Author: admin

  • Tukang Ojek Komplek

    Tukang Ojek Komplek

    Cerita Sex Tukang Ojek Komplek – Dengan jemari lentiknya, Dian menyimpulkan tali jubah mandinya sembari berjalan masuk ke kamar mandi. Sore itu, ia berencana melepaskan segala macam kepenatan pikirannya dengan mandi sambil berendam di bathup. Yup, itu semua karena pekerjaan di kantor barunya benar-benar menyita seluruh tenaga dan konsentrasinya.

    Air segera mengucur deras dengan seketika begitu Dian memutar tuas keran air yang ada dibagian bawah bathup. Sesekali, ia kecipakkan tangan putih mulusnya ke air guna merasakan tingkat kepanasan air.
    “Moga-moga, mandi berendam ini dapat menjernihkan pikiranku…” ucapnya pelan.

    Butuh beberapa waktu guna memenuhi bak bathup itu dengan air. Oleh karenanya, selagi menunggu bathup penuh, Dian menuju dapur yang ada di lantai dasar untuk membuat segelas jus melon kegemarannya. Jus melon, olahan minuman dari buah yang bagi Dian adalah teman setia ketika menemaninya berendam.

    “Cobalah oh sayang hatiku pasti jadi milikmu | Bila kau tunjukkan kasih sayang padaku
    Sepenuh hati dengan cintamu | Sayangi aku selayaknya aku kekasihmu
    Aku wanita yang butuh cinta | Bukan hanya perzinahan | Yang dapat kau lalui lalu kau pergi “

    Cerita Sex Tukang Ojek Komplek
    Cerita Sex Tukang Ojek Komplek

    Ngocoks Tak sadar, dari semenjak keluar kamar hingga dapur, bibir tipis Dian melantun sebait lagu yang semakin lama semakin keras. Dan dengan diiringi gerakan tarian manja, Dian menyanyikan keseluruhan tembang yang dibawakan oleh grup band lawas tersebut. Hingga ketika melewati ruang tengah, Dian dikagetkan oleh sesuatu.

    “Eh Mitha… kamu kok sudah pulang…?” Tanya Dian dengan nada kaget akan keberadaan putri semata wayangnya di sudut kursi ruang tengah.
    “I…iya mi… hari ini lesnya libur… khan sekarang hari jumat….” Jawab Mitha yang juga terkejut akan kehadirannya Dian yang tiba-tiba.

    “Haloo… halooo…. Mith…? Mitha…?” panggil seorang pria yang ada di ujung telephon
    “Eh iya… Ga kenapa-napa kok, cuma ada mami…” sambung Mitha

    “Hayoooo… kamu sedang telepon ama siapa sayang?” Tanya Dian menggoda anak perempuan satu-satunya.

    Didekatkannya telinga Dian pada gagang telephon yang berada pada genggaman Mitha, seolah ia ingin nguping. Namun karena malu, Mitha segera menghindarkan gagang telephon itu jauh-jauh dari jangkauan maminya.

    “Ahhhh… Mami kepo banget deh.… Cuma temen kok Mi…” Jawab Mitha malu-malu.
    “Hahaha… Dasar anak kecil…” tawa Dian yang akhirnya menyerah untuk menginvestigasi putrinya itu.
    “Udah sana, mami mandi gih… Tuh denger… Suara aer bathupnya dah penuh…”
    “Iyadeh… Yang masih ABG…” Canda Dian genit.

    “Halloohh…iya…………” kembali Mitha melanjutkan perbincangan serunya seolah barusan tak ada apa-apa.

    Sambil tersenyum, Dian pun ikut-ikutan tak menggubris Mitha yang sedang telepon. Dia segera menuju dapur untuk membuat jus melonnya.

    Dari dapur, suara berat Mitha masih sedikit terdengar. Dian sebenarnya berusaha untuk tak menghiraukan percakapan antara putri dan temannya itu, namun entah kenapa, jika melihat dari gelagat Mitha ketika menelpon, dia terlihat seperti sesosok mata-mata yang sedang membocorkan rahasia. Duduk disudut ruangan, bergelap-gelapan dengan pandangan mata yang selalu siaga mengawasi kondisi sekitar.

    Mau tak mau, Dian pun menjadi penasaran. Segera saja, ia mematikan mesin blender yang sedang menggiling daging buah melon itu, lalu ia pertajam indra pendengarannya. Dan mendadak, Dian lupa akan tujuan awalnya membuat jus melon sebagai teman mandi berendamnya.

    “Hihihi… iya bener.. rasanya bikin deg-degan gimana gitu….” Ucap Mitha lirih sambil sesekali ia tertawa kecil.
    “Bener-bener… bentuknya ga sama seperti gambar yang ada di buku… beda banget…”
    “Gedhe dan panjang…”
    “Iya.. Mitha juga pengen…”

    “Aduh… kapan ya bisa seperti kemaren lagi…?” Kembali Mitha celingukan, menengok kearah dapur dimana mamanya berada. Ia berjaga-jaga supaya tak ada seseorangpun yang mendengar percakapannya.
    “Mitha juga merindukan sodokan batang panjangmu sayang… hihihi…” kembali Mitha tertawa kecil.

    “Merindukan sodokan batang panjangmu…?” Tanya Dian dalam hati
    “Batang apakah yang sedang dibicarakan antara Mitha dan teman prianya ini?”

    Mendadak muka Dian menjadi merah, dan detak jantungnya berdebar begitu kencang. Apakah mungkin, Mitha sedang membahas tentang batang kelamin teman lelakinya? Mitha khan baru masuk kelas 2 SMP baru 15 tahun. Belum sepantasnya ia mendiskusikan tentang hal itu dengan teman lelakinya.

    Dian mencoba mengingat tentang kejadian beberapa waktu lalu. Ada beberapa kejanggalan mengenai putrinya yang susah untuk dijelaskan.

    Pulang larut malam, cupangan di leher bawah serta dadanya, dan yang paling mengejutkan adalah adanya plastic kondom di laci kamarnya. Hal itulah yang membuat pikiran Dian menjadi gelisah. Ada apa gerangan yang terjadi pada kelakuan putri satu-satunya itu.

    “Ah.. Kamu jangan gitu ahh… Mitha juga pengen….”

    Kembali Dian membuang semua pikiran aneh itu dan lebih memilih untuk mendengarkan percakapan putrinya dari jauh. Hingga, sebuah kalimat yang membuat detak jantungnya seolah berhenti.

    “Mitha juga pengen ngejilatin kontolmu Mas… pengen banget minum pejuhmu lagi..”

    DEG..

    Dian seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Walau terdengar begitu samar, namun Dian yakin, jika barusan ia mendengar putrinya ingin meminum sperma lelaki teman bicaranya.

    “Mitha ga sabar nunggu mami pergi keluar kota lagi, jadi khan kita bisa nerusin rencana mas Udin yang sempat tertunda kemaren..”

    “Udin….?” Tanya Dian dalam hati.

    Mendengar pembicaraan mereka yang mulai tak senonoh, Dian berjingkat pelan. Mendekat kearah Mitha dari arah belakang punggung Mitha dan…
    “Kamu sedang ngobrol dengan Udin si tukang ojek itu ya…?

    Mitha menengok kearah datangnya suara itu dan langsung berdiri dari tempat duduknya. “Sialan… udah dulu ya sayang, ada mami… ”

    Sebelum Mitha meletakkan gagang telephon itu ke badan telephon, Dian langsung menyerbu kearah Mitha sambil berteriak lantang.

    “Berikan telepon itu…” bentak Dian sembari menyambar gagang telephon itu dari tangan putrinya.
    “Dengar ya Din… Jika gue ngelihat lo dekatan dengan anak gue lagi, gue ga akan segan-segan untuk ngelaporin lo ke Polisi. Mengerti lo?” Bentak Dian sambil menutup telepon.

    Seperti mendengar gemuruh geluduk di siang bolong, Mitha yang mendengar lelaki tercintanya diancam seperti itu, menjadi tak terima “Miiii, apa yang mami lakuin sih? Emang Mas udin salah apa miiiih..??”

    “Mami ga suka kamu menjalin hubungan dengan lelaki tanpa masa depan seperti itu..”
    “Tapi miii, aku mencintainya…”

    “Buka matamu sayang… tukang ojek seperti dia tuh tidak cocok buatmu…”
    “Mitha tak peduli dengan apa kerjaan dia, yang jelas Mas Udin cinta ama Mitha…”
    “Jadi kamu menentang pendapat mami?”
    “Mami Jahat…Mitha benci Mami…”

    “Udah-udah… Kamu dihukum…. Weekend ini kamu tak boleh keluar rumah… sana masuk kamar..”
    “Aku benci mami… Aku benar-benar benci mami…!” Tangis Mitha histeris. Ia berlari masuk kamar lalu membanting pintu kamarnya keras-keras.

    Tiba-tiba, rasa bersalah muncul dalam hati Dian. Apakah dia salah atau terlalu keras dalam mendidik Mitha, sehingga Mitha bisa berteman dengan lelaki busuk semacam Udin. Apakah Dian kurang dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya, sehingga Mitha bisa menjalin hubungan special dengan lelaki tak terurus seperti Udin.

    Udin, lelaki yang dalam pandangan matanya benar-benar jauh dari ganteng, putih atau bermasa depan. Lelaki yang selalu menggunakan pakaian hitam belel, celana jean sobek dan berbau asem. Belum lagi reputasinya sebagai pengedar narkoba yang entah itu benar atau salah, semakin membuat citra Udin mejadi begitu buruk dimata Dian.

    Dian kembali teringat beberapa waktu lalu, ketika masa awal-awal perkenalannya dengan Udin. Udin adalah tukang ojek ujung komplek yang membantu mengantarkan Dian berangkat interview karena mobilnya entah kenapa susah untuk dinyalakan.

    Dan ternyata, semenjak kejadian itu, Udin menjadi tumpuan harapan bagi Dian dalam hal trasportasi. Baik sebagai sarana antar jemput atau untuk minta tolong segala macam kebutuhan Dian.

    Yah dengan kata lainnya, Udin dapat diandalkan sebagai tangan tambahan ketika Dian tak mampu dalam mengerjakan sebuah tugas.

    Ramah, baik dan tak perhitungan. Itulah yang membuat Dian percaya untuk menggunakan jasa Udin. Namun ada satu hal yang Dian kurang suka dengan tukang ojek itu. Udin memiliki sifat mesum. Apalagi semenjak putri semata wayang Dian juga mulai sering menggunakan jasa ojek Udin, sifat mesum Udin menjadi semakin menjadi-jadi.

    Hingga pernah, Dian beberapa kali memergokin Udin yang sering memphoto dirinya ataupun Mitha ketika mereka sedang mengenakan rok pendek atau baju dengan atasan berbelahan dada rendah. Dan yang paling parah, Dian sempat mendapati adanya sperma di kamar mandi, setelah kamar mandi itu digunakan Udin.

    Yup, Udin beronani dikamar mandi.

    Memang sih, Udin tak pernah mau mengaku melakukan hal itu, tapi Dian benar-benar yakin jika lelehan sperma di dinding dan lantai kamar mandi itu berasal dari batang penisnya.

    Udin juga sepertinya membawa dampak buruk kepada Mitha. Karena semenjak kenal Udin, Mitha menjadi sangat susah diatur, suka melawan, dan mulai menggunakan gaya berpakaiannya yang berbeda.

