Author: admin

  • Pemburu Berondong

    Pemburu Berondong

    Cerita Sex Pemburu Berondong – Jam weker dimeja kamarku berdering pada jam 09 00 pagi, memang aku mensetting pada jam itu, karena tadi sampai terdengar adzan subuh aku masih belum bisa memejamkan mata untuk tidur.

    Aku menggeliatkan tubuhku terdengar kerotokan pada pinggangku, dengan malas aku bangkit dari tempat tidur… Ups aku lupa kalau aku tadi tidur dengan tubuh telanjang bulat.

    Kuliat tubuhku dari pantulan cermin besar mmm… dalam usia hampir kepala 4, kulihat tubuhku masih bagus dilihat… buah dadaku yang berukuran bra 36 B masih cukup kenyal, pinggangku masih ramping tak berlemak, pinggul dan pantatku kata mas Seno, almarhum suamiku adalah bagian yang terindah dari tubuhku, sangat seksi dan serasi dengan sepasang kakiku yang panjang… wajahku…?

    Kata mas Seno lagi, katanya wajahku lebih pantas dibilang seksi daripada cantik… entahlah penilaian lelaki memang susah dijabarkan oleh perempuan… Sssssshhh… ooohhh… gila, lagi-lagi gairah birahiku meletup dengan tiba2… di depan cermin besar itu aku meremasi buah dada montokku sendiri yang kian mengencang… ammpuuuun… sudah 2 hari 2 malam ini aku sangat menderita karena birahi gila ini… entah berapa belas kali selama 2 hari 2 malam ini aku bermasturbasi…sampe tubuhku benar-benar loyo.

    Cerita Sex Pemburu Berondong
    Cerita Sex Pemburu Berondong

    Ngocoks Bahkan pada hari pertama aku sempat melakukan masturbasi di belakang kemudi mobil di tengah keramaian jalan tol, saking ngga ketahan… Semalam, dengan diiringi adegan-adegan syur film bokep koleksi almarhum mas Seno… aku melampiaskan hasrat birahiku secara swalayan, mungkin lebih dari 10 kali sampai pagi menjelang…

    Maka betapa jengkelku, sekarang belum setengah jam mataku terbuka, gelegak birahi itu meletup lagi… kali ini aku melawan, aku masuk kamar mandi, kuguyur tubuhku dengan shower air dingin… agak menggigil juga tubuhku… Aku memang wanita berlibido tinggi.

    Sejak ABG aku sudah mengenal masturbasi… menjelang lulus SMU aku mengenal persetubuhan dan berlanjut menjadi doyan disetubuhi… Masa kuliahku adalah masa euphoria sex, karena aku kuliah di Bandung sementara orang tuaku di Jakarta…

    Pada awal masa kuliahku, aku pantas dijuluki pemburu seks… beberapa kali aku diusir dari tempat kost yg berbeda, dengan sebab yg hampir sama… yang aku ingat, sore pulang kuliah diantar teman kuliahku, aku lupa namanya… pokoknya keturunan Arab…

    Aku lupa bagaimana awal mulanya, aku bisa nyepong kemaluan Arab ganteng itu di dalam kamarku dalam keadaan pintu ngga terkunci dan Ipah pembantu ibu kost yg nyinyir itu nyelonong masuk kamarku utk menaruh pakaianku yg habis diseterikanya… aku tengah terkagum-kagum dengan volume batang kemaluan Arab ganteng yang lebih besar dari lenganku dan minta ampun panjangnya.

    Malam itu juga aku disidang dan harus keluar dari rumah kost itu Tapi buatku ga ada masalah karena malam itu si Arab ganteng memberikan tumpangan sementara di rumah kontrakannya… tentu saja gairah birahiku yang binal dimanjakan oleh Arab ganteng itu… sepanjang hari… bahkan sampai beberapa hari aku tinggal di rumah kontrakan si Arab ganteng yang berantakan…

    Kejadian yg lain pernah juga tengah malam, lagi seru-serunya ML sama cowok baruku… tiba-tiba pintu didobrak petugas ronda yang rupanya sudah lama memperhatikan kebiasaanku masukin cowok malam-malam… cowokku dengan tengilnya berhasil kabur…

    Sementara aku lagi-lagi terpaksa harus cari kost baru lagi… Satu lagi yang ga bakal aku lupa, affairku dengan bapak kost, biar sudah tua tapi ganteng dan handsome dan yang membuatku bertekuk lutut… mmm… aksi ranjangnya boo’… selalu membuatku bangun kesiangan esoknya…

    Sayang aku menikmati kencan ranjang dengan bapak kost baru tiga kali keburu ketangkap basah sama istrinya… abis siang bolong bapak itu ngajakin naik ranjang… apesnya lagi aku ga akan mampu menolak, kalo tetekku sudah kena diremasinya… baru mau dua kali aku mendapatkan orgasme… eeh…pintu di ketok-ketok dari luar dan terdengar suara ibu kost memanggil namaku…

    Mendengar itu bapak kost yg sedang memainkan batang kemaluannya di liang sanggamaku, jadi gugup dan efeknya justru membuatnya orgasme, untung gak telat nyabut… pejunya berhamburan di atas perutku banyak sekali… bisa ditebak endingnya… aku harus angkat kaki dari rumah kost saat itu juga…

    Nasihat sahabat-sahabatku, banyak merubah perilaku seksualku yang liar… Dengan susah payah aku berhasil menekan hasrat birahiku yang memang luar biasa panas dan aku mengumbarnya… awalnya mana sanggup aku menahan seminggu tanpa aktivitas seksual… bakal uring-uringan dan kepala terasa pecah…

    Sampai akhirnya aku ketemu dengan mas Seno aktivis mapala kakak kelasku… ngga hanya sosoknya yang jantan… permainan ranjangnyapun luar biasa… permainannya yang agak kasar, mampu membuatku mengerang-erang histeris… Aku ga nyesel, harus married dengan mas Seno karena keburu hamil

    Buktinya aku berhasil menyelesaikan kuliah, walaupun sambil mengasuh Astari buah cintaku dengan mas Seno Status ekonomi kamipun tergolong bagus… Sampai akhirnya 5 tahun yg lalu, kecelakaan mobil di jalan tol merenggut mas Seno dari kami berdua…

    Selama 5 tahun menjanda, mungkin karena kesibukanku mengurus dan melanjutkan usaha mas Seno yang sedang menanjak pesat dan keberadaan Astari anak tunggalku sudah menginjak usia gadis remaja, aku hanya 2 kali terlibat affair dengan lelaki yg berbeda, itupun juga hanya having fun semata, penyegaran suasana disela-sela kesibukan bisnis… Kehidupan seksualku datar, tanpa gejolak… sesekali aktivitas masturbasi cukup memuaskanku…

    Setelah tubuh terasa segar, kukenakan kimono dan keluar kamar…

    ” Heee… Ron kamu disini ? kok ga sekolah ?” Kudapati Ronie di belakang komputer Astari. Ronie adalah kakak kelas Astari yang hampir setahun ini akrab dengan anak gadisku itu Anak muda yang sopan dan pandai cerminan produk dari keluarga yang cukup baik dan mapan

    ” Iya tante, saya hari ini kebetulan banyak pelajaran kosong jadi bisa pulang lebih awal dan tadi Tari minta tolong saya nungguin tante yg lagi sakit kali aja butuh apa-apa” Sahut Ronie sopan, membuatku terharu… Lumayan ngobrol dengan Ronie, penderitaanku agak berkurang…

    ” Ron, kamu bisa mijit ga ? tolongin pijitin tante dong bentar… leher tante kaku…” pintaku ke Ronie tanpa canggung, karena memang kami sudah akrab sekali, bahkan buatku Ronie kaya anakku sendiri Ronie duduk menghadap punggungku pijatan demi pijatan kurasakan… tanpa kusadari sentuhan tangan lelaki muda itu terasa nikmat selayaknya sentuhan lelaki yang tengah membangkitkan birahi perempuan… aku mulai mendesah resah…

    Percikan api birahi dengan cepat membakarku tanpa ampun… sementara tanpa kusadari kimonoku sudah semakin melorot, terdesak tangan Ronie yang kini memijit daerah pinggangku, atas permintaanku sendiri untuk memijit lebih turun… uuuhh… dadaku terasa sesak akibat tete’ku yang semakin mengencang…

    Aku ingin ada yang meremasinya… Sssshhh ooohhh… gilaaa… ngga tahaann… kupegang kedua tangan Ronie, tangan kiriku memegang tangan kirinya dan tangan kananku memegang tangan kanannya kutarik kedepan melingkari tubuhku dan kutangkupkan di buah dadaku…

    ” Eehh… tante…?” bisik Ronie bingung dari belakang tubuhku

    ” Ron… tolong remasi tete’ tante…” desisku resah… merasakan sentuhan tangan lelaki pada buah dadaku yg tengah mengencang… Benar-benar hilang sosok Ronie yg sehari-hari adalah pacar Astari anakku yang ada dibenakku saat itu Ronie adalah lelaki muda bertubuh tegap… Ooouuh… Ronie mulai meremasi kemontokan buah dadaku…

    ” Yaaaaahh hhh…hhh… enaaaak Ronn ulangi lagi sayaaang oooohhh… ” tubuhku menggeliat resah… kugapai kepala Ronie dan kutarik ke arah tengkukku yang terbuka karena rambutku kusanggul keatas… Ronie tak menolak dan melakukan permintaanku untuk menciumi tengkukku

    ” Ciumi leher tante… hhhmmm sssshhh yaaahh kecupin sayaaang aaaaccchh… sssshhh ” bisikan dan desah mesraku menuntun Ronie melakukan apa yg kuminta…Aku makin gemas, tubuhku gemetaran hebat… baju kimonoku tinggal menutupi tubuh bawahku karena tali pinggangnya masih terikat

    Kubalikkan tubuhku, sejenak kupandangi wajah ganteng Ronie yang matanya terbelalak liar menatap nanar tubuh bagian depanku dengan mimik ngga karuan Kulingkarkan kedua lenganku di lehernya dan dengan penuh gairah kusosot bibir manisnya…

    Anak muda ini gelagapan menghadapi liarnya bibirku yang mengulum bibirnya dan nakalnya lidahku yang menggeliat menerobos masuk rongga mulutnya… Tapi insting lelakinya segera mengantisipasi, segera dapat mengatasi seranganku

    Baju seragam Ronie dengan cepat kulolosi dan… ooohh… dada yg gempal dan bidang dari salah satu tim inti basket di sekolahnya ini membuat gairahku semakin binal… Kudorong tubuh Ronie untuk rebah disofa… nafas jantannya mulai tak beraturan Mmm… pejantan muda ini mulai mengerang-erang dan tubuhnya menggelepar, tatkala bibir dan lidahku menjelajahi permukaan kulit dadanya, bungkahan dada jantannya kuremas dengan gemas.

    Aksi bibir dan lidahku terus melata sampai ke pusarnya… Sssshhh… celananya tampak menggembung besar entah ada apa dibaliknya ? filmbokepjepang.sex jantungku berdegup semakin kencang melihatnya… dan mataku terbelalak dibuatnya, sampai aku harus menahan nafas, ketika retsluiting celana abu-abu itu terbuka… kepala kemaluan jantan menyembul keluar dari batas celana dalamnya…

    Aku dengan tergopoh-gopoh karena tak sabar melorotin celana seragam sekalian dengan celana dalam putihnya sampai ke lutut Ronie… Ooooohhh my God ! teriakku dalam hati… menyaksikan batang kemaluan Ronie yang mengacung di antara pahanya… begitu macho, begitu gagah, begitu indah bentuknya… dengan kepala kemaluannya yang besar tampak mengkilat…

    Tanganku terasa gemetaran ketika hendak menyentuh nya… Kembali tubuh Ronie menggerinjal kecil ketika tanganku bergerak mengocok batang kemaluannya… aku makin binal, kudekatkan wajahku untuk mengulum kepala kemaluan yang menggemaskan itu, sambil tetap tanganku bergerak mengocok batang kemaluannya…

    Mendadak tubuh tegap itu meregang hebat diiringi erangan keras… dan bibirku yang setengah terbuka dan tinggal beberapa sentimeter dari kepala kemaluan itu merasakan semburan cairan hangat dengan menyebarkan aroma khas yg sangat kukenal dan kurindukan… apalagi kalo bukan peju lelaki… tanganku refleks mengocok batang kemaluan Ronie makin cepat sambil tanganku yang lain mengurut lembut kantung pelirnya…

    Sementara kubiarkan peju yang sangat kental itu menyembur wajahku… sesekali kusambut peju itu dengan lidahku… mmmm… rasa peju yg khas itu kembali dikecap oleh lidahku…Terus terang aku sempat kecewa, dengan bobolnya peju Ronie… Tapi beberapa saat batang kemaluan yang masih dalam genggamanku, kurasakan tak menyusut sedikitpun masih tetap keras…

    Tanpa buang waktu, aku merangkak diatas tubuh Ronie yang menggelosoh di sofa… dengan posisi tubuhku jongkok mengangkangi tubuh Ronie, di atas kemaluan Ronie… kutuntun batang kemaluan perkasa yang masih belepotan peju itu kearah liang sanggamaku yang sudah basah kuyub dari tadi…

    Wooohh… ternyata kepala kemaluan itu terlalu besar untuk masuk ke liang sanggamaku… Akhirnya dengan sedikit menahan perih, akibat otot liang sanggama yang dipaksa membuka lebih lebar kujejalkan dengan sedikit memaksa ke liang sanggamaku yang sudah tak sabar untuk segera melahap mangsanya…

    ” Iiiiihhh… bantu dorong sayang… Oooooowwwwww…” Aku merengek panjang ketika sedikit demi sedikit amblas juga batang kemaluan Ronie menembus liang sanggamaku diiring rasa perih yang menggemaskan…

    ” Sssshhh… mmmhh… ayun pinggulmu keatas sayaaang ” kembali aku menuntun pejantan muda ini untuk memulai persetubuhan…

    ” Aaaww… aahh… ooww pelahan duluuu sayaaang… burung kamu gede banget… perih tauuk ” aku ngedumel manja… ketika Ronie mengayun pinggulnya kuat sekali… Terasa tubuhku bagaikan baterai yang baru dicharge… aliran energi aneh itu mengalir menyebar ke seluruh tubuhku… membuat aku semakin binal memainkan goyangan pinggulku… sementara Ronie ternyata cukup cerdas menyerap pelajaran, bahkan mampu segera mengembangkan… dengan posisi tubuhku diatas, membuatku sangat cepat mencapai orgasme…

    Entahlah atau karena besarnya batang kemaluan Ronie yang menyungkal rapat liang sanggamaku, sehingga seluruh syaraf dinding liang sanggamaku rata dibesutnya… Luar biasa ! dalam waktu kurang dari 5 menit setelah orgasmeku yg pertama, kembali aku tak dapat menahan jeritku mengantar rasa nikmatnya peju orgasme yang kedua… dan…

    hhwwwoooo… aaaammmpppuuunnn !!!!
    Rupanya Ronie tak mampu menahan lebih lama bobolnya tanggul peju nya… tubuhku dihentak-hentaknya kuat sekali… seakan ingin memasukkan seluruh batang kemaluan sepeler-pelernya ke liang sanggamaku… diiringi erangan mirip suara binatang buas sekarat…

    Aku menangis menyesal setelahnya, berkali-kali Ronie memohon maaf atas kejadian yang terjadi siang itu…Tapi anehnya gairah seksualku yang meletup-letup tak terbendung itu, mereda setelah kejadian siang itu… Aktivitas berjalan normal kembali, tapi sudah hampir seminggu ini, aku tak pernah melihat Ronie datang ke rumah

    ” Dia lagi sibuk Ma… dapat tugas antar jemput saudara sepupunya yang masih SD…” Jawab Astari ketika aku menanyakan tentang Ronie yang tak pernah muncul… Terus terang saja, sejak kejadian itu… pikiranku sangat kacau, disisi aku sebagai Mama Astari aku sangat menyesal dan sedih atas kejadian itu, tapi disisi aku sebagai seorang wanita yang masih punya hasrat dan naluri betina yang utuh… aku tak ingin melupakan kejadian itu… bahkan aku berharap kejadian itu terulang lagi…

    Hampir sebulan lamanya Ronie tak muncul ke rumah, akupun maklum, Ronie sebagai remaja hijau, tentu mengalami shock dengan kejadian itu… disitulah muncul rasa berdosaku kepada Ronie dan Astari anakku… Tapi jujur sejujurnya ada terselip rasa rinduku memandang wajah anak muda itu… Aku sering mengintip dari balik gordiyn jendela, saat Astari turun dari boncengan Ronnie… kenapa hatiku berdebar-debar dan sedikit desiran birahiku menggelegak…

    Pikiranku makin kacau… setelah beberapa kali kulihat Ronnie mulai nongkrong lagi dirumah… kulihat Ronnie masih salah tingkah di depanku, walaupun aku sdh berusaha menetralisirnya iiihhh tapi buat aku… otakku jadi ngeres begitu melihat wajah Ronnie yg innocent…

    Betapa tidak… terbayanglah ekspresi wajahnya ketika tengah menyetubuhiku beberapa waktu yang lalu… ekspresi wajahnya yang begitu sensual dimataku pada saat dia melepas semburan spermanya… suara erangan dan nafas birahinya seakan nempel ditelingaku…

    Maka kekacauan inilah yang mendorongku menerima tawaran Adrian seorang rekan bisnisku untuk makan siang di sebuah hotel berbintang dan setelahnya akupun tak menolak ketika ia mengajakku memasuki sebuah president suite di hotel itu, dengan alasan untuk mencari ketenangan membicarakan pekerjaan…

    Walaupun yang terjadi kemudian adalah rayuan-rayuan mautnya yang kusambut positif… dari remasan tangan… kecupan bibir… jilatan lidahnya yang nakal pada leherku… desah resahku… remasan gemasku… dan… lolosnya pakaian kami satu persatu… payudaraku yang mengencang akibat remasan tangan dan cumbuan bibirnya… hhmmm… jilatannya pada clitorisku…

    Batang kemaluannya yang berbentuk indah, perkasa… memaksa bibirku untuk mengulumnya… ooowww… nikmat hentakan tubuhnya menekan tubuhku… sodokan kejantanannya pada liang sanggamaku mengantarkan kenikmatan orgasmeku dua kali berturut-turut…

    2 jam kami melewatkan waktu untuk making love siang itu, kekaguman Adrian atas permainan ranjangku yang begitu hot dan lihay… beberapa kali aku berkencan ranjang dengan Adrian lelaki tinggi besar berstyle dandy… kepuasan sex kuraih dengan sempurna dengan kelihayannya dia memperlakukan perempuan di atas ranjang…

    Tapi bayangan sensual wajah bocah innocent bernama Ronnie itu tak juga sirna… Sampai pada suatu malam hujan turun dengan deras… rupanya malam itu Ronnie sedang dirumah, berbincang dengan Astari di ruang tamu… sedangkan aku nonton TV diruang belakang…

    ” Ma, mas Ronnie mo pulang tuh…” terdengar suara Astari dari belakangku…

    ” Eh… pulang ? hujannya gede banget, tunggu reda aja jauh lagi rumah Ronnie ” jawabku spontan sambil bangkit dari dudukku berjalan ke ruang depan… kulihat jam memang sudah terlalu malam untuk bertamu…

    ” Ronn… ujan begini lebat, udah malem lagi… ntar ada apa-apa di jalan… sudah deh Mama kasih kamu nginep disini, tidur di kamar atas, besok subuh Mama bangunin kamu…” ujarku, terdorong rasa sebagai orang tua yg khawatir kepada anaknya… Ronnie menunduk salah tingkah ga berani menolak

    ” Tapi Ronnie harus telpon rumah dulu tante…” sahutnya pelan… dan akhirnya justru aku yang menelpon kerumah Ronnie memintakan ijin orang tua Ronnie, yang ternyata menyambut baik…

    Malam semakin larut, sementara hujan semakin hebat diserta guntur dan kilatan petir… Aku tergolek di ranjang, tak dapat memicingkan mata… Siang tadi kembali Aku melewati kencan ranjang dengan Adrian… tapi… entah kenapa kali ini…

    Susah sekali aku mencapai orgasme… sampai 2 kali Adrian menumpahkan spermanya… sedangkan aku tak sekalipun Gilaaa… kenapa justru sekarang wajah bocah itu yang terbayang-bayang di malam dingin ini… iiihhh… birahiku meletup- letup gila… ampuuunn… sekarang bocah itu ada dilantai atas…

    Tunggu apa lagi ??? mmmm… bisikan setan aku tak mampu menahan tubuhku yang berjalan manapaki tangga… dan kini aku di depan pintu kamarnya… tanpa mengetuk kubuka pintu… ternyata Ronniepun masih belum tidur…

    ” Ronnie kamu belum tidur ?” tanyaku gagap… kenapa aku jadi salah tingkah sekarang…?

    ” Tante juga belum tidur…?” sahutnya… iiihh… jawabannya begitu tegas… aahh… siapa yg menuntunku duduk diranjangnya… mmm… darahku berdesir ketika tahu mata Ronnie menatap dada montokku yg memang tak mengenakan bra, sehingga puting susuku tercetak menonjol dibalik gaun tidurku yg memang berbahan tipis, sehingga semburat kecoklatan aura puting susukupun nampak jelas, kembali aku kehilangan kontrol…

    Dan entahlah bagaimana awalnya dan siapa yang mengawali… bibirku sudah dalam lumatan bibir Ronnie… sergapan nafsu birahiku tak dapat kuelakkan dan remasan lembut tangan lelaki muda pada buah dadaku melambungkan gairah seksualku… gelitikan lidah nakalnya pada puting susuku membuat tubuhku menggeliat erotis disertai erangan manjaku… satu demi satu pakaian beterbangan meninggalkan tubuh kami… aku begitu hot dan bergairah mencumbui tubuh pacar anakku itu…

    Tapi aku sudah melupakan siapa Ronnie, yang aku tahu Ronnie adalah lelaki muda yang siap memenuhi kebutuhanku ooowww… aku tak menyangka kali ini Ronnie lebih lihay dan lebih berinisiatip melakukan serangan, sampai aku hampir tak percaya ketika Ronnie menyurukkan wajahnya di selangkanganku dan mencumbui bibir kemaluanku…

    ” Ronnn… sssshhh… kamu piiiinteer sekarangg… ooohh ammpuunn nikmaaaatnyaa…” desahku merasakan nikmat cumbuan lidahnya pada clitorisku, membuat Ronnie tambah semangat… Ketika permainan yang sesungguhnya berjalan… sebagai wanita dewasa yang telah berpengalaman menghadapi gairah lelaki…

    Nikmatnya Keluar Di Dalam | Aku dibuat megap-megap menghadapi serangan pejantan muda ini… hajaran batang kemaluannya yang perkasa pada liang sanggamaku tak kenal ampun… membuat aku mengerang merintih bahkan menjerit setengah histeris… untung suara hujan yang lebat di timpa suara guruh meredam suaraku…

    Luluh lantak tubuhku dihajar aksi ganas Ronnie… tapi buatku adalah sebuah sensasi seksual yg sangat luar biasa yang mengantarku meraih dua kali kenikmatan orgasme… tubuh telanjang kami terkapar lunglai di ranjang yang kusut spreinya, tak ada sesal kali ini…

    “Ronnie jujur sama Tante… setelah waktu itu kamu maen sama perempuan mana…?” tanyaku datar dg nada dingin

    ” Aaah… nggak, sekali-sekalinya cuma sama Tante ” jawab Ronnie agak gugup menyebut namaku

    ” Ga mungkin, kamu mendadak bisa begitu canggih mencumbu Tante…?” desakku… dan akhirnya Ronnie menceritakan pengalaman setelah pengalaman seksualnya yang pertama, Ronnie banyak nonton blue film dan otak cerdasnya banyak menyerap gaya dan cara bercinta dari film-film biru yang ditontonnya…

    “Mmmmm… kaciaaan… kamu tentunya kangen mencumbu Tante ya sayaang…?” bisikku sambil kudaratkan kecupanku ke bibirnya, tubuhku bergerak menindih tubuh atletis Ronnie, tubuhku direngkuh dan tubuh kami menempel ketat… kuajarkan permainan lembut… mmmm…

    Anak pintar ini dengan cepat menguasai permainan baru yg kuajarkan… dengan telaten setiap inchi tubuhku dirambahnya dengan remasan, gerayangan tangannya yang nakal… jilatan dan kecupannya merambah setiap bagian tubuhku yang sensitif… tubuhku menggeliat erotis… kadang menggelepar liar… rintihanku mulai terdengar… tak dapat kutahan desah gelisahku… diselingi jeritan gemas…

    ” Ayo sayaang…hh hhh… Tante udah ga tahan dengan peju mu…” bisikku lembut, setelah aku nggak tahan lagi merasakan kuluman dan jilatan Ronnie pada clitorisku…

    ” Aoooouuuhhh… Roooonnn… hhh…hhhh…” suaraku terdengar bergetar memelas… mataku meredup sayu menatap wajah imut Ronnie, manakala liang sanggamaku untuk kesekian kalinya ditembus batang kemaluan bongsor milik Ronnie, namun kali ini Ronnie menekan pelan sekali, sehingga terjadi gesekan nikmaaaaat yang lama sekali… sehingga kedua kakiku yang melingkari pinggangnya seakan mengejang, tak tahan menahan kenikmatan yang luar biasa…

    “Enaaak Tante ?” bisiknya lembut sambil tersenyum manis, ketika liang sanggamaku sudah tak ada tempat lagi bagi batang kemaluannya… iiih… menggemaskan bibirnya… aku menjawab dengan mengangkat alis… bibirku kembali menyambar bibir yang menggemaskan itu…

    Ciuman dan kuluman panjang dimulai, dorongan gelegak birahi kami memang luar biasa, permainan semakin panas dan semakin liar, ekspresi kami total menyembur tanpa kendali…kembali tubuhku dihentak-hentak oleh tenaga perkasa Ronnie dengan garangnya… jeritan dan rintihanku silih berganti ditimpa dengus nafas birahi ronnie yang mengeros buas…

    “Aaaahhhkkk… Roonnnie ssaayaang… aammppuuunn…ooowww… ssshhh… niiikmaaat banggeet ssiih…???” rengekku dengan suara memelas, namun tarian pinggulku dengan gemulai masih dengan sengit mengcounter rajaman batang kemaluan Ronnie di liang sanggamaku sehingga terdengar bunyi berceprotan di selangkanganku… gillaaa susah untuk kuceritakan sensasi malam itu…

    “Tante…hhh…hh Ronnie ampiir keluaar peju uu… sssshhh ” desis ronnie dengan suara bergetar… matanya garang menatapku… iiihhh mengerikan, tapi aku sngat menyukai ekspresi ini

    ” Ayoooo sayaanggg… semburkan peju bareng Tante… ooouuuuhhhh… !!” Ya ammppuuun… mengerikan sekali… tubuhku terguncang-guncang hebat, akibat hentakan tubuh Ronnie menghajar liang sanggamaku pada detik puncak… mulutku menganga lebar tanpa suara, tanganku mencengkeram erat pinggiran ranjang… dan entah apa yang terjadi, karena pada saat itu orgasmekupun meletus dahsyat…

    Novel Neglected Paradise

    Entah berapa lama suasana hening, hanya suara nafas kami terengah-engah yg terdengar… hujan di luar rupanya sudah berhenti juga…

    ” Tante… boleh Ronnie pulang sekarang, hujan kayanya sudah berhenti…” suara Ronnie memecah keheningan…

    ” Hmmm… sebenernya Tante masih pingin meluk kamu, pingin cumbuin kamu sayaaang… ini ditinggal buat Tante aja yah ?” sambil kuremas batang kemaluan yg masih sembab…

    “ Titit kamu buat Tante aja ya sayaang… jangan buat orang lain… apalagi buat Astari… awas Tante bisa marah besar ” sambungku dengan nada serius… Ronniepun mengangguk tegas Kuantar Ronnie ke garasi tempat motornya diparkir, kubiarkan tubuhku bugil, telanjang bulat…

    Gila… digarasi masih sempat kulakukan oral sex sampai keluar peju nya… kutelan habis peju segar yg menyembur di dalam mulutku… Capek yang luar biasa kurasakan setelahnya, badan rasanya lengket-lengket dan bau gak jelas.

  • Enemies the Same Bed

    Enemies the Same Bed

    Enemies the Same Bed – Nolan terlihat bergembira, menari dengan para wanita yang seksi dan nakal. Dia biarkan tubuhnya di sentuh atau bergesekan dengan mereka. Wajah tampan Nolan dengan kesan bad boy handsome itu anehnya begitu diminati wanita-wanita di dalam club.

    Padahal sudah banyak gosip beredar, betapa nakal, playboy dan banyaknya hati wanita yang dipatahkan olehnya. Tapi, sepertinya semua gosip itu tidak menjauhkannya. Nolan melepas kaca mata gayanya lalu berkedip pada wanita cantik yang terus memepetnya itu.

    Tanda dia tertarik untuk bercumbu dengannya. Wanita itu terlihat senang, pasrah saja saat Nolan tarik menuju tempat yang lebih privat. Keduanya terus bercumbu, saling tumpang tindih di sofa.

    Hanya sebatas itu. Membuat wanitanya pelepasan tanpa penyatuan. Kenapa? Nolan itu pilih-pilih jika akan bercinta. Hanya wanita yang menurutnya tidak jijik maka akan dia perlakukan bagai ratu hingga pagi menyapa.

