menggeleng.

    “Anda tinggal di kontrakan…..”

    Kini wanita itu mengangguk lagi.

    “Apakah anda bisa menceritakan kronologis kejadian yang menimpa diri anda?”

    Kali ini wanita bernama Afni itu hanya terdiam. Bibirnya nampak bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca menandakan ada kepedihan yang mendalam dalam lubuk hatinya. Keadaan menjadi hening selama beberapa saat.

    Sekitar 3 menit kemudian perkataan mulai keluar dari mulut Afni. Meski menyakitkan dia mulai memutar kembali memori yang mengisahkan rusaknya masa depannya sebagai seorang wanita.

    FLASHBACK

    Sabtu pukul 3 sore itu Afni berada di Pasar Senin. Hari itu dia bermaksud membatalkan pesanan sejumlah kaos yang akan dia desain atas pesanan salah satu instansi pemerintah di Jawa Barat. Kualitas kaos yang tidak sesuai dengan kesepakatan menyebabkan Afni memutuskan untuk mencari supplier lain yang lebih dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

    “Pokoknya pak saya tidak jadi ambil kaos seperti ini…………….” Afni berucap dengan nada seperti orang berdebat

    “Tetapi kaos itu kan sesuai dengan pesanan…..”

    “Warnanya sesuai…..ukurannya juga sesuai…Apalagi……”

    Terdengar suara berat laki-laki memprotes ucapan Afni.

    “Bahan kain ini tidak sesuai dengan yang sudah kita sepakati…” Afni menyanggah pernyataan laki-laki itu.

    “Bahan seperti ini tidak mungkin bisa untuk didesain seperti yang customer saya menghendaki..?” Afni melanjutkan perkataan.

    “Barang yang neng mau itu harganya sudah naik…jadi tidak bisa dengan harga yang neng tawarkan kemarin…kecuali kalau jumlah kaosnya dikurangi…” Laki-laki itu begitu saja menjawab kekesalan Afni.

    “Lantas kenapa kemarin tawaran saya bapak terima…” Afni kini menjawab dengan kesal.

    “Lantas neng maunya apa……” Laki-laki itu mulai sewot juga.

    “Saya mau uang saya kembali seluruhnya….pesanan dibatalkan…” Afni menjawab dengan nada yang tidak kalah sewotnya.

    “Tidak bisa kami sudah menyerahkan uang pesanan ke supplier kaos itu” kembali laki-laki itu menjawab.

    “Saya enggak mau tahu pak. Pokoknya pesanan batal dan uang saya kembali…” Afni tetap bersikukuh.

    “Kalo begitu silakan aja neng datang ke tempat supplier kaos itu” Kini dengan enteng laki-laki itu menjawab.

    “Itu bukan urusan saya. Silakan bapak berurusan dengan supplier itu dan sekarang juga bapak serahkan uang yang saya berikan minggu lalu” Afni terus ngotot.

    “Ok. Saya tidak ada uang sekarang. Bila neng mau uang itu kembali hari ini saya antar neng ke tempat supplier itu di Ciledug” Laki-laki itu kini tidak dapat lagi menahan kekesalannya.

    “Ciledug….? Saya tidak ada waktu sekarang” Afni berucap.

    “Tidak ada waktu sekarang tidak ada juga uang sekarang” laki-laki itu kini berkata dengan nada melunak.

    Afni berpikir cepat. Hari ini masih pukul setengah empat sore. Perlu waktu satu jam setengah untuk dapat mencapai Ciledug bila dia dapat menghindar dari kemacetan. Tapi hari ini dia butuh uang itu untuk memesan kaos di tempat lain yang lebih dapat dipercaya. Akhirnya dia mengambil keputusan menyetujui untuk pergi ke Ciledug.

    “Baiklah kalau begitu. Antarkan saya ke tempat supplier kaos itu” Afni memberikan keputusannya.

    “Hei Tigor bilang pada yang laen saya akan ke Ciledug” Laki-laki itu berkata kepada anak buahnya.

    “Beres bang Bingsar”

    Segera laki-laki bernama Tigor itu pergi meninggalkan Afni dan laki-laki yang ternyata bernama Bingsar.

    “Ayo kita berangkat” Bingsar berkata

    “Ayo” Dengan segera Afni menimpali.

    Keduanya segera menuju kendaraan masing-masing.

    “Tunggu saya di depan pintu keluar parkiran, saya pakai colt diesel” Bingsar berkata lagi.

    “Baik, saya pakai mobil xenia warna kuning” Afni menjawab.

    Sepuluh menit kemudian Afni sudah berada di depan pintu keluar area parkir Pasar Senin. Masih belum nampak tanda-tanda mobil Bingsar keluar. Sekitar 5 menit kemudian keluar mobil colt diesel warna biru muda.

    Nampak Bingsar mengeluarkan tangannya memberikan kode kepada Afni untuk mengikutinya. Afni sempat melihat Bingsar tidak sendirian dalam mobil itu. Setidaknya ada 4 orang dalam mobil colt diesel itu yang sempat dilihat oleh Afni.

    Tapi Afni tidak ingin memusingkan hal itu. Tujuannya hanya satu cepat sampai di Ciledug dan mengambil kembali uang yang telah ia berikan kepada Bingsar. Pukul 5:30 sore kedua mobil itu tiba ditempat yang dituju.

    Berarti perjalanan ke Ciledung telah mereka tempuh selama dua jam. Afni sedikit merasa aneh karena tempat yang mereka tuju adalah pertokoan yang sedang dibangun dan tidak ada tanda-tanda bahwa toko itu sudah dioperasikan. Rupanya Bingsar melihat gelagat itu.

    “Supplier ku itu namanya Daeng. Dia telah booking salah satu ruko yang sudah jadi. Ada di sebelah sana” Bingsar menunjuk ke arah bangunan lantai empat yang nampak lebih rapi dari lainnya. Lokasinya lebih menjorok ke dalam.

    Ada sedikit rasa was-was dalam hati Afni. Tetapi melihat masih ada sinar matahari pada hari itu dia merasa sedikit nyaman. Bingsar mengajak Afni ke sana . Mereka berjalan melewati pelataran parkir yang belum diaspal. Ada sebuah mobil jeep land rover terpakir disana.

    Afni menjadi bertambah lega karena berarti memang ada orang lain di wilayah bangunan tersebut. Di belakang ada 3 orang mengikuti mereka. Mereka adalah orang-orang yang tadi berada satu mobil dengan Bingsar. Afni berfikir pastilah mereka hanya pembantu-pembantu Bingsar.

    Melihat bentuk badannya mereka lebih layak disebut sebagai preman. Dua orang yang mengenakan oblong tanpa lengan terdapat tato di lengannya. Masing-masing berbentuk seekor ular dan bunga mawar.

    Satu orang lainnya adalah Tigor juga punya tampang preman meski tidak ada tanda-tanda tato di lengannya. Afni sedikit merasa takut dengan keadaan itu tetapi keinginan untuk segera mendapatkan uangnya kembali mengalahkan segalanya.

    “Ayo kita naik ke atas” Bingsar membuyarkan lamunan Afni.