    Dulu, putri satu-satunya itu selalu malu jika diminta untuk mengenakan baju seksi, namun sekarang, tak disuruh pun Mitha dengan pedenya berani mengenakan jins ketat atau jeans super pendek, berkaos kecil, yang kesemuanya menonjolkan lekuk tubuhnya

    “Huuuhhh…. “ desah Dian lirih. Kali ini, pikirannya semakin kacau.
    “Mas Loddy…Apa yang harus Dian lakukan…?” Tanya Dian dalam hati. Diraihnya gagang telephon yang ada di atas meja ruang tengah, dan mulai menekan beberapa tombol.

    Dian berharap suami tercintanya yang sedang tugas keluar kota mampu memberikan masukan tentang masalah yang ia hadapi saat ini. Namun tiba-tiba Dian memilih meletakkan gagang telepon, dan tak jadi menghubungi suaminya. Ia tak mau mengganggu pikiran suaminya dengan masalah lagi. untuk sementara, ia pendam saja dulu masalah ini.

    Dian kembali kearah dapur, mengambil gelas jus melon favoritnya dan bergegas ke kamar mandi di lantai atas. Ia menutup pintu kamar mandi, meletakkan gelas jus disamping bathup dan mulai melucuti jubah mandinya. Dian berjalan ke cermin dan membiarkan jubahnya jatuh ke lantai. Itu adalah kebiasaan sehari-hari untuk memeriksa tubuhnya sendiri sebelum mandi.

    Dengan jeli, mata bulat Dian memeriksa sekujur tubuhnya. Terkadang, Dian merasa bangga akan tubuh yang ia dapati. Masih berusia 34 tahun namun sudah memiliki seorang putri cantik berumur 15 tahun. Hal itu pun terkadang membuatnya sedikit besar kepala, karena ketika mereka jalan berdua, tak jarang banyak orang yang salah mengira jika mereka kakak adik.

    Rambut hitam yang lurus panjang, menjuntai hingga punggung. Tubuh yang dibalut kulit berwarna kuning langsat, tinggi 165 cm dan berat tak lebih dari 50 kg itu pun sering membuat mata lelaki susah untuk tidak melihat kesintalan tubuh ibu satu anak itu. Belum lagi dengan tonjolan buah dada 34C dan bongkahan bokongnya yang membulat indah, membuat Dian benar-benar seperti bidadari.

    “Waktunya berendam…” bisik Dian dalam hati.

    Segera saja, Dian meluncurkan kaki jenjangnya kedalam bathup. Mencoba beradaptasi sejenak hingga tubuhnya menjadi terbiasa dengan panasnya air yang menggenang di bathup. Lalu tak lama kemudian, sekujur tubuhnya sudah masuk semua kedalam bathup itu.

    “Oooouuuhh… nyaman sekali rasanya…” desahnya lirih.

    Diusapnya pangkal luar lengannya yang mulus, pundak, payudara, perut, paha hingga kedua betis butir padinya. Dengan perlahan ia menyeka semua daerah itu sembari memeriksa kulit mulusnya. Dian memejamkan mata, dan menenggelamkan seluruh tubuhnya.

    ***

    Tak terasa, sudah hampir sejam Dian tertidur di bathup. Karena begitu sadar dari lelap, jemari tangannya sudah terlihat keriput, dan air yang memenuhi bathup itu sudah tak lagi hangat.
    Segera saja Dian beranjak dari bathup dan mulai membilas tubuh langsingnya. Dian mengambil sabun aroma melati dan membilas bahu serta lengannya sebelum pindah ke dadanya.

    Mendadak, Dian tersentak kaget saat sabun dan buih-buihnya meluncur di sekitar putting payudaranya. Puting berwarna merah muda itu selalu sensitif, bukan sensitive lagi, melainkan super sensitif . Sentuhan sepelan apapun, selalu dapat mengirimkan getaran kejang ke sekujur tubuhnya.

    Puting payudaranya selalu mencuat keras dan begitu menjulang jauh kedepan, sehingga terkadang putting itu terasa begitu ngilu jika terhimpit oleh kain branya. Dan saat ini, kedua putting payudara itu benar-benar sensitive, keras dan sakit.

    Dian menggosok sabun di sekitar bawah payudaranya sebelum meluncur di atas perutnya yang rata. Terakhir dia menyabuni selangkangannya dan meluncur ke tungkai pahanya. Dia tergoda untuk membiarkan tangannya berlama-lama di antara kakinya, daerah intim wanita yang selalu membuatnya merasa geli barcampur nikmat ketika digosok.

    “Andai kamu ada disini mas….” Sambil terus mengusap selangkangannya, kembali Dian membayangkan kehadiran suaminya.

    Rasa licin dan lembutnya sabun yang berada di sekitar puting payudaranya membuat dia terangsang. Ingin sekali rasanya bercinta saat itu juga, namun Loddy, suami Dian masih dinas diluar kota. Dan masih ada waktu sekitar seminggu lagi hingga suaminya bisa pulang dan menyetubuhinya.

    Lagi-lagi. Dian harus menahan birahi yang memuncak itu. Dian ingin ketika suaminya pulang, ia akan mendapatkan kebinalan dirinya secara penuh.

    Setelah kurang lebih lima menit membilas tubuh, Dian akhirnya menyudahi mandi sorenya.
    Ditariknya karet penyumbat bathup itu dan ia segera beranjak keluar kamar mandi. Dikeringkannya tubuh basah itu dengan handuk putih tebal lalu menggosokkan baby oil ke seluruh kulit tubuhnya.

    Mendadak, Dian merasa begitu lapar.

    Mandi berendam di sore hari seperti ini memang sangat menguras stamina. Walau sama sekali tak melakukan aktifitas apapun, tubuh seperti baru saja melakukan renang melewati dua pulau.

    Dengan rambut yang masih digelung kain handuk, Dian keluar dari kamarnya dan menuju kedapur. Suasana rumah kembali terasa sepi, karena si Mitha sedang menjalani hukumannya di dalam kamarnya.

    Namun, ketika Dian melewati kamar Mitha, sayup-sayup terdengar suara cekikikan yang sangat ia kenal.

    Dengan cepat, Dian membuka pintu kamar putrinya dan melihat kesekeliling ruangan. Mitha yang semula sedang tertawa-tawa, langsung menyembunyikan handphone yang ia genggam kebelakang punggungnya begitu maminya masuk.

    “Kesinikan handphonemu…” pinta Dian
    “Buat apa mi…?” Tanya Mitha
    “Kesiniin….!!!” Ucap Dian lagi dengan nada sedikit keras.

    Dengan berat hati, Mitha melempar handphone itu ke sudut kasur, dekat dengan posisi Dian berdiri.

    “Mitha smsan ama Rezy mii…. Bener kok…”
    “Yuk kita lihat…”

    Merasa pernah muda, Dian tak bisa dibohongi anak semata wayangnya begitu saja. Ditekannya tombol hijau di telpon Mitha, menelpon teman putrinya yang bernama Rezy.

    “Baru juga sms-an bentar, sayang Mitha udah kangen ama kontol abang udin ya? Sampe nelpon-nelpon segala…” ujar lelaki dari ujung telephon,
    “BANGSAT lo Din… JAUHI Mitha…!!!” bentak Dian seketika dan mengakhiri pembicaraan.

    “Mitha… mami kecewa denganmu… mami tak mengira kamu masih berhubungan dengan lelaki mesum itu..”
    “Biarin… Mitha cinta bang udin… dan Mitha tak akan tinggal diam melihat mami menghalang-halangi hubungan kami…”

    “Berani kamu ya…?” Emosi Dian meningkat. “Ayo ikut mami… mami tak akan membiarkanmu seperti ini”
    “Mitha ga mau ikut…” Tolak Mitha sengit sambil cemberut dan menyilangkan lengan didepan dadanya.
    “Ikut…!” bentak Dian sambil mencengkeram pergelangan tangan Mitha.

    Diseretnya putri semata wayangnya itu kearah kamar tidurnya.

    “Kali ini kita tukeran kamar tidur… “ ujar Dian sambil mendorong Mitha secara paksa memasuki kamar tidurnya. “Kali ini, kamu akan merasakan, apa itu rasanya dikurung…” tambah Dian lagi sambil mengunci pintu kamar tidurnya.

    “Mitha benci mami… Mitha ga mau punya mami jahat seperti mami…” histeris Mitha dari dalam kamar Dian.

    Sebenarnya, Dian merasa menyesal akan apa yang telah ia lakukan pada Mitha barusan. Akan tetapi ia sama sekali tak memiliki jalan keluar tentang apa yang harus dilakukan guna memisahkan putri satu-satunya dengan ojek kampung itu.

    Dian merasa begitu frustasi, dan berpikir untuk segera menelpon Lody. Namun, kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuat suaminya itu khawatir akan apa yang terjadi kepada putri satu-satunya tersebut.

    Dengan langkah gontai dan pikiran kalut, Dian berjalan kearah dapur dan membuat makan malam. Dua porsi besar spageti bakso dan dua gelas orange jus, satu untuk dirinya, dan satu untuk Mitha.

    Sejahat-jahatnya ibu, Dian tak tega juga melihat putrinya hanya meringkuk di sudut tempat tidurnya.
    “Mitha… nih makan malamnya udah mami siapin.. yuk kita makan malam bareng.…”

    Tak ada jawaban sedikitpun dari Mitha. Rupanya saat itu Mitha masih benar-benar sebal akan hukuman dari Dian.

    Walau sedang menghukum putri semata wayangnya, Dian juga tak tega melihat putrinya itu kelaparan. Oleh karena itu, ia sengaja meletakkan makan malam itu di dalam kamar tidurnya, lalu kembali keluar dan mengunci kamarnya lagi.

    “Aku mami yang sadis….” Ujar Mitha dalam hati.

    Malam semakin larut, rasa kantuk karena makan malam pun mulai menyergap. Dan karena kamar tidur Dian malam ini ditempatin oleh Mitha, mau tak mau Dian harus tidur dikamar Mitha.

    “Sudah lama juga aku tak pernah berkunjung ke kamar yang mungil ini..” Sejenak, Dian mengamati sekeliling kamar putrinya. Laptop, TV, audio set, lemari, rak buku dan tempat tidur dengan sprei dan selimut berwarna pink. Dinding berwarna hijau muda yang ditempeli beberapa poster idola, AC dan dua buah jendela yang ada disamping-samping tempat tidur. Tak ada yang special dari kamar itu, sama seperti remaja cewe pada umumnya.

    Dian kembali berkeliling kamar mungil itu. Di atas meja belajarnya terdapat beberapa photo Mitha mengenakan bikini seksi bersama teman-temannya ketika berenang di pantai beberapa tahun lalu. Melihat tubuh putrinya mengenakan bikini, Dian benar-benar bersyukur karena telah memiliki putri yang cantik seperti Mitha.

    Perhatian Dian mendadak tertuju pada laptop Mitha. Laptop itu masih aktif karena lampu indicator masih menyala. Penasaran akan apa yang ada dalam laptop Mitha, Dian segera membuka laptop itu.

    Tak ada sesuatu yang disembunyikan di laptop itu, hanya berisi tugas-tugas sekolah, photo dan beberapa game. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya ‘menggeledah’ isi laptop Mitha, Dian menyadari ada sebuah folder yang sangat mengganggu. Folder berisikan gambar-gambar Mitha yang menurutnya kurang sesuai dengan gambaran anak berusia 15 tahun.

    Folder itu berisikan photo-photo dari catatan sex Mitha semenjak dia berkenalan dengan Udin. Mitha sepertinya sengaja mendokumentasikan segala macam coretan tangannya dengan cara memphotonya dan menyimpannya di dalam laptop.

    Corat-coretan vulgar yang menggambarkan kapan Udin mencium Mitha.
    Corat-coretan vulgar yang menggambarkan gimana rasanya putting ketika dijilat.
    Corat-coretan vulgar yang menggambarkan apa rasa pejuh ketika masuk mulut.