    Enemies the Same Bed
    Enemies the Same Bed

    Ngocoks Wanita itu terengah di atas sofa dengan tanpa penghalang apapun. Nolan tersenyum manis nan memikat. “Sayangnya, kamu belum beruntung malam ini, baby..” lalu beranjak dari atasnya.

    “Nolan, serius?” wanita itu menatap sayu, sudah sangat ingin.

    Nolan tidak merespon, dia meneguk segelas alkohol lalu pergi untuk mencari kesenangan lagi namun langkahnya terhenti saat mendapat panggilan suara dari seseorang.

    “Serius? Oke.” Nolan bergegas pergi dari club itu, membayar seseorang untuk mengantarkannya ke tempat tujuan. Nolan meneguk air putih, mencoba sadar dari pengaruh alkohol.

    “Dia ga mau gue paksa pun,” Adit terlihat kesal menatap sahabat perempuannya yang kini terisak dengan memar di beberapa bagian tubuhnya yang terlihat.

    “Ayah lo gila!” Nolan meraih lengan Azura dan memotretnya dengan paksa. “Lo bawa dia, Dit!” perintahnya.

    “Kalau lo mau kita bertiga temenan, nurut! Semua demi kebaikan lo! Ayah lo udah candu alkohol, gila!” tambah Nolan.

    Azura tidak bisa lagi menolak jika itu urusannya dengan Nolan. Jiwanya selalu tunduk pada satu sahabatnya itu.

    “Kita—”

    “Lo masih mabuk, tunggu di sini, temen adik gue mau bawa baju, kasihin di meja. Abis itu lo nyusul ke kantor polisi. Bawa kuncinya,” Adit menggendong Azura yang kacau.

    Nolan tidak membantah. Dia menurut saja. Dia menunggu sambil menghilangkan bau alkohol dan menyadarkan diri juga.

    Nolan tak perlu izin, dia masuk ke kamar Adit untuk meminjam pakaianya.

    ***

    “Meresahkan, pak. Dosanya bukan buat mereka tapi satu kampung. Lebih baik anak kota itu terus di kota,” Yeti berseru kesal.

    “Iya, sabar bu. Kita akan usut,” pak Lukman terlihat sabar.

    “Ga sekali dua kali, ada perempuan datang dan lama di dalam bahkan nginep, banyak saksinya kok pak,” Hartuti menyahut, dia juga salah satu saksi itu.

    “Kita pastikan dengan baik-baik, jangan dengan emosi,” Lukman terus menenangkan warganya dengan sabar.

    “Mereka hanya anak pindahan, orang tua tidak jelas karena ga pulang-pulang..” seru Fadla kesal karena kampungnya jadi tercemar.

    “Di sini bukan negara bebas!” seru yang lain membuat keadaan kembali bising dan saling mengompori. Mereka sudah tidak bisa sabar lagi. Terlalu banyak saksi.

    “Dasar Caca! Pelupa! Udah tahu besok wawancara, mana nyuruh lagi, untung sahabat dari SMP ketemu lagi kuliah, udah 6 tahunan!” dumelnya sambil membuka gerbang rumah.

    Adhya menelan ludah gugup. Apa di dalam ada Adit? Dia berdebar tak sabar, dia kagum pada kakak dari temannya itu.

    Adit kakak yang begitu baik di matanya.

    Adhya menekan bel. Dia menunggu dengan mengulum senyum.

    “Apa ini cara Caca deketin gue sama kak Adit ya?” gumamnya pelan. “Cih! Bisa aja caranya,” gumamnya salah tingkah.

    Pintu terbuka.

    “Ha— Ck! Pa’aya,” decaknya malas, bukan Adit yang membukanya. Ternyata buaya jadi-jadian.

    Nolan tersenyum manis dengan menatap Adhya genit. “Hai, manis.” sapanya. “Silahkan masuk,” lanjutnya.

    “Dikira keren apa, pake baju sana!” Adhya mendorong sebal Nolan. Buaya yang terkenal.

    Nolan tertawa pelan, menatap Adhya gemas. Marahnya malah lucu. Dia pun memakai kaos Adit sambil berjalan mengekori Adhya.

    “Sugar, mana Caca?” biasanya mereka itu berdua bagai anak kembar.

    “Ga usah kepo!” Adhya meraih paper bag yang dia yakini itu pakaiannya dan Caca. “Dia jadinya nginep di rumah ga akan pulang, bilangin ke kak Adit juga, katanya telepon dari dia ga diangkat,” jelasnya malas.

    “Ga minum dulu?” Nolan tersenyum manis, mencoba memikat namun sayangnya Adhya tidak pernah terpikat. Bahkan dari jaman mereka satu kampus.

    “Ga, ogah berdua sama pa’aya di tempat tertutup gini,” rempongnya dengan kedua tangan tidak bisa diam.

    Terkesan centil, tapi jutek nan lucu.

    Nolan kembali tertawa dengan manisnya. “Enak tahu, banyak yang bisa kita lakuin kalau berdua di tempat kayak gini,” lalu mengedipkan sebelah mata genit.

    Adhya mendengus dan mengayunkan langkah lalu membuka pintu. Tubuhnya membeku kaget.

    Sudah banyak ibu-ibu dan bapak-bapak di depan rumah tanpa ada suara, hanya memasang wajah marah.

    “Sinilah, kita berduaan dul—” Nolan sama kaget.

    “Nahkan, pak!” seru bu Yeti nyaring.

    Sekitar menjadi keos tak terkendali.

    Nolan dan Adhya mengerjap tidak paham.

    ***

    “Ha?” Adit berdiri dari duduknya dan pamit meninggalkan Azura dengan polisi yang tengah mengintrogasinya.

    Adit terus berbicara dengan Nolan lewat panggilan suara itu. Nolan terdengar emosi karena tersudutkan oleh semua warga.

    “Lo tunggu di sana, tapi Azura—”

    Nolan menghela nafas kesal di balik telepon. Dia menyuruh Adit untuk membereskan Azura terlebih dahulu. Dia tidak akan bisa menemani mereka di kantor polisi.

    Adit terlihat cemas. Nolan dan Adhya seperti tersangka saat ini. Padahal yang sering ada di rumahnya itu Azura.

    Adit menatap ponselnya yang penuh dengan panggilan dari adiknya Caca.

    ***

    “Dad! Kita oh astaga!” Nolan meninju angin dengan teramat marah.

    Warga tidak bisa diajak kerja sama. Terus mendahulukan emosinya. Padahal dia dan Adhya tidak melakukan apapun.

    Mungkin saja mereka salah paham juga terhadap Adit dan Azura.

    Nolan merasa apes.

    “Kamu mau digiring keliling kampung dengan tuduhan itu? Kamu juga kenapa ngomong gitu, mereka salah paham!”

    Mina hanya diam hanyut dalam pikirannya. Bibirnya tersungging, padahal sekitarnya penuh emosi dan keos.

    “Ekhem!” dia melepaskan kaca mata gayanya. “Oke, mommy putuskan. Lebih baik kamu nikahi Adhya.. Hanya itu jalan agar emosi warga reda,” putusnya dengan ringan.

    Adhya yang menangis di pelukan Caca yang sama kesal plus merasa bersalah menatap kaget ibu-ibu nyentrik itu.

    Mina menatap Adhya dengan senyum manis nan cantik. Mirip sekali seperti senyum pemikat Nolan. Ternyata turun dari ibunya.

    “Maukan jadi mantu mommy?”

    Adhya kenal Mina karena dia sahabat arisan bundanya.

    “Biar mommy yang obrolin ke bunda, gimana?” tanyanya bahagia.

    Nolan mendatarkan wajahnya. Dia rasanya akan meledak. Mommynya itu memang benar-benar!

    “Viral!” seru Caca saat ponselnya ramai dipenuhi kiriman video Adhya dan Nolan yang duduk dikelilingi warga tantrum.

    Semua menoleh ke arah Caca. Sekitar semakin menekan untuk menikahkan keduanya karena sudah membuat kampung itu kian tercemar.

    ***

    “Tidak, mereka sudah kita nikahkan. Ke depannya harapan kita tidak ada lagi yang kumpul kebo, di mana pun tempatnya. Mengingat dosa yang menanggung itu bukan hanya pelaku, tapi seluruh warga desa..” pak Lukman terlihat tenang menjawab wartawan yang turun langsung mencari kebenaran.

    “Pihak keluarganya bagaimana pak? Kata kabar yang beredar mereka dari keluarga mampu, hanya terjebak di rumah sahabat..”

    “Untuk pihak keluarga mereka menerima. Kedua keluarga ternyata juga berhubungan baik, membuat semua mudah. Benar, ini rumah teman keduanya.”

    Adhya mematikan televisi yang masih membahasnya dan Nolan. Padahal semua salah paham. Tapi para orang tua malah mengambil kesempatan.

    Wawancara kerja gagal, dia malah menikah. Namun dia tetap akan mencari pekerjaan setelah semua berita tentangnya reda.

    Adhya merasa menjadi artis dadakan karena diburu. Bahkan dia kini nyangkut di apartemen Nolan sebagai istrinya.

    “ARGGHHH!” teriak Adhya frustasi. Dia sampai marah pada orang tuanya karena malah setuju dan bahagia menikahkannya dan Nolan.

    Apa mereka tidak tahu predikat buruk Nolan di kota ini?

    “Wah.. Followers gue naik, nama gue makin keendus,”

    Adhya menatap kesal Nolan yang begitu santai setelah seminggu berlalu. Memang laki-laki dan perempuan itu berbeda.

    “Jangan sentuh mie gue!” Adhya kebelet ingin buang air.

    Nolan tersenyum. “Mau kemana, manis? Baru juga gue duduk.” coleknya pada lengan Adhya.

    Adhya mengusapnya jijik sambil terus menuju kamar mandi. Semua masih terasa tidak adil. Kenapa juga orang tuanya tidak membujuknya yang marah.

    Menyebalkan.

    ***

    “HABIS?!” mata Adhya rasanya akan lompat dari tempatnya. Ada api emosi membara di dalam dua mata indah itu.

    Adhya menoleh dengan perlahan penuh ancaman. Dia tatap Nolan yang anteng dengan ponsel yang dipenuhi perempuan itu.

    “Dihabisin!” suaranya menggeram penuh penekanan. Nafasnya mulai terengah.

    Nolan melirikan matanya lalu tersenyum manis. Adhya merasa dagunya dimainkan. Dia akan meledak!

    “AGH!” jerit Nolan terus menerus saat Adhya ganas menyerangnya dengan gigitan, pukulan dan tendangan membabi buta tanpa arah itu.

    Keduanya terlihat seperti serigala penakut yang di serang kucing liar pemberani.

    Beberapa saat kemudian…

    Nolan berada di ujung sofa, meringis menatap semua luka gigitan di beberapa tubuhnya. Sampai ada yang membiru, sungguh ganas.

    Adhya juga di ujung sofa satunya tengah mengendalikan diri. Dia masih ingin melampiaskan itu tapi takutnya dia berlebihan.

    Dia tidak ingin menciptakan tragedi lain.

    “Ashh..” Nolan merasa seluruh badannya nyut-nyutan. Adhya kecil-kecil ternyata kuat juga.

    Atau mungkin karena dia tidak menangkis dengan tenaga. Jika terjadi, mungkin Adhya akan terpental.

    “Hiks..”

    Nolan menoleh. “Yah, cengeng.” oloknya sambil mengintip wajah Adhya yang kedua lengannya sibuk menyeka air mata.

    “Hiks..”

    Adhya kesal. Dia sungguh merasa tidak adil. Menikah impiannya bukan begitu. Bukan dengan Nolan yang bagai musuh!

    “Gue masakin lagi, ck!”

    “UDAH GA MAU!” teriak Adhya dengan menatap Nolan kesal dan berkaca-kaca.

    Nolan menghela nafas panjang. Dia mengacak rambut Adhya hingga kembali garang lalu kabur secepat mungkin.

    “Makasih mienya, gue ke club bentar— ck! Bego!” Nolan putar balik. “Gue masih belum bisa KELUAR!” kesalnya sambil berteriak frustasi.

    Adhya menatap marah dan memilih mengambil ice cream di kulkas.

    Nolan kembali duduk di sofa. Dia tidak biasa ada di rumah. Rasanya tersiksa bagai di kurung. Dia ingin segera bebas.

    Nolan melirik Adhya yang datang dengan ice cream.

    “Minta dong, sugar..”

    Adhya tidak merespon, ceritanya masih marah karena mienya di rebut.

    “Pelit nanti giginya sempit,”

    “KUBURAN!” kesal Adhya.

    Nolan yang sengaja hanya terkikik geli lalu meraih sendok di tangan Adhya, mengabaikan lengan satunya di gigit Adhya lagi karena merasa di rebut lagi.

    Nolan hanya mendesis lalu terkekeh dengan mulut penuh ice cream. Nolan meraih lagi lalu menarik lengannya hingga gigitan terlepas kemudian menjejalkan sesendok ice cream agak kasar ke mulut Adhya hingga gigi dan sendok terdengar bertabrakan.

    “Iiihhh!” Adhya membenarkan ice cream yang meluber.

    Nolan mengecup pipi Adhya lalu berlari kabur ke kamar dan menguncinya. Dia ingin melakukan panggilan dengan beberapa incarannya.

    NOLAN K.O

    Nolan membuka mata, melirik sampingnya yang kosong dan pastinya si manis berada di sofa lagi. Mungkin.

    Nolan mendudukan tubuhnya agak kesal. Sudah dia bilang untuk tidur di sampingnya, dasar penakut.

    Pengendalian dirinya itu kuat. Sudah sering berurusan dengan perempuan membuatnya tidak akan mudah berdiri.

    “Dimana lagi?” Nolan meregangkan leher sambil berjalan mencari keberadaan Adhya yang tidak kunjung dia temukan.

    Nolan melirik jam di dinding. Ternyata masih pukul 8 malam. Berarti dia tertidur satu jam kurang lebih.

    Nolan menguap sambil mengedarkan pandangannya. Mengabaikan rambut yang berantakan dan wajah tampannya yang tetap tampan sekali pun baru bangun tidur.

    Nolan terlihat sangat percaya diri. Dilihat oleh siapa pun dia tidak akan malu.

    “Sugar?” Nolan terus mengayunkan langkah kesana-kemari. “Tu anak nekad keluar apart apa giman—”

    “Aaaaaaaggghhhh!”

    Nolan terpejam bukan karena agar tidak melihat milik Adhya, tapi karena suaranya yang nyaring.

    Belum membuka mata wajahnya sudah tertimpuk botol samphoo. Membuat Nolan urung membuka mata dan meringis sakit.

    “Aaggghhh.. Mesum aaaaaghhh!” terus saja heboh sendiri dengan melempar apapun dan Nolan juga sibuk merasakan sakit di wajahnya sambil menghindar dari benda melayang lainnya.

    Mendengar teriakan nyaring tak kunjung berhenti dia membuka matanya cepat, melangkah pun tak kalah cepat dan menghimpit Adhya kesal di tembok kamar mandi yang dingin.

    Adhya bergetar namun mengangkat wajahnya berani. Memeluk handuknya dengan kuat. “A-apa, HA?!” nafasnya memburu panik.

    Nolan menatap lurus. Hanya begitu. Teng! Entah kemana emosinya lenyap. Dia tidak fokus setelah melihat Adhya yang mendongak, lehernya basah dengan rambut sama basah.

    Nolan menelan ludah. “Indah..” lalu tersenyum manis andalannya. Tatapan kesalnya berubah usil.

    “A-A-Apa?!” Adhya semakin memeluk erat dirinya yang terus terpojokan.

    Dengan usil Nolan menggerakan telunjuk tangan kanannya menyentuh garis leher lalu berhenti dibelahan dada yang mengintip di balik handuk.

    Adhya terengah menahan amarahnya.

    BUG!

    “ARGH!” Nolan ambruk.

    Dia K.O saat miliknya ditendang kaki pendek Adhya. Wah, dia tidak bisa berkata-kata selain merasa kesal dan sakit.

    Adhya melotot panik. Nolan terlihat seperti sekarat. “Astaga! Aduh, astaga..” gumamnya panik.

    ***

    “Iya, sayang.. Nanti kita ketemu ya,”

    Adhya menyedot minuman susu bercampur jelly di dalamnya itu. Memakai gaun tidur bermotif strawberry bagai bocah.

    Adhya memicing sebal. Baru beberapa puluh menit yang lalu kena batunya karena menggodanya kini sudah menggoda yang lain.

    “Iya, cantikku.. Kamu seksi gemoy, jangan diet, ga bagus..”

    “Hueekk!” Adhya duduk dengan kesal sambil menyambar remot untuk menyalakan televisi.

    Nolan hanya melirik Adhya dengan senyum geli. “Udah dulu ya, istri aku lagi morning sickness..” lalu mematikan panggilan begitu saja tanpa peduli pasti wanita itu akan ada drama cemburu.

    Adhya menganga kesal. “Wah! Gila, cewek-cewek itu juga gila!” serunya tak habis pikir.

    Nolan tertawa pelan dengan tampannya. Dia menghadap Adhya dengan tatapan gemasnya. “Mereka kesepian, cuma butuh temen buat denger keluhannya,” jelasnya dengan mengulum senyum geli mendengar penjelasannya sendiri.

    “Lo buka jasa sikolog apa gimana, cih! Alesan aja!” Adhya menyedot lagi minuman kesukaannya, mengangkat kedua kakinya ke atas sofa dan duduk dengan memeluk kakinya.

    Nolan kembali tertawa pelan, menatap bibir yang menyedot lubang botol ukuran kecil itu. Lucu.

    “Sugar.”

    “Yes, pa’aya..” sahut Adhya malas.

    Nolan tertawa pelan, celetukan Adhya baginya selalu saja lucu.

    “Lo ga kepikiran kasih jatah?”

    Adhya sontak terbatuk-batuk lalu menendang Nolan, dia mulai tantrum. Dan anehnya lagi, Nolan malah terbahak menerima reaksi itu.

    Dia menangkis lalu menarik kedua kaki Adhya hingga Adhya terlentang dengan minuman kesukaannya tumpah di seluruh wajah.

    Nolan melotot kaget. “Astaga! Pffffttt.. Sorry,” lalu kabur dan terbahak..

    ***

    “Ga sopan banget. Ke suami lo-gue, ga ada embel-embel kakak.. Ke Adit aja kakak,” Nolan memiting leher Adhya.

    Adhya melotot ngamuk, dia menggigit lengannya sampai Nolan melepaskan jeratan dengan meringis. Lagi dan lagi.

    “Banyak banget gigitan bu’aya ditubuh pa’aya,” kekehnya.

    Adhya kesal. Moodnya baik hanya saat Adit berkunjung ke apartemen Nolan dan memberinya makan siang.

    Nolan dan Adhya memang masih belum bisa kaluar dari apartemen. Malu juga jika ada yang kenal.

    “Lo pengangguran?” Adhya baru ngeh soal itu. Nolan bisanya mabuk, main ke club.

    “Ga.”

    Adhya memicing. “Terus lo mau kasih gue makan uang darimana?” tanyanya serius namun terdengar kesal.

    “Gue punya beberapa kontrakan, bisnis kuliner. Adit yang bantu urus,” jawab Nolan sekenanya.

    “Kontrakan?”

    “Sebelum itu gue mau tanya. Terus gue dapet apa dari pernikahan ini?” Nolan tersenyum manis.

    Dia penasaran apa Adhya tidak pernah tertarik padanya. Kenapa? Aneh sekali.

    “Pembantu!” ketus Adhya.

    Nolan mengulum senyum. “Pembantu? Mana ada! Tuh liat, dapur berantakan bekas masak ga tahu siapa,” godanya.

    Adhya mendengus. “Kita sama-sama dirugiin di sini!” balasnya.

    “Ga tuh, kok gue merasa beruntung dapet istri cantik agak jutek ini,” Nolan tersenyum manis sekali.

    Adhya menatap dengan jijik. “Iuhh.. Biasa aja senyumnya!” sebalnya.

    “Kenapa? Bikin deg-degan ya?” Nolan condong mendekati Adhya, menatap wajah itu dengan tatapan usil.

    “GUE LAPER!” bentak Adhya galak, dia tahu Nolan sedang usil padanya.

    Adhya memilih memakan makanan yang diantarkan Adit dengan perasaan senang lagi. Mengabaikan celotehan tidak penting Nolan.

    ***

    “Kesel banget, tokoh utamanya tolol!” amuk Adhya dengan wajah cemberut lucu. Dia merangkak naik ke atas kasur dan kembali menatap televisi.

    Nolan yang asyik dengan selir-selirnya hanya melirik sekilas Adhya lalu mengabaikan segala keluhan dan protes tidak penting itu.

    “Cowok bajingan kayak babi tahi anj*ng—”

    Nolan menepuk mulut Adhya sampai tersentak kaget di duduknya merasakan tamparan ringan di bibirnya.

    “Masih kecil difilter ngomongnya!” tegur Nolan so serius dan paling dewasa lalu mengulum senyum geli. “Oke, maaf-maaf. Jangan gigit,” kekehnya.

    Adhya tetap melompat dan menyerang Nolan dengan gigitan maupun pukulan random. Bukan masalah sakit di bibirnya, tapi di jantungnya.

    Adhya sangat amat terkejut tadi. Rasanya jantung copot.

    “Berhenti!” Bahaya, Nolan menjauhkan wajah Adhya dari bahu yang kini gigitannya jadi seperti vampire. “Leher jangan!”

    Adhya melotot kaget saat kepalanya dijauhkan kasar sampai tubuhnya setengah terpental ke kasur, Nolan juga melotot kaget. Tadi itu refleksnya.

    “Kepala gue di lempar, lo PIKIR BOLA!”

    Nolan tertawa pelan, menatap Adhya geli dengan terus menahan tawanya.

    “Lo selalu ngeselin!” Adhya memukulkan keningnya ke kening Nolan.

    Keduanya sontak memekik kaget dan sama sakit. Mereka meringis, mengusap kening masing-masing.

    Mereka pun debat sesaat, Adhya melanjutkan marahnya hingga terlelap di samping Nolan yang mencari hiburan di ponselnya.

    Kepalanya jadi pening. Dia melirik Adhya yang menggeliat mengubah posisi tanpa terjaga. Terdengar mendengkur halus.

    Nolan menusuk pipi Adhya sekali. “Kenapa ya dulu sering berantem? Apa karena reaksi Adhya lucu? Iya, dia lucu kalau ngamuk.” kekehnya.

    Nolan menghela nafas berat. Menikah dengan Adhya memang tidak sepenuhnya buruk. Tapi, menikah dengan cara begitu rasanya buruk.

    Keluarganya dan keluarga Adhya sebelas dua belas. Seenaknya dan aneh. Kena skandal malah dimanfaatkan dengan riang gembira.

    “Apa mommy pikir gue, g*y? Dih, bau t*i!” gumam Nolan bergidik jijik.

    Nolan mematikan ponselnya. Dia menarik selimut, membenarkan selimut Adhya lalu terhenyak saat Adhya bergerak berbalik dan berakhir merapat padanya.

    Apa dingin? Nolan meraih remot AC dan mengatur suhunya agar lebih hangat.

    “Malam ini gue izinin lo meluk gue,” Nolan mendekat dan menarik Adhya ke dalam pelukannya. Rasanya nyaman ternyata tidur dengan guling hidup.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
  • Games Tahun Baru

    Games Tahun Baru

    Cerita Sex Games Tahun Baru – Selamat malam sobat Ngocokers yang setia. Cerita ini bermula ketika aku (Evan) dan istriku (Vanesha) mengikuti perayaan pesta malam tahun baru di sebuah café yang berlokasi di hotel bintang lima di kawasan Senayan.

    Kami berdua sudah menikah selama kurang lebih 5 tahun dan saat ini kami sudah berumur hampir 32 tahun, meskipun sudah mulai menginjak umur 32 tahun tetapi istriku masih awet muda dan sexy mengingat dia rajin merawat diri ke sebuah klinik kecantikan yang cukup mahal dan juga mengikuti senam aerobik untuk menjaga kelenturan tubuhnya.

    Untuk mengisi waktu luang dan kejenuhan atas rutinitas harian kami, maka pada saat malam pergantian tahun kami memutuskan untuk mengikuti perayaan malam tahun baru yang meriah dan ramai. Dalam pesta itu istriku mengenakan rok mini berbahan kaos warna merah muda yang melekat di kulit sehingga menonjolkan bokongnya yang padat dan sexy.

    Entah kenapa malam itu istriku ingin tampil sexy sehingga untuk menutupi auratnya dia mengenakan celana dalam model g-string berwarna senada dengan warna rok mininya dan untuk atasannya dia mengenakan BH dengan model yang senada dengan celana dalam g-string nya sementara sebagai penutup di bagian atas dia mengenakan kaos tipis berwarna krem.

    Cerita Sex Games Tahun Baru
    Cerita Sex Games Tahun Baru

    Ngocoks Sebagai gambaran saja istriku mempunyai ukuran yang cukup ideal untuk seorang wanita walaupun tidak bisa dibilang sempurna. Tingginya 165cm dan ukuran dadanya 34 B serta ukuran celananya adalah size M. Warna kulitnya putih mulus dan sangat lembut serta halus mengingat dia suka sekali melakukan perawatan tubuh di klinik kecantikan.

    Kami tiba di café tersebut masih cukup pagi (jam 22.00) mengingat hari itu adalah acara perayaan pesta malam tahun baru dan kami langsung memesan makanan ringan dan segelas bir untuk menghangatkan badan dan menambah gairah semangat pesta.

    Semakin malam suasana café semakin ramai dan meriah dengan diiringi musik yang menghentak-hentak memacu semangat dan gairah.

    Ketika jam sudah menunjukan pukul 23.00, MC dengan diiringi music yang lembut mulai berkelilingi ruangan dan mencari 3 orang wanita yang akan diajak bermain games yang menghebohkan sebagai acara penantian detik-detik pergantian tahun.

    Tanpa kuduga tiba-tiba MC yang sedang mencari-cari wanita untuk diajak bermain games itu menghampiri istriku yang berpenampilan cukup menggiurkan dan sexy.

    Untuk gambaran saja mengenai MC dimana dia berkulit gelap dan berbadan tegap serta kekar seperti layaknya orang dari Indonesia Timur, parasnya jauh dari ganteng, sekilas terlihat mirip dengan Direktur Avenger Mr. Fury, tidak seperti penyanyi KPop yang digandrungi para perempuan tetapi MC ini mempunyai kharisma yang kuat dan pandai merayu.

    MC itu terus merayu istriku untuk ikut dalam games tsb dan MC itu memberitahukan ke istriku bahwa hadiah bagi pemenangnya adalah sebuah kalung 10gr emas bertahtakan berlian.

    Mendengar hadiahnya yang bernilai itu membuat istriku tertarik untuk mengikuti games tersebut meskipun dia belum mengetahui apa sebenarnya games yang akan dimainkan, istriku melirikku untuk meminta persetujuan agar dia diperbolehkan mengikuti games itu.

    Tidak terbesit pikiran yang negative maka aku memberikan persetujuan kepadanya dan istriku sangat gembira dan dia langsung menciumku sebagai tanda terima kasih karena mengijinkannya ikut dalam games tsb.

    Sebelum maju ke panggung istriku masih menyempatkan diri untuk menenggak bir yang masih tersisa di gelas untuk lebih meningkatkan gairah dan semangat supaya dia dapat memenangi games tsb. Setelah itu istriku bergegas ke panggung dan berkumpul bersama dengan 2 orang wanita yang juga ingin mengikuti games.

    Saat di panggung nampak mereka diberikan pengarahan yang cukup serius oleh MC dan ternyata istriku diminta untuk menandatangani sebuah surat pernyataan dan aku sebagai suami diminta untuk juga menandatangani surat tersebut sebagai tanda persetujuan.

    Karena menganggap remeh isi surat pernyataan itu maka kami tidak lagi membaca secara detail akan tetapi langsung membubuhkan tanda tangan di atas surat pernyataan itu sebagai tanda persetujuan dari kami.

    Tak lama kemudian istriku dan 2 orang wanita lainnya sudah berkumpul kembali di atas panggung dan setelah itu memberikan sedikit basa-basi lalu memberitahukan kepada para pengunjung bahwa games kali ini cukup meriah dan dapat menambah gairah di malam tahun baru.

    MC dengan gaya yang elegan dan misterius mengumumkan bahwa gamesnya adalah menari striptease dimana wanita yang paling berani atau banyak melepaskan pakaian yang dikenakan maka akan dinobatkan sebagai pemenang games dan berhak untuk mendapatkan kalung emas 10gr bertahtakan berlian.

    Aku kaget dan panik ketika mengetahui games yang akan dimainkan adalah striptease akan tetapi aku optimis dan yakin kalau istriku akan batal mengikuti games ini akan tetapi setelah selang beberapa waktu terlihat MC dan istriku berserta 2 orang wanita itu terlihat berdialog dengan serius sambil membolak-balik surat pernyataan yang sudah ditanda-tangani.

    Tidak berapa lama istriku kembali menghampiriku sambil membawa surat pernyataan tsb sambil menjelaskan kepadaku bahwa dia harus mengikuti games ini atau diharuskan membayar denda pembatalan sebesar Rp 25.000.000 dan tentu saja hal ini membuatku langsung panas dingin karena tidak mungkin kami membawa uang sebanyak itu.