    Afni sedikit ragu melihat jalan yang dimaksud Bingsar harus melewati sebuah lorong yang terlihat agak gelap.

    “Ayo cepat kita ke lantai empat sebelum hari gelap”

    Bingsar berkata sambil berjalan mendahului. Afni segera mengikuti arah Bingsar di belakangnya. Afni melihat bangunan-bangunan yang masih belum selesai dan banyak potongan-potongan kayu berserakan. Hanya butuh sekitar 8 menit mereka sudah tiba di lantai empat.

    Bangunan dilantai itu terlihat lebih rapi daripada yang sebelumnya mereka lewati. Bingsar segera menuju ke arah rolling door yang terbuka. Ruangan didalamnya diterangi oleh lampu yang tenaganya diperoleh dari mesin generator listrik berukuran kecil.

    “Halo kawan kita sudah datang” Bingsar berucap sambil berjalan masuk melewati pintu itu.

    “Ayo neng ikut masuk” Bingsar memanggil Afni yang berjalan di belakangnya.

    Tidak lama muncullah Afni di depan pintu terbuka ruangan itu.

    “Silakan masuk” orang yang ada dalam ruangan itu menyilakan Afni untuk masuk. Ukurannya cukup luas sekitar 12 m x 8 m. Rupanya ruangan itu belum dipasang sekat sehingga terlihat sangat luas.

    “Saya Daeng” orang itu memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan.

    “Afni” jawab gadis itu dan tangannyapun terulur menerima jabat tangan Daeng.

    “Itu di sana kawan saya yang pakai kaos loreng merah namanya Cokro sedangkan satunya lagi Darto”. Kedua nama yang disebut Daeng tadi mengangkat tangannya tanda perkenalan.

    “Ok. Bingsar apa yang bisa saya lakukan” Daeng mulai bicara pada pokok persoalan. Bingsar bercerita seluruhnya yang dibenarkan oleh Afni.

    “Tetapi mbak Afni pesanan tidak boleh dibatalkan. Kaos sudah terlanjur dibuat. Kami akan rugi dengan pembatalan itu” Daeng berkata.

    Tetapi Afni tetap tidak mau menerima kualitas bahan itu hingga Daeng mulai terlihat kesal.

    “Ok kalo begitu tunggu di sini akan saya kembalikan uang anda” Daeng berkata.

    Setelah itu dia pergi menuju rolling door yang terbuka dan menghilang dalam lorong. Tidak sampai satu menit Daeng telah masuk kembali kali ini bersama Tigor dan dua rekannya. Daeng segera menutup rolling door. Afni sangat terkejut dengan tindakan Daeng itu.

    “Mmmee mmmeengapa pintunya ditutup pak…..” Suara Afni seperti tersumbat dalam kerongkongan.

    “Tidak apa-apa karena saya akan mengembalikan uangmu tanpa ada orang lain yang melihat…..” Daeng menjawab.

    Afni sedikit lega mendengarnnya.

    “Tapi ada satu syarat yang harus kau penuhi….” Daeng kembali berkata

    “Apa itu…” Afni bertanya kepadanya.

    Daeng hanya tersenyum dan tidak menjawab. Matanya terus memperhatikan Afni terutama lekuk tubuhnya yang ramping itu tampak menarik baginya. Dengan menggunakan celana ukuran 3/4 itu semakin menunjukkan kemolekan tubuh Afni terutama sekali bagian bokongnya.

    Dadanya memang tidak terlalu besar. Mungkin hanya 34A atau B saja. Tetapi yang pasti postur tubuhnya memang menunjukkan kesintalannya yang tidak dapat dipungkiri dari bentuk lengannya yang saat itu menggunakan baju tanpa lengan.

    Afni yang diperhatikan begitu rupa merasa risih dengan tatapan itu.

    “Apa syaratnya pak….” Kembali Afni berkata.

    Daeng seketika buyar lamunan joroknya dan sedikit tergagap dia menjawab

    “ehh anu…..eh…..itu….” Daeng menjawab begitu rupa sehingga nampak bahwa saat itu dia telah dirasuki unsur birahi.

    “Aku ingin kau melayaniku………” Daeng berkata sedikit lebih tegas setelah berhasil menguasai dirinya kembali.

    “Apa…..bapak jangan kurang ajar ya…” Afni nampak tersinggung dengan perkataan Daeng.

    “Cepat berikan uang itu kepada saya…” Afni berkata dengan ketus berusaha menegarkan diri meskipun kini detak jantungnya mulai cepat.

    “Baiklah…Darto Cokro kalian tahu apa yang harus dilakukan” Daeng berujar

    “Beres boss” serentak Cokro dan Darto bergerak mendekati Afni dari belakang. Demikian juga lima orang pria lainnya mendekati Afni. Afni mulai kelihatan panik.

    “Aaapppaaa…aaapaaaa… mmaauuu kkkalaliiiiaannnn ssseeebeennnaarrrrnyaaa??” Suara Afni bergetar.

    “He he he…..kami hanya pengen merasakan itu….yang ada di balik celanamu….” Tiba-tiba Bingsar berkata seperti itu yang disambut dengan tertawa oleh yang lainnya. Kini rasa panik benar-benar melanda Afni

    “Tttttiiddaaakkkkkkk…….aaaakuuuuuuu…tttiiidaaakkk. .mmmaauuu” Suara Afni semakin serak pertanda dia mulai ketakutan.

    Dari arah belakang Darto tiba-tiba memeluk Afni. Secara refleks Afni meronta melepaskan diri

    “Bbbaaaaajjiiangaaannnn…llllepassssakaaann!!! !!!!”

    Ketika berhasil melepaskan diri dari dekapan Darto segera Afni membalikkan tubuhnya dan “Plakkkk!!!!!”. Afni mendaratkan tamparan ke pipi Darto. Darto sama sekali tidak menyangka akan mendapat tamparan itu yang membuatnya sedikit tertegun selama beberapa detik. Kemudian tangan kirinya mengelus pipinya yang mendapat tamparan dari Afni.

    “Binal juga cewek ini…..” Darto berkata.

    “Kalo binal pasti enak goyangannya…….” Tigor menimpali ucapan Darto.

    Bersambung…

    1 2 3
  • Keluarga Besar

    Keluarga Besar

    Cerita Sex Keluarga BesarCerita ini hanya fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada keinginan untuk melecehkan dan atau merendahakan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu yang terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

    Cerita Sex Keluarga Besar
    Cerita Sex Keluarga Besar

    Ngocoks Kedatangan Mama mengejutkanku. Karena tidak ada kabar sebelumnya. Setelah mencium tangan dan cipika cipiki, aku langsung bertanya, “Kenapa gak nelepon dulu kalau Mama mau datang?”

    “Memangnya gak seneng ya kalau sekali – sekali mama bikin kejutan sama anak mama?”
    “Bukan begitu. Aku kaget aja tau – tau Mama muncul. Naik apa tadi ke sini Mam?”
    “Pake kereta api. Dari stasiun ke sini pake taksi.”

    “Tapi Mama sehat – sehat aja kan?”
    “Sehat. Itu mama bawain balado teri medan dan sambel goreng kentang udang kesukaanmu.”
    “Hehehee… iya… terima kasih Mam. Tapi sebentar… Mama ke sini sama siapa?”