    Corat-coretan vulgar yang menggambarkan sketsa kelamin pria yang sama sekali tak proporsional dengan postur tubuhnya dengan tulisan “Kontol Bang Udin Tersayang” dan gambar kecupan bibir di sekujur gambarnya.

    Dan yang paling parah, Mitha memiliki beberapa photo penis Udin kampung itu. Mulai dari kondisi lemas, setengah ereksi, ereksi sempurna, blowjob, hingga photo penis yang sudah memuncratkan pejuhnya di mulut Mitha.

    “Ya ampun… sudah sejauh inikah hubungan mereka?”

    Tak tahan dengan pikiran yang mendadak menghantui, Dian segera mematikan laptop putrinya dan duduk di tempat tidur. Dengan nafas yang masih menderu-deru, Dian mencoba menenangkan diri.

    Satu hal yang dipikirkan Dian semenjak ia melihat photo-photo catatan Mitha.

    “Udin harus sesegera mungkin dijauhkan dari kehidupan Mitha… ya.. itulah satu-satunya cara untuk membuat Mitha kembali nurut seperti dulu lagi” batin Dian sembari menenggak seluruh jus orange sisa makan malam itu hingga tak tersisa.

    Mendadak, kepala Dian pusing. pandangan matanya kabur, dan kelopak matanya menjadi sangat berat.

    Bersambung…

    1 2 3 4
  • Tumbal Pesugihan

    Tumbal Pesugihan

    Khusus Dewasa 21+

    Bagaiamana rasanya memakan bakso persugihan lendir dari hubungan intim? pasti enak sekali bagi yang pernah memakannya tanpa tahu bakso yang di makan mengunakan persugihan Lendir hubungan intim bercampur dengan Spe*ma pria.

    Salah satu cara yang di lakukan oleh Herman dan Lala untuk bisa kaya dan tidak perlu capek kerja. keduanya menumbalkan Narnia sebagai persugihan lendir untuk perlaris bakso.

    Setiap malam, Narnia harus mengalami malam yang panjang bersama para pria satu demi satu tanpa mengetahui dirinya telah di setubuhi secara paksa. untuk menguras lendir di tubuhnya.

    Novel Dewasa Tumbal Pesugihan
    Novel Dewasa Tumbal Pesugihan

    Ngocoks Tumbal Pesugihan Ping… Sebuah pesan whatsapp masuk ke ponsel salah satu gadis cantik yang kini duduk di kelas 2 Sma di salah satu sekolah di bandung. Gadis itu sedang rebahan di atas Kasur kontrakan yang berukuran single dengan ruangan bernuasa pink hello kitty yang merupakan kesukaanya. Serta berapa boneka hello kitty menghiasi atas ranjang tersebut.

    Gadis cantik dengan rambut panjang sepinggang itu bernama Narnia. Narnia mengambil ponsel di samping tubuhnya, untuk mengecek siapa yang mengirimkan pesan untuknya.

    Tombol kunci di layar ponsel di buka dan ia menekan tombil hijau whatsapp untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan untuknya.

    Pesan yang masuk, merupakan pesan dari ibu sambungnya yang meminta Narnia untuk tinggal di Jakarta dan menetap bersama dengannya.

    Narnia agak ragu untuk memberikan jawaban atas permintaan sang ibu sambung. karena ia masih betah tinggal di bandung. Di salah satu kontrakkan sederhana yang dekat sekolah dan selain itu, ia tidak enak sama keluarga baru ibunya yang sudah mempunyai anak dan suami. Sekarang posisinya adalah, ia adalah orang luar dan tidak berhubungan apapun dengan mereka.

    “Haruskah aku tinggal bersama mereka?” batin Narnia.

    Keraguan menyusup di hati Narnia, ia menolak secara halus tawaran ibu sambungnya. Karena tidak enak hati dan takut-takut seperti cerita di sinetron yang keberadaannya tidak di anggap sama sekali dan di siksa oleh pihak keluarga ibu sambungnya.

    Sang ibu sambung yag melihat pesan Lala langsung mendengus kesal, ia tidak terima atas kegagalan ini dan niat jahatnya masih tetap tidak berubah sama sekali.

    “Kurang ajar,” gumam ibu sambung.

    Sang ibu sambung tidak menyerah begitu saja, ia kembali membujuk Narnia dengan iming-iming kuliah di Jakarta karena permintaan terakhir ayah Narnia. Pesan selanjutnya membuat Narnia bimbang.

    Benarkah, ayahnya menginginkan ia kuliah setelah selesai kuliah. Banyak pertanyaan di hati Narnia. Di sertai dengan keraguan dan kecurigaan terhadap ibu sambungnya.

    Ping…

    Pesan whatsapp masuk ke sekian kalinya, dengan isi semua biaya kuliah sudah di persiapkan jauh-jauh hari oleh sang Ayah. Sehingga Narnia tidak perlu cemas dengan segala pengeluaran dan biaya bulanan.

    Narnia masih bimbang untuk membalas pesan tersebut, sehingga ia meminta waktu untuk berpikir lagi.

    Melihat jawaban Narnia yang masih ada keraguan, Lala berdecak kesal.

    “Keras kepala sekali anak ini.”

    “Biarkan dia berpikir dulu,” saran Herman.

    “Di biarkan sampai kapan, bisa-bisanya kita kehilanga tumbal persugihan selanjutnya!” ucap Lala mengingatkan.

    Herman memangut-mangutkan kepala.

    “Waktu kita tidak banyak lagi, tumbal ini sudah tidak berguna lagi!” ucap Lala yang masih sibuk mengingatkan Herman atas tujuan persugihan makanan yang mereka kelola yang mulai menyusut banyak.

    “AKu tau, coba kau minta dia liburan sehari atau dua hari di sini! Untuk menarik perhatiannya, dengan mengajak ia keliling Jakarta dan ke sekolah Ardi dan Adam. Siapa tau dia berminat pindah sekolah.” Jelas Herman dengan usulnya kali ini.

    Lala yang mendengar usul Herman, langsung setuju dengan ide tersebut. Berhubungan sabtu tanggal merah dan senin masih tanggal merah. Maka Lala langsung mengirimkan pesan kepada Narnia untuk membujuknya ke Jakarta dengan memfasilitaskan apa yang di inginkan Narnia dengan alasan ia sudah kangen.

    Sekaligus mengajak Narnia untuk berziarah ke makan orang tua Narnia. Bagaimanapun ia adalah ibu sambungnya. Masih ada kewajiban mengingatkan Narnia.

    Narnia menghela nafas panjang, ia lupa bagian ini dan akhirnya ia setuju dengan apa yang di tawarkan oleh ibu sambungnya. Bahwa ia akan pergi ke Jakarta pada hari jumat siang.

    Lala dan Herman saling melihat satu sama lain, mereka tertawa terbahak-bahak, rencana mereka akhirnya berhasil menarik simpati Narnia.

    “Dengan begitu, sebelum tumbal persugihan dari wanita yang d kencani oleh Adam tidak berguna lagi. Kita harus secepatnya mejadikan Narnia sebagai peganti wanita persugihan yang lama!” ujar Lala yang di anggukkan oleh Herman.

    “Dengan begitu, kita tidak akan mati kelaparan dan di pandang rendah orang lain!” balas Herman yang yakin dengan keputusan yang mereka berdua ambil kali ini.

    Lala dan Herman saling melihat satu sama lain, hal ini hanya di ketahui oleh mereka bertiga tanpa melibatkan Ardi.

    Adam yang sibuk dengan para wanita yang ia kuras lendirnya, selalu mendapatkan apa yang di inginkan dan sekaligus menjadi artis pendatang baru di dunia interment. Tujuan Adam tak lain hanya menjual tampang dan meniduri para wanita yang masih bersih untuk mendapatkan kenikmatan. Sekaligus lendir untuk persugihan yang akan di gunakan untuk membuat kuah bakso yang di jual oleh ayah dan ibu tirinya.

    Dengan begitu, penghasilan yang ia dapat berlipat-lipat untuk memenuhi gaya hidup mewahnya di Jakarta dan sekaligus menjadi orang berstatus.

    “Apa!?” ucap Adam terkaget dengan perkataan ibu tirinya, bahwa ada saudara lain yang akan menginap berapa hari di kediaman mereka. Sehingga Adam di minta keluar dari rumah sebelum waktu di tetapkannya persugihan untuk menguras lendir Narnia.

    “Ini semua demi keselamatan kita bersama-sama dank au juga yang akan mendapatkan malam pertama Narnia. Aku rasa ini penukaran yang setimpal, bukan?” balas Lala yang berusaha membujuk Adam.

    “Kau bisa menyentuhnya setiap kali yang kau mau, untuk sementara mengalah dulu! Keandaan kita seperti ini sungguh mencemaskan dan para wanita yang lendirnya yang sudah di kuras olehmu, banyak yang tidak bermanfaat sama sekali. Sehingga penjualan kita banyak surut,” timpal Herman yang membela Lala.

    Adam terdiam dan berpikir, apa yang di katakan oleh ayahnya. Karena ia juga sering main ke tempat usaha ayahnya dan hari demi hari semakin sepi. Tidak seramai dahulu, sehingga apa yang di katakan oleh ayahnya masih masuk akal. Semua demi keselamatan bersama-sama dan ia hanya perlu bersabar berapa hari.

    “Baiklah, aku akan mencari wanita lain untuk di kuras lendirnya dulu! Demi ke langsungan usaha kalian. Jika sampai kalian bangkrut, maka aku juga akan kena dampak susahnya. Aku tidak mau hidup melarat sama sekali dengan usaha yang bangkrut,” ujar Adam yang setuju dengan memberikan kamarnya kepada Ardi dan Ardi memberikan kamarnya kepada Narnia. Yang akan di gunakan oleh Narnia berapa hari selama di Jakarta.

    Awalnya Ardi tidak setuju, walau ia tidak terlibat dalam persugihan makanan yang di lakukan keluarganya. Karena ia tidak suka kamarnya di berikan kepada orang lain dan akan menyusahkannya untuk pulang malam secara diam-diam.

    “Ardi, ini demi keselamatan kita! Kamu pasti tidak mau kan hidup di kolong jembatan dan selalu di hina orang,” ujar Herman yang membujuk Ardi yang masih keras kepala saat ini.

    Ardi mendengus kesal.

    “Berapa lama?” tanya Ardi.

    Ketiganya saling melihat satu sama lain.

    “Mungkin berapa hari atau berapa tahun, sampai ia tidak bisa di gunakan lagi untuk persugihan ini,” jelas Herman.

    Wajah Ardi menghitam.

    “Aku saja ikhlas dengan menyerahkan kamarku yang mewah kepadamu! Kenapa kau tidak ikhlas dengan menyerahkan kamarmu untuk Narnia. Padahal kamarmu itu tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan punyaku,” cibir Adam secara sinis.

    Ardi menoleh ke arah Adam dan melototinnya dengan tatapan yang tajam.

    “Baiklah,” ucap Ardi yang akhirnya mengalah.

    Karena bagaimana juga ia merupakan pihak yang mesti selalu mengalah demi semuanya. Di pertahankan juga tiada gunanya. Pasti ujung-ujungnya di minta mengalah oleh ketiga orang yang terkibat persugihan dengan dukun bernama Joko.

    Wajah ketiganya berseri-seri, Adam memilih mengemas barang-barangnya untuk pindah ke apertemen mewah yang ia beli dari hasil menguras lendir para wanita yang ia jebol tiap malam. Sedangkan Ardi mengemas barangnya untuk pindah ke kamar Adam yang kini kosong omplong. Hanya sisa peralatan di dalam.