    Akhirnya setelah berdiskusi dengan cukup tegang akhirnya istriku tetap ingin ikut games ini daripada dikenakan denda sebesar demikian. Istriku berjanji dia akan pura-pura saja mengikuti games ini tetapi dia tidak akan menanggalkan pakaiannya sama sekali sehingga dinyatakan kalah.

    Tak lama kemudian MC sudah meminta semua peserta games untuk kembali ke atas panggung karena games akan segera dimulai. Hal ini tentunya membuat para pria mulai berdesakan di bagian depan panggung sehingga dapat melihat dengan jelas para wanita yang menjadi perserta games ini.

    Sebelum games dimulai MC menjelaskan aturan main games ini dimana waktu menari hanya satu buah lagu saja yang berdurasi kurang lebih 5 menit dan wanita yang paling banyak menanggalkan pakaian adalah pemenang sedangkan yang paling sedikit akan dinyatakan kalah sedangkan bagi wanita yang tidak menanggalkan satu buah pakaian akan diberikan hukuman memblow job penis seorang pria.

    Selesai memberikan penjelasan mengenai aturan games maka para wanita diminta siap di tempat masing-masing . Saat ketiga wanita itu berdiri berjajar sebenarnya timbul rasa bangga dalam diriku karena dari ketiga wanita itu istrikulah yang paling cantik dan sexy serta terlihat mulus dan halus kulitnya.

    Setelah semua peserta sudah bersiap di tempat maka MC pun memulai memberikan hitungan mundur 5, 4, 3, 2, 1…… mulai….. dan lagu pun langsung bergema dengan keras untuk mengiringi ketiga wanita itu bergoyang dan menari.

    Awalnya mereka masih terlihat malu-malu dan sungkan bergoyang terlebih lagi menanggalkan pakaian, akan tetapi sang MC dengan cerdik dan pandai memanaskan persaingan ketiga wanita itu dengan memberikan pujian-pujian.

    Sehingga membuat salah satu wanita mulai berani bergoyang dan makin lama makin hot goyangan sehingga membuat istriku dan seorang wanita lagi juga mulai terbawa suasana dan emosi untuk menunjukan siapa wanita yang paling cantik, sexy dan menarik dimata para pria.

    Tidak terasa sebuah lagu hampir sehingga MC memutuskan menambah sebuah lagu lagi supaya memberikan waktu yang lebih kepada para wanita untuk lebih leluasa menonjolkan kemolekan dan kesexyan tubuh mereka.

    Melihat suasana yang sudah memanas maka MC memberikan komando kepada pada para pria yang berdiri di depan panggung untuk mulai memberikan semangat dan menyoraki para wanita untuk menanggalkan pakaian mereka.

    “Buka ayo buka…… buka …. buka….. ayo buka!!” sambil bertepuk tangan terus para pria memberikan semangat dan menyoraki para wanita untuk menanggalkan pakaian mereka.

    Entah karena terus-menerus diberikan semangat dan disoraki salah satu wanita mulai berani menanggalkan kemeja yang dikenakan sehingga terlihatlah dengan jelas BH putih yang menutupi payudara yang tidak lerlau besar dan BH itu melekat di tubuhnya yang kecoklatan. Sambil terus bergoyang dan menari dengan disemangati dan disoraki para pria terus menerus

    “Buka ayo buka…. buka…. buka….. buka…. ayo buka!!“

    Akhirnya wanita kedua juga mulai berani melepaskan kaosnya sehingga terlihat BH coklat menutupi payudara yang besar dan BH itu melekat di tubuhnya yang hitam….

    Kemudian entah kerasukan apa istriku juga terlihat berusaha untuk melepaskan pakaiannya tetapi istriku cukup cerdik dan dia hanya melepaskan BH merah mudanya dahulu tanpa melepaskan kaos tipis warna krem yang melekat ditubuhnya.

    Melihat tindakan istriku itu maka membuat para pria bersemangat menyoraki istriku dan bertepuk tengan sambil terus berteriak “ayo buka…. buka…. buka ….. buka….. ayo buka…”, melihat itu kedua wanita merasa iri dan cemburu sehingga mereka pun dengan nekat melepaskan pengait BH mereka sehingga sekarang para pria dapat melihat jelas payudara kedua wanita itu dengan bebas….

    Sambil terus menari kedua payudara wanita itu terlihat berguncang-guncang memanaskan suasana malam tahun baru dan istriku pun nampaknya tidak mau kalah dengan kedua wanita itu dan lagi-lagi istriku membuat kejutan dengan melepaskan celana dalam g-string nya sehingga secara kedudukan berimbang untuk semua wanita karena mereka masing-masing melepaskan 2 buah pakaian.

    MC mulai mengingatkan kepada para wanita bahwa lagu akan segera berakhir jadi diharapkan para wanita lebih berani lagi untuk menanggalkan pakaian sehingga dapat memenangkan games striptease ini.

    Melihat waktu yang sudah mulai menipis maka sang MC yang memang dari awal terlihat menginginkan istriku yang menjuarai games ini karena memang istrikulah yang paling cantik dan sexy maka MC pun mulai mengarahkan para pria untuk menyoraki dan memberikan semangat kepada istriku untuk melepaskan kaosnya sehingga dapat memenangkan games ini.

    MC pun mulai berteriak memanggil nama istriku dengan menggunakan mic sambil memberikan aba-aba kepada para pria untuk mengikuti sorakannya

    “ ayo Vani… ayo Vani…. buka…. buka …. buka kaosnya….buka kaosnya!” sorakan itu semakin menggema memenuhi ruangan pesta untuk menyemangati istriku untuk membuka kaosnya

    Para lelaki itu sebenarnya bukan menginginkan istriku yang menang, siapa pun yang menang bagi mereka adalah tidak penting tetapi dapat melihat para wanita itu telanjang adalah tujuan mereka sehingga dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka.

    Karena merasa tersanjung atau apa aku tidak tahu tetapi akhirnya kulihat dengan jelas istriku melepaskan kaosnya sehingga membuat para pria itu semakin menggila dan bersorak sambil bertepuk tangan memberikan dukungan kepada istriku.

    Di lain sisi kedua wanita lainnya yang merasa terpinggirkan mulai menari seadanya dan tidak bersemangat lagi. Tak lama kemudian lagu kedua pun berakhir dan istriku pun dinyatakan sebagai pemenang karena paling banyak menanggalkan pakaian.

    Setelah lagu berhenti terlihat istriku tersipu malu dan menutupi payudara yang berukuran 34B itu dengan kedua tangannya akan tetapi MC pun melarangnya dan terus merayu istriku untuk tidak menutupi payudaranya yang indah dan menantang itu.

    Sambil tersipu malu kulihat istriku akhirnya menurunkan tangannya sehingga tidak menutupi payudaranya lagi dan tentu saja kejadian ini membuat para pria yang berdiri di depan panggung sangat bersuka cita karena dapat melihat istriku yang sexy nyaris telanjang saat itu hanya mengenakan rok mini merah muda saja tanpa memakai apa-apa lagi di dalamnya.

    Sambil terus memuji dan memberikan selamat kepada istriku karena memenangi games striptease ini sang MC ternyata berniat menelanjangi istriku yang tinggal mengenakan rok mini merah muda itu.

    MC itu pun terus menunda pemberian hadiah kalung emas yang menjadi hak istriku tetapi malah merayu istriku untuk menanggalkan rok mini merah mudanya sebagai penutup terakhir tubuhnya sebagai hadiah untuk para pria yang memberikan semangat sehingga istriku menjadi pemenang games striptease ini.

    Sambil terus merayu MC mulai mengajak para pria yang sudah mulai bernafsu dan mempunyai pikiran nakal untuk kembali menyemangati dan menyoraki istriku untuk menanggalkan pakaian terkahir istriku. Para pria itu kembali secara kompak dan penuh semangat menyoraki dengan lantang

    “Vani… Vani…. Vani…..…. ayo buka roknya…. ayo buka roknya…buka…buka!!”

    Para pria itu pun terus dengan penuh semangat dan nafsu bertepuk tangan dan menyoraki istriku untuk menanggalkan rok mini merah mudanya.

    Terlihat jelas semua pria menginginkan isriku memperlihatkan tubuh mulus dan sexy tanpa seutas benang pun yang menutupinya, sang DJ pun turut serta memanasi suasana dengan memutarkan lagu yang berdentam-dentam untuk membangkitkan gairah istriku sampai ke puncak.

    Entah karena terbawa suasana atau rasa bangga karena terus menerus dirayu dan disemangati para pria yang notabene tidak dikenal oleh istriku maka dengan pasrah istriku akhirnya menanggalkan rok mini merah mudanya.

    Sehingga saat itu juga para pria bersorak-sorai gegap gempita seperti mendapatkan durian runtuh dimana yang menjadi durian adalah tubuh istriku yang telanjang bulat berdiri di atas panggung. Terlihat jelas MC pun sangat puas dapat membuat istriku menanggalkan rok mini merah mudanya dan berdiri telanjang bulat di atas panggung.

    Kali ini istriku pun sudah tidak malu lagi berdiri di atas panggung dalam keadaan telanjang bulat dan dilihat oleh para pria yang sangat bernafsu sekali melahap tubuh polos istriku dengan tatapan yang nakal dan liar.

    Aku pun yang melihat kejadian ini tidak dapat melukiskan perasaanku saat melihat istriku berdiri telanjang bulat di atas panggung, rasa cemburu, malu dan bangga serta nafsu bercampur aduk akan tetapi karena terbawa suasana saat itu malah rasa bangga dan nafsu yang dominan dalam diriku.

    Aku sangat bangga dan nafsu melihat tubuh telanjang istriku yang berdiri di atas panggung menjadi tontonan para pria yang liar dan penuh nafsu itu.

    Payudaranya yang mulus dan sekal itu menggantung bebas tanpa ada seutas benang pun yang menghalanginya dan selain itu bulu kemaluan istriku yang terawat rapih dan bersih juga nampak terlihat menggoda para pria yang berdiri di depan panggung.

    Akhirnya MC pun berkenan untuk memberikan hadiah kalung emas kepada istriku dan MC berniat untuk langsung mengalungkannya ke leher istriku yang jenjang dan mulus itu.

    Untuk memudahkan pemasangan kalung maka istriku pun diminta berbalik membelakangi para pria sehingga kali ini para pria disuguhi pantat istriku yang sekal dan montok.

    Bersambung…

    1 2
  • Kepuasan Jasmani

    Kepuasan Jasmani

    Cerita Sex Kepuasan Jasmani – “Dek, ayo buruan… sebelum aku kesiangan…” kata mas Andri, suamiku. Dia berdiri di samping meja makan yang telah bersih dari peralatan makan, sambil mengurut perlahan batang penisnya. “Iya… aku datang…dasar tikus hutan ….” Candaku sambil tertawa.

    Aku letakkan piring dan gelas kotor di dapur, lalu aku kembali kearah ruang makan. Aku lepas cd yang membungkus vaginaku dan aku lempar ke atas tumpukan cucian kotorku. Cd itu adalah cd terakhirku, karena semua cd yang aku miliki belum sempat aku cuci.

    Sekarang, satu-satunya baju yang masih menempel di tubuhku adalah daster batik berbelahan dada rendah yang menggantung sepanjang separuh pahaku. Adalah suatu rutinitas, hampir setiap pagi aku harus melayani nafsu suamiku yang menggebu-gebu. Nafsu seks yang seolah-olah tak pernah ada habis-habisnya.

    Sepertinya, yang ada diotaknya ketika ada aku, hanyalah tentang seks…ngentot…make love…ngewe. Hanya itu saja. Aku, sebagai istrinya hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala saja melihat tingkat yang aku anggap lucu ini.

    Cerita Sex Kepuasan Jasmani
    Cerita Sex Kepuasan Jasmani

    Ngocoks Aku mendekat, sambil menurunkan tali pundak daster miniku. Daster itu meluncur turun dengan cepat, dan langsung menampakkan kepolosan tubuh putihku. Putingku telah ereksi, dan vaginaku juga mulai basahr.
    Dikecupnya kening, pipi, hidung, leher dan bibirku.

    Karena aku mudah sekali terbakar nafsu birahi, tak perlu menunggu terlalu lama untuk pemanasan. Langsung saja lidah kami bergulat. Tangan kiri mas Andri mulai memelintir dan meremas putting payudaraku, dan tangan kanannya merogoh vaginaku dari depan.

    Aku pun tak mau tinggal diam, aku raih batang penisnya yang sudah menegang dengan kedua tanganku dan aku kocok penis mas Andri, naik turun dengan cepat.

    “Memek kamu cepet sekali basah dek… Kamu dah sange ya sayang?” tanyanya sambil tersenyum.
    “Ya iyalah…. Syapa coba yang ga sange klo jari mas mengobok-obok memek adek kayak gitu..” Mas Andri tersenyum, ia menatap wajahku yang sudah mulai memerah sayu.

    Mas Andri mendadak menghentikan gulat lidahnya, dan mengarahkan mulutnya ke payudaraku. HAP. Dia langsung mencaplok dada kananku. Disedotnya kuat-kuat, lidahnya menari lincah diatas putingku. Geli. Tak lama, mulutnya pun pindah ke payudaraku yang kiri. HOP. “Annnnggg…” kali ini giginya ikut bermain, dengan menggigit perlahan puttingku yang mulai mengeras.

    “Owhh… sssshh” Aku hanya bisa mendesis menerima semua perlakuannya.
    “Mas, sekarang ya….” Bisikku lirih. “Aku sudah tak tahan”. Mas Andri mengangguk-anggukkan kepalanya.

    Tubuh telanjangku dibalik menghadap kearah meja makan dan ia mendekap tubuh mungilku dari belakang. Walau sudah berubah posisi, kedua tangannya masih saja menggerayangi tubuhku. Tangan kiri meremas perlahan payudaraku, dan tangan kanan mencolokkan beberapa jemari gemuknya ke dalam vaginaku.

    Aku merasakan penisnya berada tepat di belahan bokongku, digesek-gesekkannya penis itu dengan penuh perasaan. “Mas.. ayo…. Dimasukkin … Adek udah nggak kuat lagi….” rengekku memelas.

    Mengerti akan hasratku yang tak bisa aku tahan lagi, mas Andri lalu mendorong pundakku ke depan dan bertumpu pada meja makan.

    “Lebarin kakimu dikit dek…. Nah gitu” aku terperanjat ketika merasakan, tangan kanan suamiku mencoblos perlahan vaginaku dari arah pantat. “Pemanasan…” katanya menenangkanku. Disodok-sodokkan jemari gemuknya beberapa kali di vaginaku.

    Cairanku membanjir. Dengan perlahan, mas Andri mulai mengarahkan kepala penisnya kearah vaginaku. Digesek-gesekkan batang penis itu diluar bibir kemaluanku. Ia berusaha melumasi seluruh batang penisnya dengan cairan vaginaku.

    Mas Andri mengambil ancang-ancang. Kurasakan kepala penisnya diantara bulatan bokongku. Perlahan ia mulai mendorong batang penisnya dan mulai menyeruak masuk. Benda itu begitu hangat, kenyal namun keras. Sambil tetap meremas-remas kedua dadaku dengan satu tangan, mas Andri mendorong sedikit demi sedikit kepala penisnya.

    “CLEP” kepala penisnya telah masuk.
    “Uhh…” aku mendesah sambil memejamkan mataku rapat-rapat. Walau aku sudah terbiasa dengan ukuran penis mas Andri, namun tetap saja, ada sedikit rasa nyeri yang timbul.

    Mas Andri menggeser-geser posisi tubuhku, mencoba membuatnya menjadi lebih mantap ketika kami bersetubuh. Perlahan, batang penisnya mulai ia dorong masuk ke vaginaku. Aku merasakan denyut-denyut pelan yang membuat organ kewanitaanku semakin membanjir basah. Sedikit demi sedikit, sampai batang sepanjang 16 cm itu benar-benar hilang ditelan organ kewanitaanku.

    “Mmm…mas….” Suaraku gemetar menahan nafsuku.
    “Kenapa dek…? Enak…?” mas Andri mengecup punggungku ketika melihat aku mengangguk-anggukkan kepalaku.

    Saking nafsunya, cairan vaginaku menjadi tak terbendung, karena aku merasakannya mulai turun, mengalir kearah pahaku.

    “CLEP… CLEP… CLEP… “ mas Andri mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Mengaduk dan menusukkan batang penisnya dalam-dalam. Semakin lama semakin cepat.
    “PLAK… PLAK… PLAK…” Suara tubuh kami ketika saling bertabrakan.

    “SREEK…SREEK…SREEK…” Meja makan yang aku buat sebagai tumpuan tubuhku juga perlahan mulai bergerak, tiap kali pinggul mas Andri menabrak pantatku. Kaki mejanya berderit-derit, tergeser oleh gerakan liar kami berdua. “DUG… DUG… DUG…” Suara bibir meja ketika menabrak tembok dan desahan suara kami memenuhi ruang makan yang sempit ini.
    “Enak dek…?” tanyanya dari arah punggungku sambil terus meremas payudaraku.

    Saking enaknya, aku hanya bisa menggigit bibir bawahku, tersenyum mendesis sambil mengangguk-anggukan kepalaku. Mulut mas Andri tak henti-hentinya mengucapkan kata “Aku sayang kamu dek” tiap kali ia memompa penisnya diliang vaginaku. Terkadang ia mengecup dan menjilat punggungku. Aku hanya bisa menundukkan kepala sambil melenguh keenakan, merasakan tusukan-tusukan tajam penis mas Andri.

    “Pagi hari yang berisik… “ pikirku tiap kali kami bersetubuh. Karena memang benar, kami adalah pasangan yang tidak bisa diam, selalu bercinta tiap kali ada kesempatan. Tak peduli akan waktu, tempat ataupun situasi.

    Oleh karenanya aku panggil suamiku tikus hutan, karena nafsunya mirip dengan aktivitas makhluk kecil itu, hanya bercinta dengan pasangannya sampai dia mati.

    Gelombang kenikmatan itupun perlahan datang. Jantungku bercetak semakin cepat, nafasku memberat, siap menyambut orgasme pertamaku di pagi hari ini.

    “Shhhh… Aku mau keluar mas…ayo… tusuk memek adek lebih dalam…” kataku menyemangatinya.

    Tanpa menunggu perintahku untuk yang kedua kalinya, mas Andri semakin mempercepat sodokannya. Tubuhku terhentak-hentak dengan keras, tiap kali menerima sodokan penis mas Andri.

    Penisnya terasa begitu cepat, keluar masuk dengan ritme yang semakin cepat. Meja makan tempat aku menyandarkan tubuhku pun sepertinya ikut merasakan dorongan brutal mas Andri, berderit dengan keras dan menabrak tembok seiring desahan kenikmatan kami berdua.

    “Shhh…ayo mas… aku sudah dekat.. aku mau keluar …. Ssshhhh…” erangku kepada suamiku. Dengan tangan kiri yang masih menopang badanku, aku pegang pantatnya dengan tangan kanan. Aku gerak-gerakan pantat semok itu kearahku, berharap mas Andri semakin mempercepat goyangannya.
    “Mas…ayo…. sodok aku dengan keras… tusuk aku dengan tititmu… aku mau keluar mas…”

    Ditengah-tengah pendakian kami keatas gunung kenikmatan. Tiba-tiba mas Andri menghentikan sodokannya. Dia terdiam, menusukkan penisnya dalam-dalam ke arah vaginaku, dan….

    “Aaahhhhhhkkkkk……… ahhhh… ahhhh… “ mas Andri berteriak lirih. Gumpalan cairan hangat langsung memenuhi rongga rahimku. Tak begitu banyak, namun cukup membuat liang rahimku agak sedikit penuh. Mas Andri mendorong tubuh gemuknya ke arahku dengan brutal tiap kali penisnya memuntahkan lahar panasnya. Sampai aku merasa sakit pada bagian paha depanku yang terkena bibir meja.

    Enam kali sodokan keras aku terima pada vaginaku ketika suamiku ejakulasi, sebelum akhirnya ia merubuhkan tubuhnya kearahku. Berat sekali. Nafasnya tersengal-sengal.

    “Aku sayang kamu dek…” ucapnya sambil mengecup bagian belakang leherku.
    “Iya.. Aku juga sayang kamu mas” jawabku lirih. Kesal, karena aku masih belum mendapatkan orgasmeku.

    Sekali lagi, mas Andri gagal memberiku kenikmatan yang telah lama aku inginkan. Tidak sampai 5 menit dia sudah terpuaskan, mas Andri selalu saja begitu, terlalu cepat ejakulasi.

    “Mas… aku masih pingin… ayo ngewe lagi… ayo mas…” kataku.
    “Aduh… mas dah terlambat dek… ntar malem ya kita sambung lagi…” elaknya.
    Selalu saja, kata-kata itu yang menjadi alesan.

    Mas Andri memeluk tubuh telanjangku sambil tersenyum penuh kepuasan. Sebagai istri yang harus selalu patuh, aku harus menyembunyikan rasa ketidakpuasanku. Aku harus bisa ikut tersenyum melihat kepuasan yang terpancar dari wajahnya, dan membiarkan kehausan nafsuku hilang dengan sendirinya.

    “PLOP” Aku masih merasakan kedutan pelan di dinding vaginaku ketika batang penis mas Andri yang telah lemas, jatuh keluar dengan sendirinya. Sekarang penis itu menggelatung tak berdaya di luar bibir vaginaku. Meneteskan lendir kenikmatan kami berdua di belakang paha dan betisku.

    “Dek, aku berangkat dulu, khawatir ketinggalan angkutan… dah siang nie” kata mas Andri sambil mengangkat badan lebarnya dari punggungku. Dia menepuk pantat semokku dan balikkan badanku yang masih tengkurap diatas meja makan,

    Aku sekarang dalam posisi telentang, menatap langit-langit rumah kontrakanku. Dengan kaki yang menjuntai di tepi meja makan. Mas Andri tiba-tiba mencium vaginaku dan menyeruput cairan yang keluar dari vaginaku.

    “Hayo… kamu lupa ya dek?” tanyanya sambil tertawa.
    “Hahaha.. geli mas… geli…iya iya…adek inget….” Jawabku berusaha menjauhkan mulutnya dari selangkanganku.

    Memang sudah menjadi kebiasaan, jika setelah kami bersetubuh, aku selalu membersihkan seluruh batang penisnya dengan mulutku.

    Aku segera bangun, turun dari meja makan dan langsung berjongkok di depan selangkangan suamiku. Aku raih batang penisnya yang menggelantung lemas itu, dan aku jilat perlahan. Kuhirup dalam-dalam aroma kewanitaanku yang bercampur dengan spermanya.

    Sejak pertama kali kami bersetubuh, aku memang suka sekali meminum sperma, teksturnya mirip dawet, minuman khas dari pulau jawa yang terbuat dari campuran gula merah dan santan kelapa, terlebih lagi aromanya, mirip aroma daun pandan.

    Kubuka mulutku lebar-lebar, lalu aku masukkan seluruh batang penisnya. Aku kecap, hisap dan urut batang penis lemasnya dengan mulutku. Berharap penis itu bisa tegang kembali. Namun setelah beberapa menit aku oral, sama saja, penis itu tetap menggelayut lemas.

    “Nah…..Dah bersih mas…” kataku. “Dah… sana berangkat kerja…”

    Mas Andri menyuruhku berdiri, dan sekali lagi, ia kecup keningku. “Kamu yakin? Nggak mau menunggu besok Minggu buat mengerjakan semua pekerjaan rumah ini…? Kamu mau mengerjakannya semua ini sendirian? Jangan terlalu capek ya istriku sayang” tanyanya begitu mengkhawatirkanku.

    “Iye baweeeeel… aku yakin… dah ah… jangan menganggap aku cewek manja seperti dulu… aku dah berubah… sana buruan berangkat” kataku pada suamiku tercinta.

    Dengan tubuh telanjang bulat dan vagina yang masih meneteskan cairan kenikmatan kami berdua, lalu aku antar mas Andri ke pintu depan sambil bergelayutan manja dipundaknya.

    “Dah ah… sana buruan pakai dasternya… ntar ada orang yang ngliat loh…” kata suamiku.
    “Ah.. kagak ada yang bakalan ngeliat mas… khan rumah kita paling tertutup…”
    “Berani yaaaa……. “ Kata mas Andri sambil mencubit pantatku..
    “He he he… Iyeeeee….”

    Diciumnya kening dan bibirku tuk terakhir kali, dan tak lupa salam berangkat kerja andalannya. Meremas kedua belah dadaku, memelukku dari depan dan menepuk keras-keras kedua bongkahan pantat semokku.

    “Salam sayang buat mimi imutku… jaga baik-baik ya dek” katanya sambil tersenyum manja.
    “Jaga juga dedenya… jangan diapa-apain sampai ntar malam kamu pulang ya mas” sambungku. Mimi dan

    Dede adalah panggilan sayang kepada alat kelamin kami masing-masing.
    Mas Andri melambaikan tangan, dan melangkah menjauh meninggalkan aku sendirian di rumah kontrakan baruku ini.

    Mas Andri, suamiku, berumur 32 tahun, berpostur agak gemuk, 170cm/90kg, dan berkulit putih mirip denganku. Dia baru saja diangkat jabatan menjadi seorang pengawas lapangan disebuah Perusahaan Pengeboran Minyak Internasional. Mas Andri adalah seseorang yang bijaksana dalam pengambilan keputusan, pandai dan penuh dengan perhitungan.

    “Bukannya pelit dek… tapi khan lumayan… kita bisa menghemat uang jutaan rupiah perbulan loh kalo tinggal di rumah ini… daripada aku harus menyewa rumah mewah dekat kantor… toh beda jaraknya cuma 1 jam…” itulah kalimat yang selalu di ulang-ulang ketika aku sedikit ngambek karena keputusannya mengambil rumah yang “jauh dari peradaban ini”.

    Rumah kontrakanku adalah rumah petak, yang terbagi menjadi beberapa bagian, teras, ruang tamu, ruang tidur, dapur, kamar mandi dan halaman belakang untuk cuci dan jemur. Aku dan suamiku kebagian rumah paling ujung. Rumah yang paling jauh dari pintu masuk komplek kontrakan, namun memiliki ukuran paling besar diantara rumah kontrakan yang lain.

    ***

    “Hari yang cerah untuk memulai aktifitas” kataku dalam hati. Aku ambil daster kecilku yang teronggok di kaki meja makan lalu aku mulai mengenakannya lagi melalui atas kepalaku. Malas sekali rasanya ketika aku mulai mengenakan dasterku. Sepertinya sangat nyaman jika bisa hidup seperti kaum nudis yang tak perlu repot-repot menggunakan selembar bajupun ketika beraktifitas.

    Kubawa piring dan gelas kotor ke dapur, aku letakkan di dalam bak pencucian. Aku pandang tumpukan cucian kotor yang sudah lama teronggok dan mulai mengeluarkan bau tak sedap di sudut kamar mandi.

    “Sabtu ini akan menjadi hari yang melelahkan. Ayo Liani, kamu pasti sanggup menjalani ini semua” aku menyemangati diriku sendiri dan mulai mengerjakan pekerjaan rumahku itu. Aku harus bisa menjadi istri yang bisa diandalkan oleh suamiku.

    Menyapu, mengepel dan mencuci piring bisa aku lakukan dengan cepat. Namun ketika aku akan memulai mencuci tumpukan baju kotor, langsung terbayang betapa lelahnya tubuhku nanti malam.

    Ternyata menyeret bak cucian basah itu begitu susah, berat, dan licin. Perlu tenaga ekstra untuk bisa memindahkannya ke dari kamar mandi ke halaman belakang.

    “Lagi mau nyuci mbak?” Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara seorang pria. Celingukan aku mencari asal suara itu.

    “Banyak juga cuciannya mbak… dah berapa minggu tuh baju-baju nggak dicuci?” tambahnya lagi.

    Ternyata suara itu berasal dari penghuni rumah kontrakan di samping tempat aku tinggal. Mas Osman, begitu tetanggaku biasa memanggilnya, adalah seorang satpam yang bekerja di perumahan dekat komplek kontrakan tempat aku tinggal.

    Selama aku tinggal disini, baru pertama kali ini aku melihat seperti apa bentuk suami mbak Narti sebenarnya. Mas Osman berumur sekitar 40 tahunan. Posturnya mirip dengan suamiku namun agak kurus 170cm/60kg dengan kumis tipis yang dipotong rapi diatas bibir tebalnya.

    Kulitnya coklat kehitaman dengan rambut kriting pendek. Sedangkan istrinya, Mbak narti, berusia 35 tahunan, berperawakan gemuk dengan payudara yang meluap-luap, khas badan ibu-ibu, adalah seorang pelayan toko yang juga bekerja pasar dekat komplek rumah kontrakan kami.

    “Iya…” jawabku sekenanya. “Dah hampir 2 minggu nie belum diapa-apain….” tambahku lagi.
    Sebenarnya aku sudah mengenal siapa mas Osman, karena hampir setiap hari aku melihatnya berangkat kerja, tapi selama aku dan suamiku tinggal di rumah kontrakan ini, belum pernah sekalipun aku bercakap-cakap. Hanya kenal sebatas sapa dan cerita saja.

    “Saya Osman mbak…suami si Narti..” katanya lagi sambil menjulurkan tangan.
    “Mmm… Nama saya Liani… “ jawabku sambil menyalami tangannya.

    Langsung saja tubuhku merinding begitu menyentuh tangan mas Osman. Tangan itu begitu dingin, hitam, dan keriput, sangat kontras dengan tanganku, putih, mulus. Entah kenapa, begitu aku melihat wajah dan postur tubuh mas manto.