    “Sendirian aja.”
    “Kok gak sama Papa?”

    “Ah… papamu lagi main gila sama janda muda. Mana mau dia diajak ke sini. “Ohya, mama pengen nginap di kota ini, biar sekalian bisa jalan – jalan. Tapi mama gak mungkin bisa tidur di sini kan?”

    “Iya Mam. Peraturan ibu kos ketat sekali. Gak boleh ada orang luar ikut nginep di sini, meski orang tua sekali pun tidak boleh.”

    “Ya udah. Cariin hotel aja yang tidak jauh dari rumah kos ini.”
    “Memangnya Mama berani tidur sendirian di hotel?”
    “Takutlah. Kan ada kamu yang bisa nemenin mama selama mama di kota ini.”

    “Iya deh. Nanti aku temani. Tapi oleh – olehnya bawa ke hotel aja ya. Biar makan di sana aja.”
    “Boleh. Mmm… tiap kamar di rumah kos ini dihuni sama dua orang ya?”
    “Iya Mam. Teman sekamarku baru berangkat kuliah. Dia dapet kuliah sore sampai malam. Aku sih kuliah pagi tadi.”

    “Di rumah kos ini ada ceweknya juga?”

    “Gak ada Mam. Semuanya cowok. Ibu kos gak mau terima cewek, takut ada yang hamil gak jelas, katanya.”

    “Hihihiii… gitu ya. Ayolah sekarang kita cari hotel dulu.”

    “Iya, “aku mengangguk sambil mengganti pakaian di depan Mama. “Rencananya mau berapa hari di Jogja Mam?”

    “Maunya sih semingguan. Ingin jalan – jalan ke candi Prambanan dan Borobudur, ingin ke keraton. ke pantai Parangtritis dan sebagainya. Makanya cari hotel yang murah aja, biar bisa jalan – jalan sama kamu. Ohya… hari Senin kan tanggal merah. Kamu libur kan?”

    “Iya Mam. Jadi sekarang ini long weekend. Sabtu, Minggu dan Senin libur.”
    “Syukurlah. Mama ingin diantar jalan – jalan, mumpung lagi di Jogja.”

    “Iya Mam. Dari Selasa sampai Jumat, kuliahku pagi terus. Jadi Mama bisa istirahat dulu, siangnya aku pulang kuliah langsung ke hotel.”

    Beberapa saat kemudian, sebuah taksi membawa kami ke sebuah hotel yang sudah kusebutkan kepada sopir taksi. Hotel melati tiga, tapi fasilitasnya bagus. Ada AC dan air panasnya, karena Mama terbiasa mandi pakai air panas. Kamarnya juga bersih dan serba baru, karena hotelnya juga baru dibuka beberapa bulan yang lalu.

    Dan yang lebih penting lagi, hotel ini tidak terlalu jauh dari Malioboro. Jadi kalau Mama mau belanja ke Malioboro, bisa jalan kaki dari hotel juga.

    Setelah berada di dalam kamar hotel, aku langsung membuka oleh – oleh dari Mama. Ternyata ada nasi timbelnya juga (nasi yang digulung dengan daun pisang).

    “Ayo makan dulu Mam,” ajakku.

    “Makanlah. Mama masih kenyang, tadi makan nasi goreng di dalam kereta api,” sahut Mama, “Nanti kita jalan – jalan ke Malioboro ya.”

    “Iya Mam,” ucapku yang sudah mulai makan oleh – oleh Mama.

    Mama mengeluarkan handuk, sabun, shampoo, odol dan sikat gigi dari dalam tas pakaiannya. “Mama mau mandi dulu ah, “katanya.

    “Kalau sudah ada rencana mau tidur di hotel, ngapain bawa handuk dan sabun segala? Kan hotel – hotel selalu menyediakan peralatan mandi Mam,” kataku.

    “Ah, mama mah suka risih pakai handuk hotel. Takut pernah dipakai oleh orang yang punya penyakit menular.”

    “Kan selalu dicuci bersih sebelum diberikan pada tamu yang baru cek in seperti kita ini Mam.”

    “Tetep aja risih. Siapa tau ada bakteri atau virus yang tidak mati di mesin cuci,” sahut Mama yang lalu masuk ke dalam kamar mandi.

    Aku pun melanjutkan makan sampai kenyang. Kemudian cuci tangan di washtafel.

    “Booon… !” terdengar suara Mama memanggilku dari kamar mandi.
    “Ya Mam?” aku menghampiri pintu kamar mandi.

    “Tolong ambilin celana corduroy biru tua, baju kaus hitam dan celana dalam dari tas pakaian mama Bon… !”

    “Iya Mam,” sahutku sambil bergegas membuka tas pakaian Mama. Untuk mengeluarkan celana corduroy berwarna biru tua, baju kaus berwarna hitam dan celana dalam putih. Kemudian aku melangkah ke pintu kamar mandi sambil menjinjing pakaian Mama itu.

    “Ini Mam !” seruku di depan pintu kamar mandi.
    “Buka aja pintunya, gak dikunci kok,” sahut Mama.

    Kubuka pintu kamar mandi lalu masuk ke dalamnya.

    Dan… aaah… Mama sedang telanjang bulat dengan badan masih berbusa sabun…!

    Biasanya kalau melihat Mama telanjang, aku suka memalingkan muka, karena jengah. Tapi kali ini aku malah terpaku sambil mengamati keindahan tubuh Mama itu. Tubuh yang tinggi langsing, namun dengan toket dan bokong yang besar.

    Kemudian Mama membilas busa sabun di tubuhnya dengan pancaran air shower yang mengepulkan uap, karena airnya panas. Sementara aku malah berdiri terus sambil memperhatikan keindahan tubuh Mama yang… gila… kenapa batinku jadi berdesir – desir aneh begini?

    Setelah tubuh Mama bersih dari busa sabun, tampak jelas… kemaluan Mama yang berjembut tipis itu… sehingga bentuknya tetap jelas kelihatan.

    Lalu… kenapa pula kontolku mendadak ngaceng begini? Apakah aku mendadak jadi anak yang bejat, yang membayangkan “sesuatu” terhadap ibu kandungku sendiri?

    Tapi ketika Mama tampak menyadari kehadiranku yang masih memegang pakaian bersihnya ini, aku pun memalingkan muka sambil mengangsurkan pakaian Mama. Tapi Mama malah menghanduki badannya, sementara tanganku masih menggenggam pakaiannya.

    Kemudian Mama mengambil pakaiannya dari tanganku.

    Aku pun keluar dari kamar mandi. Tanpa kata – kata lagi.

    Tapi batinku berkecamuk. Berkemelut yang sulit meredakannya.

    Aku berusaha menenangkan diri dengan keluar dari kamar. Dan duduk di kursi depan kamar, sambil memandang pohon sawo yang tampak sudah berbuah tapi masih kecil – kecil itu. Namun batinku tetap dikuasai oleh sesuatu yang sangat merangsang di kamar mandi tadi.