    “Ck ck ck ck… kenapa aku harus selalu memakai kamar bekasmu?” cibir Ardi dengan nada tidak sukanya kepada Adam yang di nilai lebih baik darinya dan selalu di bela oleh orang tuanya secara mati-matian.

    Seolah-olah dirinya ini tidak ada harganya sama sekali di mata kedua orang tuanya yang selalu membanggakan Adam.

    “Lihat saja, suatu saat aku akan melebihmu!” ucap Ardi yang melemparkan semua bajunya tanpa di susun ke dalam lemari pakaian.

    Sedangkan Herman dan Lala, bergegas mengubah kamar Ardi menjadi kamar anak gadis yang akan di tempati oleh Narnia besok siang. Segala sprai di ganti dengan yang baru dan lantai di gepel hingga bersih.

    Termasuk dinding di tempelin stiker pink dan di hiasi oleh Hello kitty. Berapa boneka sengaja di beli dan peralatan mandi untuk wanita juga di persiapkan oleh keduanya untuk menarik perhatian Narnia yang akan menghuni kamar tersebut. Tidak lupa, model lampu kamar langsung di ganti menjadi lampu gantung untuk memperindah suasana kamar.

    “Semuanya sudah beres,” ucap Herman menyekat keringatnya.

    “Semoga dia suka dengan dekor kamar ini,” balas Lala yang menghela nafas panjang karena kelelahan.

    Sebenarnya, bisa saja mereka meminta pelayan melakukannya. Tapi keduanya tidak ingin pelayan curiga sama sekali. Bahwa kamar Ardi ada salah satu jendela yang bisa di masuki dari luar dengan cara khusus. Sehingga akan menyusahkan mereka berdua pada akhirnya.

    Jumat pagi, Narnia masih di sekolah. Ia mengikuti berapa pelajaran sampai siang hari. Jam menunjukkan jam 1 siang, ia pun bergegas mandi dan memilih baju kadar apanya untuk di bawa ke Jakarta.

    Lala yang tidak sabaran, berapa kali mengirimkan Narnia pesan untuk memastikan Narnia benar-benar akan datang atau tidak. Karena ia tidak ingin usahanya gagal total.

    “Jadi kok, Bu!” balas Narnia yang kini berjalan memasuki dalam pesawat di bandung menuju ke Jakarta.

    “Hati-hati di jalan, ibu sudah di bandara menunggu kedatangamu!” balas Lala dengan suara super bahagianya.

    “Iya,” balas Narnia yang mengakhiri pembicaraan. Ketika ia akan memasukkan kopernya ke atas bagasi di atas kepalanya.

    Karena Narnia agak pendek, sehingga susah untuk mencapai bagasi tersebut. Seorang pria dengan wajah masam dan menggunakan kacamata. Langsung membantu Narnia memasukkan koper tersebut dan di balik kacamatanya, ia sempat melirik kedua dada Narnia yang dapat terlihat dari balik kaos yang kerahnya berpotongan lebar.

    Seketika, bagian bawahnya terasa mengeras untuk memasuki liang Narnia yang berterima kasih padanya tanpa menyadari apa yang ia rasakan saat ini.

    “Sama-sama,” balas pria itu dengan suara dinginnya dan berjalan ke arah belakang.

    “Ck, cakep-cakep tapi judes!” batin Narnia yang langsung duduk di kursi dekat jendela sambil melihat majalah di depannya.

    30 menit kemudian, pesawat mendarat di bandara internasional Sukarno-Hatta. Lala yang berdiri di bagian kedatangan. Berapa kali melihat setiap penumpang pesawat yang keluar dari pintu.

    Hatinya benar-benar tidak tenang, sebelum ia memastikan Lala sudah sampai ke Jakarta. Bukan karena mencemaskan keselamatan Lala, melainkan mencemaskan bisnis persugihan yang ia kelola bersama Herman yang kini menumbalkan Narnia dalam tumbal selanjutnya. Setelah para wanita terdahulu sudah tidak berguna lagi.

    Narnia berjalan keluar dan ia melihat ibu sambungnya berdiri dengan perasaan geli. Ia langsung menghampirinya dan memeluknya.

    “Ibu,” panggil Narnia dengan suara manjanya.

    “Syukurlah, akhirnya ibu bisa tenang!” ucap Lala dengan nada cemas yang di buat-buat untuk menghindari kecurigaan Narnia.

    “Apa aku bilang, Narnia pasti keluar. Kamu saja yang terlalu cemas berlebih-lebihan,” timpal Herman yang juga bermain sandiwara sebagai ayah tiri yang baik untuk anak sambungnya dari istri kedua.

    Narnia tersenyum lembut menatapi Herman dan kemudian menatapi ke arah wajah ibu sambungnya yang memakai riasan make up tebal.

    “Mau makan dulu atau langsung pulang?” tawar Herman kepada Narnia yang saat ini bermanja-manja dengan Lala.

    “Lebih baik makan dulu! Ibu yakin, kamu pasti belum makan sama sekali?” timpal Lala dengan acting yang masih di buat-buat olehnya.

    Narnia menganggukkan kepala, ia setuju untuk makan bersama dengan ibu sambung dan ayah tirinya.

    Ketiganya berjalan memasuki pakiran mobil, Herman membawa keduanya ke mall grand city untuk mencari makanan. Karena di dalam mall tersebut banyak kafe dengan segala jenis makanan yang ada. Sehingga memudahkan Narnia untuk memilih apa yang mau di makan. Sepanjang perjalanan, Narnia melihat sekelilingnya dan tanpa sengaja ia menabrak seorang pria yang sedang memegang ice cream.

    “Maaf aku tidak sengaja,”ucap Narnia lirih.

    Pria itu tersenyum melihat siapa yang menabraknya dan juga merupakan target untuk di kuras lendirnya.

    “Tidak apa-apa, aku yang salah! Jakan tidak lihat-lihat,” alasan Adam. Karena sejak awal, ia sudah ingin melihat seperti apa tampang Narnia. Sehingga tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Adam mengikuti mereka dari belakang dan hasilnya tidak mengecewakan sama sekali. Pantas saja, dukun Joko mengatakan Narnia memang cocok untuk ikut persugihan ini dan bakal laris manis.

    Narnia masih meminta maaf dan mengeluarkan tisu untuk membantu Adam membersihkan noda ice cream coklat di kemeja putihnya.

    “Lo Adam, kamu di sini?” tanya Herman yang kaget sekaligus curiga.

    “Iya, aku kan tinggal dekat sini!” alasan Adam.

    Narnia melihat ke arah Herman dan ke arah Adam secara bergantian.

    “Nar, kenalin. Ini Adam, anak ayah dengan istri pertama!” ucap Herman yang memperkenalkan Adam kepada Narnia.

    “Salam kenar, jadi kamu yang namanya Narnia? Cantic seperti cerita ibu dan senang berkenalan denganmu, semoga kita bisa jadi teman yang baik!” ucap Adam yang mengulurkan tanganya kepada Narnia.

    Wajah Narnia memerah dengan tersipu malu menerima uluran tangan Adam yang sungguh kebetulan menjadi saudara tirinya.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
  • Meluluhkan Hati Ibu

    Meluluhkan Hati Ibu

    Cerita Sex Meluluhkan Hati Ibu – Saya Rizwan usia 18 tahun kelas 3 SMA 1 Cinangka, anak pertama dari satu bersaudara yaitu adikku Puput 7 tahun masih sekolah SD. Yahya ayahku berusia 49 dan Maemunah dikampung saya biasa disebut Bu Mae usia masih lumayan muda 38 tahun.

    Dalam kisah ini saya ingin khusus menceritakan hubunganku dengan ibuku, Maemunah adalah seorang guru SD dikampung cipeju yang paling bahenol disekolah itu.

    Tubuhnya yang berisi juga payudaranya yang lumayan besar, belum lagi pantatnya yang lebar dan besar selalu menjadi fantasiku kalau lagi coli.

    Pertama kali ibuku menjadi fantasiku ketika waktu itu aku masih SMP, aku mendengar rintihan ibuku ngentot dengan ayahku dan karena penasaran aku pun mengintip celah lobang pintu.

    Cerita Sex Meluluhkan Hati Ibu
    Cerita Sex Meluluhkan Hati Ibu

    Ngocoks Aku sampai terbelalak melihat ibu mengangkang dikasur dengan posisi ayahku menindih ibu sambil menggenjotnya berkali-kali sehingga ayahku terus-menerus mengerang, kulihat ibuku memeluk ayahku dan meremas pantat ayah.

    Lalu tiba-tiba ayah mengejang dan menghentakkan pantatnya kebawah merapatkan tubuhnya dengan ibuku

    “Aahhh Bu enak sekali memek ibu ayah puas sekali…Aaahh….”

    “Baru Lima menitan pak kok udah selesai.. ibu belum keluar pak…”

    “Abis mau gimana lagi bapak udah muncrat duluan, kontol bapak juga udah lemes Bu.. ya sudah bapak capek mau tidur…”

    Ayah turun dari tubuh ibu lalu tidur membelakanginya, ibuku melamun meremasi bantalnya sambil melihat ke arahku, ibuku tidak tahu bahwa anaknya telah melihat tubuh mulusnya yang menjadi awal fantasi coli ku. Sejak saat itu aku sering coli sambil menyebut-nyebut ibu,

    “Ohh Maemunah memekmu pasti enak sekali.. Aahhhh!!” Sampai aku muncrat dan kontolku masih saja tegak dengan angkuhnya, aku belum mendapatkan kepuasan walaupun sudah kukeluarkan spermaku, yang dipikiranku selalu ada ibu dan suatu saat nanti aku ingin sekali ngentot dengan ibuku, aku akan berjuang meluluhkan hati ibuku.

    Tiga tahun sudah berlalu bayangan ibu selalu memenuhi pikiranku dan sekarang aku sudah berusia 18 tahun nafsu seks-ku semakin menjadi-jadi ingin menikmati tubuh bahenol ibuku.

    Tapi tetap disekolah aku berusaha belajar serius, sampai di semester akhir ini aku aku pernah ranking pertama walaupun sekarang menurun diperingkat dua dan tiga.

    Meskipun ibu menjadi bahan fantasi coliku, aku berusaha untuk tak terlalu membebani ibu. Disekolah selalu belajar serius, dirumah aku membantu pekerjaan rumah ibu dan bahkan membantu ibuku menyelesaikan tugas murid-muridnya yang dibawa kerumah untuk diperiksa.

    “Nak, ibu bangga mempunyai anak seperti kamu. Selain pintar, kamu juga sangat memperhatikan keadaan ibu.”

    “Itu karena Rizwan sayang ibu, gak tega rasanya ku biarkan ibu merasakan lelahnya disekolah mengajar, lalu ditambah dirumah juga membawa tugas-tugas sekolah.

    Jika ada apa-apa Rizwan siap membantu ibu..”

    “Sini sayang ibu ingin meluk kamu nak” ku hampiri ibuku lalu dipeluknya aku sambil berkata

    “kamu sudah besar ternyata nak, malah tinggian kamu sekarang, makasih yaa sayang.. ibu benar-benar merasa terbantu dengan adanya kamu..”

    “Aku senang bisa meringankan beban ibu, Rizwan sayang ibu..”

    “Iyaa sayang ibu juga sayang kamu, ya sudah ibu mau ngerjain tugas anak-anak dulu yaa sayang tinggal sedikit lagi..”

    “Baik Bu, kalau ada apa-apa bilang Rizwan ya Bu?”

    “Iyaa iyaa ihh putra ibu selaluuu aja bikin senang ibu..hihihi”

    Sebenarnya ibu memelukku jika tak ada ayah aja, dia merasa canggung memeluk anaknya didepan suaminya.