    Aku langsung terbayang akan cerita-cerita pemerkosaan sadis yang menimpa kepada para perantau di tanah orang. Apalagi saat itu aku hanya mengenakan daster pendek tanpa baju dalam sama sekali. Memamerkan kaki panjang dan belahan dadaku.

    “Mas Andri kerja mbak?” tanyanya lagi, membuyarkan lamunanku.
    “I… Iya… baru saja berangkat”
    “Oooowwwh….. saya permisi ya mbak… gerah habis mencuci…mau mandi dulu” jawabnya sambil tersenyum.
    “Iya….silakan” kataku sambil melihat deretan cucian mas Osman yang masih meneteskan air sabun.

    “Sopan juga dia…” ternyata aku salah pikir terhadap mas manto. Walau hanya dari perkenalan singkat tadi, aku merasa kalau mas Osman tak seperti orang-orang kebanyakan. Sopan, tak seperti orang yang berpandangan jahil terhadap wanita berbusana seksi sepertiku barusan.

    Aku berpostur badan sedang, malah aku kadang merasa sedikit gemuk, 165cm/50kg, berkulit putih dengan ukuran buah dada yang cukup besar. Yang membedakan aku dengan wanita lain adalah pinggangku sangat kecil dan kakiku agak lebih panjang dari kebanyakan teman-temanku.

    Mata bulat lebar, bibir merah dan rambut panjang hitamkulah yang selalu aku banggakan. Sebenarnya aku kurang begitu suka dengan baju seksi, tapi aku lebih memilih baju yang berukuran kecil, karena merasa nyaman aja ketika digunakan untuk beraktifitas.

    “PRAK….” Bak cucianku pecah, ketika aku mencoba menggesernya kehalaman belakang. Pecah karena tak kuat menahan beban rendaman baju kotor kami. Air cucian kotorpun langsung keluar dari sela-sela bak cuci pecahku, menggenang, disertai bau apek yang cukup menyengat.
    “Sialan… belum juga mencuci…” emosiku langsung meninggi…” sabar Liani… sabar…”

    Aku diam sejenak, memikirkan apa yang harus aku lakukan.
    “Daripada beli, mungkin lebih baik aku pinjam saja sebentar.” Pikirku
    “Mas Osman..” Walau pintu halaman belakang rumahnya terbuka begitu saja, tapi aku berusaha tuk sopan. Aku ketuk pintu rumahnya beberapa kali.

    Tak ada jawaban.
    “Mas Osman..” aku panggil namanya lagi dengan suara lebih lantang.

    “Iya sebentar…” jawabnya dari dalam rumah. “maaf tadi saya masih mandi… ada apa ya mbak??” tanyanya sambil mengikatkan handuk kecil berwarna hijau yang sudah lusuh dan sedikit berlubang di pinggangnya yang ramping. Badannya basah kuyup, dengan rambut yang juga masih meneteskan air..

    “Ada apa ya mbak? Kok kayaknya kebingungan gitu? Tanyanya.
    Aku tak menjawab, aku masih terkesima melihat postur tubuhnya, badannya begitu hitam, kekar, dengan bongkahan dada dan lengan yang menonjol disana-sini.

    “Mbak?” tanyanya lagi. “Ada yang bisa saya bantu?”
    “Eeh…maaf…anu….. bak cuci aku pecah” kataku terbata-bata. “Apa boleh aku pinjem bak cucinya? Ntar begitu sel………..”

    “Boleh-boleh… bentar ya saya ambilin dulu” potongnya sebelum aku menyelesaikan kalimat. Mas manto buru-buru masuk, dan mengambil bak mandi yang tergeletak di sudut lantai kamar mandinya.

    Ketika dia membalikkan badan, kembali aku terkesima melihat otot-otot kekar badannya. Punggungnya lebar dan pantat yang hanya ditutupi handuk merah lusuh itu begitu semok. Aku sedikit tertawa ketika melihat kaki mas manto. Pahanya besar tapi betisnya kecil. Mirip badan tokoh film kartun yang memang hanya badan bagian atasnya saja yang besar, namun bagian bawahnya kecil

    Dan dari disinilah cerita itu dimulai.

    Ketika dia membungkuk tuk mengambil bak cuci miliknya, bagian belakang handuk itu otomatis meninggi, mengikuti gerak badannya. Dan dari sela-sela paha belakang mas manto, aku melihat barang yang tak seharusnya tak liat.
    Hitam, panjang menjuntai, dengan ujung besar berwarna merah kehitaman.

    DEG….

    Detak jantungku terasa berhenti sejenak.
    Langsung saja aku tinggalkan pintu rumahnya dan masuk kedalam rumahku. Aku tutup pintu dapur, dan langsung saja aku duduk terjatuh. Lututku lemas dan dadaku berdebar-debar mengingat hal yang baru saja aku lihat. Aku melihat barang yang seharusnya tidak boleh aku lihat, barang yang menjadi symbol kejantanan dan kebanggaan kaum pria.

    Ya, barang itu biasa disebut penis, titit, atau kontol.

    Walau sekilas, seumur-umur, baru saja aku melihat barang yang bukan milik suami aku sendiri. Walau sekilas, tapi aku bisa membayangkan bagaimana bentuk keseluruhan dari barang milik mas Osman itu. Hitam, besar, dengan urat-urat yang mengelilingi sekujur batangnya, berkepala merah kehitaman dengan mulut kemaluan yang lebar menganga, bau amis asam selangkangan yang menusuk hidung dan rambut kemaluan yang lebat.

    “Mbak… loh… kemana orangnya….?” Suaranya terdengar pelan dari sebelah rumah.
    “Mbak…ini bak cucinya……” panggilnya dari samping rumahku. Mas manto pun akhirnya mengantarkan bak cuci miliknya ke halaman rumahku. Karena melihat aku yang tak langsung keluar, mas Osman mendekat kearah pintu dapur, mengintip kedalam dari jendela dapur, dan mengetuknya perlahan.
    “Mbak Liani… ini bak cucinya…” panggilnya.

    Andai saja mas Osman agak menunduk dan melihat kebawah, mungkin saja ia bisa melihatku yang meringkuk di balik pintu dapur rumahku. Meringkuk menahan malu yang seharusnya tak aku rasakan. toh yang terlihat adalah bukan aurat tubuhku.

    Detak jantungku masih berdetak begitu kencangnya sampai aku sama sekali tak berani untuk bergerak. Susah rasanya aku berdiri dengan kedua kakiku. Lemas, tak bertenaga. Dengan gerak super pelan, aku mencoba berdiri, memasang telinga, untuk mendengarkan, mungkin saja ia masih ada di dekat jendela.

    Tenagaku perlahan pulih, setelah melihatnya berdiri tak jauh dari pintu dapur. Membelakangiku sambil berkacak pinggang. Dari balik korden tipis jendela dapur, aku amati gerak-geriknya.

    Dengan muka kebingungan, mas Osman hanya bisa celingukan ke arah rumah kontrakanku lalu mengamati banyaknya cucian kotor yang terhampar di depannya. Karena mungkin merasa iba, diapun membantu memindahkan cucian kotor yang ada di bak cuciku yang telah pecah, ke bak cuci miliknya.

    Sekali lagi, ketika mas Osman memindahkan baju-baju kotorku, aku pun kembali melihat barang hitam miliknya. Handuk kecilnya naik turun. Memperlihatkan barang yang ada dibaliknya setiap kali ia membungkukkan badan untuk memindahkan cucian kotorku.

    Ketika sedang dalam posisi membungkukkan badan tuk mengambil baju-bajuku, tiba-tiba mas manto terdiam. Masih dalam posisi menungging. Lama sekali. Dan selama itu pula aku menatap tajam ke arah benda yang bergelatungan di balik handuk kecilnya. Bergoyang goyang seiring gerakan pantat mas Osman.

    “Apa yang dia lakukan” tanyaku dalam hati.
    Ternyata hal yang membuatnya terdiam adalah…. Tumpukan baju dalam kotor milikku. Iya, benar sekali, mas manto mengamati baju dalam kotorku.

    Tiba-tiba mas manto berdiri, membalikkan badannya dan melihat kearah rumahku, matanya celingkuan mencari dimana aku gerangan. Dia berpindah posisi, memutari bak cucian kotorku, mengawasi segala gerakan dari dalam rumah. Matanya sangat tajam, mengamati setiap sudut rumahku dengan seksama.

    Namun aku yakin dia tak bisa mengetahui posisiku, karena terhalang oleh korden tipis jendela dapurku. Karena menurutnya aman, diapun membungkukkan badannya kembali dan dengan tangan kirinya, dia mengambil salah satu cd kotorku. Cd putih dengan pinggiran berenda.

    Dengan mata yang masih celingukan penuh rasa was-was, dia mengamati dalam-dalam cd kotorku itu. Diamati bercak lendir lengket berwarna putih yang menepel di bagian depan cdku. Dan dengan jemari tangan kanannya, disentuhlah bercak lendir itu, dikorek-korek.

    Lalu, apa yang sama sekali tak pernah aku bayangkan terjadi. Mas Osman, tanpa rasa jijik sedikitpun, menjilat jemari tangan bekas mengkorek cd kotorku. Karena kurang puas, dia menghirup, menjilat dan mengecapnya, seolah-olah itu adalah makanan paling enak sedunia. Gila. Dia lakukan itu semua dengan tanpa rasa jijik sedikitpun.

    Tiba tiba, perlahan namun pasti, ada sesuatu yang bergerak dari dalam handuk kecilnya. Penisnya mulai ereksi. Naik, sedikit demi sedikit, semakin menggembung, mengembung dan mengeras. Ereksi dengan diiringi kedutan denyut nadi yang ada di batang penisnya.

    Handuk kecilnya tersingkap, terdorong ke atas, oleh batang kejantanan seseorang yang sama sekali belum aku kenal dekat. Penis hitam yang sempurna, keras, berurat, dengan ujung berwarna merah pekat.

    Buah zakarnya mengelantung pasrah, ukuran zakarnya pun tak kalah hebohnya, sebesar jeruk nipis. Penis itu terlihat begitu gagahnya, mulai meninggi keatas disertai dengan kedutan yang berirama. Naik, naik, naik dan terus naik. Berkedut naik, sampai melewati pusarnya.

    Sekarang yang ia lakukan sungguh nekat. Sama sekali tak khawatir akan adanya orang yang melihat. Dia berdiri dihalaman belakang rumahku, menghadap tepat kearahku dengan penis yang tegak mengacung sambil menjilat dan mengecap cd kotorku dengan rakus.

    Merasa tak cukup hanya mengecap satu cd kotorku, dengan tangan kanannya yang masih bebas, diapun kembali mengambil cd kotorku. Kali ini yang berwarna hijau muda dengan gambar bunga bunga di bagian vagina.

    Sekarang di kedua tangannya, ia memegang cd kotorku. Tapi kali ini ada yang berbeda. Cd hijau yang ada di tangan kanannya tak hanya ia cium dan jilat saja. Melainkan……Ia pakai sebagai sarana masturbasinya. Ia lilitkan cd hijauku ke batang penisnya dan ia mulai menggerakkan tangan kanannya maju mundur.

    Makin lama makin cepat, main cepat dan makin cepat. Dia mengocokkan penis yang terbungkus cd hijauku dengan kecepatan tinggi. Dengan sangat bernafsu dan brutal.

    Melihat tingkah laku mas Osman, detak jantungku pun semakin berdebar-debar tak karuan. Tubuhku menghangat, nafasku memberat, putingku mengeras dan yang paling tak aku sadari, kemaluanku mulai membasah. Secara reflek, aku sentuh cd yang aku pakai, dan aku raba belahan bibir kemaluanku.

    Aku basah. Aku horny.

    Aku terhanyut akan tingkah laku kurang wajar yang telah dipertontonkan oleh mas Osman. Bagian depan cdku terasa sangat hangat dan basah oleh cairan kewanitaanku.
    Astaga, aku benar-benar dibuatnya mabuk kepayang.

    Mas manto. Seseorang yang sama sekali belum aku kenal dengan dekat, berani berbuat hal yang begitu nekat. Begitu gila, yang sama sekali tak pernah aku bayangkan. Dengan tanpa rasa malu sama sekali ia masturbasi dengan menggunakan cd kotorku. Dihalaman belakang rumahku.

    Badan kekar berotot, kulit hitam yang basah oleh air bekasnya mandi, ditambah sinar matahari yang menerangi halaman belakangku, membuat apa yang ia lakukan terlihat begitu seksi. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasakan perasan yang berbeda kepadanya. Perasan yang tak bisa aku lukiskan dengan kata-kata. Hanya ada rasa penasaran dan ingin tahu yang begitu menggebu.

    Mas manto semakin mempercepat kocokannya. Badannya membungkuk dan membusur. Otot-otot tangan dan lehernya mengejang. Ia merem melek, pupil matanya tak terlihat, hanya putih. Ia terlihat begitu menikmati semua yang sedang ia lakukan

    Melihatnya begitu menikmati akan apa yang sedang ia perbuat, aku jadi ikut merasakan kenikmatan. Tiba-tiba, muncul perasaan aneh dari dalam diriku. Perasaan nakal, binal, liarku sepertinya muncul. Ingin rasanya aku membuka pintu dapurku dan mendekap tubuhnya, mencium bibirnya dan meraih penisnya.

    Ingin rasanya aku membantu menuntaskan semua hasrat nafsunya. Menjilat batang penis yang begitu besar, hitam, panjang. Ingin sekali aku merasakan tusukan dan sodokan penis dahsyatnya di liang vaginaku. Dan… Aku ingin mas Osman menumpahkan semua spermanya di dalam rahimku.

    “Liani…..mbak Liani….terima persembahanku untukmu….. mbak Lianiku…..” bisiknya lirih sembari dia mempercepat kocokannya.
    “Mbak Lianiku….?” Tanyaku dalam hati. Heran.
    “Ooooooohhhhh…..mbak Liani……………..”

    Mas manto tiba-tiba menghentikan kocokan tangan kanannya dan dengan cd di tangan kiri, ia berusaha menampung semua tumpahan cairan kenikmatannya.

    “Crut… crut… crut… crut…”

    Mas manto orgasme. 8 tembakan sperma menabrak cd putih di tangan kirinya. Semburan benih-benih kejantanan seorang lelaki menyemprot keluar dari mulut penisnya yang lebar. Begitu banyak. Sampai-sampai cd putihku yang ia gunakan untuk menampung tumpahan cairan nafsu mas Osman, tak mampu membendung itu semua.

    Cairan itu merembes keluar dari cd hijauku yang ia gunakan untuk melilit penisnya, dan menetes jatuh ke atas cucian kotorku. Sungguh menakjubkan melihat ekspresi wajahnya. Semua terjadi seperti dalam gerakan slow motion. Andai aku punya handycam, pasti aku kan merekam semua kejadian barusan.

    Penisnya berkedut dengan hebatnya. Berkedut sambil memuntahkan semua cairan spermanya.

    “tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt…….. tiiiiiiiiitt……..”

    Kami berdua dikejutkan oleh suara SMS dari HP milikku. Suara yang walau lirih, tapi terdengar begitu lantangnya. Memecah kesunyian yang terjadi selama beberapa menit ini.

    Mas Osman terlihat begitu panic, dia bingung, celingukan, mengkira-kira, kapan aku bakal menampakkan diriku dari dalam rumah. Dia juga bingung dengan benda yang sekarang masih ada di kedua telapak tangannya.

    Cd putih yang ia gunakan tuk menampung tumpahan sperma dan cd hijau yang ia gunakan tuk membungkus batang penisnya, semua basah karena sperma. Dibuang sayang, di letakkan di bak cucian pun khawatir aku akan curiga.

    Karena kehabisan akal, mas manto akhirnya melepas handuk kecil yang melilit pinggang dan meletakkannya di pundak. Astaga, sekarang aku dapat melihat keseluruhan tubuh telanjang beserta penis raksasa mas Osman yang masih menggelatung lemas setelah dikocoknya habis-habisan.

    Penis itu telihat seperti buah terong, panjang, besar, berwarna hitam kemerahan dengan ujung kepala yang menggelembung. Dan anehnya lagi, penis itupun masih berkedut dan mengeluarkan sperma.
    “Ga ada habisnya tuh peju” pikirku kagum.

    Dengan cepat, mas Osman langsung mengenakan cd putihku yang penuh dengan spermanya. Cd tersebut dipaksa untuk dapat masuk, karena mas Osman tak dapat menemukan lokasi tuk menyembunyikan cd tersebut.

    Janggal sekali aku melihatnya mengenakan cd wanita. Ujung kepala penisnya tak dapat sepenuhnya tertampung. Masih menjulang keatas, melawati karet kolor cdku. Sampai-sampai ia harus bersusah payah tuk menekuk batang penisnya ke bawah, kearah pantat, supaya tak terlihat lagi.

    Biji testisnya pun terlihat tak nyaman, menggelambir keluar dari masing-masing celah celana dalamku. Dan cd hijau, yang juga terciprat spermanya, ia sembunyikan di dalam tumpukan baju kotorku. Setelah itu, ia segera melilitkan kembali handuk kecilnya, dan bertingkah seperti tak ada apa-apa..

    “Mbak Liani…” panggilnya. “Mbak…Ini bak cucinya…”
    “Eeh iya… sebentar mas….” Jawabku. Aku mencoba mengatur nafas, menyembunyikan deru nafsuku yang juga masih menggebu-gebu ini..

    “Maaf mas… tadi mas Andri telpon, jadi mas Osman langsung saya tinggal deh…”
    “Oh gapapa mbak…ini baju kotornya sudah saya pindahkan ke bak cuci saya… jadi mbak Liani tinggal meneruskan saja…” mas Osman berkata sambil mengurut-urut telapak tangannya di depan selangkangan, mencoba menutupi gundukan penis yang aku kira mulai menggeliat lagi.

    “I….iya…ma kasih mas… jadi ngerepotin nie ceritanya….” Kataku.
    “Ah.. gapapa kali mbak…. Lagian aku kasian kalau melihat cewek secantik mbak Liani harus bercapek-capek sendirian gini….” Katanya tersenyum meringis.
    “Wah… sepertinya dia mulai merayuku” batinku. Aku hanya bisa tersenyum-senyum mendengar kalimat mas manto.

    “Hhmmm… anu mas… kalau boleh… apa saya bisa….….”
    “Boleh boleh…mo apa ya?” potongnya.
    “Anu… apa bisa saya minta tolong buat …..sekalian penuhin bak cuci dengan…..?”
    “Wah bisa banget mbak.. tenang aja… “potongnya lagi. “bahkan kalau mau… saya bisa bantu mbak liani nyuci’in bajunya…”

    Bersambung…

    1 2 3 4
  • Tragedi Pemerkosaan Massal

    Tragedi Pemerkosaan Massal

    Cerita Sex Tragedi Pemerkosaan Massal – Fransisca adalah seorang ibu rumah tangga. Di usianya yang ke 33 ia masih tampak seperti baru lulus kuliah saja. Walaupun sudah beranak 2 tubuhnya masih kencang seperti perawan. Posturnya langsing dengan tinggi sekitar 160cm, kulit putih mulus dan wajah carntik khas chinese, dadanya dihiasi payudara yang tidak terlalu besar tapi tegak menantang berukuran 32B.

    Ia senang memakai kaos ketat dan jeans. Lekukan tubuhnya menarik mata pria manapun yang melihatnya. Sehari hari Fransisca hanya di rumah saja. Pagi setelah mengantar anak ke sekolah, ia biasanya lari pagi di sekitar kompleks rumahnya yang kebetulan berada di daerah yang sejuk dan banyak pohon.

    Jam 10 pagi Fransisca baru pulang dan mandi. Karena suaminya pergi kerja dan pulang sore menjelang malam, ia biasanya menghabiskan waktu seorang diri di rumah selayaknya ibu rumah tangga. Hari jumat itu, tidak seperti biasanya Fransisca merasa agak lelah.

    Setelah olahraga pagi, ia tidak segera mandi dan beraktivitas. Fransisca menutup pintu kamar dan mengganti bajunya. Di depan kaca rias, Fransisca melepas satu persatu penutup tubuhnya. Kaos jersey dan celana olahraga ketatnya segera lolos dari badannya, menyisakan BH dan celana dalam hitam.

    Cerita Sex Tragedi Pemerkosaan Massal
    Cerita Sex Tragedi Pemerkosaan Massal

    Ngocoks Tampak tubuh sempurnanya begitu mulus dengan payudara yang kencang menonjol cantik di dadanya. Ia mengambil daster tipisnya dan mengenakannya. Lalu ia menyalakan Tv, dan membuka jendela kamarnya sedikit karena pagi itu udara mulai terasa gerah.

    Fransisca membaringkan diri di ranjang sambil mengganti ganti channel Tv. Sambil menonton berita pagi, Fransisca perlahan2 ketiduran. Dia melewatkan berita yang akan mengubah hidupnya selamanya. Sementara itu tidak jauh dari rumahnya, di sebuah gardu listrik taman kompleks…

    Jon: “Cok, untung kita bisa kabur nih dari penjara sialan itu! Untung polisi sekarang bangsat2 juga kayak kita”
    Ucok : “iye tuh tapi kita kudu setor hasil jarahan kite setengah, dasar bajingan!”
    Ojet: “Udeh yang penting kite bebas coy mau ngerampok, mending daripada lu pade banyak cingcong, lu orang coba deh cari rumah yg bisa kite garap!”

    Jon : “siap bos, ane ke jalan X situ”
    Ucok : “ane ke jalan Z situ”
    Ojet : “ya udah ane ke jalan buntu sono deh. Kite ketemu disini lagi setengah jam lagi, pergi lu pade.”
    Jon & Ucok : “siap boss!”

    Rupanya ada 3 orang residivis perampok sadis yang tidak segan membunuh korbannya sedang mencari target untuk dirampok. Ojet dan gengnya menyisir perumahan itu yang memang sepi karena kebanyakan penghuninya bekerja pada jam2 itu.

    Sampailah Jon di depan rumah Fransisca. Dilihatnya daun jendela geser di kamar Fransisca yang terbuka menghadap jalan. “wah rejeki nomplok nih ada yang lupa kunci jendela” batin Jon.

    Diamatinya dengan seksama rumah Fransisca, pagar yang tidak terlalu tinggi, tidak ada cctv, tidak ada hewan peliharaan, dan lokasi rumahnya yang paling ujung, membuat rumah Fransisca menjadi target sempurna untuk operasi mereka.

    30 menit kemudian…

    Ojet : ” gimana nih ada TO ga? Ane dapet tapi perlu usaha nih, ada anjing penjaganya. Lu orang dapet ga?
    Ucok : ” ga ada boss pada pasang cctv, terlalu resiko siang bolong gini”
    Jon : ” ada boss di jalan buntu sebelah sono yg deket tanah kosong, ada rumah jendelanya kebuka, tapi ada orang kayanya. Rumah lainnya sepi cuma yang itu doang yg ada mobilnya.”
    Ojet : “nah itu aje kite samperin. Bawa perlengkapan lu orang!”

    Mereka segera menuju ke rumah Fransisca. Sambil merunduk mereka mengamati sekilas situasi sekeliling dan situasi di rumah Fransisca. Lalu mereka menyusun rencana membobol rumah Fransisca.

    Ojet : “formasi seperti biasa jek, Jon lu awasin dulu di sini, Ucok sama ane masuk duluan. Cok siapin golok lu klo yg punya rumah macem2 tebas aja leher nya.”
    Jon : ” siap boss”
    Ojet : ” pake gear kite semua! (Topeng dan sarung tangan)

    Tanpa bersuara, Ojet dan Ucok memanjat pagar dan sudah berada di pekarangan Fransisca. Mereka mengendap2 ke pintu depan dan memanjat ke balkon kamar Fransisca yang jendelanya terbuka. Mereka mengintip ke dalam dan melihat Fransisca sedang tidur, dengan segera mereka menyelinap masuk ke kamar Fransisca. Ucok mengendap dan segera membekap mulut Fransisca serta menempelkan ujung belatinya ke perut Fransisca.

    Fransisca : ” aww…mmmmfftt!”
    Ucok : ” diam manis kalau kau tidak mau ususmu terburai!”

    Fransisca ketakutan sambil menitikkan air mata. Ucok semakin menancapkan ujung belatinya yang tajam ke perut Fransisca. Ketika dirasanya orang ini tidak main main dan tusukannya mulai melukai perutnya, Fransisca mengangguk lemah sambil menangis. Ojet mengeluarkan tali plastik dan mengikat kedua tangan Fransisca ke depan.

    Ucok: sekarang jangan melawan atau teriak, kalau sampe ada suara, gue belek perut lo! ngerti???
    Fransisca: i i iya bang, tolong jangan bunuh saya, ambil semua yang kalian mau
    Ojet : bangun lu moy, tunjukin brankas lu! Cepet! Inget, lu macem2 gw potong leher lu moy!

    Fransisca tidak punya pilihan dan menunjukkan tempat penyimpanan perhiasan dan uangnya. Ucok memanggil Jon masuk dan menutup jendela tempat mereka masuk. Jon menggeledah lantai bawah sementara Ojet menguras harta simpanan Fransisca.

    Ucok kebagian mengawasi Fransisca yang kemudian mengikatnya ke ranjang. Mulut Fransisca diplaster dengan lakban dan matanya ditutup dengan kain. Fransisca menangis karena dia tidak bisa membayangkan apa lagi yang mereka perbuat nantinya.

    Ojet : hahaha panen besar kite, lu dapet apa di bawah Jon?
    Jon : lumayan boss ada laptop mahal nganggur
    Ucok : boss ni amoy lumayan juga nih, kita pake dulu aja boss baru kita matiin
    Ojet : boleh juga cok, waktu kita masih banyak, udah lama juge kite ga ngerasain cewe amoy gini hahaha

    Tahu dirinya akan diperkosa, Fransisca mulai berontak dan berusah berteriak tapi tidak ada gunanya. Sebuah bogem dari Ojet menghantam perut Fransisca sampai ia meringkuk. Diikuti tamparan dari Ojet.

    Ojet : heh lonte! Diem aja lu kalo ga kite siksa sampe mampus! Plakk plakkk

    Tamparan Ojet membuat Fransisca pingsan, pipinya memerah. Ucok merobek daster beserta BH Fransisca dari depan. Breekkk! Dengan sekejap terpampang payudara Fransisca yang kenyal dengan puting mungil coklat muda. Jon menarik cd Fransisca dan memperlihatkan me kinya yang ditumbuhi jembut tebal dengan bibir me ki yang pink.

    Ucok : ssllurpp (ngiler) wahh boss amoy emang beda sama lonte2 pasar yah. Muyusss (meremas toket Fransisca dan memelintir putingnya)Dengan buas mereka menjamahi tubuh Fransisca. Ucok meremasi payudara kanan Fransisca sambil mengulum puting kirinya. Sementara itu Ojet melebarkan kaki Fransisca dan menjilati me ki nya.

    Ojet : hhmmm harummm. Ojet menyapukan lidahnya ke klitoris Fransisca. Meskipun pingsan, tubuh Fransisca merespon jilatan Ojet. Tiap kali klitorisnya dijilat, pinggulnya menegang dan me ki nya mulai basah. Ojet mengobok obok me ki Fransisca dengan lidahnya.

    Jon sibuk melumat bibir tipis Fransisca sambil meraba perutnya yang rata. Tubuh Fransisca mulai terangsang. Ojet membuka bajunya kecuali topengnya lalu mulai mengocok meki Fransisca dengan 2 jarinya. Desahan mulai terdengar dari bibir Fransisca. Jon dan Ucok mengisap payudara Fransisca dan mencupanginya. Gemas sekali dengan payudara Fransisca yang pas di genggaman tangan mereka.

    Ojet: Cok, lu ambil minyak goreng sama air buat bangunin nih amoy. Gue mau entot dia dalam keadaan sadar
    Ucok : minyak buat apaan bos??
    Ojet : banyak bacot lu! Ambil aja cepet, ntar juga ngerasain lu

    Ucok ke dapur sambil bingung dengan perintah bosnya. Tidak lama ucok kembali dengan minyak dan air. Byurrr…ojet menyiram muka Fransisca dengan segelas air dingin. Fransisca bangun sambil megap2 lalu sebuah tamparan menyambut pipi kirinya

    Fransisca : Aaww! Ampuunn jangan pukul sayaa
    Ojet : eh moy! Ikutin perintah kite atau yg melayang berikutnya nih golok ke leher lu! NGERTI GAK???!
    Fransisca : i iya bang ampun…(memelas)
    Ojet : apa?? Gue ga denger! (Siap2 menampar Fransisca)
    Fransisca : IYA BANG AMPUN, AMPUN

    Ojet : lu puasin kita semua kalo ga, gue potong toket lu dan gue sembelih perut lu! ngerti? (Nyelipin ujung golok ke me ki Fransisca)
    Fransisca : Iya bang perkosa aja sayaaa jangan bunuh sayaa ampun
    Ojet : hehehe bagus lonte! Sekarang lu isep punya kita!

    Fransisca dengan gemetar meraih kontol Ojet yang sudah konak daritadi. Dengan mengeluarkan segala keterampilannya mengoral suaminya, kini Fransisca harus mengoral kontol begundal2 ini. Jon dan ucok pun segera bertelanjang diri. Fransisca bergidik melihat tubuh bugil mereka.

    Semuanya kekar berotot dengan banyak tato dan bekas luka. Entah sudah berapa korban yang mereka renggut nyawanya. Yang membuat Fransisca lebih bergidik adalah ukuran kontol mereka yang besar besar.