    Yang membuatku jadi resah. Berdiri lagi. Jalan – jalan ke depan hotel, balik lagi ke kamar dan merebahkan diri di atas satu – satunya ranjang dalam kamar ini. Sementara Mama sedang menyisir di depan cermin meja rias.

    “Kamu ngantuk Bon?” tanya Mama tanpa beranjak dari depan meja rias sederhana itu.

    “Iya Mam. Dibius sama nasi tadi.”

    “Makanya kalau makan jangan sampai terlalu kenyang. Ya udah… ke Malioboronya nanti malam aja ya.”

    “Iya Mam,” sahutku sambil pura – pura terpejam. Padahal aku sedang memperhatikan Mama secara diam – diam. Bahwa Mama melepaskan kembali celana corduroy biru tua dan baju kaus hitamnya. Bahkan behanya pun dilepaskan. Kemudian Mama mengeluarkan kimono berwarna orange dari dalam tas pakaiannya.

    Dikenakannya kimono orange itu. Kemudian Mama naik ke atas bed, sambil memeluk bantal guling, membelakangiku.

    “Peluk mama Bon. Dulu waktu masih kecil kamu kan seneng banget melukin mama,” kata Mama.

    Memang benar kata Mama. Waktu masih kecil, aku senang sekali memeluk Mama sambil memainkan payudaranya yang montok itu. Tapi sejak lulus SMP, aku tak pernah diajak tidur bareng Mama lagi.

    Dan kini aku sudah dewasa. Sudah menyelesaikan kuliah, bahkan sedang menyiapkan skripsi.
    Maka jelaslah aku merasa jengah kalau harus memainkan payudara Mama lagi. Tapi aku tetap memeluk mama dari belakang, seperti yang Mama inginkan.

    “Mam… Papa itu main perempuan mana lagi?” tanyaku sambil mendekap pinggang Mama.
    “Sama janda muda yang sekantor dengannya.”
    “Papa gak ada bosannya ya nyakitin Mama.”

    “Biarin aja Bon,” sahut Mama sambil menggulingkan badannya jadi berhadapan denganku, “Mama malah akan membalas dendam sama Papa dengan cara mama sendiri.”

    “Asal jangan pakai kekerasan aja Mam.”
    “Nggak. Mama mau selingkuh aja. Tapi gak mau selingkuh sama orang luar.”
    “Lalu mau selingkuh sama siapa Mam?”
    “Sama kamu. Mau nggak kita kompak untuk membalas perbuatan Papa?”
    “Maksudnya dengan cara gimana?”

    Tiba – tiba Mama membisiki telingaku, “Masa sudah hampir sarjana gak ngerti maksud mama?”

    “Hmm… samar – samar Mam. Mau selingkuh denganku maksudnya… mau begituan sama aku gitu?”

    “Iya. Mama pengen dientot sama kamu.”

    Laksana mendengar ledakan petir di siang bolong, aku ternganga sambil memperhatikan senyum dan tatapan mata Mama yang lain dari biasanya.

    “Ayo jangan munafik kamu. Mau nggak berselingkuh sama mama?” tanya Mama sambil menarik ritsleting celana jeansku, lalu menyelinapkan tangannya ke balik celana dalamku. Dan menggenggam kontolku yang memang sudah ngaceng sejak disuruh memeluk Mama tadi.

    “Bona…! Sejak kapan kontolmu jadi gede dan panjang begini Bon?” seru Mama seperti kaget.

    “Sejak aku dewasa aja Mam. Mama kan suka mandiin aku waktu masih kecil. Setelah aku di SMP, Mama gak pernah mandiin aku lagi.”

    “Mmm… kontolmu mantap Bon…!” ucap Mama setengah berbisik, sambil meremas kontolku dengan lembut.

    “Hehehee… Mama serius mau dientot sama aku?” tanyaku sambil menurunkan celana jeans sekaligus celana dalamku, sampai terlepas dari sepasasng kakiku.

    “Iya. Mama ingin mengobati sakit hati dengan cara mama sendiri. Kamu mau kan?”

    “Mau… tapi kalau Mama hamil nanti gimana?”

    “Aaaah… itu sih pikirin nanti aja. Jangan dipikirin sekarang,” ucap Mama sambil menanggalkan kimononya, sehingga tinggal celana dalam saja yang masih melekat di badannya. Karena tadi, sebelum mengenakan kimono orange itu Mama sudah menanggalkan behanya.

    “Ini beneran Mam?”

    “Iyalah. Sejak berangkat dari rumah tadi, mama sudah merencanaklan ini semua. Lagian kontolmu juga udah ngaceng begitu, berarti kamu juga nafsu melihat mama telanjang di kamar mandi tadi kan?”

    “Iya mam. Jujur aja, tadi waktu melihat Mama telanjang di kamar mandi, gak sari – sarinya kontolku jadi ngaceng.”

    “Berarti kita sama – sama kepengen kan?” cetus Mama sambil mendekatkan wajahnya ke kontolku. Lalu menciumi moncongnya.

    Aku bukan lagi lelaki yang masih ingusan dalam soal sex. Masa laluku yang sangat dirahasiakan itu, telah membuatku trampil dalam hal memuasi perempuan. Namun aku masih bersikap pasif dahulu, karena semuanya ini masih membuatku shock. Betapa tidak shock.

    Mama adalah ibuku. Nyaris tak dapat dipercaya bahwa Mama ingin dientot olehku, sebagai wujud dari pembalasan terhadap perselingkuhan Papa.

    Tapi seperti kata Mama barusan, aku tak boleh munafik. Bukankah aku sangat terangsang waktu melihat Mama telanjang bulat di kamar mandi tadi, sehingga kontolku jadi ngaceng?

    Dan kini, Mama bukan cuma menciumi moncong kontolku. Mama juga menjilatinya, bahkan lalu mengulum kontolku dengan binalnya. Maka tanpa keraguan lagi kubalas peruatan Mama itu dengan mempermainkan pentil toketnya.

    Tapi semuanya itu kulakukan sambil memejamkan mataku. Karena kalau bertemu pandang dengan Mama, ada perasaan bersalah di dalam hatiku. Itulah sebabnya aku memejamkan mataku sambil meremas toket Mama dan mengemut pentilnya sambil memejamkan mataku. Sambil membayangkan sedang meremas dan mengemut toket dosenku yang seksi itu.

    Namun ketika aku masih memejamkan mata, tangan kananku ditarik oleh Mama, lalu diletakkan di permukaan sesuatu yang berambut tipis dan ada celahnya… yang aku yakin bahwa yang kusentuh ini adalah memek Mama…!

    Setelah menyentuh sesuatu yang membangkitkan tanda tanya dan nafsu ini, kubuka mataku. Ternyata Mama sudah menanggalkan celana dalamnya. Dan yang sedang kujamah ini adalah memeknya…!

    Sementara Mama pun sudah menelentang sambil tersenyum manis padaku.

    “Ayo mau diapain memek mama ini Sayang?” tanyanya sambil mengelus – elus rambutku.

    “Ma… mau dijilatin seperti dalam film bokep Mam. Boleh?” aku menatap Mama dengan perasaan masih ragu.