    Meskipun sebenarnya ayah biasa-biasa saja tak merasa risih atau aneh, malah pernah ibu memelukku didepan ayah dan ayah malah bilang

    “wah-wah! Anak dan ibu akur banget ayah senang lihatnya. Beda dengan anak tetangga setiap hari ribut-ribut terus.”

    “Iyaa pak, putra kita yang satu ini selain pintar sayang sama orang tua, selalu nurut kepada ibu dan membantu pekerjaan ibu.”

    “Owh.. siapa lagi dong bapaknya iya kan nak?” Kata ayah kepadaku.

    “Iyaa yah kan Rizwan putra ayah..”

    “Yeee Rizwan juga putra ibu, siapa yang mengandung? Siapa yang menyusui? Siapa coba yang melahirkan? Ibu lho pak.. bapak kan cuman modal flashdisk doang Weeee..” kata ibu sambil menjulurkan lidah kepada ayah, tapi tangannya masih memelukku.

    “Hahahaha! iyaa iyaa terserah ibu lah! Ayah mengalah saja daripada piring melayang..”

    Aku merasa senang keluarga ini terlihat selalu tersenyum bahagia, tapi terkadang aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan ibu dan aku sendiri sedang mencari tahu apa sebenarnya yang disembunyikan ibu kepadaku.. Ketika ayah sedang ada dirumah, aku sering mendengar ayah mengerang tatkala suasana rumah sunyi.

    Kira-kira jam 10 malam aku tidak begitu memperdulikan suara itu karena saking seringnya aku mengintip, paling hanya sepuluh menitan suara erangan itu lenyap dan kebiasaan ayahku pastinya langsung tidur lelap karena kecapean setelah ejakulasi.

    Didapur aku menyeduh teh manis untuk menenangkan pikiran kotorku, biasanya aku membawanya kekamarku supaya lebih santai.

    Ketika sedang asik menyeduh teh manis ibuku kedapur dan agak kaget ternyata ada aku didapur, sedangkan ibu hanya memakai kain sarung yang menutupi tubuhnya.

    Untuk mengalihkan perhatian ibu yang melihatnya dalam keadaan acak-acakan, aku pura-pura tak menyadari dan menyapa ibuku.

    “Ibu? mau kemana Bu?”

    “Ke kamar mandi sayang bersih-bersih dulu, kirain gak ada kamu didapur ibu kaget tadi..”

    “Abis ibu dari kamar mandi kita minum teh dulu Bu ya?”

    “Hmmm… Boleh, lagian ibu juga belum ngantuk betul..”

    Ibuku pergi ke kamar mandi dan aku mendengar jelas suara air kencingnya yang begitu merdu, mungkin ibu sedang membersihkan memeknya dan mencuci mukanya.

    Datanglah ibu keluar dari kamar mandi lalu duduk di sampingku, ku sediakan secangkir teh manis hangat untuk ibuku dan duduk disamping ibu.

    “Makasih sayang, kamu itu pandai banget ngambil hati ibu… Aaahh… Teh manis buatan kamu memang pas”

    “Gak kemanisan kan Bu? Kalau kurang manis liat aku aja Bu hehee..”

    “Dasar ya kamu malam-malam udah gombalin ibu.. kamu belum ngantuk sayang?”

    “Belum Bu, tadi abis baca buku.. Rizwan merasa haus makanya kedapur bikin teh manis.. maaf Bu, sebelumnya Rizwan minta maaf ada yang ingin Rizwan tanyakan sama ibu..”

    “Nanya apa sayang?”

    “Emmm.. sudah lama sebenarnya Rizwan memperhatikan ibu seperti masih ada beban yang ibu pendam selama ini.. ibu jangan malu untuk ceritakan uneg-uneg ibu, Rizwan pasti mendengarkan keluh kesah ibu..”

    “Itulah nak seperti yang barusan kamu katakan, ibu malu mengatakannya.. entah ibu harus bagaimana? Dan dari mana mengatakannya.”

    Ku genggam telapak tangan ibu dengan kedua tanganku, aku berusaha menguatkan mentalnya agar ibu mau mengatakannya.

    “Bu, percayalah.. Rizwan akan menjaga rahasia ibu asalkan ibu percaya sama Rizwan, aku ingin ibu membagi perasaan ibu kepadaku Bu, karena Rizwan menyayangi ibu..”

    Mata ibu mulai berkaca-kaca lalu menangis dipelukanku, suara tangisan ibu agak ditahannya agar tidak terdengar ayah.

    Sekitar tiga menit ibu menumpahkan tangisannya dipelukanku, lalu ibu menenangkan diri dan mulai ingin berbagi rasa denganku.

    “Nak, ibu punya rahasia yang ibu pendam.. bahkan ayahmu sendiri tidak mengetahuinya. Bertahun-tahun sejak ibu melahirkan kamu, ibu belum pernah merasakan kenikmatan hubungan badan dengan ayahmu. Batin ibu terasa sangat tersiksa menahan beban batin yang ibu pendam bertahun-tahun.

    Tapi.. ibu berusaha menampakkan ekspresi bahagia karena ibu tak ingin membuat ayahmu kecewa.

    Akhirnya ibu lega sekarang sayang, perasaan ibu yang memendam beban batin itu sekarang sedikit terobati dengan bercerita sama kamu sayang. Makasih yaa sayang… Ibu merasa beruntung melahirkan kamu, ibu juga sayang kamu..”

    “Iyaa Bu Rizwan juga sangat menyayangi ibu, Rizwan senang ibu mempercayai Rizwan Bu.. nanti kapan-kapan kita curhat lagi ya Bu? Makasih bu sudah mengeluarkan uneg-unegnya, Rizwan akan berusaha membahagiakan ibu..”

    “Ya sudah makasih sudah mau mendengarkan curhatan ibu ya sayang, ibu mau kekamar dulu nanti ayah kamu nyari ibu walaupun tak mungkin minta lagi..”

    Ibu bangkit berdiri dari kursi, aku pun berdiri dan kupeluk ibuku dari depan, ibuku sedikit terkejut dengan pelukanku yang tiba-tiba itu, tapi tak melarangku atau memprotesnya malah ibuku memelukku juga sehingga kami saling berpelukan.

    Ibu merasakan ketenangan sedangkan aku merasakan kehangatan tubuhnya ibu. Aahh.. sungguh aku merasakan nyaman sekali memeluk tubuh ibuku ini.

    Saat ini aku sedang bersikap dewasa, ibuku ku elus kepala belakangnya sambil berpelukan. Ibu merasakan kedamaian, perlindungan dan merasa diperhatikan. Batinnya yang bertahun-tahun terasa gersang, kini seakan ada hujan yang menyirami jiwanya.

    Kami saling berpandangan dan entah siapa yang memulai aku dan ibu saling berciuman, aku merasa birahi didalam dadaku mengalir deras merambat keseluruh tubuhku, kontolku sampai menegang hebat didalam celanaku:adek:.

    Aku terus menciumi bibir ibuku dan ku rasakan desahan nafas ibu terasa panas berhembus menerpa hidungku. Ibu tak berusaha menghentikannya sedangkan aku berusaha menyerangnya.

    Aku ingin sekali ngentot ibuku malam ini, tapi aku tak yakin ibuku mau dientot anak kandungnya sendiri. Meskipun tubuhku merapat dengan tubuh ibuku, bahkan kontolku sampai menyundul memek ibu walaupun masih terhalang celanaku dan kain sarung ibu.

    Entah ibu sadar atau tidak dengan perbuatan yang sangat menantang ini, bagaimana jika ayah bangun? Bisa kiamat rumah tangga ibu.

    Aku hentikan ciumanku kemulut ibu, kami saling bertatapan.

    “Bu, kekamar Rizwan yuk?”

    “Tapi sayang bagaimana jika ayahmu bangun nak?”

    “Percaya Bu ayah pasti tak akan bangun, biasanya lelap sekali tidurnya..”

    Akhirnya ibu pun mau kuajak kekamarku, seharusnya ibu bisa saja menolakku dan pergi meninggalkanku. Batin ibu seperti Padang gurun yang gersang bertahun-tahun yang merindukan hujan, akhirnya ibu sudah berada di kamarku dan aku kunci pintunya.

    Nafas ibu masih terasa berat dan ngos-ngosan, tubuhnya mulai berkeringat dan terlihat bergetar disebabkan nafsu yang tertunda.

    Kupeluk lagi ibuku kami pun berciuman kembali, segala resiko sudah tidak kami perdulikan bilamana ayah terbangun dari tidurnya. Sembari menikmati bibir ibu kulepaskan kain sarung yang menutupi tubuhnya ibu sampai terjatuh kain itu kebawah kakinya, kini ibu sudah telanjang bulat. Tanpa malu sedikitpun ibu membalas ciumanku, aku mulai melepaskan celana boxerku beserta celana dalamnya.

    Ujung kontolku kini sudah bersentuhan langsung dengan memek ibu, aku merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya dengan hanya menempelkan saja kontolku dengan memek ibu sudah terasa nikmatnya.

    Tidak hanya aku sendiri, ibu pun merasakan sensasi seks yang berbeda dari biasanya, ada perasaan gairah yang menggebu-gebu didalam dirinya, ibuku tahu bahwa ini sudah tidak benar! Tapi didalam jiwanya yang terdalam sangat menginginkan aku menyirami jiwanya yang kering.

    Sudah kepalang tanggung, aku buka saja bajuku sehingga kami sama-sama sudah tak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuh kami berdua. Ku rebahkan tubuh bahenol ibu dikasur dan kulebarkan kedua kakinya selebar mungkin sampai terlihat memek ibuku yang gundul tanpa bulu yang menghiasi memeknya.

    Masih terlihat lelehan mungkin sperma ayah bercampur lendir ibu, tapi aku yang nafsuku sudah berada di ubun-ubun kujilati memeknya bertubi-tubi membiarkan lidahku menari-nari dan mengorek lobang vaginanya beserta clitorisnya.

    Ibu sebenarnya ingin berteriak merasakan kenikmatan yang luar biasa ini, tapi ibu takut terdengar suaminya yang tertidur pulas.

    Aku tak menyangka malam ini aku menjilati memek ibuku sendiri dengan begitu ganasnya, tangan ibu tak bisa diam meremas kasur, terpaksa kupegang kedua paha ibu dan kuhisap memeknya sambil kumasukkan ujung lidahku mengorek-ngorek lobang memeknya.

    Tiba-tiba ibuku mengejang dan sesuatu yang putih kental mengalir keluar dari dalam memek ibu disertai erangan yang ditahannya sekuat tenaga, beberapa saat kemudian ibu kembali lemas tak berdaya lalu melihatku begitu lahapnya menelan cairan kenikmatannya.

    Ibuku tersenyum, ia tak menyangka anak kandungnya menelan semua lendirnya yang tak pernah dilakukan suaminya. Sampai didalam lubuk hati ibu merasa bangga dan merasa dihargai dirinya oleh putra kesayangannya.

    Ibu pasrah terserah mau diapakan tubuhnya ini, dia melihat ketulusan dari diriku yang selalu membuatnya bahagia dan merasakan kenikmatan yang diharapkannya.

    Tanpa menunggu lama ku ludahi kepala kontolku dan ku lumuri batangnya, ku posisikan tubuhku tepat diantara kedua selangkangannya yang mengangkang lebar.

    Lalu ku dekatkan kepala kontolku dicelah memeknya Ooohhh… Hangat dan licinnya memek ibuku ini, aku sungguh sudah tidak kuat lagi ingin segera menyatukan tubuhku dengan tubuh ibu dengan memasukan kontolku kedalam memek ibu.