    Tangannya saja tidak bisa menggenggam kontol mereka. Dengan segera Fransisca dikelilingi 3 kontol besar. Ojet memegang kepala Fransisca dan menjambak rambutnya sambil memompa kontolnya di mulut Fransisca. Ucok dan Jon menyuruh Fransisca mengocoki kontolnya sambil menggerayangi payudara Fransisca.

    Ojet : ougghh bibir lu enak banget moy! (Sleppp slepp)
    Ucok : iya boss tangannya juga lembut banget

    Ojet merebahkan dirinya di kasur sambil menahan kepala Fransisca agar tidak lepas dari kontolnya. Fransisca kini menungging sambil mengoral Ojet. Rambutnya disibakkan ke samping sambil dijambak Ojet. Jon segera menjilati memek Fransisca sambil mengocoknya dengan 2 jari. Ucok meremas lembut payudara Fransisca yang menggantung, membuat payudaranya terasa lebih montok.

    Fransisca : mmh mmpffhhh (mekinya dijilati Jon)
    Ojet : enak ya moy?
    Fransisca : ….
    Ojet : jawab! (Menepak kepala Fransisca)
    Fransisca : (mengangguk dengan penis di mulut)
    Ojet : baguss sekarang lu ngangkang di atas kontol gue

    Fransisca bangun dan memposisikan memeknya di atas kontol Ojet. Sambil disuruh memegangi kontolnya, Ojet menurunkan pinggul Fransisca pelan2. Pertama kali kepala kontolnya sulit memasuki memek Fransisca yang sempit. Digesek2nya kepala kontolnya ke bibir memek Fransisca, lalu setelah basah oleh cairan memeknya, ojet menurunkan pinggul Fransisca dengan paksa

    Fransisca : oooughh..ahh ( sambil mendongak)

    Ojet terus menarik turun pinggul Fransisca sampai kontolnya masuk seluruhnya. Ia memegangi pinggul Fransisca erat erat, merasakan kehangatan memek Fransisca yang memijat kontolnya saat ini. Lalu ojet mulai menyodok2 kontolnya.

    Mula mula perlahan, makin lama makin cepat. Tubuh Fransisca terlonjak lonjak namun payudaranya tidak berayun saking kenyalnya. Ojet meremas kedua payudara Fransisca. Ucok memakai mulut Fransisca sementara Jon meraih tangan kanan Fransisca dan menyuruhnya mengocok kontolnya.

    Fransisca : hmmp eemh hmmphh (clep clep slep suara memeknya beradu dengan kontol)
    Ojet : ouhh peret banget memek lu mooyy. Laki lu kontolnya kerdil yah
    Jon dan ucok tertawa memdengar boss mereka mengejek suami Fransisca

    Ojet bangun dan merebahkan Fransisca di kasur dengan kontolnya masih menancap. Dengan buas ojet menyodok memek Fransisca. Jon dan Ucok diservis bergantian oleh mulut Fransisca. Fransisca yang tadinya terpaksa mengikuti kemauan mereka kini mulai merasakan adanya sensasi kenikmatan yang berbeda.

    Tubuhnya tidak lagi menolak perlakuan mereka, birahi mulai menguasai kesadarannya. Kini yang ada di pikirannya adalah menuntaskan birahinya. Ojet makin cepat menggenjot Fransisca, dirasanya peju sudah tertahan di ujung penisnya.

    Ojet : oughhh! Anjingg! Bunting luuuu! Bunting lu mooyy.! (Sambil membenamkan penisnya dalam dalam)
    Fransisca : ahhh aughhh (orgasme bersamaan dengan peju Ojet yang memenuhi rahimnya)

    Ojet masih menyemburkan pejunya di dalam memek Fransisca. Tangannya mencengkeram paha dan pinggul Fransisca dengan kuat seakan tidak mau lepas. Fransisca juga mengalami orgasme, memeknya berkedut kedut menerima muntahan peju seakan memeras peju Ojet sampai habis. Ojet menarik penisnya keluar.

    Ojet : bahhh puas banget ngentotin amoy. Lu berdua pake dah sekaligus biar cepet. Boolnya lu kasih minyak aja
    Ucok : ohh buat itu toh boss, kirain mau goreng apa
    Ojet : udeh sono lu pake deh, gw istirahat dulu mau ronde 2 hahahaha

    Fransisca yang masih lemas karena orgasme pertamanya disuruh menungging oleh Ucok. Diciuminya lubang anus Fransisca. Peju Ojet terlihat mengalir dari bibir memeknya Fransisca dan jatuh membasahi sprei. Jon dioral oleh Fransisca sambil meremasi payudaranya.

    Ucok yang sudah tak tahan langsung menyodok memek Fransisca dengan kontolnya. Terasa hangat dan licin karena cairan memek Fransisca membanjir dan juga peju Ojet. Ucok langsung menghajar memek Fransisca dengan cepat sambil tangannya menusuki anus Fransisca.

    Fransisca hanya bisa mendengus dengus karena mulutnya disumpal kontol Jon. Ucok menusuki anus Fransisca dengan jempolnya yang dilumuri minyak sambil terus menyodok memek Fransisca dengan kencang. Setelah beberapa lama ucok menarik penisnya, Jon berbaring telentang dan menarik pinggul Fransisca hingga memeknya menyentuh kontolnya.

    Dengan sekali tarikan, kontol Jon yang panjang itu terbenam sempurna dalam memek becek Fransisca. Jon menyodok Fransisca kuat kuat. Sesekali jon berhenti, Fransisca dengan sendirinya menaikturunkan pinggulnya. Sementara itu Ojet merekam persetubuhan Fransisca dengan Hp milik Fransisca.

    Fransisca: ouhh bang pelan,,,ach ohh ohh (disodok dan diremas payudaranya oleh Jon)

    Ucok mendorong tubuh Fransisca hingga menempel ke dada Jon. Payudaranya yang kenyal terasa nikmat memijit2 dada bidang Jon. Jon yang mengerti apa yang mau dilakukan ucok segera mengunci pinggang Fransisca sehingga ia tidak bisa bangun. Ucok melumuri kontolnya dengan minyak dan mulai memasuki anus Fransisca

    Fransisca : aaaghh jangaaann! Jangan disitu, sakiiit. AAGHH! (Kontol ucok menembus anus Fransisca. Fransisca sampai mendongak dan meneteskAn air mata)
    Ucok: njinkk sempit banget, masih perawan nih bool

    Ucok dan Jon mulai menggerakkan penis mereka perlahan. sarah meringis ringis sambil direkam oleh Ojet. Lama lama Jon dan ucok mempercepat sodokannya. Setelah merasa Fransisca terbiasa, mereka menggenjot Fransisca dengan cepat.

    Fransisca mengerang keras kala kedua lubangnya di setubuhi. Setelah beberapa lama, Jon menyuruh ucok berbaring. Kontol mereka masih tertancap di memek dan anus Fransisca. Kini Fransisca terlentang di atas ucok dan ditindih Jon. Ucok langsung meremas kedua payudara Fransisca dan memelintir putingnya.

    Ucok dan Jon menggenjot Fransisca menuju klimaks. Fransisca mencapai orgasme keduanya. Cairan memeknya mengalir ke anusnya bersama dengan peju Ojet. Ojet merekam memek dan anus Fransisca yang sedang dipompa dari jarak dekat lalu beralih ke payudara Fransisca yg sedang dimainkan Ucok dan berakhir di wajahnya yang sedang nikmat dilanda birahi.

    Beberapa menit kemudian Ucok dan Jon mempercepat sodokannya. Fransisca semakin histeris. Dan akhirnya Fransisca orgasme bersamaan dengan ucok dan jon yang menyemburkan spermanya ke lubang2 Fransisca. Ucok dan Jon melepaskan kontolnya yg menciut.

    Tampak peju menetes dari memek Fransisca. Ojet yang bernafsu lagi langsung membalik tubuh Fransisca dan memperkosa anusnya. Tak berapa lama ojet hendak memuntahkan spermanya, dengan segera ia menyodok memek Fransisca dan berejakulasi di memeknya.

    Setelah puas Ojet mengancam Fransisca jika melapor mereka akan mendatanginya dan membunuhnya. Ojet juga menggunakan video rekaman perkosaan Fransisca untuk membuatnya mengikuti kemauan mereka. Suatu hari nanti, mereka akan datang lagi dan memperkosa Fransisca lagi. 6 Bulan setelah kejadian pertama…

    Fransisca kini berubah. Tadinya ia seorang wanita yang ceria tapi setelah kejadian itu, ia menjadi sedikit berbicara dan sering kelihatan melamun. Suaminya tak tahu kalau Fransisca diperkosa bergantian oleh para peranpok itu. Fransisca hanya bercerita tentang perampokan itu.

    Ia tidak cerita kalau ia sempat disetubuhi anus dan vaginanya bersamaan. Namun kehidupan seks pasutri itu tidak berbeda, semuanya berlangsung seperti tidak ada apa apa. Diam diam mulai muncul suatu hasrat baru dalam diri Fransisca.

    Memang jika diingat peristiwa perampokan 6 bulan lalu itu, menyisakan trauma karena perlakuan kasar mereka, tetapi ada gairah yang mengalir tatkala Fransisca mengingat bagaimana vaginanya ditembusi banyak penis, dan anusnya disodomi oleh penis penis besar.

    Memang benar kata Ojet waktu itu, penis suaminya kurang bisa memuaskan dirinya. Tanpa suaminya tahu, Fransisca sering masturbasi di siang hari sepulang mengantar buah hatinya ke sekolah.

    Sabtu malam…

    Di kamar utama rumah itu, terdengar desahan desahan sepasang kekasih yang sedang beradu kelamin. Ya, Fransisca dan suaminya sedang bersetubuh. Fransisca tampak sedang menaik turunkan pantatnya menghisap kontol suaminya dengan vaginanya. Sambil bergoyang, kedua payudaranya diremas remas dengan lembut sambil putingnya sesekali dimainkan.

    Fransisca : aahh sayangg, terus remes tetekku! Enak kontolmu sayangg. (Menengadah keatas, pipinya merona merah karena terangsang berat)

    Kemudian mereka berganti posisi doggy style. Fransisca bertumpu dengan sikunya, sementara suaminya memposisikan kontolnya yang berukuran standar di depan lubang vagina Fransisca. Sekali dorong, amblas semua penis itu di dalam vagina Fransisca.

    Fransisca digenjot dengan kecepatan tinggi, pertanda suaminya sudah mau muncrat. Payudaranya bergoyang indah setiap kali penis itu menusuk vagina Fransisca. 5 menit kemudian Fransisca merasakan suaminya memuncratkan pejunya di dalam vaginanya, banyak sekali.

    Dalam hati Fransisca dongkol karena kentang. Lagi mendaki menuju orgasme tapi suaminya duluan. Mereka membersihkan diri dan bersiap tidur, malam semakin larut menjelang tengah malam. Fransisca tidak bisa tidur sementara suaminya sudah tertidur duluan.

    Birahinya yang belum terpuaskan menuntut untuk dipuaskan. Fransisca berusaha memuaskan diri dengan menjepit jepit dan menggesekkan gulingnya ke selangkangannya tapi tidak berhasil. Akhirnya Fransisca tertidur juga karena bosan dan dongkol.

    Kehidupan seks Fransisca kini terasa hambar dan biasa saja. Kadang2 saja dia mendapat orgasme dari kontol suaminya. Keinginannya untuk merasakan lagi kontol2 yang pernah menodai rahimnya itu semakin kuat.

    Selasa siang menjelang sore hari…

    Ojet, Jon dan Ucok sedang kongkow di warung kopi di dekat gerbang kompleks perumahan tempat tinggal Fransisca. Tampaknya mereka sedang merencanakan aksi mereka selanjutnya bersama dengan seorang satpam komplek dan si pemilik warung.

    Ojet : bang, kite ada proyek nih dijamin aman. Tapi kite perlu kerjasama dan informasi dari abang2
    Sudin (satpam komplek) : proyek paan nih bang?
    Ujang (pemilik warung) : emang situ kerja apa? Kontraktor?

    Ojet : dengerin dulu, tapi sebelum gue ceritain, lu pade mau ikutan ga nih? Klo gue udah cerita mau ga mau lo harus ikut. Kalo ngga…hidup mati lu orang gue ga tanggung. Tapi klo lu ikut gue, dapet fulus banyak luh
    Ujang : buset dah serem amat bang, ngapain ni kite?

    Ojet : udah lu mau kagak? Klo mau jangan banyak tanya, iye aje. Mau duit gampang ga lu?
    Ujang : boleh deh bang, suer ane mau, dikasih duit sape yg kagak mau.
    Ojet : din, gimana lu ikut kagak?

    Sudin : ane ikut bang, gaji satpam berapa sih? Kudu jagain orkay2 sialan ini cuma digaji kecil.
    Ojet : oke jadi udah sepakat semua ya, ada yang bocorin, MATI!

    Mereka merencanakan untuk merampok salah satu rumah milik pejabat perusahaan perbankan yang tinggal di komplek itu. Sangat profesional sekali mereka atur pembagian tugasnya dan informasi keamanan seputar rumah itu.

    Sudinlah orang yang tepat untuk mereka mintai informasi dan jadwal keamanan komplek itu. Sementara mereka merencanakan perampokan itu, Fransisca pulang dengan mengendarai mobilnya seorang diri.

    Jon : boss!
    Ojet : ape!
    Jon : tuh amoy yang kite rampok n perkosa tempo hari. Makin cantik aje kayanye!

    Ojet : mana mana?
    Ucok : noh boss, baru aja lewatin kita, tuh mobilnya.
    Ojet : hehehe tajem juga mata lu ya klo urusan lendir

    Sudin : ooo ternyata lu orang ye yang rampok tuh Bu Fransisca? Beruntung banget lu pade. Cewe paling yahud di komplek tuh bang. Paling muda paling cantik. Trus lu orang entotin dia???
    Ucok : yoi cuk! Ane perawanin boolnya

    Sudin : anjirrlahh, pengen juga ngerasain memek amoy gitu, mantep ga bang bodinye?
    Ucok : lu rasain aja sendiri ntar coy
    Sudin : beneran nih bang??

    Ojet : hehehe tenang aje lu selama kita punya ini, ga bakalan macem2 dia (sambil memperlihatkan rekaman perkosaan)

    Sudin + Ujang : anjirr yahud banget bodinya, toketnya bulet banget!
    Ojet : kite samperin aja yuk. Aman ga jam segini din?
    Sudin : aman bang, jam 2 an gini mah sepi, pada molor babu2 juga.
    Ojet : ya udeh kite ke sana, Din ganti baju satpam lo dulu teus lu pake ni topeng sama sarung tangan. Klo ketauan berabe ni proyek kite.

    Mereka ber 5 akhirnya bergegas ke rumah Fransisca di ujung kompleks. Memang situasi rumah Fransisca sangat menguntungkan mereka. Letaknya bersebelahan tanah kosong dan dekat dengan taman kompleks yang ada bangunan gardu listriknya.

    Tetangga kiri kanan pun tidak sebanyak bagian lain kompleks itu. Mereka tiba di taman dan mengintai rumah Fransisca yang berjarak hanya beberapa puluh meter saja dari tempat sembunyi mereka.

    Ojet : oke gue sama Jon duluan ke sana. Sini pinjem topi sama kacamata rayban lu. Jon lu tunggu di tembok samping tanah kosong jangan sampe keliatan. Yang lain, pake perlengkapan kalian. 5 menit lagi lu masuk ke rumah tu amoy

    Ojet dan jon menghampiri rumah Fransisca, Jon bersembunyi di tembok tepat di sebelah pintu pagar Fransisca. Ojet mengetok pintu pagar Fransisca. Tok tok tok. Perlahan pintu dalam terbuka, tampaklah Fransisca saat itu mengenakan kaos putih ketat dan jeans ketat selutut.

    Fransisca : darimana ya pak? Mau ketemu siapa?
    Ojet : saya dari kepolisian, saya mau bertanya tentang suami ibu. Betul ini dengan ibu Fransisca?
    Fransisca : (kaget) ada apa dengan suami saya pak? (Sambil menghampiri pagar)

    Ojet : kita bicara di dalam saja bu, ga enak kedengaran orang
    Fransisca : ohh yya… (Gugup sambil membuka pintu pagar)

    Saat itu juga Ojet langsung membekap mulut Fransisca dan mengunci tangannya. Jon langsung ikut beraksi dengan mengamankan kaki Fransisca yang menendang nendang.

    Ojet dan Jon membopong Fransisca ke dalam rumah menuju kamar utamanya, tempat dia dulu diperkosa juga. Jon memberi isyarat kepada ketiga rekannya untuk masuk ke rumah. Mereka mengunci pagar dan menutup pintu, lalu bergabung ke kamar utama.

    Fransisca : mau apa kalian!
    Ojet : halo sayang, masih ingat ini? (Menunjukkan rekaman perkosaan)
    Fransisca : ssiapa k.kalian? Mau apa lagi kalian?? Saya tidak takut! Saya laporkan polisi kalau k..

    PLAKK! Ojet langsung menampar Fransisca

    Ojet : lu mau lapor polisi hah?? Sebelum lu bisa lakukan itu lu udah mati sayang. Sekarang mau layani kita atau mau gue potong2 badan lu? (Sambil memain mainkan ujung belatinya di perut Fransisca)
    Fransisca : mending mati daripada..uhukk (tercekik)

    Ojet : bener mau mati sekarang heh? (Menusukkan ujung belatinya ke tenggorokan Fransisca)
    Ucok : boss, ngompol nih amoy ketakutan hahaha
    Fransisca gemetar merasakan lehernya luka.

    Ojet : jadi gimana? ….Bu Fransisca. Saya tidak keberatan ngentotin kamu yang sudah mati. Sekarang terakir kali saya tanya. Mau layani kita atau saya gorok leher cantikmu ini geh? (Sambil menjilat leher Fransisca yang luka)
    Fransisca : b baik, saya masih mau hidup tolong jangan lukai saya.
    Ojet : gadis pintar.

    Brekkkk! Ojet langsung merobek kaos Fransisca beserta BHnya dengan belatinya. Seketika itu juga Fransisca dikerubuti 5 pria ganas. Dalam sekejap, Fransisca sudah bugil.

    Ucok : sekarang lu sepongin kita berlima! Cepettt! Fransisca berlutut dikelilingi 5 pria bugil. Rata2 kontol mereka 20cm dengan tebal 3,5cm sudah mengacung keras. Ojet langsung memegangi kepala Fransisca dan memperkosa bibirnya. Ucok dan Jon diservis oleh tangan lembut Fransisca.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6
  • Terjadi Karena Kesalahan Sendiri

    Terjadi Karena Kesalahan Sendiri

    Cerita Sex Terjadi Karena Kesalahan Sendiri – Namaku Fathinah. Aku seorang guru berusia 28 tahun. Di kampungku di daerah Sumatera, aku lebih dikenal dengan panggilan Bu Miah. Aku ingin menceritakan satu pengalaman hitam yang terjadi pada diriku sejak enam bulan yang lalu dan terus berlanjut hingga kini. Ini semua terjadi karena kesalahanku sendiri.

    Kisahnya begini, kira-kira enam bulan yang lalu aku mendengar cerita kalau suamiku ada hubungan gelap dengan seorang guru di sekolahnya.

    Suamiku juga seorang guru di sekolah menengah di kampungku. Dia lulusan perguruan tinggi lokal sedangkan aku cuma seorang guru pembantu. Tanpa mencek lebih lanjut kebenarannya, aku langsung mempercayai cerita tersebut.

    Yang terbayangkan saat itu cuma nasib dua anakku yang masih kecil. Secara fisik, sebetulnya aku masih menawan karena kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yang namanya lelaki, walau secantik apapun isterinya, tetap akan terpikat dengan orang lain, pikirku.

    Cerita Sex Terjadi Karena Kesalahan Sendiri
    Cerita Sex Terjadi Karena Kesalahan Sendiri

    Ngocoks Diam-diam aku pergi ke rumah seorang dukun yang pernah kudengar ceritanya dari rekan-rekanku di sekolah. Aku pergi tanpa pengetahuan siapa pun, walau teman karibku sekalipun. Pak Jarwo adalah seorang dukun yang tinggal di kampung seberang, jadi tentulah orang-orang kampungku tidak akan tahu rahasia aku berjumpa dengannya. Di situlah berawalnya titik hitam dalam hidupku hingga hari ini.

    Pak Jarwo orangnya kurus dan pendek. Tingginya mungkin tak jauh dari 150 cm. Kalau berdiri, ia hanya sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah abad. Ia mempunyai janggut putih yang cukup panjang. Gigi dan bibirnya menghitam karena suka merokok.

    Aku masih ingat saat itu Pak Jarwo mengatakan bahwa suamiku telah terkena guna-guna orang. Ia lalu membuat suatu ramuan yang katanya air penawar untuk mengelakkan diriku dari terkena santet wanita tersebut dan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-kira lima menit meminum air penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan gairah yang tidak dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba.

    Pak Jarwo kemudian menyuruhku berbaring telentang di atas tikar ijuk di ruang tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan sesuatu yang tidak kupahami dan menghembus berulang kali ke seluruh badanku. Saat itu aku masih lengkap berpakaian baju kurung untuk mengajar ke sekolah pada petangnya.

    Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena dan terjaga aku merasakan tangan Pak Jarwo bermain-main di kancing baju kurungku. Aku tidak berdaya berbuat apa-apa melainkan merasakan gairah yang amat sangat dan amat memerlukan belaian lelaki.

    Kedua buah dadaku terasa amat tegang di bawah braku. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa hangat dan mulai becek. Aku dapat merasakan Pak Jarwo mengangkat kepalaku ke atas bantal sambil membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku satu-persatu.

    Setelah aku berbaring tanpa sehelai pakaian pun kecuali tudungku, Pak Jarwo mulai menjilat bagian dadaku dahulu dan selanjutnya mengulum puting tetekku dengan rakus. Ketika itu aku terasa amat berat untuk membuka mata.

    Setelah aku mendapat sedikit tenaga kembali, aku merasa sangat bergairah. Kemaluanku sudah mulai banjir. Aku berhasil menggerakkan tanganku dan terus menggapai kepala Pak Jarwo yang sedang berada dicelah selangkanganku.

    Aku menekan-nekan kepala Pak Jarwo dengan agak kuat supaya jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengerang sambil membuka mataku yang lama terpejam.

    Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku terlihat dalam samar-samar ada dua sosok lain sedang duduk bersila menghadapku dan memandangku dengan mata yang tidak berkedip.

    “Bu Miah,” tegur seorang lelaki yang masih belum kukenali, yang duduk di sebelah kanan badanku yang telanjang bulat. Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya.

    “Leman,” jeritku dalam hati. Leman adalah anak Pak Semail tukang kebun sekolahku yang baru saja habis ujian akhirnya. Aku agak kalang kabut dan malu. Aku coba meronta untuk melepaskan diri dari genggaman Pak Jarwo.

    Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Jarwo mengangkat kepalanya dari celah selangkanganku dan bersuara. “Tak apa Bu, mereka berdua ini anak murid saya,” ujarnya sambil jarinya bermain kembali menggosok-gosok kemaluanku yang basah kuyup.

    Sebelah lagi tangannya digunakan untuk mendorong kembali kepalaku ke bantal. Aku seperti orang yang sudah kena sihir terus berbaring kembali dan melebarkan kangkanganku tanpa disuruh. Aku memejamkan mata kembali. Pak Jarwo mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya ke atas bahunya. Saat dia menegakkan bahunya, punggungku juga ikut terangkat.

    Pak Jarwo mulai menjilat kembali bibir vaginaku dengan rakus dan terus dijilat hingga ke ruang antara vagina dan duburku. Saat lidahnya yang basah itu tiba di bibir duburku, terasa sesuatu yang menggelikan bergetar-getar di situ. Aku merasa kegelian serta nikmat yang amat sangat.

    “Leman, Kau pergi ambil minyak putih di ujung tempat tidur. Kau Ramli, ambil kemenyan dan bekasnya sekalian di ujung itu,” perintah Pak Jarwo kepada kedua anak muridnya.

    Aku tersentak dan terus membuka mata.

    “Bu ini rawatan pertama, duduk ya,” perintah Pak Jarwo kepadaku.

    Aku seperti kerbau dicocok hidung langsung mengikuti perintah Pak Jarwo. Aku duduk sambil sebelah tangan menutup buah dadaku yang tegang dan sebelah lagi menggapai pakaianku yang berserakan untuk menutup bagian kemaluanku yang terbuka.

    Setelah menggapai baju kurungku, kututupi bagian pinggang ke bawah dan kemudian membetulkan tudungku untuk menutupi buah dadaku.

    Setelah barang-barang yang diminta tersedia di hadapan Pak Jarwo, beliau menerangkan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri pandang ke arah dadaku yang kucoba tutupi dengan tudung tetapi tetap jelas kelihatan kedua payudaraku yang besar dan bulat di bawah tudung tersebut.

    “Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yang sudah mengenai bagian-bagian tertentu di badan Ibu. Punggung Ibu sudah terkena penutup nafsu dan perlu dibuang.”

    Aku cuma mengangguk.

    “Sekarang Ibu silakan tengkurep.”

    Aku memandang tepat ke arah Pak Jarwo dan kemudian pandanganku beralih kepada Leman dan Ramli.

    “Nggak apa-apa, Bu… mereka ini sedang belajar, haruslah mereka lihat,” balas Pak Jarwo seakan-akan mengerti perasaanku.

    Aku pun lalu tengkurep di atas tikar ijuk itu. Pak Jarwo menarik kain baju kurungku yang dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping. Perlahan-lahan dia mengurut punggungku yang pejal putih berisi dengan minyak yang tadi diambilkan Leman.

    Aku merasa berkhayal kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Jarwo. Kemudian kurasakan tangan Pak Jarwo menarik bagian pinggangku ke atas seakan-akan menyuruh aku menungging dalam keadaan tengkurep tersebut. Aku memandang ke arah Pak Jarwo yang duduk di sebelah kiri punggungku.

    “Ya, angkat punggungnya,” jelasnya seakan memahami keraguanku.

    Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam posisi tengkurep, muka dan dada di atas tikar sambil punggungku terangkat ke atas. Pak Jarwo mendorong kedua kakiku agar berjauhan dan mulai melumurkan minyak ke celah-celah bagian rekahan punggungku yang terbuka.

    Tanpa dapat dikontrol, satu erangan kenikmatan terluncur dari mulutku. Pak Jarwo menambahkan lagi minyak di tangannya dan mulai bermain di bibir duburku. Aku meremas bantal karena kenikmatan. Sambil melakukan itu, jarinya berusaha mencolok lubang duburku.

    “Jangan tegang, biarkan saja,” terdengar suara Pak Jarwo yang agak serak. Aku coba merilekskan otot duburku dan menakjubkan… jari Pak Jarwo yang licin berminyak dengan mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Jarwo mulai menggerakkan jarinya keluar masuk lubang duburku.

    Aku coba membuka mataku yang kuyu karena kenikmatan untuk melihat Leman dan Ramli yang sedang membetulkan sesuatu di dalam celana mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan pula melihat mereka sedang memperhatikan aku diterapi Pak Jarwo.

    Perasaan malu terhadap kedua muridku berubah menjadi gairah tersembunyi yang seolah melompat keluar setelah lama terkekang!

    Setelah perjalanan jari Pak Jarwo lancar keluar masuk duburku dan duburku mulai beradaptasi, dia mulai berdiri di belakangku sambil jarinya masih terbenam mantap dalam duburku.

    Aku memandang Pak Jarwo yang sekarang menyingkap kain sarungnya ke atas dengan satu tangannya yang masih bebas. Terhunuslah kemaluannya yang panjang dan bengkok ke atas itu. Tampak sudah sekeras batang kayu!

    “Bbbbuat apa ini, Pak….” tanyaku dengan gugup.

    “Jangan risau… ini buat buang sihir,” katanya sambil melumur minyak ke batang kemaluannya yang cukup besar bagi seorang yang kurus dan pendek. Selesai berkata-kata, Pak Jarwo menarik jarinya keluar dan sebagai gantinya langsung menusukkan batangnya ke lubang duburku.

    “ARRrgggghhggh…” spontan aku terjerit kengiluan sambil mengangkat kepala dan dadaku ke atas. Kaki bawahku pun refleks terangkat ke atas.

    “Jangan tegang, lemaskan sedikit!” perintah Pak Jarwo sambil merenggangkan daging punggungku. Aku berusaha menuruti perintahnya. Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh batang Pak Jarwo terbenam ke dalam duburku.

    Aku melihat Leman dan Ramli sedang meremas sesuatu di dalam celana masing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak Jarwo menariknya keluar kembali dan lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam rongga duburku. Dia berhenti di situ.

    “Sekarang Ibu merangkak mengelilingi bara kemenyan ini tiga kali,” perintahnya sambil zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku.

    Aku sekarang seakan-akan binatang yang berjalan merangkak sambil zakar Pak Jarwo masih tertanam dengan mantapnya di dalam duburku. Pak Jarwo bergerak mengikutiku sambil memegangi pinggangku.

    “Pelan-pelan saja, Bu,” perintahnya sambil menahan pinggangku supaya tidak bergerak terlalu cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar dari lubang duburku saat aku bergerak. Aku pun mematuhinya dengan bergerak secara perlahan.

    Kulihat kedua murid Pak Jarwo sekarang telah mengeluarkan zakar masing-masing sambil bermasturbasi dengan melihat tingkahku. Aku merasa sangat malu tetapi di lain pihak terlalu nikmat rasanya. Zakar Pak Jarwo terasa berdenyut-denyut di dalam duburku.