    “Boleh,” sahut Mama, “jilatinlah sepuasmu. Anggap aja mama ini orang lain. Bukan ibumu. Ayo… jilatinlah memek mama. “Mama merenggangkan kedua belah paha putih mulusnya sambil tersenyum yang sangat lain dari biasanya.

    Kubulatkan hatiku, lalu tengkurap di antara kedua belah paha Mama, dengan wajah berada di atas kemaluan Mama yang jembutnya sangat tipis dan halus itu.

    Nafsu birahi sudah semakin menguasai diriku. Sehingga tanpa keraguan lagi kungangakan mulut memek Mama, sehingga bagian yang berwarna pink itu tampak jelas di mataku. Hmmm… betapa menggiurkannya bagian yang berwarna pink itu.

    Maka kujilati bagian yang berwarna pink itu dengan lahap. Membuat Mama mulai menggeliat sambil membelai rambutku yang berada di bawah perutnya.

    Begitu lahapnya aku menjilati bagian yang berwarna pink di tempik Mama itu. Sehingga Mama semakin menggeliat – geliat sambil berdesah – desah.

    “Booon… ooooohhhhh Boooon… kamu sudah pandai gini jilatin memek yaaaa… lanjutkan jilatin Booon… itilnya juga jilatin… ini nih itilnyaaaaa… “Mama menunjuk ke bagian yang nyempil sebesar kacang kedelai itu.

    Kuikuti keinginan Mama. Kujilati itilnya yang sebesar kacang kedelai itu. Bahkan kusertai dengan isapan – isapan, membuat Mama mulai klepek – klepek.

    Bahkan pada suatu saat Mama berkata terengah, “Cu… cukup Bona…! Ma… masukin aja kontolmu Sayaaaang… !”

    Tanpa membantah, kuangsurkan moncong kontolku ke mulut memek Mama.

    Mama pun membantu dengan memegangi leher kontolku. Mungkin agar arahnya tepat sasaran. “Iiiih… gedenya kontolmu ini Bon. Gak nyangka kontol anak kesayangan mama sudah sepanjang dan segede ini.”

    “Umurku sekarang kan sudah duapuluhtiga tahun Mam.”

    “Iya. Tapi kontol papamu aja gak segede dan sepanjang ini Sayang. Ayo dorong… !”

    Tanpa mikir lagi kudesakkan kontolku sekuatnya. Dan… langsung melesak masuk ke dalam liang memek Mama.

    Mama seperti menahan nafasnya. Lalu berkata, “Terasa sekali bedanya kontolmu dengan punya papamu. Kontolmu jauh lebih gede… pasti jauh lebih enak daripada punya papamu. Ayo entotin Bon.”

    Tanpa membantah, aku mulai mengayum kontolku, bermaju mundur di delam liang memek Mama.

    “Mam… uuuugggghhhh… Maaaam… ternyata memek Mama enak sekali Maaaaam…” ucapku tanpa memperlambat gerakan entotanku.

    Mama memeluk leherku, lalu merapatkan pipinya ke pipiku sambil berkata terengah, “Kon… kontolmu juga… enak sekali Sayaaaang… gak nyangka… kita bakal beginian ya…”

    “Iii… iyaaaa… yang penting Mama jangan sakit hati lagi sama Papa…”

    Pergesekan kontolku dengan dinding liang memek Mama memang luar biasa nikmatnya. Membuat nafasku jadi berdengus – dengus, diiringi oleh rintihan dan rengekan manja mama yang terdengar sangat erotis di telingaku, “Booonaaaa… aaaaaaahhhh… Booon… aaaaaah… aaaaaaa… aaaaah… entot terus Booon…

    Ini luar biasa enaknya Bonaaaa… aaaaa… aaaaah… entoooottt teruussss… entooottttttttt… jangan brenti – brenti… entoooooooottttttt… entoooooottttttt… entooooot Sayaaang… entoooooooootttttttt… aaaaaa… aaaaaah… sambil remes tetek mama Booon… iyaaaa… remes terussss…

    Aku semakin bergairah untuk melanjutkan persetubuhan dengan Mama ini. Bahkan ketika mulut Mama ternganga – nganga, kupagut bibir yang sedang ternganga itu. Dan ternyata mama menyambut dengan lumatan binal.

    Dekapan Mama di pinggangku pun berubah jadi remasan -remasan di bokongku. Maka aku pun semakin bersemangat untuk menjilati leher mama yang sudah mulai keringatan. Membuat Mama terpejam – pejam dan menahan – nahan nafas.

    Tapi aku masih sempat berbisik di dekat telinga mama, “Nanti kalau aku mau ngecrot, lepasin di mana Mam?”

    “Di… di dalam… me… memek mama aja… Sayang. Emangnya ka… kamu udah mau ngecrot?”

    “Be… belum Mam. Cuma nanya aja.”

    Persetubuhan ini semakin bergairah ketika Mama mulai menggoyang pinggulnya… meliuk – liuk dan menghempas – hempas ke kasur. Sehingga kontolku serasa dibesot – besot oleh dinding liang memek Mama yang terasa hangat dan licin ini.

    Namun tiba – tiba Mama tampak seperti panik, “Bona… Bona! Mama mau lepas… mau lepas… barengin Bon… biar nikmat… mau lepas Bon… mau lepassss… ayo barengin… barengin…”

    Aku jadi ikutan panik. Maka kupercepat entotanku dan berusaha ngecrot bareng seperti yang mama inginkan.

    Dan akhirnya kutancapkan kontolku di dalam liang memek Mama, tanpa menggerakkannya lagi. Pada saat itu pula Mama tampak mengejang sambil meremas – remas rambutku, sambil menahan nafasnya dengan mata terpejam erat – erat.

    Pada saat itu pula aku sedang melotot sambil merasakan berlompatannya air mani dari moncong kontolku. Crooooootttttt… crooooottttt… crottt… crooottt… crooooooooottttttttt… crot… crooootttt!

    Aku terkapar di atas perut Mama. Lalu terkulai lunglai dengan tubuh bermandikan keringat. Seperti Mama juga, yang wajah dan lehernya dibanjiri keringat.

    Ketika membuka matanya, Mama tersenyum sambil mencubit pipiku, “Kamu sangat memuaskan Sayaaang… emwuaaaah… emwuaaaaah… !“Mama menciumi sepasang pipiku. Lalu mendorong dadaku, mungkin agar kontolku dicabut dari dalam memeknya.

    Aku lakukan itu. Mencabut kontolku yang sudah lemas ini dari liang memek Mama.

    Namun setelah mencabut kontol, aku tengkurap lagi di antara sepasang paha Mama yang masih renggang jaraknya.

    Dengan serius kuperhatikan bentuk memek Mama yang baru mengalami orgasme itu. Memang benar kata para pakar seks, bahwa memek yang baru mengalami orgasme akan membuka seperti bunga yang baru mekar. Bahkan labia minoranya pun tampak seperti jengger, mengembang dan menghitam. Tapi bagian dalamnya yang berwarna pink itu justru semakin indah dipandang mata.

    “Mau diapain lagi memek mama Sayang?” tanya mama sambil duduk dan membelai rambutku.