    Panjang kontolku yang 16 cm dengan diameter 5.5 inchi siap menerobos pertahanan lipatan-lipatan otot memem ibu. Kutatap ibuku meminta ijinnya dan dengan pelan ibu menganggukkan kepalanya pertanda aku boleh memasukkannya.

    Kepala kontolku sudah masuk dan terasa denyutan mulut memeknya meremas agar lebih dalam. Dengan penuh keyakinan bahwa ibu meridhoinya kutekan pelan tapi pasti batang kontolku menyeruak mulut memeknya dan terus menerobos JLEB! Aaaahhh!! Aku dan ibu mendesah berbarengan.

    Kulihat batang kontolku masuk semuanya tak kusisakan sedikitpun kecuali biji pelerku merapat dengan pantat ibu. Aku merasakan denyutan dan remasan yang kuat mencengkeram batang kontolku, rona muka ibu terlihat memerah oleh birahi yang telah menguasainya.

    Dulu aku dilahirkan dari sini dan sekarang aku malah sedang mengentot ibuku, batinku mengatakan ini sebuah kesalahan yang besar tapi denyutan memek ibu membuyarkanku untuk terus melanjutkannya.

    Akhirnya aku tarik pelan-pelan sampai terlihat monyong lobang memek ibu mengikuti tarikan kontolku kusisakan kepala kontolku saja didalam memeknya, ku lihat lendir bening sudah menyelimuti seluruh batang kontolku yang berasal dari dalam memek ibu, ku hentakkan kembali kedalam pelan-pelan sampai mulut memek ibu pun ikut masuk kedalam.

    Setelah aku merasa memek ibu sudah beradaptasi dengan kontolku, mulai ku genjot ibuku menghujamkan seluruh batang kontolku agar lebih masuk kedalam jurang yang penuh dengan kenikmatan itu sambil kutindih ibuku.

    Kuciumi bibir ibu, leher juga kedua payudaranya. Sambil berbisik di telingaku ibuku berkata,

    “sayang… Aaahhh… Ibu bahhhagia.. sekali… Ssaayyaanngg..” aku tidak begitu memperdulikan kata-kata ibu, aku sudah tak sanggup membalasnya karena pikiranku merasakan setiap gesekan dan hantapan selangkangan saling beradu merdu.

    Sudah 20 menit aku ngentot ibuku, dan ibu bilang “sayang ibu… Mmaauu.. kellluaarrr..Aahhh…” “Aku.. juga Bu mau kelluarr… Kelluarin dimana Bu?” “Didalam… Ajjaahhh..” setelah mendapat ijin ibuku, aku semakin bersemangat dan semakin ganas menghujamkan dan terus menghajar memek ibu secara brutal!.

    Ibu sangat menyukainya seakan seperti sedang diperkosa anaknya,

    “Aahhhh…Aaaahhh….Aaaahhh… Ssaayyaanngg..kelllluuuaaarrrhhhh…

    ” Aku merasakan denyutan yang berkali-kali memijiti dan terasa menyedot kontolku semakin dalam, sampai akhirnya ku hujamkan kontolku sedalam-dalamnya mengisi setiap lorong memek ibu sambil ku muncratkan seluruh spermaku memenuhi rongga memeknya CROOTTT… CRRROOOTTT….CCRROOOTTT…

    “AAaaahhh.. memek ibu enak banget Aahhh…” “Penis kamu juga enak banget sayang.. ibu suka… Akhirnya keinginan ibu harapan ibu terkabul juga sayang…”

    “Bu jangan bilang penis, bilang kontol Bu biar panas sensasinya… Cobalah Bu..”

    “Iyaa kontol kamu enak sayang ibu suka banget…Ohhh .. iyaa sayang ibu merasa nyaman seperti hilang beban ibu nyebut kontol…”

    Ku hentak-hentakkan mengeluarkan sisa-sisa sperma yang masih ada dibatang kontolku.

    Sebenarnya aku masih kuat kontolku masih tegang keras, tapi melihat situasi yang kurang bersahabat terpaksa kucabut kontolku dari memek ibu.

    Ibu tahu anaknya masih ingin ngentot dengannya dan menyadari kontol anaknya masih tegak berdiri tapi ia kagum meskipun sedang diburu nafsu, anaknya lebih mementingkan keselamatan rumah tangganya.

    “Bu, aku tak bisa lama-lama ngentotin ibu.. jika ibu berkenan boleh kan Rizwan ngentotin ibu lagi?”

    “Gimana nanti aja sayang, ibu pikir-pikir dulu.. jujur ibu puas banget sayang.. ibu lupa berapa kali orgasme sampai kasur kamu terlihat becek penuh lendir.. ibu kekamar dulu ya, untung ayah kamu gak bangun… Nekat juga kamu..”

    “Ibu gak nyesel kan Bu? Gak marah kan?”

    “Nggak sayang… Tapi kita sudah melakukan hubungan terlarang sayang, anak ngentotin ibu kandung sendiri itu tabu nak… Tapi sudah terlanjur kita ternyata sama-sama menikmatinya… Ibu pergi dulu yaa..”

    “Iyaa Bu hati-hati..”

    “Iyaa sayang..”

    Ibu pergi ke kamarnya menemani ayah tidur, sementara aku hanya bisa terbaring dikasur masih dalam keadaan telanjang bulat menatap langit-langit kamar juga kasurku yang menjadi saksi bisu hubungan incest antara ibu dan anak.

    Ku raba kontolku masih terasa lendirnya belum kering, aku heran kenapa ibu tadi pas pergi tak membersihkan memeknya yang berlumuran spermaku? Ibu oh ibu bagaimana kalo ayah bangun minta lagi? Sedangkan memekmu lagi basah kuyup oleh muntahan kontolku.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6
  • Akses Menakjubkan

    Akses Menakjubkan

    Cerita Sex Akses Menakjubkan – Seorang temanku yang punya jabatan cukup tinggi, mengeluh bahwa nafsu sexnya tidak terlampiaskan oleh seorang istrinya. Padahal menurut dia istrinya cukup mampu mengimbangi permintaannya. Namun jika sedang halangan, dia tidak bisa mendapat layanan tempat tidur.

    Dia mengaku tidak berani main dengan perempuan bayaran. Aku bisa mengerti, karena dia adalah termasuk petinggi partai yang berbasis agama. Dulu sebelum dia menjadi apa-apa, kami sering jalan ke panti pijat, bahkan dia juga punya langganan di panti pijat yang mempunyai service body massage, atau dipijat oleh tubuh cewek.

    Sikapnya berubah total sejak dia terdeteksi mengidap kanker. Meskipun baru stadium awal, dia takut setengah mati. Berobatlah dia ke Singapura selama 6 bulan bolak balik, yang akhirnya sembuh dan dinyatakan bersih dari penyakit kanker. Penyakit itu dianggapnya sebagai teguran agar dia meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat.

    Setelah setahun stop sama sekali berhubungan dengan perempuan selain istrinya, muncullah keluhannya soal nafsu sexnya yang terasa terlalu tinggi. Meskipun umurnya sudah mendekati 50 tahun. Dia berfikir untuk punya istri satu lagi. Istri kedua yang dikawini sah secara agama, tetapi tidak dicatatkan ke catatan sipil. Istri itu pun tentunya akan disembunyikan dari istri pertamanya.

    Cerita Sex Akses Menakjubkan
    Cerita Sex Akses Menakjubkan

    Ngocoks Dia resah mencari sosok yang pantas dijadikan istri. Yang dijumpai selalu perempuan yang hanya ingin harta saja. Aku dimintai bantuan untuk mencarikan perempuan yang ideal dijadikan istri kedua. Aku sanggupi saja dengan menjanjikan akan membantunya.

    Padahal pada saat itu, tidak terbayang seorang pun perempuan yang layak disodorkan untuk temanku. Mungkin sudah jalannya, sehingga aku kemudian menemukan akses yang aku sebut akses menakjubkan. Ini juga bukan direncanakan. Perjumpaan secara kebetulan dengan kawan lama, itulah yang kemudian memberi akses.

    Aku kebetulan saja berpapasan dengan dia ketika sedang jalan di Plaza Senayan. Kami lalu berbual-bual mengenai banyak hal sampai berhenti pada satu topik yang menarik. Dia menawariku untuk kawin kontrak. Dia mengaku punya 1 istri yang dikontrak. Kawinnya secara agama adalah sah, karena disebut kawin siri, tapi tidak tercatat di catatan sipil.

    Seketika itu juga rasanya aku ingin menelepon temanku yang kebelet punya istri lagi. Tapi aku tahan, karena aku harus membuktikan kebenaran informasi dari teman lamaku ini. Banyak kabar lebih indah dari rupa.

    Temanku yang sebutlah namanya Harris, mengatakan ada satu daerah di dekat Sukabumi, yang sudah lazim menerima kawin kontrak. Di daerah itu banyak sekali wanita-wanita cantik. Dia lalu menyebut salah satu nama artis penyanyi yang berasal dari Sukabumi. “ Kalau yang model kayak gitu banyak,” katanya.

    Aku mengorek semua informasi mengenai kawin kontrak itu. Sebelumnya aku sudah mengetahui soal kawin kontrak oleh turis-turis Arab di Puncak. Tapi aku survey, ceweknya kurang memenuhi syarat, alias banyak yang kurang cantik.

    Menurut Harris, sangat mudah kawin kontrak di Sukabumi, Tinggal kunjungi daerah itu, lalu pilih perempuan mana yang cocok bayar biaya perkawinannya termasuk maharnya Rp 20 juta. Setelah itu setiap bulan memberi uang belanja 5 juta.

    Perempuannya boleh di bawa ke Jakarta, atau tetap tinggal di kampungnya. Masa kontrak biasanya 1 tahun. Jika perempuannya sudah pernah kawin atau janda biaya maharnya hanya 10 juta. Meskipun janda, tetapi mereka umumnya masih muda, kata Harris.

    Untuk membuktikan kebenaran bualan Harris itu aku lalu membuat janji bersama-sama ke Sukabumi. Pada hari yang dijanjikan Aku dan Harris pagi-pagi sekali hari Sabtu sudah memacu kendaraan ke arah Sukabumi.

    Harris menjadi penunjuk jalan. Dari jalan raya, mobil kami masuk ke kampung yang letaknya sekitar 3 km ke dalam. Tidak ada yang istimewa tampaknya, biasa seperti kampung-kampung yang lain.

    Harris berhenti di salah satu rumah, yang rupanya itu adalah rumah salah satu istri mudanya. Dia disambut hangat, bahkan istrinya mencium tangannya. Aku sempat shock juga melihat istri muda Harris, cantiknya diluar dugaanku, masih muda, putih pula.

    Tidak lama kami ngopi datang seorang pria paruh baya. Dia memperkenalkan dirinya, Asep, umurnya sekitar 50 tahun. Haris kemarin ternyata sudah mengontak Kang Asep untuk mencarikan perempuan yang layak dijadikan istri.

    Tanpa rikuh Asep menunjukkan foto-foto yang tersimpan di HP nya kepada Harris. Si Asep menjelaskan profil satu persatu foto-foto itu. Aku ikut nimbrung nonton foto-foto di HP nya Asep. Ada yang janda, ada yang masih perawan. Kelihatannya Asep sangat menguasai informasi koleksinya.

    Aku yang semula tidak berfikir soal kawin kontrak tergoda juga setelah melihat foto-foto itu. Aku lalu berfikir, sekali seminggu ke Sukabumi rasanya tidak terlalu berat. Apalagi biaya rumah tangganya hanya Rp 5 juta per bulan.