    Aku terbayang wajah suamiku seakan-akan sedang memperhatikan tingkah lakuku yang sama seperti binatang itu.

    Sementara aku merangkak sesekali Pak Jarwo menyuruhku berhenti sejenak lalu menarik senjatanya keluar dan lalu menusukku kembali dengan ganas sambil mengucapkan mantera-mantera.

    Setiap kali menerima tusukan Pak Jarwo setiap kali itu pula aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Jarwo pun akan menyuruhku untuk kembali merangkak maju. Demikian berulang-ulang ritual yang kami lakukan sehingga tiga keliling pun terasa cukup lama.

    Setelah selesai tiga keliling, Pak Jarwo menyuruhku berhenti dan mulai menyetubuhiku di dubur dengan cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku kuat-kuat dan sebelah lagi menarik tudungku ke belakang seperti peserta rodeo.

    Aku menurut gerakan Pak Jarwo sambil menggoyang-goyangkan punggungku ke atas dan ke bawah. Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang panas mengalir di dalam rongga duburku.

    Banyak sekali kurasakan cairan tersebut. Aku memainkan kelentitku dengan jariku sendiri sambil Pak Jarwo merapatkan badannya memelukku dari belakang. Tiba-tiba sisi kiri pinggangku pun terasa panas dan basah. Leman rupanya baru saja orgasme dan air maninya muncrat membasahi tubuhku.

    Lalu giliran Ramli mendekatiku dan merapatkan zakarnya yang berwarna gelap ke sisi buah dadaku. Tak lama kemudian air maninya muncrat membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Jarwo yang masih tertanam di dalam duburku dan bekerja keras untuk mencapai klimaks.

    “Arghhhhhhhrgh…” Aku pun akhirnya klimaks sambil tengkurep di atas tikar ijuk.
    “Ya, bagus, Bu…” kata Pak Jarwo yang mengetahui kalau aku mengalami orgasme. “Dengan begitu nanti guna-gunanya akan cepat hilang.”

    Pak Jarwo lalu mencabut zakarnya dan melumurkan semua cairan yang melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya cukup kering.

    “Jangan basuh ini sampai waktu magrib ya,” katanya mengingatkanku sambil membetulkan kain sarungnya.

    Aku masih lagi tengkurep dengan tudung kepalaku sudah tertarik hingga ke leher. Aku merasakan bibir duburku sudah longgar dan berusaha mengemut untuk menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun dan memunguti pakaianku yang berserakan satu per satu.

    Selesai mengenakan pakaian dan bersiap untuk pulang setelah dipermalukan sedemikian rupa, Pak Jarwo berpesan.

    “Besok pagi datang lagi ya, bawa sedikit beras bakar.”

    Aku seperti orang bodoh hanya mengangguk dan memungut tas sekolahku lalu terus menuruni tangga rumah Pak Jarwo.

    Cerita Sex Merenggut Seluruh Keluarga

    Sejak itu sampai hari ini, dua kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Jarwo untuk menjalani terapi yang bermacam-macam. Leman dan Ramli yang sedang belajar pada Pak Jarwo sedikit demi sedikit juga mulai ditugaskan Pak Jarwo untuk ikut menterapiku.

    Walaupun tidak tahu pasti, aku merasa bahwa suamiku perlahan-lahan mulai meninggalkan affairnya. Yang pasti, kini sulit rasanya bagiku untuk menyudahi terapiku bersama Pak Jarwo dan murid-muridnya. Sepertinya aku sudah kecanduan untuk menikmati terapi seperti itu.

  • Suku Minahasa yang Demokratis

    Suku Minahasa yang Demokratis

    Cerita Sex Suku Minahasa yang Demokratis – Aku terpaksa berpisah dengan keluargaku setelah harus menerima tugas jauh. Istriku di Medan dan aku dipindahkan untuk mengepalai cabang perusahaan di Sulut. Aku tadinya berat juga menerima penugasan ini, tetapi, tidak ada pilihan lain, karena ini adalah promosi dan pada waktu awal penerimaan dulu sudah menandatangani perjanjian yang menyatakan siap ditempatkan di mana pun di Indonesia.

    Aku hanya bisa pulang ke rumah istri 6 bulan sekali. Itu pun tidak bisa berlama-lama, karena waktu cutiku terbatas dan jarak tempuh Medan Manado,sangat jauh dan sangat mahal.

    Itulah yang melatar belakangi mengapa aku tinggal sendiri di kota yang terkenal memiliki gudang cewek-cewek cantik. Aku dikontrakkan rumah oleh perusahaan sebuah rumah yang cukup bagus dan ukurannya lumayan besar dengan 3 kamar.

    Sebetulnya rumah ini terlalu besar, tetapi tidak ada pilihan, karena rumah itu sudah disiapkan untuk kepala cabang. Rumah lengkap dengan furniture dan peralatan dapur membuat aku hanya cukup membawa baju saja.

    Cerita Sex Suku Minahasa yang Demokratis
    Cerita Sex Suku Minahasa yang Demokratis

    Ngocoks Awalnya semua kuurus sendiri dari mencuci baju dengan mesin cuci, membuat minuman kopi atau the sendiri dan sarapan sendiri. Kadang-kadang kalau ada waktu membersihkan rumah. Mungkin seminggu sekali baru aku pel, dan 2 hari sekali disapu.

    Namun sejalan dengan pekerjaan yang makin banyak, waktu luangku makin tidak banyak untuk leha-leha di rumah. Rasanya aku memerlukan pembantu.

    Dari berbagai orang yang kuanggap punya akses untuk mendapatkan pembantu aku sebar soal keinginanku mencari pembantu. Agak susah juga di Manado mencari pembantu, paling tidak lebih susah dari mencari pembantu di Medan.

    Ada beberapa pembantu yang disodorkan, tetapi tidak sesuai dengan sregnya hatiku, ada yang terlalu tua, ada yang bermasalah dengan keluarganya dan macam-macam. Akhirnya ada yang menyodorkan aku pembantu lagi.

    Awalnya agak ragu juga menerima pembantu ini, karena dia sebenarnya tidak terlalu pantas jadi pembantu, selain terlalu muda, untuk ukuran kualitas dia juga terlalu bagus. Anak ini baru berumur antara 15 – 16 tahun dari kampung di daerah Tondano.

    Dia belum bekerja tetapi sudah terbiasa mengurus rumah membantu ibunya yang janda. Bersekolah hanya sampai kelas 2 SMP karena tidak ada biaya jadi drop out. Dia diantar sendiri oleh ibunya dan sangat berharap agar aku mau menerimanya bekerja.

    Sebetulnya agak ragu juga menerima pembantu seperti ini, tetapi melihat ibunya mengiba-iba, karena dia berharap hasil anaknya bekerja bisa menopang kehidupannya yang makin sulit, akhirnya aku mau juga menerimanya.

    Pembantuku yang masih muda ini bernama Ellsa. Pada hari-hari pertama dia kuajari bagaimana menggunakan mesin cuci, membuat masakan sederhana, menggunakan microwave dan tentunya menyalakan TV.

    Sampai sebulan semua berjalan lancar dan Ellsa adalah anak yang rajin. Rumahku jadi terawat dan bersih. Kami hanya tinggal berdua di rumah itu. Aku pada mulanya sangat menjaga agar tidak terjadi skandal dengan pembantu. Oleh karena itu, jika dorongan birahi sedang tinggi, aku melampiaskannya di luar.

    Ellsa mungkin kehidupannya di kampung terlalu sederhana, kalau tidak mau dikatakan miskin. Dia datang hanya dengan 2 pasang baju yang sudah agak lusuh. Aku mengetahuinya karena baju yang dia pakai hanya itu-itu saja.

    Tidak tega juga aku melihatnya, maka aku dengan senang hati membawanya ke departement store untuk membelikan dia baju beberapa pasang, terutama baju untuk bekerja di rumah dan 2 stel untuk baju jika dia ingin jalan keluar.

    Setelah 3 bulan Ellsa makin kelihatan bersih dan terawat. Mungkin juga karena bajunya sekarang sudah lumayan banyak dan bagus-bagus. Ellsa menganggapku seperti saudaranya, makanya dia memanggilku Oom. Panggilan itu memang lumrah di Sulut.

    Mungkin ada pengaruhnya juga antara panggilan Oom, tuan dan Pak, Kalau panggilan tuan , terasa sekali lebar kesenjangan antara majikan dan bawahan, panggilan pak juga masih terasa jarak antara atasan dengan pesuruh, tetapi kalau panggilan Oom rasanya ya seperti dengan keponakan.

    Nyatanya memang Ellsa meski dia bekerja seperti pembantu, tetapi jarak antara aku dengan dia tidak terlalu jauh. Mungkin juga kebiasaan pergaulan suku Minahasa yang demokratis membuat batasan antara majikan dengan pekerja tidak terlalu jauh.

    Jadi Sikap Ellsa makin lama memang makin akrab. Orang melihat hubungan kami seperti hubungan Oom dengan keponakannya. Akupun lama-lama merasa begitu.

    Kami jadi makin lama makin akrab. Misalnya kalau menonton TV dia tanpa segan-segan duduk disampingku melipat kaki dan memeluk bantal kursi. Malah kalau chanelnya aku pindah ke siaran berita dia protes. Ada pembawaan manja yang kadang-kadang tidak kuat juga aku menghadapinya. Rasanya ingin sekali aku peluk lalu aku ciumi

    Hidup berdua dengan Ellsa makin lama bukan makin ringan, tetapi makin berat. Sebabnya, Ellsa makin terlihat cantik. Dia sudah seperti gadis kota dengan dandanannya.

    Meski begitu dia tidak pernah lalai melakukan tugas rutinnya mengurus rumahku. Entah karena hanya bedua saja di rumah ini, lama-lama Ellsa terlihat makin cantik saja. Tetapi hatiku selalu mengingatkan bahwa dia adalah pembantuku.

    Kadang-kadang aku suka tergoda juga karena Ellsa lama-lama makin manja. Dia benar-benar bagai keponakanku. Jika ada apa-apa yang dibutuhkan dia tidak segan-segan memintaku. Aku pun selalu menurutinya, karena Ellsa sangat jujur soal uang.

    Aku akhirnya memang memberinya gaji agak diatas rata-rata gaji pembantu di Manado. Setiap bulan seluruh gajinya diambil oleh ibunya yang rutin datang kerumah. Oleh karena itu aku sering memberinya tips kalau dia berbelanja.

    Mungkin uang tip itu yang dikumpulkan untuk membeli kebutuhan pribadinya. Aku memang tidak lagi membelikannya baju dan perlengkapan pribadinya lagi. Tetapi kuperhatikan dia makin banyak memiliki koleksi baju-bajunya. Badannya pun sekarang terasa aroma wangi body lotion.

    Berat juga rasanya hidup berdua dengan Ellsa, yang sekarang sudah berubah wujud menjadi gadis belia yang cantik. Sejujurnya aku ingin memberhentikan dia, agar tidak sampai aku silaf dan membuat skandal dengan dia. Namun aku tidak punya alasan untuk memecatnya.

    Kerjanya bagus, jujur dan rajin serta sering punya inisiatif. Apalagi kalau mengingat orang tuanya yang dulu mengiba-iba agar anaknya diterima bekerja. Disampng itu jika dia ku berhentikan, bagaimana nasib kehidupannya selanjutnya. Bisa saja keluarga mereka terpuruk lagi.

    Aku sudah tidak ada jarak lagi dengan Ellsa. Makan kami semeja dan nonton TV di ruang tengah juga duduk di sofa yang sama. Di kamarku memang juga ada TV, tetapi mengurung diri di kamar rasanya sumpek juga. Meskipun jika nonton TV di ruang tengah aku terpaksa harus mengikuti saluran acara sinteron yang kurang aku senangi.

    Setelah 6 bulan Ellsa bekerja di rumahku dia sekarang ada kemajuan. Jika aku pulang selain dibuatkan kopi atau teh, kaus kakiku dibantu dibukai. Kalau aku duduk di sofa pundakku sering dipijat-pijat. Diperlakukan begini mana mungkin aku menolak, ya kunikmati saja.

    Tapi sejauh ini aku sangat menjaga diri agar tidak bersikap kurang ajar atau mengarahkan pembicaraan yang vulgar-vulgar. Aku sering kali menegang (maksudku yang dibawah ini) karena Ellsa sering kali pula dengan bebasnya keluar kamar mandi dengan berbalut handuk saja.

    Dia sudah kutegor agar membawa baju ganti ke kamar mandi, sehingga tidak perlu berkemben handuk keluar dari kamar mandi. Dia selalu beralasan sering lupa. Melihat tubuhnya yang berbalut handuk, membuat air liurku hampir meleleh keluar. Pahanya putih dan belahan susunya kelihatan sedikit.

    Selain itu dia sering tidak mengenakan BH dan mengenakan kaus dirumah yang berwarna muda atau putih. Pentil teteknya jadi terlihat mencuat dibalik kaus itu. Jika kutegur, dia selalu beralasan, panas dan kurang bebas bergerak jika pakai BH.

    Dia merasa tidak perlu malu dengan aku, karena aku dianggap sebagai Oomnya. Seharusnya dia kutegor dengan kata-kata bahwa aku bisa terangsang dan silaf menerkamnya jika dia berpenampilan begitu. Tapi aku tidak sampai hati ngomong begitu. Karena sebenarnya aku pun suka menikmati guncangan susunya yang tidak pakai bh itu.

    Celana pendeknya juga rasaku kok makin pendek saja, sehingga pahanya yang putih mulus jadi makin terekspos. Dia pun menyenangi kaus yang kurang bahan sehingga perutnya dan pusernya terlihat.

    Makin lama cobaan di rumah ku sendiri makin berat. Kelihatannya gadis-gadis ABG di kota ini memang suka begitu. Jadi mungkin saja Ellsa terbawa model-model abg di sini. Itu pikiran positifku untuk menghalau dugaan negatif yang berpikir bahwa Ellsa sengaja memancing kelaki-lakianku.

    Dari sekedar memijat pundakku, beberapa kali aku juga minta diinjak-injak punggungku. Badannya tidak terlalu berat sekitar 43 kg, jadi rasanya pas untuk menekan pungungku yang pegal karena terlalu banyak duduk.

    Berapa lama aku bisa bertahan. Sekarang sudah 6 bulan kami hidup hanya berdua saja di rumah ini. Aku tidak berani memulai, mengingat besarnya risiko yang harus kutanggung. Aku membayangkan kalau aku sampai menggauli Ellsa, kalau dia tidak terima, dan melaporkan ke polisi, atau ke orang tuanya, habislah aku.

    Bukan hanya masuk penjara, tetapi aku akan kehilangan pekerjaan. Seandainya pun kami melakukan suka sama suka, berapa lama aib itu bisa aku simpan sampai akhirnya terbongkar. Kalau terbongkar, akibatnya juga sama saja, aku bisa dipermalukan di kantor apalagi kabar itu sampai ke keluargaku di Medan, tidak terbayangkan malunya.

    Ketakutan itulah yang selama ini menghalangi nafsuku untuk menerkam Ellsa. Namun dibalik itu, aku juga bertanya dalam diri sendiri sampai berapa lama bisa bertahan. Sebab kehadiran Ellsa makin lama makin menggoda. Apalagi kalau kami di rumah berdua dan hujan petir, membuat suasananya seperti mendorong aku untuk ngeloni dia.

    Suatu hari saat aku pulang kerja kudapati rumah sepi, tidak ada suara TV, tidak ada suara apa-apa. Ellsa juga tidak terlihat. Kupanggil-panggil namanya. Dia menyahut dengan suara seperti orang sakit. Aku menghampiri ke kamarnya. Kamar Ellsa bersebelahan dengan kamarku.

    Ellsa di kamar sedang merintih-rintih memegangi perutnya. Dia merasa maagnya perih sekali. Menurut dia, sudah sempat muntah dua kali ke kamar mandi.

    Aku punya pengalaman seperti dia dulu. Sekarang sudah tidak pernah kambuh lagi. Aku lalu bergegas ke dapur membuat air panas dan kumasukkan ke dalam botol. Aku juga membawa obat gosok. Botol panas jika digosokkan ke perut, agak mengurangi rasa sakit, meski tidak mengobati, dan juga obat gosok yang hangat ikut membantu mengurangi rasa sakit.

    Tanpa ragu aku menggosokkan botol hangat ke perutnya dengan mengangkat baju kausnya. Mulanya aku mengangkat sebatas sampai tidak terlihat teteknya. Ellsa pasrah dan botol panasku agak mengurangi rasa sakitnya.

    Namun aku tahu bahwa rasa sakit maag itu terasa berpusat di bagian ulu hati, jika botol hangat di ditempelkan di bagian itu akan sangat mengurangi rasa sakit. Namun bagian itu masih tertutup kaus yang tergulung ke atas. Aku mencoba menyusupkan botol ke bagian itu, tetapi karena kausnya terlalu ketat, maka agak sulit.

    Ellsa mengetahui maksudku, sehingga dia membantu menyingsingkan kausnya lebih tinggi. Akibatnya menyembullah tetek yang ranum, menggembung dengan pentil mencuat kecil. Aku terkesiap melihat pemandangan itu, tetapi mencoba bersikap biasa saja.

    Botol panas kutempelkan ke bagian ulu hati. Cukup lama aku menempatkan botol itu di bagian ulu hatinya, sampai rasa hangatnya hilang. Ellsa agak terobati juga karena rasa sakitnya jauh berkurang. Aku lalu menggosok bagian perutnya dengan minyak gosok yang hangat.

    Ellsa kelihatannya tidak peduli buah dadanya terlihat olehku. Mungkin karena rasa sakitnya yang demikian hebat, sehingga terlena atau memang dia tidak perlu merasa malu terhadapku. Entahlah yang mana yang benar. Tetapi hari ini aku puas memandang kedua teteknya yang mengkal dan kenyal.

    Aku menyarankan agar seluruh badannya sampai ke bagian belakang dilaburi oleh minyak gosok, biar terasa hangat dan mengurangi rasa sakit. Ellsa menyetujui. Untuk melaburi aku sarankan dia membuka kausnya. Ellsa bangkit dari rebahnya lalu membuka langsung kausnya.

    Sambil dia duduk aku melaburi minyak gosok ke seluruh badannya, kecuali kedua putting susunya. Bongkahan susunya sempat juga aku senggol dan memang terasa sangat kenyal.

    Setelah dia mengenakan kausnya dia merasa masih ada rasa perih sedikit di lambung. Dari pengalamanku, aku tahu bagian mana yang diterapi untuk mengurangi rasa sakitnya. Aku mengambil salah satu tangannya dan kutekan-tekan antara jari telunjuk dengan jempol. Dengan tekanan ringan saja, Ellsa sudah menjerit kesakitan. “ Sakit sekali oom,” katanya.

    “ Tahanlah sedikit, lebih baik kamu merasa sakit di tangan, dari pada sakit di perut,” kataku.

    Ellsa meringis-meringis kesakitan dan dia berusaha menahan rasa pedih akibat bagian telapak tangannya aku tekan-tekan. Aku melakukan bergantian terhadap tangan kiri dan kanan. “ Kalau mau bersendawa jangan ditahan bahkan kalau terasa mau kentut, lepas saja jangan malu-malu.

    Cerita Sex Arsitek Terkenal

    Sekitar 10 menit aku tekan-tekan tangannya, dia merasa rasa sakit di ulu hatinya jauh berkurang. Ellsa bersendawa berkali-kali mengeluarkan gas yang terjebak di dalam lambungnya. “ Oom maaf ya saya mau kentut,” kata Ellsa lalu memiringkan duduknya dan terdengar suara kentutnya yang cukup jelas.

    Dia sempat 2 kali buang angin lewat bawah. Setelah itu dia merasa rasa sakit di ulu hatinya sudah reda sama sekali. Aku membaringkan Ellsa dan kututup selimut bagian perutnya. Malam itu aku menyiapkan makanan sendiri, lalu menyaksikan tayangan televisi sendiri.

    Bersambung…

    1 2
  • When the Moon Rises

    When the Moon Rises

    Ketika Aresha diminta untuk menjaga salah satu anggota kawanan yang terkenal kejam di dekatnya, dia tidak diizinkan untuk memberi tahu siapa pun dari mana teman barunya berasal karena kawanan itu sangat ditakuti.

    Terkenal karena pengambilalihan dan perlakuan brutal mereka terhadap pelanggar, kawanan Black Mountain adalah nama yang dibisikkan dengan ketakutan di antara kawanannya.

    Bayangkan keterkejutannya ketika dia mengetahui bahwa Alpha masa depan adalah pasangannya.

    When the Moon Rises
    When the Moon Rises

    When the Moon Rises – “Terima kasih semuanya atas kedatangannya malam ini. Senang sekali melihat seluruh kelompok berkumpul lagi. Saya khususnya ingin menyambut kembali beberapa anggota yang telah menempuh pendidikan di universitas, senang rasanya Anda kembali bersama kami.”

    Alpha Jon berbicara kepada khalayak saat kami duduk dengan tenang di deretan kursi di depan panggung kecil.

    Rapat kelompok kadang-kadang diadakan, biasanya saat ada sesuatu yang penting untuk dibahas. Saat ia menyebutkan mahasiswa, matanya mengamati semua orang, lalu berhenti sejenak untuk menatapku. Aku tersenyum sopan sebagai tanggapan.

    Saya sudah kuliah di luar kota selama tiga tahun. Sekarang saya berusia dua puluh satu tahun, dan sudah lama ingin punya pasangan. Saya mampu hidup mandiri dan kuliah membuat saya lebih mandiri.

    Kalau saja aku kebetulan bertemu belahan jiwaku nanti…aku mungkin akan bertanya ke mana saja dia selama ini.

    Aku melirik ke salah satu sahabatku, Cassie. Dia memutar matanya dan pura-pura menguap. Aku menyeringai padanya, tahu betapa dia membenci pertemuan kelompok.

    Cassie adalah seorang yang berjiwa bebas. Dia tidak tertarik bertemu dengan pasangannya, dia terlalu menikmati perhatian pria untuk itu. Dia bilang dia terlalu muda untuk bertemu dengannya dan terlalu bersenang-senang untuk terikat sekarang. Dia tidak terlalu suka berganti-ganti pasangan, meskipun dia telah tidur dengan lebih banyak pria daripada saya.

    Teman kami yang lain, Kayla, adalah kebalikannya. Dia adalah seorang perawan yang polos, yang, berkat Cassie dan aku, memiliki pikiran yang sangat kotor. Dia ingin menyelamatkan dirinya untuk pasangannya, dan meskipun aku menghormati itu, itu bukanlah sesuatu yang aku inginkan. Kebanyakan pasangan kehilangan keperawanan mereka sebelum bertemu satu sama lain saat ini.

    Kemungkinan besar pasanganku bukan perawan, jadi mengapa aku harus perawan hanya karena aku seorang gadis?

    Alpha Jon akhirnya menyelesaikan pidatonya dan perlahan semua orang mulai keluar dari aula kelompok, menuju rumah kelompok, di mana sebuah pesta sedang diadakan untuk menghormati titik balik matahari musim panas yang akan datang.

    “Aku akan pergi menemui Cass dan Kayla,” kataku kepada orang tuaku.

    Ayahku mengerutkan kening. Aku tahu dia ingin aku tinggal bersama mereka sepanjang malam, dan aku juga tahu bahwa dia bukan penggemar berat Cassie dan pengaruhnya.

    Saya memiliki hubungan yang rumit dengan ayah saya, dia cukup ketat, atau setidaknya berusaha begitu. Saya menolak untuk mendengarkannya. Kelompok kami aman, kami memiliki tembok raksasa di sekitar wilayah kami yang melindungi kami. Kami adalah kelompok kecil dengan wilayah kecil, jadi tidak ada kelompok lain yang melihat kami sebagai ancaman atau sebagai hadiah untuk ditangkap.

    Orang tua saya dibesarkan dalam kawanan ini seperti saya. Tidak seperti saya, mereka telah sepenuhnya menerima ajaran-ajarannya, sedangkan saya memiliki keraguan. Orang tua saya tidak mengerti mengapa saya ingin pergi ke kota, mereka sangat senang dengan desa tempat kami tinggal di wilayah kawanan.

    “Baiklah, Sayang. Kita ketemu di rumah saja, kirimi aku pesan kalau kamu pulang larut malam,” jawab ibuku sebelum ayahku sempat menolak.

    “Bagus, sampai jumpa nanti,” panggilku sambil menoleh ke belakang, sambil berjalan melewati orang-orang menuju Cassie.

    Cassandra Blake cantik. Rambutnya bergelombang hitam pekat hingga ke pinggang dan matanya berwarna abu-abu yang sangat memukau. Dia memiliki lekuk tubuh yang indah seperti jam pasir dan jika dia bukan sahabatku, aku mungkin akan membencinya karena cemburu.

    Saya juga merasa cemburu dengan tingginya 160 cm. Dengan tinggi 160 cm, saya merasa seperti raksasa, dan saya membencinya. Cass percaya diri, seksi, dan terkadang terlalu gegabah.

    “Kumohon, Dewi, katakan padaku kita akan keluar malam ini. Ini malam pertamamu kembali!” Cass cemberut dan aku mendesah, tahu ayahku tidak akan menyetujuinya.

    Ah, sudahlah, persetan saja.

    “Ya. Kembalilah ke rumahku untuk bersiap-siap,” kataku sambil menyeringai saat membayangkan betapa marahnya ayahku.

    “Yeay! Oh, lihat, itu Kayla!” Cass menunjuk ke bahuku dan aku menoleh untuk melihat Kayla menyeringai dan berlari ke arah kami.

    Kayla Blackwood tingginya 160 cm, polos dan manis. Dia punya payudara besar dan perut rata, dua hal yang diinginkan kebanyakan gadis. Dia punya rambut pirang lurus sebahu dan mata paling biru yang pernah kulihat. Dia periang, baik, dan tidak pandai menyimpan dendam.

    Dan ada aku. Aku yang tinggi, kurus dengan bentuk tubuh sedang, paha tebal dan bokong yang muncul entah dari mana, bokongku berat.

    Gadis-gadis itu kembali ke rumahku, yang membuat ayahku kesal, dan kami bersiap untuk pergi keluar. Dua jam dan tiga botol anggur kemudian, kami bertiga sudah siap, berdandan dengan gaun ketat dan bulu mata palsu.

    Kami pergi ke klub paling populer di kota, tepat di seberang perbatasan wilayah kami. Sebagian besar kota itu adalah kota manusia dan tidak dimiliki oleh kawanan mana pun. Para shifter suka datang ke sini karena tidak ada masalah pelanggaran.

    Dua jam kemudian, Cass dan saya sudah berada di bar, memesan minuman lagi untuk kami bertiga.

    “Bagaimana dia masih perawan, itu di luar nalarku,” komentar Cass saat kami menyaksikan Kayla berdansa dengan seorang lelaki, sambil menggesek-gesekkan tubuhnya yang indah ke sekujur tubuh lelaki itu.

    “Aku tahu. Aku memang merasa kasihan padanya, tetapi begitu para lelaki mengetahuinya, mereka jadi gila.” Aku memutar mataku, dengan bersemangat menyesap minuman yang diletakkan bartender di hadapanku.

    “Aku tahu! Sepertinya mereka sedang birahi atau semacamnya!” canda Cass dan kami berjalan mendekati Kayla.

    Aku mendorong lelaki itu dan mengambil tempatnya, menari di belakang Kayla sementara Cass menari di depan, menempatkan temanku dalam perlindungan.

    Kami tinggal sampai klub tutup. Kayla yang menarik malam itu, dan Cass juga banyak menarik , tapi aku tidak bersama siapa pun.

    Kami bertiga berbaring di tempat tidur Cassie pada pukul empat pagi dan tidur sampai sore.

    Aku terbangun karena sakit kepala yang hebat, tenggelam di ranjang yang dipenuhi gadis-gadis setengah telanjang. Aku meluncur dari ujung ranjang, tidak ingin membangunkan gadis-gadis di kedua sisiku.

    Cassie tinggal sendiri, orang tuanya membelikan rumah ini untuknya. Aku mandi, bersyukur karena aku membersihkan riasanku sebelum tidur tadi malam.

    Aku melilitkan handuk di tubuhku, mencoba mengeringkan diri. Saat aku melangkah kembali ke kamarnya, kedua gadis itu sudah bangun dan minum teh. Ada cangkir ketiga yang menungguku di meja.

    “Kau bagaikan bidadari, terima kasih,” kataku pada Kayla saat ia menyerahkan cangkir itu padaku.

    “Lalu, apa yang akan kita lakukan hari ini?” tanya Kayla.

    Saya melirik ke luar jendela, gembira melihat matahari telah terbit.

    “Aku harus pulang dan membongkar semua barangku dari kampus. Ayah kesal karena semuanya bertumpuk di koridor.” Aku berhenti sejenak untuk memutar mataku.

    “Tapi, kita minum kopi dulu, yuk,” usulku. Para gadis pun mengangguk tanda setuju.

    Satu jam kemudian, aku melangkah masuk ke rumahku. Ibu mendongak saat aku masuk ke dapur dan tersenyum puas melihat pakaianku. Aku mengenakan rok pensil panjang dan blus sutra yang dibelikannya untukku.

    Orang tuaku selalu ingin aku tampil rapi. Aku sering memakai celana olahraga dan hoodie, yang membuat ibuku kesal.