    “Seneng ngeliat memek Mama yang baru orgasme. Jadi seperti bunga mekar,” sahutku.

    “Masa sih?! Sebentar… mama mau ke kamar mandi dulu. Pengen kencing.”

    Mama turun dari bed dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Aku pun bergegas mengikuti Mama, lalu memperhatikan Mama yang sedang duduk di kloset. “Mau ngapain lagi Sayang?”

    “Pengen merhatiin seperti apa bentuk memek yang sedang kencing Mam.”

    “Hihihiii… kamu ada – ada aja. Iya deh… liatin nih, seperti apa memek mama kalau sedang kencing…” ucapku sambil berjongkok di dekat kloset, dengan pandangan terpusat ke memek Mama.

    Mama tersenyum dan duduk di klosetnya agak mundur, agar aku bisa menyaksikan seperti apa bentuk memek yang sedang kencing itu. Ngocoks.com

    Ssssrrrr… air kencing terpancar dari liang kecil di bagian memek yang berwarna pink itu. Aku tercengang menyaksikannya. “Waktu aku lahir, keluarnya dari lubang yang berbeda dengan lubang kencing ya Mam,” kataku.

    “Ya beda lah. Kamu dikeluarkan dari lubang yang dientot sama kamu tadi,” sahut Mama sambil menyemprotkan air shower untuk menceboki memeknya.

    “Kapan – kapan kalau Mama kencing, aku pengen nyebokin Mama ah…” ucapku sambil berdiri kembali.

    “Iya Sayang. Mmm… perutmu masih kenyang kan?”

    “Iya, masih kenyang. Emangnya kenapa?”

    “Mama sudah kangen sama gudeg Jogja.”

    “Ya ayo kuanter. Dekat hotel ini ada warung gudeg yang murah tapi enak. Di Jogja sih jangan asal – asalan beli gudeg di tempat yang ramai sama turis. Salah – salah bisa ditekuk harganya. Mending kalau enak gudegnya. Yang jualan bukan orang Jogja kok.”

    “Iya. Ntar mama mau bersih – bersih dulu. Badan mama penuh keringat nih. Lengket – lengket.”

    Aku pun kencing dulu di kloset bekas Mama kencing tadi. Kemudian keluar dari kamar mandi. Mengenakan pakaian kembali. Dan duduk di satu – satunya sofa dalam kamar ini.

    Sekilas bayangan masa laluku menggelayuti terawanganku. Tentang segala yang pernah terjadi ketika Papa dan Mama masih tinggal di Sleman. Karena pada saat itu Papa masih bekerja di Jogja.

    Tapi setelah Papa dimutasikan ke Jabar, semuanya pindah ke Jabar. Hanya aku yang tetap tinggal di Jogja. Di rumah kos milik Bu Artini itu, karena rumah dinas Papa dihuni oleh keluarga lain setelah Papa dipindahkan ke Jabar.

    Tentu saja aku takkan dapat melupakan semuanya itu. Berawal dari dalam rumah kami sendiri. Bahwa aku merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. Ketiga kakakku perempuan semua. Sebut saja Mbak Weni yang tertua, Mbak Rina yang kedua, Mbak Lidya yang ketiga dan aku bernama Bona (disamarkan semua) yang keempat alias anak bungsu.

    Beda usia kami hanya setahun – setahun. Lucu ya? Mbak Weni 21 tahun, Mbak Rina 20 tahun, Mbak Lidya 19 tahun dan aku 18 tahun.

    Menurut penuturan Mama, sengaja Papa dan Mama “bikin anak” setahun sekali, lalu distop (masuk KB) setelah anaknya 4 orang. Jadi capeknya sekaligus pada waktu kami masih kecil – kecil. Setelah “target”nya terpenuhi (punya anak empat orang), Mama tidak perlu hamil lagi. Cukup dengan mengasuh kami berempat yang perbedaan usianya dekat – dekat ini.

    Ketiga kakakku terasa sangat menyangiku sebagai satu – satunya saudara mereka yang cowok. Begitu juga Papa dan Mama selalu memanjakanku. Apa pun yang kuminta, selalu dikasih. Tapi tentu saja permintaanku bukan yang mahal – mahal. Paling juga minta dibeliin sepatu olahraga, minta dibeliin bat pingpong dan bola basket.

    Aku dan kakak – kakakku pada kuliah semua, sesuai dengan indoktrinasi dari Papa, bahwa harta itu ada habisnya. Tapi ilmu takkan habis – habis sampai kapan pun.

    Aku sendiri kuliah di fakultas pertanian. Karena sejak masih di SMA, aku ingin sekali jadi insinyur pertanian.

    Baik Papa mau pun Mama tidak menghalang – halangi pilihanku. Karena semua fakultas itu baik, kata mereka. Begitu pula kakak – kakakku ikut mendukung saja pada pilihanku untuk kuliah di fakultas pertanian.

    Di antara kakak – kakakku, Mbak Weni yang paling baik padaku. Dia sering nraktir makan baso, martabak manis, pizza dan sebagainya. Dia memang selalu banyak duit. Tapi aku tidak tahu darimana dia selalu punya duit banyak begitu. Mungkin dari pacarnya atau entah dari mana. Tapi setahuku Mbak Weni tidak punya pacar.

    Tapi biarlah, itu urusan pribadinya yang tak perlu kucampuri. Yang jelas aku merasa Mbak Weni selalu mendukungku dalam hal apa pun. Misalnya pada waktu aku sedang mengikuti pertandingan olah raga, baik pertandingan bola basket mau pun tenis meja, Mbak Weni selalu berusaha membawa teman – temannya untuk menjadi suporterku.

    Mbak Weni juga selalu membelaku kalau sedang berdebat dengan Mbak Rina mau pun Mbak Lidya.

    Tapi sebenarnya aku tak pernah bertengkar dengan ketiga kakakku. Paling hanya berdebat sedikit, lalu ketawa – ketiwi lagi.

    Hari demi hari pun berputar terus tanpa terasa.

    Sampai pada suatu hari. Papa dan Mama terbang ke Palembang untuk menghadiri pesta pernikahan saudara sepupuku. Ngocoks.com

    Mbak Rina pun dibawa, karena dia senang merias pengantin. Maklum Mbak Rina bercita – cita ingin memiliki salon yang besar dan punya cabang di beberapa kota.

    Sementara itu

    Mbak Lidya sedang study tour ke Jawa Timur, sehingga di rumah hanya ada aku, Mbak Weni dan pembantu yang tiap pagi datang, lalu pulang setelah sore.

    Aku bahkan diingatkan oleh Papa, agar jangan meninggalkan rumah kalau tidak ada urusan yang penting. Supaya di rumah kami tetap ada cowoknya.

    Namun pada saat inilah mulai terjadinya kisah yang takkan kulupakan di seumur hidupku. Awalnya Mbak Weni berkata padaku, “Bona… rumah ini jadi terasa sepi dan agak menakutkan. Nanti malam tidur di kamarku aja ya.”

    “Iya Mbak,” sahutku yang selalu menurut kepada kakak sulungku itu. Karena dia juga selalu berbaik hati padaku.