    Aku kepincut dengan salah satu foto yang disebut Asep statusnya janda dari kawin siri. Jika dilihat dari fotonya cewek pilihanku itu cantik banget, kayak bintang film. Aku ingin melihat fisiknya sebelum nanti memutuskan melakukan kawin kontrak.

    Asep lalu mengontak cewek yang namanya Ning. Tidak sampai 1 jam muncul sebuah motor bebek dengan pengendaranya seorang cewek. Dia datang sendiri dan masuk tidak lupa mengucapkan salam. Tangan kami masing-masing diciumnya, seperti kami ini Kyai.

    Bodynya lumayan montok, wajahnya cantik, umurnya baru 20 tahun, statusnya janda sudah setengah tahun. Pilihanku sudah mantap dan aku putuskan akan mengawininya. Persoalannya adalah aku tidak membawa uang cash 10 juta.

    Kampung ini jauh pula dari ATM. Si Ning rupanya menangkap kesulitanku, dia menawarkan E-banking aja, karena dia juga punya rekening yang sudah di set E-banking.

    Tidak kusangka dan tidak kuduga, bahwa di pelosok kampung ini penduduknya sudah mengenal E-banking. Aku mentransfer dengan melebihkan 2 juta, jadi aku mentransfer 17 juta. Tidak lama kemudian HP si Ning berbunyi dan dia mengatakan transferanku sudah masuk.

    Tidak pakai basa-basi si Ning, lalu dia mengajakku di bonceng pulang ke rumahnya. Rumahnya tidak terlalu mentereng, tetapi lumayan rapi dan bersih. Halaman di depannya tidak terlalu luas. Aku diperkenalkan dengan ayah dan ibunya. Dia anak tertua, adiknya ada 2 orang.

    Sesungguhnya aku agak canggung, karena baru kenal. Aku pikir apakah mungkin aku ngamar setelah proses akad nikah nanti. Ah pasrah saja, aku berbasa-basi dengan kedua orang tuanya.. Ning berganti pakaian dengan pakaian berjilbab.

    Setelah itu ayahnya menanyakan kepadaku apakah aku siap, aku katakan siap. Tidak lama muncul seorang bapak, yang dikenalkan sebagai uwak si Ning. Dia akan menjadi saksi. Tanpa proses macam-macam, ritual nikah pun dimulai.

    Aku dipinjami peci. Ayahnya menjabat tanganku, lalu mengatakan “ Aku nikahkan anakku…………” aku langsung menjawab saya terima nikahnya dengan maskawin 10 juta rupiah. “ Sah” kata si uwak.

    Selesai sudah, aku resmi menjadi suami si Ning. Aku kontak si Harris, menceritakan bahwa aku sudah punya istri baru, dia tertawa, lalu berjanjikan pulang sehabis maghrib saja, sebab jalanan agak kosong.

    Tidak ada pesta tidak makan yang istimewa. Aku di ajak makan dengan lauk, ikan mas goreng, sambal, lalapan dan sayur asem serta tahu tempe goreng. Aku memang lapar jadi rasanya nikmat sekali.

    Aku menjelaskan bahwa untuk sementara si Ning tinggal saja di sini. Apakah nanti akan aku boyong ke Jakarta atau bagaimana, keputusannya menyusul. Ayahnya tidak keberatan. Perut kenyang , kopi secangkir lagi sudah habis, dan mata mulai mengantuk.

    Gejala itu ditangkap oleh ayah si Ning. “ Mari silakan istrirahat dulu. Aku bingung mau istriahat dimana, Ning menarikku ke arah salah satu kamar, yang ternyata adalah kamarnya.

    Sebuah kamar yang tidak terlalu besar, tetapi ada spring bed ukuran mungkin 160 cm, ada TV LCD meski ukurannya kecil, ada perangkat meja solek dan sebuah kursi. Kami berdua duduk di bed. Si Ning menawarkan apakah aku mau buang air kecil dulu, karena kamar mandinya di belakang rumah. Aku setuju, karena rasanya agak sesak kencing juga.

    Sekembali ke kamar, si Ning sudah berganti dengan daster. Kamarnya tidak ada AC, tetapi karena udara di kampung ini sejuk jadi tidak terasa gerah. Ning membuka pakaian ku satu persatu dan menggantungnya di balik pintu. Tinggal celana dalam, itu pun dilepasnya.

    Penisku belum ngaceng sempurna, karena masih grogi dengan perubahan hidupku yang demikian drastis. Si Ning juga menelanjangi dirinya dan menghidupkan TV dengan suara agak keras. Dia menarikku untuk berbaring.

    Rasanya sulit untuk menyia-nyiakan hidangan yang siap saji di depan mata. Aku memeluk tubuh Ning. Teteknya masih sangat kenyal dan belum terlihat sedikitpun turun. Pentilnya kecil, belum berkembang, menandakan dia belum pernah hamil. Jembutnya jarang, bahkan nyaris gundul. Tangan Ning menggenggam penisku dan dikocok-kocoknya pelan.

    Aku bangkit dan menciumi lehernya, lalu turun menjilati dan mengigit pelan kedua pentil teteknya bergantian. Sementara itu tanganku merabai bukit pukinya yang lumayan mentul. Jari tengah mengorek belahan memeknya. Aku menguit-nguit itilnya sampai kemudian celah memeknya mulai berlendir.

    Setelah puas menciumi tetek, aku beralih, ke arah memeknya, Aku menciumi memeknya. Si Ning menahanku dan berusaha menarik tubuhku ke atas, Malu, katanya .

    Aku tetap bertahan dan lidahku langsung menjilati belahan memeknya dan Ning menggelinjang. Dia tetap berusaha menarikku keatas. Tetapi tenaganya mulai melemah setelah lidahku menemukan itilnya. Pinggulnya bergerak-gerak gak karuan, katanya geli, tapi dia mendesis juga.

    Aku tetap bertahan menjilati itilnya yang terasa sudah mulai menonjol. Jika tadi tangannya berusaha menarik kepalaku menjauh dari memeknya sekarang malah menjambaki dan menekan kepalaku agar lebih lekat dengan memeknya.

    Ning mengerang dan entah apa yang diucapkan dalam bahasa Sunda. Mungkin sekitar 10 menit dia lalu mencapai orgasmenya dengan oral di memeknya. Si Ning berteriak lirih sambil terus mengerang juga sampai orgasmenya selesai.

    Dioral merupakan pengalaman pertama baginya. Suaminya yang dulu sudah tua, tidak pernah mengoralnya. Penisku yang telah tegak sempurna kuarahkan memasuki gerbang kenikmatan. Perlahan-lahan penisku menerobos celah memek yang sudah setengah tahun tidak pernah diterobos, jadi rasanya sempit juga.

    Ning mengeluh memeknya agak sakit, aku dimintanya pelan-pelan. Aku turuti sampai penisku ambles semuanya. Setelah mentok maka aku memompa perlahan-lahan. Si Ning mendesis-desis. Dia hanya menggelengkan kepala ketika kutanya apakah masih sakit.

    Aku tidak mampu bertahan lama sekitar 10 menit sudah tepancut spermaku masuk di dalam memeknya. Nikmat sekali rasanya menjadi pengantin baru. Ning dengan sabar membersihkan bekas sperma di batang penisku dan dia pun membersihkan lelehan sperma di memeknya dengan tissu.

    Aku berbaring kelelahan. Ning mendampingiku. Aku tertidur, karena sejak sehabis makan siang tadi aku sudah agak ngantuk. Mungkin sekitar satu jam tertidur, aku dibangunkan oleh kocokan tangan si Ning di penisku. Dia lalu mengoral penisku sampai jadi tegang kembali.

    Ning berinisiatif menaiki tubuhku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Sambil jongkok digenjotnya penisku. Capek jongkok dia bersimpuh dan bergerak maju mundur. Nikmat sekali dan kami main cukup lama. Ning sempat mendapat orgasme sekali baru aku menyusul.

    Aku benar-benar lelah. Setelah istirahat sebentar, Ning mengajakku ke kamar mandi. Aku dikasinya sarung dan atasannya aku mengenakan kaus oblong yang kupakai tadi. Sementara itu Ning hanya berkemben handuk yang menutupi sebagian tetek montoknya dan sedikit di bawah memeknya.

    Aku agak canggung juga keluar dengan Ning yang hanya mengenakan handuk, tetapi karena ini rumah dia, maka mungkin kebiasaan disini memang begitu. Aku digandengnya ke kamar mandi di belakang lalu berdua kami mandi.

    Airnya dingin sekali. Sesungguhnya aku hampir-hampir tidak kuat, tetapi gengsi juga karena si Ning malah mandi junub dan keramas rambutnya. Aku pun mengikuti mandi junub dengan air yang dinginnya luar biasa. Tapi lama-lama airnya terasa hangat.

    Setelah selesai Ning kembali mengenakan kemben handuk dan aku juga kembali bersarung masuk kekamarnya. Aku berpakaian kembali dan Ning mengenakan celana jeans dan kaus tank top merah. Secangkir kopi dan singkong dan pisang goreng sudah tersedia di meja.

    Jujur saja aku kikuk ngobrol dengan mertuaku yang laki dan yang perempuan. Tapi mereka terlihat wajar-wajar saja sehingga aku pun jadi akrab. Si Ning duduk di sampingku sambil terus-terusan ngelendot. Ini sebenarnya membuatku risih karena rasanya kurang sopan bergelendot di depan orang tuanya.

    Tapi mungkin di sini sudah jamak yang aku ikuti saja adat mereka. Hari mulai gelap dan tidak lama kemudian Harris sudah meneleponku. Aku kembali diantar Ning dengan sepeda motor ke rumah istri Harris. Di sana ada pak Asep. Kami ngobrol lagi.

    Tidak lama kemudian Ning pamit pulang. Aku membujuk Pak Asep untuk mentransfer koleksi foto-foto cewek-cewek yang siap dinikahi. Dia dengan senang hati mentransfer melalui fasilitas bluetooth, bahkan dia berjanji mengirim foto-foto lainnya jika ada yang baru.

    Dalam perjalanan pulang aku berdua Harris hanya senyum senyum saja. Dia berencana menambah istri kalau proyeknya kelak goal. Temanku yang sedang galau ingin punya istri muda, kukontak.

    Aku mengatakan, ada informasi A-1. Dia tertawa terbahak-bahak, kayak intelijen saja pakai istilah A-1. Kami lalu janjian ketemu di satu cafe setelah jam kerja. Sampai pertemuan itu, aku tidak menyebut bocoran soal yang aku sebut A-1.

    Dia masih under-estimate mengenai A-1 yang kumaksud. Setelah kami tenang duduk berdua dan kopi sudah terhidang, baru aku sebutkan bahwa aku tahu suatu tempat untuk mencari istri muda. Aku sebutkan bahwa para calon istri muda itu rata-rata cantik-cantik dan bersedia diajak kawin sebagai istri muda, bahkan mau dikawin kontrak. “Ah serius nih, aman gak,” katanya.

    Temanku sangat bergairah dan ingin cepat-cepat menuju tempat yang kumaksud. Dia membatalkan semua acara yang seharusnya ada tugas keluar kota pada hari Sabtu, tetapi dia memilih pergi denganku. Saking semangatnya dia sudah pula menyiapkan uang tunai sekitar 30 juta di tasnya.

    Di rumah dia pamit tugas keluar kota. Dari foto-foto yang ada di HP ku dia memang naksir sekitar 2-3 orang. Namun yang membuat aku risih, adalah pertanyaannya. Dia mencari istri yang jembutnya lebat.

    Sejak kami sering plesir bersama, idaman dia adalah wanita yang berjembut lebat dan tidak memiliki tato, sedangkan aku sebaliknya, cari kalau bisa yang masih gundul. Karena selera kami berlawanan maka kami tidak pernah menaksir cewe yang sama.