    “Aku bicara dengan Alpha Jon tadi malam, ada seorang shifter laki-laki yang bergabung dengan kawanan kita selama beberapa minggu. Aku bilang kau akan senang membantunya beradaptasi. Kau tahu, ajak dia berkeliling dan kenalkan dia pada semua orang,” kata Ibu dengan ceria, membuat ayahku menurunkan korannya dan mengerutkan kening.

    “Apakah dia sudah kawin?” Ayahku bertanya dengan tegas, dan aku mendesah berat.

    “Tenang saja, Ayah. Dia tidak akan meniduriku,” candaku, dan dia menyipitkan matanya ke arahku.

    “Itu tidak lucu,” gerutunya muram dan kembali ke korannya.

    “Tidak, dia belum kawin,” jawab ibuku sambil menyeringai nakal padaku.

    Dia sangat ingin aku bertemu belahan jiwaku.

    “Baiklah, aku akan mengajaknya berkeliling.” Aku mendesah lagi, kesal karena Ibu selalu menawarkanku untuk melakukan sesuatu.

    Saya ambil tas tangan dan kunci lalu melaju ke rumah pengemasan, tempat Alpha dan keluarganya tinggal.

    *****

    Saya menuju ke pintu ganda dan menekan tanda pengenal saya pada papan tombol di dinding, lalu pintu pun terbuka untuk saya.

    Hanya anggota kelompok yang dapat memasuki rumah Alpha. Aku berjalan menyusuri koridor, menghirup aroma lantai kayu ek dan panel yang menenangkan. Aku mengetuk pintu dan menunggu Alpha Jon memanggil.

    Saat dia melakukannya, aku melangkah masuk dan menutup pintu di belakangku. Berjalan ke mejanya, aku menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

    “Alpha,” sapaku dan menunggu beberapa saat sebelum mengangkat kepalaku. Alpha Jon tersenyum padaku.

    “Silakan duduk, Aresha.” Dia menunjuk ke salah satu kursi di depan mejanya.

    “Aku kira ibumu sudah menjelaskan untuk apa kau ke sini?”

    “Untuk bertemu dengan seorang pria yang akan bergabung dengan kelompok kita untuk sementara waktu?” jawabku dan Alpha Jon mengangguk.

    Alpha Jon berusia awal empat puluhan, ia telah menikah dengan Luna kita yang luar biasa, Tia, dan mereka memiliki tiga anak bersama.

    “Ya. Sekarang, aku tidak ingin kau khawatir, tapi kupikir sebaiknya kau tahu bahwa pria ini berasal dari kawanan Black Mountain,” katanya padaku, matanya mengamatiku dengan saksama.

    “Maaf, Tuan?” Aku tergagap, benar-benar terkejut.

    Kawanan Black Mountain merupakan ancaman terbesar bagi kawanan kami, mereka ganas dan sering menantang kawanan tetangga untuk memperebutkan tanah. Tahun lalu, mereka membantai kawanan Clearwater untuk memperebutkan tanah mereka. Rupanya, mereka meminta dengan sopan terlebih dahulu, lalu mengambil tanah itu dengan paksa saat Alpha menolak.

    Alpha Fane mereka kejam dan ganas. Dia haus tanah, dan kita beruntung karena mereka tidak menganggap wilayah kita berharga. Kita tidak pernah diizinkan memasuki wilayah mereka, dan tidak seorang pun akan mau, karena ada rumor bahwa pelanggar akan dibunuh di tempat.

    “Aku tahu ini mungkin tampak mengkhawatirkan, tapi pria ini sebenarnya sangat ramah dan sopan,” jelas Alpha Jon sambil meremas-remas tangannya dengan gugup.

    “Kenapa kamu setuju?” tanyaku tiba-tiba, sejenak lupa akan tempatku.

    “Alpha-nya sangat…persuasif,” kata Alpha Jon, dan aku menyadari Alpha Fane pasti telah mengancamnya.

    “Ngomong-ngomong, namanya Cade dan dia akan bersama kita selama dua minggu, bekerja untuk Dokter Greene. Sepertinya dia perlu berlatih di tempat lain selain di kelompoknya sendiri untuk memenuhi syarat sebagai dokter kelompok.”

    “Apa, seperti pengalaman kerja?”

    “Ya, persis seperti itu. Dia perlu memiliki surat keterangan dari kami agar bisa lulus ujian. Ujiannya hanya berlangsung selama dua minggu,” jelas Alpha Jon.

    Saya merasa kelompok kami dipilih karena tidak ada kelompok lain yang setuju.

    “Um, oke, tak apa,” aku setuju dengan gelisah.

    Saya tidak sepenuhnya yakin apa yang diharapkan saat saya bertemu dengannya.

    “Saya sudah memberi tahu semua orang bahwa dia berasal dari kelompok lain, Anda satu-satunya yang tahu asal usulnya yang sebenarnya dan saya lebih suka merahasiakannya. Itu akan menimbulkan kekhawatiran dan mungkin akan menimbulkan banyak masalah bagi Cade,” Alpha Jon menjelaskan. “Karena itu, saya ingin mengawasinya terlebih dahulu. Biarkan dia tetap di wilayahnya sehingga, jika dia mencoba melakukan sesuatu, Anda akan aman.”

    Aku mengangguk tanpa suara.

    “Aku hanya butuh kamu untuk mengajaknya berkeliling, membuatnya merasa diterima. Dia akan tinggal di rumahku, jangan khawatir.”

    “Baiklah. Hanya pertanyaan singkat, Tuan, mengapa saya?”

    “Kamu adalah salah satu anggota kelompok yang paling… bisa menerima. Aku tahu, jika dia keceplosan mengatakan dari kelompok mana dia berasal, yang lain tidak akan menerimanya dengan baik,” jawabnya, dan aku merasa tersanjung karena dia telah memilihku.

    “Baiklah, jika kau sudah siap, kau bisa menemuinya sekarang. Dia bersama Dokter Greene di klinik.”

    Saya mengucapkan terima kasih kepada Alpha Jon dan keluar dari rumah pengepakan, berjalan langsung menyeberangi alun-alun menuju tempat praktik medis pengepakan. Saya mendorong pintu ganda dan mendekati resepsionis yang duduk di belakang mejanya.

    “Hai, aku mencari Cade. Dia pendatang baru di sini,” jelasku, dan dia tersenyum padaku.

    “Dokter Greene bilang kau akan datang. Mereka ada di kamar 2,” jawabnya sambil menunjuk ke pintu di belakangku.

    Saya mengucapkan terima kasih dan mengetuk pintu, lalu masuk ke dalam ketika Dokter Greene mempersilakan saya masuk.

    Dokter Greene berusia tiga puluhan, dengan rambut merah kecokelatan dan mata cokelat hangat. Di sebelahnya, ada seseorang yang kuduga adalah Cade. Aku tidak tahu apa yang kuharapkan, tetapi ternyata bukan dia.

    Saya pikir setiap anggota kawanan Black Mountain tampak mengancam dan menakutkan, dengan banyak tato atau bekas luka atau semacamnya.

    Cade tinggi, sekitar 6 kaki, dengan rambut cokelat muda yang panjangnya sampai ke bahu dan mata abu-abu pucat yang sama sekali tidak mengancam. Dia bertubuh tegap dan jelas berolahraga, tetapi selain otot-ototnya yang besar, dia tidak terlihat seperti anggota kawanan Black Mountain, tidak ada tindikan, tato, atau bekas luka.

    “Hai, namaku Cade,” dia memperkenalkan dirinya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku.

    Tidak pernah dalam hidupku aku berpikir akan berjabat tangan dengan seorang anggota kawanan Black Mountain.

    “Namaku Aresha, senang bertemu denganmu,” jawabku sambil menjabat tangannya dengan sopan.

    “Senang bertemu denganmu lagi, Aresha. Cade sudah menyelesaikan latihannya hari ini jika kalian berdua ingin berangkat,” kata Dokter Greene dan aku mengangguk, menuntun Cade ke alun-alun.

    “Jadi, apa yang ingin kau lakukan? Kau mau jalan-jalan?” Aku menoleh ke arahnya, menatapnya dengan rasa ingin tahu.

    Dia sungguh tidak seperti yang aku harapkan .

    “Wah, tentu saja, kedengarannya bagus.” Dia tersenyum padaku.

    Saya mulai mengajaknya berkeliling kawanan. Tidak butuh waktu lama, mengingat kawanan kami sangat kecil. Cade sangat sopan, menunjukkan minat yang tulus pada semua hal yang saya ceritakan tentang bangunan dan sejarah kawanan kami.

    Untuk sesaat aku bertanya-tanya apakah dia dikirim ke sini untuk mengumpulkan informasi tentang kita sehingga mereka bisa menyerang kawanan kita, tetapi setelah melihat betapa manisnya dia hari ini, sulit bagiku untuk mempercayainya.

    Kami akhirnya pergi ke kedai kopi di daerah itu, dan tinggal di sana selama dua jam, sekadar mengobrol tentang kehidupan kami. Saya sering tersenyum, kami punya banyak kesamaan dan dia sangat lucu.

    Dia lebih banyak bicara tentang minatnya, dia menghindari pertanyaan saya tentang keluarganya, tetapi saya tahu bahwa dia berusia dua puluh dua tahun, dia tidak begitu akur dengan orang tuanya, terutama ayahnya. Saya bisa memahaminya dalam hal itu.

    Saya bertanya kepadanya apakah benar tentang kelompoknya yang membunuh pelintas batas di tempat dan dia menjelaskan bahwa hal itu hanya terjadi jika mereka dianggap sebagai ancaman, namun eksekusi merupakan kejadian yang biasa terjadi dalam kelompoknya.

    Bertekad untuk membuatnya merasa diterima, saya mengundangnya kembali untuk makan malam di rumah saya. Orang tua saya menyukainya, terutama ayah saya ketika ia mengetahui Cade tidak tertarik pada saya. Saya merasa lucu betapa baik dan ramahnya orang tua saya kepadanya, tidak tahu dari kelompok mana ia berasal.

    Kalau saja mereka tahu, mereka tidak akan pernah mengizinkannya memasuki rumah, apalagi duduk di meja makan.

    Nanti, di malam hari saat Cade pergi, aku menelepon Cass dan Kayla untuk memberi tahu mereka seperti apa dia. Aku akan bertemu dengan gadis-gadis itu besok dan aku memutuskan untuk mengajak Cade bersama kami, sehingga mereka bisa bertemu dengannya.

    Saya menjemput Cade dari latihan setelah makan siang ketika dia selesai.

    “Hai! Apa kabar?” tanyaku sambil memeluknya.

    Aku terkejut saat dia balas memelukku dan aku mengangkat tubuhku hingga berjinjit. Aku tidak pernah punya teman lelaki setinggi ini sebelumnya.

    “Baik, terima kasih. Bagaimana denganmu? Bagaimana harimu?” tanyanya padaku dan aku tersenyum, dia sangat sopan.

    Aku mengantar kami ke rumah Cass. Aku memperkenalkan mereka dan seperti yang kuduga, mereka semua akur.

    Kami menghabiskan beberapa jam berikutnya hanya mengobrol dan menonton TV. Saya merasa agak bersalah karena menghakimi Cade sebelum saya mengenalnya. Saya pikir dia akan menjadi orang yang pemarah dan suka mengancam, tetapi sebenarnya, dia sangat manis dan sopan.

    Dia menjelaskan bahwa dia senang bisa ngobrol dengan kami para gadis untuk pertama kalinya karena hampir semua gadis dalam kelompoknya sudah berpasangan, membuatnya sangat sulit berteman dengan mereka tanpa adanya teman-teman yang cemburu yang menghalangi.

    Selama seminggu ke depan, aku akan menemuinya sepulang kerja, dan kami jalan-jalan bersama atau dengan teman-teman perempuan. Aku senang dia datang mengunjungi kelompok kami; dia benar-benar membuat hidup kami semua lebih menarik. Aku heran Cass dan Kayla belum mendekatinya, dia sangat menarik, tetapi dia bukan tipeku. Dia terlalu manis untukku, tetapi aku sangat menikmati kebersamaan dengannya.

    Pada Sabtu malam, kami memutuskan untuk pergi keluar bersama teman-teman perempuan, bersama Cade. Alkohol membuat Cade lebih rileks dan dia bercerita tentang ayahnya yang suka memerintah dan bagaimana dia tidak pernah merasa cocok dengan kelompoknya. Dia tidak bercerita lagi tentang kehidupannya di kampung halaman, dia tidak pernah membicarakannya.

    Kayla dan aku pergi minum sementara Cassie mengajak Cade berdansa.

    “Kasihan Cade, dia memakannya hidup-hidup,” komentar Kayla saat kami berdiri dan melihat Cassie berbalik dan menggesek-gesekkan tubuhnya pada Cade.

    Saya tertawa terbahak-bahak saat melihat rona merah di pipinya.

    “Dia melakukannya dengan sengaja, semoga dia diberkati.” Aku mendesah, dia jelas bukan tipeku.

    Wajahku selalu memerah, aku tak bisa bersama pria yang juga terus-terusan memerah, kita akan jadi tak berdaya bersama.

    “Ya, dia memang begitu. Tunggu saja sampai dia bertemu jodohnya, aku yakin dia pasti akan bertemu jodohnya,” kata Kayla. Dia bermaksud memuji, aku harap aku bisa seganas Cassie.

    “Aku tahu, Dewi, selamatkan dia karena dia akan menghadapi banyak pekerjaan,” gerutuku bercanda dan membayar minumannya.

    Kami mengambil minuman dan kembali ke tempat Cass dengan bersyukur telah melepaskan cakarnya dari Cade.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
  • Neglected Paradise (End)

    Neglected Paradise (End)

    “Berapa lama kalian saling mengenal?”

    “Satu tahun,” jawab Sabda tanpa harus berpikir. “Sekarang menginjak dua tahun.”

    Pria tua itu menarik napas dan tetap saja terasa berat. Ditatapnya Sabda dengan ekspresi penuh kecurigaan. Pria itu tidak lain adalah ayah Rania. Ya, Sabda datang menemui orang tua kekasihnya.

    Sepulang dari Bali, Sabda sudah mengatur penerbangan selanjutnya menuju Jakarta untuk menemui ayah Rania. Awalnya, Rania tidak percaya bahwa Sabda benar-benar menepati janjinya untuk menemui sang ayah.

    “Jadi, kamu adalah seorang pengusaha?”

    Alam – Ayah Rania – masih terus bertanya, tapi suaranya tetap terdengar mantap dan kokoh. Tidak menunjukkan kalau beliau mengintimidasi Sabda, dia ingin pria itu tidak tegang saat berhadapan dengannya. Lagipula Alam tidak akan bertindak gegabah.

    Neglected Paradise (End)
    Neglected Paradise (End)

    Ngocoks Justru jantung Rania yang berdebar. Dia takut sang ayah akan bertanya macam-macam dan menolak Sabda, apalagi melihat raut wajah ayahnya yang penuh keraguan.

    Tadinya Rania masih betah berada di Bali. Namun, Sabda sudah mengatakan bahwa sudah saatnya dia menemui orang tua Rania yang saat itu hanya tinggal ayahnya seorang. Rania tidak punya ibu.

    Wajar saja kalau Alam sedikit over protektif pada putrinya. Dia hanya ingin Rania tidak salah pilih, tapi melihat siapa pria yang duduk di hadapannya saat ini, tampaknya pilihan Rania sekarang tidak begitu buruk.

    “Pantas saja, kamu pasti sibuk belakangan ini, putriku sudah sering cerita bahwa kamu nyaris tak punya waktu untuk berada di rumah,” kata Alam.

    “Iya, benar. Om. Sebenarnya tidak banyak juga, hanya saja itu sudah menjadi kewajibanku untuk menyelesaikannya.”

    Satu tahun lima bulan. Rania merapal dalam hati. Rasanya sudah selama itu mereka bersama. Rania masih tetap bertahan bersama Sabda.

    Bahkan selama itu pula, Sabda berhasil menutup identitasnya rapat-rapat. Beruntung Rania bukan tipe perempuan yang egois dan gampang kepo seperti Shanum, begitu katanya. Semua kenyamanan yang Sabda cari bisa dia temukan dalam diri Rania.

    Sabda jelas lebih banyak hidup dalam bayangan Rania dibanding dengan Shanum.

    Walaupun ketika Sabda jatuh sakit yang repot merawat pria itu sampai sembuh adalah istrinya sendiri, bukan Rania.

    “Bagaimana kehidupan kalian?”

    Sebenarnya Sabda malas membahas hal ini, tapi karena tidak mau membuat ayah Rania curiga. Lebih baik Sabda mengalah dan menjawab apa pun yang pria itu tanyakan.

    “Seperti halnya pasangan kebanyakan, Om. Kami juga sering ribut karena hal-hal kecil, tapi saya berusaha untuk selalu memahami Rania.”

    Rania mulai tertawa pelan hubungan mereka memang sungguh menarik. Perbedaan usia yang cukup jauh juga menjadi penunjang keunikan tersebut. Rania seperti mengencani sugar daddy.

    “Papa, ini sudah satu jam lebih, kenapa Papa masih bertanya-tanya ke Mas Sabda terus? Kasihan dia sudah jauh-jauh datang ke sini, harusnya biarkan dia istirahat.”

    Alam menghela napas mendengar ucapan putrinya. Wajar kalau Alam bertanya terus, tujuan Sabda datang memang untuk menemuinya, tapi sepertinya Rania benar, setidaknya Alam harus membiarkan pria itu beristirahat sebentar.

    Mereka sudah jauh-jauh datang, bahkan membawa banyak buah tangan untuk Alam. Itu pun Rania yang memilihkan, anaknya jelas lebih tahu apa yang ayahnya sukai. Tapi, bukankah tujuan Sabda datang ke rumah Rania memang untuk bertemu ayahnya? Jadi, wajar saja kalau Alam menginterogasi pria itu terus.

    “Papa hanya menanyakan hal-hal dasar saja kok, Sabda pasti tidak keberatan dengan pertanyaan papa, iya ‘kan?” Kali ini Alam menatap Sabda lagi.

    Sabda mengangguk dan tersenyum, dia tidak keberatan dengan itu. Justru Rania yang tidak enak hati pada kekasihnya karena merasa sedang diinterogasi oleh ayahnya.

    “Jangan cemas begitu, Papa tidak akan mengusirnya dari rumah.”

    Alam bangkit dari duduknya, membiarkan mereka berdua mengobrol. Sebelum Alam pergi, pria itu berbalik ke arah Rania dan menyahut.

    “Nanti malam kita bicarakan ini lagi, pasti Sabda juga ingin mengatakan sesuatu pada Papa.”

    Rania dan Sabda mengangguk mendengar hal itu, kemudian Alam pergi dari ruang tengah meninggalkan mereka berdua.

    ***

    Pagi ini suasana di rumah tampak hening. Shanum sebenarnya benci berada dalam situasi ini. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Sabda masih sulit dihubungi sejak kemarin. Ini hari ketiganya terbaring lemah di kasur.

    “Sampai kapan aku harus memijat kakimu seperti ini terus, Kak? Bukankah kakak harus minum obat sekarang?”

    Suara Khalil bergema, membuat Shanum menarik napas sekejap dan menaikkan bahunya acuh.

    Hari ini Shanum menyuruh adiknya datang untuk menjaga Shanum karena dia sendirian di rumah. Tadinya dia ingin meminta ibunya untuk datang. Namun, beliau sedang ada urusan mendesak. Jadi Khalil yang diutus untuk menemani Shanum sementara.

    “Nanti. Pijat yang itu, lebih keras lagi!” titahnya seraya menunjuk kaki kiri Shanum dan Khalil dengan malas memijat bagian itu.

    “Makanya jangan suka begadang, jadinya sakit, ‘kan? Apalagi Mas Sabda jarang di rumah. Siapa yang merawat? Ah, tapi sekarang aku akan menjaga kakak dengan baik, tenang saja.”

    “Ya ampun anak ini. Kamu pasti sedang ada maunya, ya?”

    Khalil meringis. “Aku sungguh-sungguh dengan ucapanku, Kak. Aku tidak mau badanmu yang berisi itu menyusut dalam semalam.”

    Khalil menunjuk tangan Shanum yang putih dan gempal, merasa tidak berdosa sama sekali karena secara tidak langsung dia mengatai kakaknya gendut.

    Padahal Shanum sudah rajin olahraga dan diet seimbang, kenapa anak itu masih saja mengatainya gendut? Shanum mendesis, dia menyenderkan punggungnya di sandaran ranjang.

    “Enak saja, sudah beberapa hari ini kakak sakit, berat badanku sudah turun sampai beberapa kilo, tapi kamu malah mengataiku gendut.”

    “Memangnya kakak belum makan apa pun pagi ini?”

    Shanum tertawa sumbang. “Gak selera, tapi kakak mau makan ramen pedas dengan es jeruk. Gimana, kamu mau buatkan itu?”

    “Makanan apa itu? Orang sakit tidak boleh makan sembarangan. Bagaimana jika kakak ipar marah?!”

    “Hei, aku yang sedang sakit kenapa suamiku yang harus marah? Dia sibuk kerja dan aku tidak berselera makan bubur dan makanan lembek lainnya. Aku hanya mau makan makanan pedas.”

    Khalil terdiam beberapa saat. Dia sudah kebal menghadapi segala tingkah cerewet kakaknya. Kadang Khalil bersyukur ada pria yang mau menikahi Shanum. Dulu Khalil berpikir tak akan ada pria yang mampu bertahan dengan perempuan cerewet seperti kakaknya.

    Kini tatapannya mengarah pada wajah Shanum yang sedikit bengkak dan memerah, dia tahu ada yang tidak beres di sana.

    “Kakak habis menangis?”

    “Memangnya kenapa kalau aku nangis?”

    “Kalau kakak habis menangis, wajahmu jelek sekali seperti—“

    Shanum berdecak. “Mulutmu macam tak pernah sekolah saja. Kakak baik-baik saja. Hanya sakit kepala, makanya ekspresiku begini. Nanti juga sembuh lagi, ini semua karena Mas Sabda terlalu sering memberi kejutan.”

    “Kejutan? Kejutan apa?” Khalil tampak tertarik dengan itu.

    Padahal kejutan yang Shanum maksud bukan sesuatu yang spesial, tapi menyakiti. Sabda membuat pernikahan itu layaknya neraka tanpa jalan keluar. Setiap kali Shanum hendak pergi, Sabda selalu punya ribuan cara untuk menahannya.

    Sebenarnya Shanum juga berat jika harus berpisah dengan Sabda. Terlebih dia memikirkan perasaan mama Diana. Sungguh ironis, jika Shanum harus bercerai dalam keadaan masih suci tanpa pernah disentuh.

    Mau tahu apa yang lebih menyedihkan daripada tidak kunjung menikah di usia sangat dewasa? Menikah, tapi hidup seperti di neraka.

    Tidak mungkin dia mengatakan itu pada Khalil.

    Shanum meringis dan menatap sekeliling kamar yang luas. Mencari jawaban atas pertanyaan sang adik.

    “Sudah lama, sih. Dia membelikanku mobil baru, dia juga membelikanku tas mahal yang harganya di atas tiga puluh juta,” katanya mengiming-imingi. Lihat saja sekarang mata Khalil seperti hendak keluar dari tempatnya.

    “Ah, sial!” keluhnya menggerutu. “Harusnya aku yang menikah dengan kakak ipar!”

    Shanum tertawa lepas mendengarnya. Khalil memang penghibur di setiap suasana.

    “Tapi, apa karena itu kakak menangis?”

    “Tentu saja, kakak sangat terharu. Ngomong-ngomong, kakak sudah punya mobil, bagaimana jika mobil yang satu lagi kakak berikan untukmu?”

    “BENARKAH?!”

    Pijatannya pada kaki Shanum makin mengencang membuat wanita itu harus menggeplak tangan Khalil karena sakit.

    “Mobil yang berwarna merah mengkilap itu?” Khalil tampak berbinar. “Ah, sudahlah. Jangan pikirkan dulu mobil itu. Lebih baik kakak istirahat. Jangan membuatku merasa bersalah. Mulai sekarang berhenti ngasih aku barang mahal. Kelak aku bakal lebih kaya raya dari ayah. Jangan khawatir aku bisa beli mobil lebih bagus dari itu,” cerocos Khalil kalang kabut.

    “Ya ampun, adikku sudah dewasa.” Shanum tertawa lagi melihat ekspresi adiknya. Kadang dia bisa menyebalkan dan menyenangkan di waktu bersamaan.

    “Memangnya kapan aku tidak dewasa?” tanyanya dengan suara kesal. “Sebaiknya orang sakit jangan banyak menangis dan bekerja, nanti kakak bisa dehidrasi. Kalau sampai kakak berubah jadi jelek, Mas Sabda pasti akan marah.”

    “Aku mengerti, adik bungsu.”

    Shanum geleng-geleng kepala. Adik laki-lakinya memang cerewet tidak jauh berbeda dengannya.

    “Apa kakak sudah menelepon Mas Sabda? Dia masih susah dihubungi?”

    “Begitulah, mungkin dia sedang banyak urusan di luar sana. Tidak apa-apa, semoga saja dia cepat mengabari setelah tiga hari ini hilang tanpa kabar.”

    Bohong kalau Shanum tidak sedih, suaminya menghilang begitu saja. Shanum cemas pada Sabda, apakah pria itu baik-baik saja?

    Ketika sedang asyik bercerita. Suara bel pintu depan membuat keduanya terkejut. Shanum menatap adiknya. Dia menyuruh Khalil untuk memeriksa siapa yang bertamu ke rumah.

    “Kan ada bibi pelayan yang membuka pintu, Kak.”

    “Mereka sedang sibuk, kamu lihatlah siapa yang datang.”

    “Apakah itu Mas Sabda? Kakak ipar cepat sekali pulang. Bukankah dia sedang ada di luar kota?” tanya Khalil seraya bangkit dari duduknya.

    Shanum melirik jam dinding. Suaminya tidak mungkin pulang di jam seperti itu. Jadi, siapa yang bertamu?

    Khalil membuka pintu rumah dan menyapa siapa tamu yang datang, pemuda itu tersenyum ramah. “Siapa? Ada yang bisa kubantu?”

    Sosok yang berada di hadapan Khalil tersenyum penuh wibawa. “Aku mau mengantar kue sekaligus menjenguk Shanum.”

    MINTA RESTU

    “Bagaimana kondisimu, apakah membaik?”

    Arsa menatap Shanum yang tengah duduk menyender di sandaran ranjang. Gadis itu tampak pucat, hal yang membuat Arsa benar-benar iba. Biasanya Shanum datang ke toko di jam-jam seperti sekarang. Namun, sekarang dia harus melihat pelanggan setia Jun’s Bakery tampak tak berdaya.

    “Alhamdulillah, aku baik. Kenapa kamu datang? Siapa yang memberi tahu alamat rumahku?” tanya Shanum.

    “Aku hanya penasaran kenapa kamu tidak datang ke toko. Setelah kutanya pada ibu, katanya kamu sakit dan aku disuruh mengantar roti.”

    Rupanya Arsa mengetahui hal ini dari ibunya, beliau juga yang memberitahu Arsa alamat rumahnya. Sudah beberapa hari Shanum tak datang ke toko, hal itu membuat Arsa penasaran. Makanya dia datang dengan membawa roti kesukaan Shanum dan berharap wanita itu cepat sembuh.

    “Sudah pergi ke dokter belum?”

    “Sudah, ada adikku yang merawat. Tidak perlu mencemaskan apa pun. Terima kasih atas perhatianmu, Sa.”

    Arsa tersenyum mendengar hal itu. Dia berharap Shanum lekas sehat. Shanum yang biasanya selalu terlihat anggun kini tampak tak berdaya dengan wajah dan bibir yang memucat. Shanum bilang dia tak selera makan karena mulutnya pahit.

    “Suamimu tak ada di rumah?”

    Shanum menggeleng. “Dia sedang ada urusan bisnis di luar kota, jadi belum pulang sampai sekarang.”

    “Padahal istrinya sedang sakit, seharusnya dia segera pulang begitu tahu kamu sakit begini.”

    Arsa menganggap Sabda bukanlah tipe suami yang peka. Bagaimana bisa pria itu pergi meninggalkan Shanum seorang diri dalam keadaan sakit seperti ini?

    Arsa termasuk pria yang peka, meskipun Shanum tidak pernah menceritakan apa pun tentang rumah tangganya pada orang lain, tapi binar di dalam mata gadis itu tidak pernah bisa dibohongi. Ada luka tak kasat mata di sana.

    Sekasar apa pun Shanum pada suaminya, dia tetap sosok perempuan yang butuh dilindungi dan diperhatikan. Justru kalau orang lain tahu dirinya rapuh, mereka punya celah untuk menyakiti Shanum.

    Maka dari itu, dia mengatur sendiri hal apa saja yang bisa membuatnya sakit hati. Siapa yang harus Shanum tanggapi dan tidak. Sekalipun mendapat omongan tidak enak dari orang lain, entah itu saudara atau tetangga, Shanum tidak terlalu sakit hati, karena omongan mereka tidak perlu diingat apalagi ditanggapi.

    “Aku bisa menjaga diriku sendiri, Arsa. Justru kalau Mas Sabda libur untuk mengurusku di rumah, pekerjaannya akan semakin banyak dan dia bisa keteteran nanti.”

    Shanum sedang tidak mau membahas Sabda lebih jauh. Akan semakin terlihat kentara kalau mereka kurang akur. Meskipun Shanum benci perlakuan pria itu, tapi Shanum tidak mungkin sampai membuka aib suaminya sendiri di depan orang lain.