    Setelah mandi sore, aku diajak makan bersama Mbak Weni. Pada saat itu Mbak Atiek, pembantu kami, sudah pulang. Sehingga kami bebas mau ngomong apa saja.

    Pada waktu makan sore itulah Mbak Weni menanyakan sesuatu yang tidak biasa ditanyakannya.

    “Bona… kamu udah punya pacar belum?” tanyanya.
    “Belum,” sahutku, “Mbak sendiri udah punya?”

    “Dulu waktu masih di SMA sih punya. Sekarang sie gak punya. Pacaran itu buang – buang waktu doang. Teman dekat sih banyak. Tapi gak mau pacaran dulu. Nanti kalau udah sarjana, langsung nyari calon suami aja. Jangan cuma pacaran mulu.”

    “Aku juga gitu Mbak. Otak mendingan dipake buat kuliah. Pacaran sih nanti aja kalau udah punya kerja. Pacaran kan butuh biaya juga. Buat traktir makan – makan lah, buat nonton bioskop lah.”

    Mbak Weni mengangguk – angguk sambil tersenyum.

    Ketika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, seperti biasa kalau sudah mau tidur, kukenakan celana training dan baju kaus oblong. Lalu masuk ke dalam kamar Mbak Weni.

    Kulihat Mbak Weni sedang asyik dengan hapenya. Entah sedang WA sama siapa. Yang jelas dia sering tersenyum sendiri sambil memandang layar hapenya.

    Aku pun langsung naik ke atas bednya yang selalu harum parfum mahal. Ini salah satu yang kusukai pada kakak sulungku itu. Kamarnya selalu harum, apalagi tempat tidurnya ini.

    Tak lama kemudian Mbak Weni pun mematikan hapenya, lalu men-charge-nya.

    Pada saat itu Mbak Weni juga sudah mengenakan dasternya yang berwarna pink polos. Setelah mematikan lampu terang dan menyalakan lampu tidur berwarna biru, dia naik juga ke atas tempat tidurnya.

    “Yong… kamu udah pernah ngerasain begituan sama cewek?” tanyanya.
    “Haa? Belum lah.”
    “Masa sih?!”

    “Sumpah, aku belum pernah begituan. Emangnya kenapa?”
    “Megang memek cewek sih pernah kan?”
    “Belum juga Mbak. Jangankan megang memek. Megang toket juga belum pernah.”

    “Kasian… udah jadi mahasiswa belum pernah ngapa – ngapain. Padahal kamu ini ganteng lho. Tapi kamu gak pernah memanfaatkan kegantenganmu ini ya?”

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7
  • Karyawan Indomaret (Pingsan)

    Karyawan Indomaret (Pingsan)

    Cerita Sex Karyawan Indomaret (Pingsan) – Hanifah yang masih berumur 21 tahun tidak menyadari bahaya nya bekerja sebagai kasir di sebuah toko serba ada (Indomaret) yang beroperasi 24 jam di Bandung. Tapi karena semangat dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak mempedulikan nasehat orang tuanya yang merasa kuatir melihat putriya sering mendapat giliran jaga di malam hari hingga pagi hari.

    Hanifah lebih suka bekerja pada shift di jam tersebut, Karena dari saat tengah malam sampai pagi biasanya jarang sekali ada pembeli, sehingga Hanifah bisa belajar untuk materi kuliahnya siang nanti. Sampai akhirnya pada suatu malam terjadilah pemerkosaan itu.

    Hanifah mendapati dirinya ditodong oleh sepucuk pistol tepat di depan matanya. Yang berambut Gondrong (sebut saja Budi) , dan yang satu lagi tubuhnya Kurus (sebut saja si Rudi ). Mereka berdua, menerobos masuk membuat Hanifah yang sedang berkonsentrasi pada bukunya terkejut.

    “Keluarin uangnya cepet !” perintah si Budi, sementara si Rudi memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Hanifah gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali.

    Cerita Sex Karyawan Indomaret (Pingsan)
    Cerita Sex Karyawan Indomaret (Pingsan)

    Ngocoks Setelah beberapa saat Hanifah berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Budi, Hanifah tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut.

    Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi. Setelah si Budi merampas uang itu, Hanifah langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.

    “Masa cuma segini?!” bentak si Budi.

    “Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Hanifah masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Hanifah mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya.

    “Cepat!!!” bentak si Rudi,

    Hanifah merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Hanifah berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Hanifah yang ketakutan, mereka berdua percaya.

    “Brengsek!!!! Nggak sebanding sama resikonya! Ayo…Iket dia, biar dia nggak bisa panggil polisi!!!” Hanifah di dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Hanifah juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Rudi kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Hanifah.

    “Beres! Ayo cabut!”

    “Tunggu! Tunggu dulu rud! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.

    “Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.

    “Aku pengen liat bentar aja!”.

    Mata Hanifah terbelalak ketika si Budi mendekat dan menarik t-shirt merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH-nya terlihat. Payudara Hanifah yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Hanifah meronta-ronta dalam ikatannya.

    “Wow, oke banget!” si Budi berseru kagum.

    “Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Rudi, tidak begitu tertarik pada Hanifah karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.

    Tapi si Budi tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Hanifah lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Hanifah. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Hanifah ditariknya, tubuh Hanifah ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Hanifah terputus dan sekarang payudara Hanifah bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.

    “Jangan!” teriak Hanifah. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Hanifah mulut si Budi menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Hanifah menjerit ketika si Budi mengigit puting susunya.

    “diam! Jangan berisik!” si Budi menampar Hanifah, hingga berkunang-kunang. Hanifah hanya bisa menangis.

    “Aku bilang diam!”, Sambil berkata itu si Budi menampar buah dada Hanifah, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Hanifah.

    Kemudian si Budi bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Hanifah terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Budi terus memukuli buah dada Hanifah sampai akhirnya bulatan buah dada Hanifah berwarna merah.

    “Ayo, cepetan !”, si Rudi menarik tangan si Budi.

    “Kita musti cepet minggat dari sini!” Hanifah bersyukur ketika melihat si Budi diseret keluar ruangan oleh si Rudi.

    Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Hanifah bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Hanifah berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.

    “Hey, Brooo! Tokonya kosong!”.

    “Masa, cepetan ambil permen!”.

    “Goblok Banget lo, cepetan ambil bir tolol!”.

    Tubuh Hanifah menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Hanifah mengeluarkan suara minta tolong.

    “ssssstt! Lo denger nggak?!”.

    “Cepetan kembaliin semua!”.

    “Ayooo….lari, lari! Kita ketauan!”.

    Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Hanifah, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.

    “Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.

    “Hei, liat nih! Ada kejutan!”

    Hanifah berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi.

    Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima!

    Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Hanifah, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka.

    “Gila! Cewek nih!”.

    “Dia telanjang!”.

    “Tu liat susunya! susu!”.

    “Mana, mana Aku pengen liat!”.

    “Aku pengen pegang!”.

    “Pasti alus tuh!”.

    “Bawahnya kayak apa yaaa?!”.

    Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Hanifah yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Hanifah, tangan-tangan meraih tubuh Hanifah.

    Hanifah tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Hanifah.

    “Ayooo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka kemudian melepaskan ikatan pada kaki Hanifah, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Hanifah.

    Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Hanifah keluar menuju bagian depan toko. Hanifah meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing jeansnya.

    Mereka menarik-narik celana jeans Hanifah sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Hanifah terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai.

    Sebelum Hanifah sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Hanifah merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Hanifah melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!

    “Hei….Bangun! Bangun!” ia berteriak. Hanifah berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Hanifah.

    “Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Hanifah berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Hanifah berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri.

    Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!” Langsung saja Hanifah mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya.

    Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Hanifah hingga berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Hanifah kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Hanifah sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja.

    Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Hanifah dan mengikatkan kaki-kaki Hanifah ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Hanifah berbaring telentang, telanjang bulat dengan tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.

    “Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Hanifah terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Hanifah dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.

    “Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Hanifah. Hanifah melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk.

    Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Hanifah, membuat Hanifah sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester di mulut Hanifah ditariknya hingga lepas. Hanifah berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya.

    Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Hanifah. Pandangan Hanifah langsung berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba saja mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit sekali.

    Semprotan demi semprotan masuk ke mulut Hanifah, tanpa bisa dimuntahkan lagi oleh Hanifah. Ia terus menelan cairan tadi agar bisa terus bernafas. Tiba-tiba saja Berandal yang duduk di atas dada Hanifah turun, lalu berandal memasukkan penisnya ke vagina Hanifah dan mendorong Hanifah di pinggir meja lalu menggenjot memek Hanifah Dengan tempo makin cepat.

    Ia juga memukuli perut Hanifah, membuat Hanifah mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Hanifah sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks.

    Tangannya langsung meremas dan menarik buah dada Hanifah ketika tubuhnya bergetar dan sperma tiba-tiba menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Hanifah. Sedangkan berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi,

    Dan ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Hanifah.

    Beberapa saat berlalu dan Hanifah tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya.

    Hanifah meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Hanifah berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi nih.

    “Wah, wah, waaaaah!!!” terdengar suara laki-laki yang berdiri di pintu depan. Hanifah sangat terkejut dan berusaha menutupi buah dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.

    “Tolong saya!” ratap Hanifah.

    “Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa Pak! Tolong saya Pak, cepat panggilkan polisi!”

    “Nama lu Hanifah kan?” tanya laki-laki tadi.

    “Ba…bagaimana bapak tahu nama saya?” Hanifah bingung dan takut.

    “Aku Tomy. Orang yang dulunya kerja di toko ini sebelum kau rebut!”.

    “Tapi saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahunya dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolonglah saya pak!”.

    “Gara-gara kamu ngelamar ke sini Aku jadi dipecat! Aku nggak heran kamu diterima kalo liat bodi mu”.

    Hanifah kembali merasa ketakutan saat melihat Tomy, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Hanifah kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam.

    Ia menyambar tangan Hanifah dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Hanifah betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Hanifah kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.

    “Lepaskannnn!! Sakittt!! adhh!! Saya tidak memecat kamu!!!! Tapi kenapa saya diikat ?!!”

    “Sebenarnya Aku tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya Aku udah keduluan. Jadi baiknya Aku rusak aja deh nih toko”.

    Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Hanifah sehingga sekarang Hanifah duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Dan diikatnya lagi dengan plester.

    Dan Tomy mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Lalu Tomy juga menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Hanifah. Es krim beterbangan dilempar oleh Tomy. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Hanifah, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya.

    Di depan, Es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina Hanifah. Rasa dingin langsung menempel di buah dada Hanifah, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Tomy selesai, tubuh Hanifah bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh.

    “Kamu keliatannya kedinginan!” ejek si Tomy sambil menyentil puting susu Hanifah yang mengeras kaku.

    “Aku harus ngasihh kamu sesuatu yang anget.”

    Tomy kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Hanifah melihat Tomy mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap.

    “Jaaaangaann!” Hanifah berteriak ketika Tomy membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga.

    Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan. Vagina Hanifah sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Hanifah menangis karena kesakitan akibat uap panas dari sosis tersebut.

    “Keliatannya nikmat Nih….Ha..Ha…!” Tomy tertawa.

    “Tapi Aku lebih suka bermain dengan mustard!” Kemudian Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu.

    Cairan mustard langsung keluar menyemprot ke vagina Hanifah. Hanifah menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak terbayangkan olehnya.

    Sambil tertawa Tomy melanjutkan usahanya dengan menghancurkan isi toko itu. Hanifah berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya sangat tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Hanifah bergerak lunglai jatuh.

    “Hei!! Kamu kalo kerja jangan tidur!” bentak Tomy sambil menampar pipi Hanifah.

    Kamu tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”

    Hanifahpun meronta ketakutan melihat Tomy yang memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya sangat keras sekali. Tomy segera mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Hanifah, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Hanifah.

    Hanifah menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Tomy juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Hanifah bercucuran di pipi.

    Kemudian Tomy mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, lalu mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Tomy hingga membuka keluar, Hanifah merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.

    “Nah…..,Hmmm… udah jadi. sekarang pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong.

    Jadi Aku sekarang pergi dulu, terus nanti Aku pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”

    “Jaaaaaangan! saya mohoon! Jangan! jangan! jangan! ampun!

    Tomypun tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Hanifahpun menangis ketakutan, Dan puting susunya sudah hampir rata, dijepit.

    Ia terlihat meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Hanifah berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Beberapa saat kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Hanifah melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta.

    Gelandangan itu melihat tubuh Hanifah, telanjang dengan buah dada mengacung. Segera saja Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Si Gelandangan langsung meraih pegangan pintu dan mulai menariknya.

    Hanifah langsung menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya.

    Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Hanifah menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan. Tapi Hanifah tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir.

    Dan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang.

    Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Hanifah merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang.

    Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Hanifah menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.

    “Ja…Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”

    “Habisnya pantat Mbak kan belom diituin.” gelandangan itu berkata tidak jelas.

    “Jangaaaaan!” Hanifah meronta, ketika penis si gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya.

    Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anusnya Hanifah. Lalu ia langsung berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Hanifah.

    Hanifah menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Hanifah tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Hanifah bisa membesar.

    Setelah beberapa Lama tiba-tiba gelandangan tadi mencabut botol tersebut. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Hanifah, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus

    Hanifah yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandangan tadi mulai bergerak kesenangan, rasanya sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Hanifah merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju.

    Hanifah terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Hanifah, membuat Hanifah menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin.

    Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Hanifah merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Hanifah.

    Cerita Sex Akses Menakjubkan

    “Makasih yaaa Mbak! Saya puas sekaliiiii! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Hanifah. Kemudian ia mendorong Hanifah duduk dan kembali mengikat tangan Hanifah ke belakang, kemudian mengikat kaki Hanifah erat-erat.

    Kemudian tubuh Hanifah didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar. Sambi terus mengumam terima kasih Dan sigelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko.

    Hanifah terus saja menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Hanifah jatuh pingsan karena kelelahan dan shock Berat. Dan tersadar ketika Ia ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 7 pagi.