    Mau bagaimana pun, Sabda tetaplah suaminya.

    “Ah benar, kuharap suamimu segera pulang. Kamu harus segera ke dokter, Shanum.”

    “Suamiku akan pulang sebentar lagi. Mungkin hari ini, Sa. Jangan cemas.” Shanum tersenyum ramah.

    ***

    Sabda masih berada di kota kelahiran Rania, mereka makan malam di luar bertiga. Sabda sengaja membawa dua orang itu ke sebuah restoran mewah.

    Tak hanya untuk membuat sang ayah terkesan, Sabda juga ingin menciptakan obrolan yang hangat dan menyenangkan. Karena itu, restoran mewah menjadi pilihan terbaik. Alam dan Rania tidak perlu memikirkan berapa biaya yang harus keluar, sebab Sabda yang menanggung semuanya.

    Mereka memesan berbagai hidangan. Mulai dari steik, pasta, sup, salad, dan hidangan penutup lain. Semua sajian itu terlihat mewah dan menggiurkan, Rania senang ketika melihat ayahnya begitu antusias menlihat banyak hidangan lezat di hadapannya.

    “Apa tidak masalah kalau kamu memesan makanan sebanyak ini?” tanya Alam pada Sabda.

    “Tidak apa-apa. Om bebas untuk memesan apa pun, kalau butuh sesuatu bilang saja. Tidak perlu sungkan.” Sabda bersikap seramah mungkin.

    Mereka makan malam dengan tenang. Suasana hangat diiringi alunan musik yang dibawakan oleh restoran tersebut cukup membuat suasana menjadi syahdu.

    “Jadi, kamu sudah punya niatan untuk serius dengan putriku?” tanya Alam setelah dia menghabiskan makanan penutup, berupa kue tiramisu.

    Sabda mengangguk, dia menoleh ke arah Rania dan tersenyum hangat. Seolah Sabda sedang melakukan pendekatan dengan calon mertua.

    Sabda sudah sangat terlatih dengan hal ini, sebab dia sudah terbiasa melakukannya dengan ayah Shanum. Jadi, itu bukan lagi hal yang sulit. Sabda tentu lebih ahli dalam hal ini.

    “Tentu saja, jika Om mengizinkan. Saya akan menikahi Rania.”

    Mendengar ucapan penuh rasa percaya diri itu Alam menatap Rania, putrinya tersenyum bahagia, seolah dia tak salah pilih.

    Sabda bisa bersikap sesantai itu tanpa memikirkan kondisi Shanum yang sedang kesulitan. Salah satu alasan yang membuat Sabda nekat untuk menikahi Rania adalah; dia berencana untuk menceraikan Shanum suatu hari nanti.

    Awalnya, Sabda memang tidak bisa melepaskan Shanum. Sebab wanita itu adalah harapan keluarganya. Salah satu alasan sang ibu bisa menerimanya, tapi entah kapan Sabda berani menceraikan Shanum. Dia akan menunggu waktu yang tepat, mungkin.

    Sabda menikahi Shanum pun bukan atas keinginannya, seharusnya Sabda hari itu menolak jika memang tak ingin, tapi dia sadar bahwa hal itu hanya akan membuat keluarganya sedih, akhirnya Sabda terpaksa menerima.

    Shanum jelas bukan perempuan biasa. Dia mandiri, pekerja keras, bahkan cantik. Siapa yang tidak suka perempuan seperti Shanum? Meskipun begitu, Sabda tetap saja tidak terbuka hatinya selama lima tahun ini. Entah kenapa, meskipun sulit untuk mencintainya, Sabda tidak bisa melepaskan Shanum.

    ***

    “Sayang, kenapa?”

    Rania menyadarkan bayangan Shanum dalam benak Sabda. Pria itu tersentak ketika dia mulai sadar, Sabda menoleh ke arah kekasihnya lantas tersenyum hangat.

    Mereka sudah pulang dari acara makan malam. Kini Sabda dan Rania sedang duduk di teras depan berdua, menatap langit yang sama. Alam sudah lebih dulu masuk ke dalam dan beristirahat, meninggalkan dua orang itu untuk mengobrol.

    “Maaf kalau papa terlalu keras sama kamu,” kata Rania tulus. Dia cemas kalau Sabda tidak enak hati karena pertanyaan ayahnya.

    “Tidak apa-apa, lagipula tidak ada yang perlu aku takutkan dari beliau. Kalau pun beliau marah, sudah pasti itu demi kebaikan kamu bukan?”

    Rania menggeleng, enggan membuat Sabda berpikiran yang tidak-tidak tentang apa yang sudah terjadi. Dia juga takut kalau Sabda meninggalkannya.

    Satu tahun jelas bukan waktu yang sebentar bagi mereka untuk memadu kasih, Rania memang sangat mencintai Sabda. Meski dia kerap dibuat curiga tentang banyak hal. Namun, Sabda selalu sukses membuatnya kembali percaya, seolah hal buruk yang ada di kepala Rania hanyalah prasangka semata.

    Mereka berdua saling mencintai, sama seperti pasangan kebanyakan. Hanya saja, seandainya Rania tahu kebohongan fatal apa yang sudah disembunyikan oleh Sabda selama ini. Apakah wanita itu masih mau menerima?

    “Kakimu masih sakit? Seharian kuajak pergi terus,” tanya Sabda mengalihkan topik.

    Rania menggeleng, justru dia senang berjalan-jalan dengan Sabda. Mereka selalu berjalan beriringan, pria itu terlalu tinggi untuk Rania, meski Rania sudah mengenakan heels, tingginya tetap sangat keterlaluan.

    “Kamu senang ada di sini?” tanya Rania.

    “Karena bersamamu, semua tak seburuk yang kubayangkan.”

    Rania tersenyum mendengar nada suara kekasihnya yang serak. Kemudian tatapan Sabda berkelana memerhatikan tulang selangka, bahu, lengan, dan apa pun pada tubuh Rania yang tak tertutup kain.

    “Kemarilah.” Dia menjangkau tangan Rania dan membawanya dalam pelukan erat. Serat pakaiannya mengirimkan kehangatan. “Mulai hangat?”

    Rania mendongak. “Kenapa memelukku?”

    “Aku hanya ingin.”

    Hening sepersekian detik, Rania tidak menyadari bahwa ada banyak hal yang sedang Sabda pikirkan. Lebih dari itu, Sabda mencemaskan banyak hal, tapi dia tidak ingin Rania menyadarinya.

    “Aku berjanji akan menikahimu, aku sudah meminta restu pada ayahmu. Kita akan segera menikah.”

    ***

    Ada kalanya, satu-satunya tempat yang paling kau ingin adalah di sisi seseorang. Tempat di mana kau ingin didengar, dipahami, dihargai, dan leluasa untuk menyampaikan segala hal di dalam dada yang selama ini membuat sesak.

    Kau tak ingin apa-apa. Kau hanya ingin berada di sisi seseorang yang satu kalimat darinya mampu membuat segala gelisahmu runtuh. Kau hanya ingin berada di sisi seseorang yang di dalam peluknya kau menemukan tempat paling aman. Kau hanya ingin berada di sisi seseorang yang tawanya dapat memancing tawamu juga.

    Kau hanya ingin berada di sisi seseorang yang membuatmu mampu menghadapi dunia sebab kau sadar kau tak akan dibiarkan sendiri. Karena sebesar apa pun dunia memberimu cobaan, cukup hanya satu dukungan kecil yang mampu menguatkanmu agar tak karam.

    Kau hanya ingin berada di sisi seseorang yang menggenggam tangannya sama dengan kau menggenggam dunia dan isinya.

    Namun, kembali pada kenyataan. Hidup tak melulu harus bergantung pada orang lain. Bahagia tak harus menjadi tanggung jawab orang lain. Seharusnya dirimu sendiri sudah cukup. Seharusnya kau tak perlu berharap apa-apa pada orang lain. Sebab sumber kecewa terbesar berasal dari pembawa bahagia terhebat dalam hidupmu.

    Jam dinding menunjukkan pukul dua dini hari. Shanum baru bangun dengan tubuh yang setengah remuk karena rasa sakit yang masih melanda. Dia sudah minum obat, panasnya sedikit turun, tapi badannya masih begitu hangat.

    Shanum terbangun karena dering ponsel yang tidak juga berhenti. Dia heran, siapa orang yang menghubunginya di jam-jam seperti ini? Tidak bisakah orang itu mengerti kalau Shanum juga butuh istirahat.

    Beranjak dari posisi dengan tangan memegang selimut sebagai penutup dada, dia menjangkau nakas dan meraih ponselnya yang berbunyi, tanda sebuah panggilan masuk.

    “Halo, siapa?” Shanum menyahut ketika ponsel itu sudah menempel di telinganya.

    Tidak ada sahutan, yang ada hanyalah kesunyian. Shanum kembali menatap nomor yang tertera, dia tidak tahu siapa orang tersebut.

    Tidak berapa lama, terdengar suara dari seberang sana, suara yang sangat Shanum kenali.

    “Ini aku, maaf tidak menghubungi lebih dulu. Ponselku sedang rusak. Jadi, aku meminjam ponsel rekan.”

    Shanum terkejut, matanya langsung membuka sempurna saat suara Sabda terdengar jelas meminta maaf dan beralasan kalau ponselnya rusak.

    “Kapan kamu pulang?”

    Sabda menghubungi Shanum, dia juga terpaksa berbohong supaya istrinya tidak curiga.

    “Mungkin dua hari lagi, masih banyak urusan di sini. Kenapa?”

    “Aku sakit, Mas. Tidak ada yang membantuku di sini. Pulanglah secepatnya. Aku malu jika harus merepotkan mama terus!”

    Sabda masih diam menyimak, Shanum terus saja mengomel di telepon. Bahkan meski terpisah ribuan kilometer, hubungan mereka tetap tidak akur. Itu yang kadang membuat Sabda sakit kepala. Dia pikir, hubungannya dengan Shanum sudah membaik setelah dia meminta maaf.

    “Baiklah, maafkan aku. Sekarang tidurlah. Ini sudah malam, aku akan pulang tak lama lagi. Pastikan kamu minum obat dengan teratur dan jangan membantah.”

    “Kapan kamu pulang?”

    “Mungkin besok. Pokoknya jangan menungguku.”

    Sabda tidak berkata apa pun lagi. Dia mematikan ponsel setelah mengatakan hal itu, seolah tidak mau mendengar penjelasan Shanum tentang sakitnya.

    Bukannya Shanum manja, dia wanita yang mandiri. Hanya saja, suasana rumah yang sepi dan kondisinya yang sakit cukup merepotkan. Dia tidak bisa terus bergantung pada sang ibu.

    Shanum menghela napas, lagi-lagi dia harus melalui semuanya sendirian. Memang benar, meskipun inginmu hanya sesederhana bersandar pada dada yang mampu membuatmu kuat dan lega, tetap saja dia bisa memilih untuk tak ada dan kau tak boleh kecewa.

    Baiklah, akan Shanum beri perhitungan jika nanti pria itu pulang ke rumah.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
  • Pegawai Honorer Pemerintah

    Pegawai Honorer Pemerintah

    Cerita Sex Pegawai Honorer Pemerintah – Ini pengalamanku sekitar 5 tahun yg lalu. Saat ini aku sudah berusia 38 tahun dan bekerja di salah satu instansi pemerintahan. Dan aku menikah sejak 9 tahun yg lalu dgn 2 anak. Aku berasal dr salah satu kota di Kalimantan dan kuliah di salah satu kota di Jawa. Selepas kuliah aku sempat kerja di perusahaan swasta setahun dan akhirnya diterima di instansi pemerintahan tempat aku bekerja skrg.

    Tuntutan pekerjaan membuat aku harus beberapa kali pindah kota dan pada 5 tahun yg lalu aku sempat ditempatkan di salah satu kota di propinsi asalku di Kalimantan yg berjarak sekitar 1-1,5 jam dari kota asalku.

    Pada saat itu istri dan anakku tidak ikut serta karena istriku harus bekerja dan terikat kontrak kerja yg tidak memperkenankannnya mengundurkan diri atau bermohon pindah sebelum 5 tahun masa kerjanya. Sehingga jadilah aku sendiri di sana dan tinggal di salah satu rumah orang tuaku yg mereka beli untuk investasi.

    Krn kebutulan aku pindah ke sana maka aku tinggal sendiri. Rumah tersebut berada di kompleks perumahan yg cukup luas namun cenderung sepi krn kebanyakan hanya menjadi tempat investasi alternatif saja, dan kalau ada yg tinggal adalah para pendatang yg mengontrak rumah di sana. Jadi lingkungan relatif apatis di sana.

    Cerita Sex Pegawai Honorer Pemerintah
    Cerita Sex Pegawai Honorer Pemerintah

    Ngocoks Pada beberapa kesempatan aku kadang-kadang berkunjung ke tempat nenekku yg tinggal di suatu kabupaten (sekitar 4 jam dari kota tempat aku tinggal sekarang) utk sekedar silaturahmi dengan famili di sana. Pada salah satu kunjungan saya ke sana, saya sempat bertemu dengan salah seorang yg dalam hubungan kekerabatan bisa disebut nenekku juga di rumah salah satu famili, sebetulnya bukan nenek langsung.

    Persisnya ia adalah adik bungsu dari istri adik kakekku (susah ya ngurutnya). Usianya lebih tua sekitar 8-9 tahunan dariku. Profil mukanya seperti Yati Octavia (tentu Yati Octavia betulan lebih cantik), dengan kulit cenderung agak gelap, dan badannya sekarang sedikit agak gemuk.

    Walaupun terhitung nenekku, ia biasanya saya panggil bibi saja krn usianya ia risih dipanggil nenek. Pertemuan tsb sebetulnya biasa saja, tapi sebetulnya ada beberapa hal yg sedikit spesial terkait pertemuan tersebut. Pertama, saya baru tau kalau suaminya baru meninggal sekitar 1 tahunan yg lalu.

    Ia yg berstatus honorer di sebuah instansi pemerintah sedikit mengeluhkan kondisi kehidupannya (untung ia hidup di kota kabupaten yg kecil) dengan 2 anak perempuannya yg berusia 12 dan 8 tahun. Saat itu aku bilang akan mencoba utk membantu memperbaiki status honorernya dgn mencoba menghubungi beberapa relasi/kolegaku.

    Hal spesial yg lain adalah sedikit pengalamanku di masa lalu dgn dia yg sebetulnya agak memalukan bila diingat (saat itu saya berharap ia lupa). Wkt saya masih di bangku SMA, ia dan kadang bersama famili yg lain sering berkunjung ke rumahku krn ia pernah kuliah di kota kelahiranku namun kost di tempat lain.

    Ia kadang2 menginap di rumahku. Pada waktu ia nginap dengan beberapa famili yg lain, aku sering ngintip mereka mandi dan tidur. Sialnya sekali waktu, saat malam2 aku menyelinap ke kamarnya (di rumahku kamar tidur jarang di kunci), dan menyingkap kelambunya (dulu kelambu masih sering digunakan).

    Saya menikmati pemandangan di mana ia tidur telentang dan dasternya tersingkap sampai keliatan celana dalam dan sedikit perutnya. Saat itu saya mencoba mengusap tumpukan vaginanya yg terbungkus celana dalam dan pahanya. Setelah beberapa kali usapan ia tiba2 terbangun dan saya pun cepat2 menyingkir keluar kamar.

    Sepertinya ia sempat melihat saya, hanya saja ia tidak berteriak. Hari2 berikutnya saya selalu merasa risih bertemu dia, namun iapun bersikap seolah2 tdk terjadi apa2. Sejak saat itu saya tdk pernah coba2 lagi ngintip ia mandi dan tidur.

    Hal itu akhirnya seperti terlupakan setelah saya kuliah ke Jawa, ia menikah dan sayapun akhirnya menikah juga. Inilah pertemuan saya yg pertama sejak saya kuliah meninggalkan kota kelahiran saya. Beberapa wkt kemudian pada beberapa instansi ada program perekrutan pegawai termasuk yg eks honorer termasuk pada instansi nenek mudaku tersebut.

    Pada suatu pembicaraan seperti yg pernah saya singgung sebelumnya, nenek mudaku tersebut sempat minta tolong agar ia bisa diangkat sbg pegawai tetap dan akupun kasak-kusuk menemui kenalanku agar nenek mudaku tersebut dapat dialihkan status honorernya menjadi pegawai.

    Aku beberapa kali menelpon nenek mudaku tersebut untuk meminta beberapa data dan dokumen yg diperlukan. Entah karena bantuan kenalanku atau bukan, akhirnya ia dinyatakan diterima sebagai pegawai. Nenek mudaku itu beberapa kali menelponku utk mengucapkan terima kasih, dan aku yg saat itu memang tulus membantunya juga ikut merasa senang.

    Beberapa bulan kemudian aku mendapat telpon lagi dari nenek mudaku tersebut yang mengabarkan bhw ia akan ke kota tempatku bertugas karena ia harus mengikuti pelatihan terkait dengan pengangkatannya sebagai pegawai di salah satu balai pelatihan yang tempatnya relatif dekat dengan rumahku. Waktu itu ia menginformasikan akan menginap di balai pelatihan tersebut namun akan berkunjung ke rumahku juga.

    Pada suatu hari Sabtu sore ia tiba di rumahku dengan membawa koper dan oleh2 berupa penganan khas daerahnya tinggal dan buah2an. Ia mengatakan hari pelatihannya dimulai hari Senin namun ia takut terlambat dan akan segera ke balai pelatihan tersebut malamnya.

    Aku tawarkan untuk istirahat dulu dan menginap satu malam. Namun karena kekahwatiran tersebut ia menolak untuk menginap dan hanya beristirahat saja. Maka ia kutunjukkan kamar tidur yang ada di samping kamar tidurku utk istirahat sejenak.

    Tidak ada kejadian apa2 sampai saat itu, dan pada malam harinya ia kuantar ke balai latihan. Namun di balai latihan tersebut suasananya masih sepi dan baru 3 orang yang melapor itupun masih keluar jalan2. Melihat keraguan untuk masuk ke balai latihan tersebut kembali aku tawarkan untuk menginap di rumah dulu dan nanti Senin pagi baru kembali.

    Ia langsung menerima tawaranku sambil menambahkan komentar bahwa ia dengar balai pelatihan tersebut agak angker. Malam minggu ia menginap dan tidak ada kejadian yg spesial kecuali kami mengobrol sampai malam dan ia menyiapkan makanan/minumanku.

    Sampai saat itu belum terlintas apa2 dalam pikiranku. Namun ketika ia selesai mencuci piring dan melintas di depanku yaitu antara aku dan televisi yg sedang aku tonton ia berhenti untuk melihat acara televisi sejenak.

    Saat itu aku melihat silhuote tubuhnya di balik daster katunnya yang agak tipis diterobos cahaya monitor televisi. Saat itulah pikiranku mulai mengkhayalkan yang tidak2. Maklum aku jauh dari istri dan kalau ngesekspun dengan orang lain juga kadang2 (aku pernah ngeseks dengan PSK yg agak elit dan beberapa mahasiswi tapi frekuensinya jarang krn biaya tinggi).

    Saat itu ia saya suruh duduk dekat saya utk nonton TV bersama2. Kami pun ngobrol ngalor ngidul sampai malam dan ia pun pamit utk tidur. Malam Seninnya juga tidak terjadi apa2 kecuali saat ngobrol sudah mulai bersifat pribadi tentang masalah-masalahnya seperti anaknya yg perlu uang sekolah dan lainnya.

    Aku katakan bahwa aku akan bantu sedikit keuangannya dan iapun berterima kasih berkali2 dan mengatakan sangat berhutang budi padaku. Senin paginya ia kuantar ke balai pelatihan tersebut dan dengan membawakan kopernya saya ikut masuk ke kamarnya yang mestinya bisa untuk 6 orang.

    Dengan menginapnya ia di sana, maka buyarlah angan2 erotisku pd dirinya dan akupun terus ke kantorku utk kerja seperti biasa. Namun pada sore hari aku menerima telpon yang ternyata dari nenek mudaku tersebut. Ia mengatakan bahwa agak ragu2 menginap di balai pelatihan tersebut krn ternyata semua teman2 perempuannya tidak menginap di situ.

    Tapi di rumah familinya masing2 yg ada di kota ini sehingga di kamar yg cukup utk 6 orang itu ia tinggal sendiri kecuali jam istirahat siang baru beberapa rekan perempuannya ikut istirahat di situ. Dgn bersemangat aku menawarkan ia menginap di rumah lagi sambil melontarkan kekhawatiranku kalau ia sendiri di situ (sekedar akting). Ia terima tawaranku dan aku berjanji akan menjemput dia sepulang kantor.

    Akhirnya iapun menginap di rumahku dan rencananya akan sampai sebulan sampai pelatihan selesai. Angan2ku kembali melambung namun aku masih tdk berani apa2 mengingat penampilannya yg sdh sangat keibuan, kedudukannya dalam kekerabatan kami yg terhitung nenek saya, dan sehari2nya kalau keluar rumah pakai kerudung (tapi bukan jilbab).

    Aku betul2 memeras otak namun tdk pernah ketemu bagaimana cara bisa menyetubuhinya tanpa ada resiko penolakan. Aku sedikit melakukan pendekatan yg halus. Sekedar utk memberi perhatian dan sedikit akal bulus sempat aku belikan ia baju dan daster.

    Utk daster aku pilihkan ia yg cenderung tipis dan model you can see. Hampir setiap malam ia aku ajak keluar makan malam atau belanja (walupun pernah ia sekali menolak dgn alasan capek). Kalau ada kesempatan aku kadang2 mendempetkan badanku ke badannya bila lagi jalan kaki bersama atau duduk makan berdua di rumah makan.

    Aku juga sering keluar kamar mandi (kamar mandi di rumahku ada di luar kamar tidur) dgn hanya melilitkan handuk di badan. Selain itu aku juga kadang menyapa dan memujinyaa sambil memegang salah satu atau kedua pundaknya bila ia memasak sarapan pagi di dapur.

    Dari semua itu saya belum bisa menangkap apakah responnya positif terhadap aku. Dan setelah hampir 1 minggu, yaitu pada hari Sabtu pagi iapun pamit pulang ke kotanya untuk menengok anaknya yg agak sakit dan akan kembali minggu malamnya.

    Iapun pulang dan aku yg sendirian di rumah akhirnya juga keluar kota ke kota kelahiranku yg jaraknya cuma 1 jam dr kota tinggalku utk main2 dgn teman2 masa SMAku serta silaturahmi ke rumah orang tuaku.

    Saat bertemu teman2 lamaku aku agak banyak minum bir dan waktu tidurku agak kurang. Sore menjelang Maghirib akupun pulang ke kota di mana aku tinggal, terlintas sebuah rencana utk menggauli nenek mudaku yg saya perkirakan akan lebih duluan sampai di rumahku (ia kukasihkan kunci duplikat rumah utk antisipasi seandainya aku tdk ada dirumah bila ia datang).

    Sayapun sampai di rumah dan memang benar ia sudah ada di rumah. Ia bertanya kepadaku kenapa aku pucat dan keringatan dan saat ia pegang dahi dan tanganku ia bilang agak hangat (mugkin krn pengaruh begadang).

    Aku hanya berkomentar bhw aku mau cerita tapi tdk enak dan minta agar malam ini makan malam di rumah saja krn aku tdk enak badan. Ia tdk keberatan dan tanya aku mau makan apa, aku bilang aku cuma mau makan indomie telur dan iapun setuju. Seperti kebiasaannya ia selalu buatkan aku kopi dan teh utk dirinya, tak terkecuali malam itu.

    Melihat aku masih pucat ia menawarkan obat flu tapi aku bilang aku tdk flu dan tdk bisa cerita sambil pergi dengan pura2 sempoyongan ke kamarku dan bilang aku mau istirahat. Aku masuk kamar dan membuka baju dan berbaring di tempat tidur dgn hanya pakai celana pendek.

    Iapun menyusulku ke kamarku dan dgn iba bertanya kenapa dan apa yg bisa ia bantu. Dalam hatiku aku mulai tersenyum dan mulai melihat suatu peluang. Ia bahkan menawarkan utk memijat atau mengerik punggungku, tapi aku mau langsung ke sasaran saja dengan mempersiapkan sebuah cerita rekayasa.

    Akhirnya aku menatap ia dan menanyakan apakah ia mau tau kenapa aku begini dan mau menolong saya. Ia segera menjawab bahwa ia akan senang sekali bisa menolong saya krn saya sudah banyak membantunya.

    Iapun kusuruh duduk di tempat tidur dan dengan memasang mimik serius dan memelas sambil memegang salah satu tangannya akupun bercerita. Aku karang cerita bhw aku baru saja kumpul2 sama teman2ku waktu ke luar kota tadi sore.

    Terus ada salah satu temanku yg bawa obat perangsang yg aku kira adalah obat suplemen penyegar badan. Karena tdk tau, obat itu aku minum dan skrg efeknya jadi begini di mana aku kepingin ML dgn perempuan. Aku karang cerita bhw bila tdk tersalur itu akan membahayakan kesehatanku sementara istriku tdk ada di sini.

    Aku juga mengarang cerita bhw aku sudah mengupayakan onani tapi tdk berhasil dan tdk mungkin aku mencari PSK krn tdk biasa. Aku katakan bhw dgn terpaksa dan berat hati aku mengajak ia bersedia utk ML denganku utk kepentingan kesehatanku.

    Mendengar ceritaku ia terdiam dan menundukkan wajahnya, tapi salah satu tangannya tetap kupegang sambil kubelai dengan lembut. Melihat itu, aku lanjutkan dgn berkata bhw kalau ia tdk bersedia agar tdk usah memaksakan diri dan aku mohon maaf dgn sikapku krn ini pengaruh obat perangsang yg terminum olehku.

    Selain itu kusampaikan bahwa biarlah kutanggung akibat kesalahan minum obat tersebut dan aku katakan lagi bhw aku sadar kalau permintaanku itu tdk pantas tapi aku tdk bisa melihat jalan keluar lain sambil minta ia memikirkan solusi selain yg kutawarkan.

    Ia tetap diam, namun kurasakan bhw nafasnya mulai memburu dan dengan lirih ia berkata apa aku benar2 mau ML sama dia padahal ia merasa ia sudah agak tua, tdk terlalu cantik, agak sedikit gemuk dan berasal dari kampung. Ceritasex.site

    Aku jawab bahwa ia masih menarik, namun yg penting aku harus menyalurkan hasratku. Ia diam lagi dan aku duduk dikasur sambil tanganku merangkul dan membelai pundaknya yg terbuka karena dasternya model you can see. Kulitnya terasa masih halus dan sedikit kuremas pundaknya yg agak lunak dagingnya. Mukanya pucat dan bersemu merah berganti2, ia juga terlihat gelisah.

    Sedikit lama situasi seperti itu terjadi tapi aku tdk tau entah berapa lama, sampai aku mengulang pertanyaanku kembali (walaupun aku sudah yakin ia tdk akan menolak) dan akhirnya ada suara pelan dan lirih dari mulutnya.

    Aku tdk tau apa yg ia katakan tapi instingku mengatakan itu tanda persetujuan dan dengan pelan aku dekatkan mukaku ke wajahnya. Mula2 aku cium dahinya, setelah itu mulutku menuju pipinya. Ia hanya memejamkan mata, namun gerakan wajahnya yg sedikit maju sudah menjadi isyarat bhw ia tdk keberatan.

    Sedikit lama aku mencium kedua pipinya dan aku sejenak mencium hidungnya (di situ kurasakan desah nafasnya agak memburu) lalu akhirnya aku mencium bibirnya yg sudah agak terbuka sejak tadi. Sambil melakukan itu kedua tanganku juga beraksi dengan halus.

    Tangan kananku merangkulnya melewati belakang kepalanya kadang di bahu kanannya dan kadang di tengkuknya di belakang rambutnya yg terurai. Sedang tangan kiriku merangkul punggungnya dan mengusap paha kanannya secara bergantian.

    Ciuman bibir mulai kuintensifkan dengan memasukan lidahku ke mulutnya. Ia gelagapan namun tangan kananku memegang tengkuknya untuk meredam gerakan kepalanya. Ternyata ia tidak biasa dicium dgn memasukan lidah ke mulut yg kelak baru saya ketahui belakangan..

    Tangan kiriku terus bergerilya, aku menarik bagian bawah dasternya yg ia duduki agar tangan kiriku bisa masuk ke sela2 antara daster dan punggungnya. Berhasil, tanganku mengusap punggungnya yg halus namun masih kurasakan tali BH nya di situ. Dengan pelan2 kubuka tali BH nya.

    Terasa ada sedikit perlawanan dari dia dengan menggerak2an punggungnya sedikit. Iapun hampir melepaskan mulutnya dari mulutku. Namun bibirku terus mengunci bibirnnya dan tugas tangan kiriku membuka pengait BH nya dibelakan sudah terlaksana.

    Tangan kananku langsung berpindah dengan menyelinap di balik daster bagian depan dan menuju BH nya yg sudah terbuka. Aku biarkan BH tsb dan tangan kananku menyelinap di antara BH dan payudaranya.

    Aku elus2 dan cubit2 pelan payudara di sekitar putingnya beberapa saat sebelum akhirnya menuju puting sampai akhirnya payudara yang memang sudah tidak terlalu kencang tapi cukup besar itu kuremas2 bergantian kiri dan kanan.

    Bersambung…

    1 2