    Kami menggunakan kendaraanku, langsung menuju kediaman istri mudaku, Ning. Di sana sudah ada Pak Asep sang mediator. Aku disambut cium tangan oleh istriku dan salam dari segenap keluarga besarnya. “ Gila istri lu cakep banget, gua naksir juga,” katanya berbisik.

    Pak Asep menginformasikan bahwa pilihan temanku itu sudah keduluan diambil orang, tapi masih ada yang baru, tapi masih gadis usianya baru 17 tahun. Temanku agak tertarik, tetapi dia kurang minat karena ceweknya terlalu muda dan masih perawan pula. Dia cari yang usianya sudah sekitar 25 tahun.

    Dalam koleksi gambar koleksi gambar Pak Asep, tidak ada stok yang berusia segitu, yang banyak adalah yang lebih muda dari itu. Pak Asep lalu berpikir sebentar, lalu dia mengontak seseorang, kayaknya sesama Kibus (kaki busuk, atau perantara).

    Info yang didapat Pak Asep ada 2 orang, tapi umurnya gak sampai 25, yang pertama namanya Desi usianya 23 baru sekali kawin, dan bukan kawin kontrak, belum punya anak. Yang satu lagi Sufti umurnya 24, juga janda belum punya anak. Keduanya kata temen Pak Asep, cantik-cantik. Temanku belum yakin sebelum melihat fotonya.

    Sedang kami sibuk mencari calon istri untuk temanku, Si Ning nyeletuk bahwa dia ada tetehnya, kakak sepupu tapi belum pernah kawin. Si Ning belum yakin jika tetehnya mau dikawin, karena dia baru lulus perguruan tinggi di Sukabumi.

    Kebetulan rumahnya tidak jauh. Dia lalu menyuruh adiknya untuk memanggil si teteh itu. Tidak sampai setengah jam muncul suara salam dari luar suara yang halus. Kami semua menoleh ke pintu. Si Ning berdiri dan berteriak eh teteh, masuk teteh.

    Aku berdua temanku sempat nganga. Teteh si Ning tubuhnya tinggi, bodynya proporsional, mukanya itu lho cantik sekali dan pakai jilbab. Kami berdua diperkenalkan, tapi salaman nya tidak menyentuh, jarak jauh aja.

    Dia memperkenalkan namanya Nabila. Kami tidak sempat ngobrol, karena dia langsung masuk ke dalam. Temanku langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Aku menggoda temanku, “Perlu ditanya gak jembutnya tebal.” Temanku menyikut pelan. “Gua tutup mata aja langsung oke kalau memang dia mau.”

    Ning ikut masuk dan agak lama mereka ngobrol di dalam. Ning keluar dan langsung duduk disebelahku. Menurut Ning, tetehnya mau jadi istri muda temanku, tapi dia tidak mau tinggal dikampung di rumah orang tuanya kalau sudah menikah, boleh di Sukabumi, boleh juga di Jakarta.

    Syarat berikutnya adalah dia ingin mengirim biaya ke orang tuanya setiap bulan 5 juta, untuk membantu biaya sekolah 3 adiknya dan bagi keperluan rumah tangga orang tuanya. Itu saja syaratnya.

    Temanku langsung buru-buru setuju. Namun aku mencegah dia terburu-buru. Aku minta temanku dan calon istrinya itu untuk berbicara 4 mata dulu di dalam. paling tidak untuk saling mengenal lebih jauh, Ning setuju usulanku, Aku dan Ning mengantar temanku masuk ke dalam. Mereka berdua duduk di kursi meja makan, dan kami semua kembali kedepan.

    Sekitar satu jam mereka berkomunikasi, kami tidak bisa mendengar, karena ruangan ke belakang dihalangi oleh korden. Nampaknya telah terjadi kesepakatan, Temanku keluar bergandengan tangan dengan calon istrinya. Nabila malah tampak manja mengelendot temanku.

    Aku heran, melihat sedemikian cepat negosiasi mereka sampai mencapai kesepakatan. Kursi disediakan untuk mereka duduk berdua berdampingan. Sempat ngobrol sebentar sambil menyeruput sisa kopi. Nabila lalu memberi tahu bahwa mereka akan melakukan akad di rumahnya, kami diminta bersama-sama kerumah dia.

    Dengan berjalan kaki seperti rombongan lenong, kami menuju rumah Nabila. Rumahnya sangat sederhana, tidak seimbang dengan kecantikan Nabila. Ayahnya sudah tua dan ibunya juga. Memang menurutku tidak pantas temanku menginap dirumah ini, karena pasti Nabila tidak punya kamar pribadi.

    Meja kursi langsung di siapkan. Pertama temanku minta izin ke orang tuanya untuk memperistri Nabila. Orang tuanya tidak banyak bicara hanya berkata setuju saja. Setelah itu dimulailah ritual akad nikah. Yang menikahkan adalah ayah Nabila sendiri dan saksinya adalah mertuaku lakiku dan aku.

    “Aku terima nikahnya dengan mas kawin 25 juta rupiah,” kata temanku menjawab perkataan ayah mertuanya. Aku langsung menyambut Barakallah, sah.

    Resmilah keduanya menjadi suami istri. Setelah minum kopi lagi dan makan pisang goreng, sementara si Nabila berkemas, aku dan Ning serta rombongan kembali kerumah awal. Si Nabila langsung diboyong ke Jakarta. Aku pun oleh temanku menyarankan memboyong istri mudaku ke Jakarta sekalian.

    Gila prosesnya terlalu cepat, karena semua proses tadi hanya berlangsung sekitar 3 jam. Kami berempat sudah kembali berada di mobil menuju Jakarta. Temanku menunjuk satu hotel yang katanya sudah dia book melalui telepon. Aku sempat menanya ulang tujuan hotel yang dipesan temanku itu, karena hotel itu hotel bintang 5. Dia malah membayariku kamar untuk 2 malam.

    Sebulan kemudian aku baru bertemu lagi temanku si pejabat itu. Dia menyewa apartemen yang dekat dengan kantornya. Dia bercerita tentang Nabila, menurut temanku dia tidak salah pilih, karena Nabila, budi pekertinya baik, orangnya cantik dan berpendidikan.

    Kelihatan sekali temanku ini sangat kesengsem sama bini barunya. Aku ingatkan dia agar jangan mengumbar hartanya, untuk menyenangkan bini mudanya. Jalani saja hidup bersama dia dengan cara yang tidak berlebihan, karena dengan demikian urusan jadi tidak terlalu merepotkan.

    Setelah setahun aku pun menarik si Ning tinggal di Jakarta, karena aku bosan mondar-mandir Jakarta-Sukabumi. Dia kutempatkan di apartemen studio dengan ukuran yang agak luas di pusat kota.

    ***

    Baru 3 bulan tinggal di Apartemen, Ning sudah mengeluh tidak kerasan. Dia kesepian jika aku tinggal sendirian. Aku memang jarang nginap di apartemen. Memang konsekuensi ini sudah aku kemukakan sebelumnya.

    Ning minta ditemani. Dia mengusulkan aku menambah seorang istri lagi dan dia akan tinggal bersama di apartemen. Aku sempat terhenyak sebentar. Usul itu sangat menarik. Setelah aku kalkulasi aku masih sanggup membiayainya.

    Aku minta jaminan ke Ning apakah dia tidak akan cemburu, jika aku mempunyai seorang istri lagi. Dia berjanji tidak akan cemburu, malah akan berusaha akur. Anehnya Ning malah menyodorkan salah seorang saudaranya.

    Kata dia sudah kontak-kontakan dengan orang tua anak itu dan sudah pula berbicara dengan anaknya. Namanya Sofia, umurnya sekitar 24 tahun, lulus S-1. Menurut Ning anaknya sudah mau dan orang tuanya juga setuju. Aku melihat beberapa fotonya di HP si Ning, anaknya lumayan cantik dan imut, kulitnya putih.

    Menurut Ning anaknya baik, sopan dan tidak rewel. Mungkin karena aku sungkan, ya aku setuju saja. Rencana aku menambah istri kukabarkan ke temanku. Dia lalu buru-buru mengundang ke apartemennya. Jam 7 malam aku datang bersama Ning.

    Ah aku lupa memperkenalkan kepada pembaca Ngocoksers nama temanku ini. Aku biasa memanggilnya Bud, karena namanya Budi. Aku jadi ada hubungan famili dengan Budi karena istri muda kami bersaudara.

    Bersambung…

    1 2
  • Hikmah Dibalik Musibah

    Hikmah Dibalik Musibah

    Cerita Sex Hikmah Dibalik Musibah – Hari ini adalah hari pertamaku tinggal kembali di rumah kedua orangtuaku setelah memutuskan untuk bercerai dengan mantan suamiku setahun yang lalu. Namun, hari yang seharusnya menjadi waktu untuk menenangkan diri dari segala masalah yang akhir-akhir ini aku hadapi, menjadi hari yang tak terduga.

    Oh ya, perkenalkan namaku Asih, umurku 32 tahun. Aku memiliki tinggi tubuh 165 cm, dengan kulit kuning langsat, payudara yang indah dan berukuran cukup besar. Orang bilang aku termasuk wanita yang beruntung, karena memiliki wajah yang cantik, dan tubuh yang masih aduhai seksi di usiaku saat ini.

    Dari pernikahanku terdahulu, aku belum dikaruniai anak. Saat ini aku sedang pindahan ke rumah orangtuaku di suatu daerah sejuk di Kota B. Hari sudah beranjak sore ketika aku selesai merapikan barang-barang bawaanku.

    Kebetulan orangtuaku sedang pergi menghadiri resepsi pernikahan salah satu keluarga di luar kota dengan ditemani sopir pribadi keluarga. Jadi mungkin mereka akan menginap barang semalam di sana.

    Cerita Sex Hikmah Dibalik Musibah
    Cerita Sex Hikmah Dibalik Musibah

    Ngocoks Kini aku hanya ditemani dengan tukang kebun dan pembantu saja. Pembantuku namanya Bik Inah, orangnya ramah dan sudah berumur, mungkin sudah menginjak 60 tahun. Meskipun beliau bekerja di rumah orangtuaku, tapi beliau setiap menjelang malam selalu pulang ke rumahnya yang terletak tak jauh dari rumah orangtuaku ini.

    Tinggalah kini aku hanya bersama dengan tukang kebun keluarga kami, namanya Pak Mahfud. Orangnya sudah cukup berumur juga, mungkin sekitar 50 an umurnya. Beliau dulu bekerja sebagai buruh tani ketika keluargaku masih memiliki sawah, ketika sawahnya dijual akhirnya beliau sekarang dipekerjakan sebagai tukang kebun.

    Beliau duda sudah 5 tahun, istrinya meninggal karena sakit, sedang kedua anaknya telah memiliki keluarga sendiri di suatu provinsi. Walaupun umurnya yang sudah lumayan sepuh, wajah beliau masih kelihatan segar, menampakkan sisa-sisa ketampanannya.

    Rambutnya cepak, dan sudah beruban di sana-sini. Kumisnya yang tebal menambah tegas aura kebapak-bapakannya, juga sudah banyak di selipi uban. Tubuhnya masih sangat bagus, mungkin berkat kerja keras sebagai petani dulu.

    Kulitnya sawo matang, dengan perut yang masih bagus, dan dada yang masih kekar dan kokoh serta ditumbuhi bulu lebat yang berbaris hingga selangkangannya. Kadang aku juga sering membayangkan hal-hal jorok ketika melihat beliau bekerja sambil telanjang dada.

    Tubuhnya yang bagus membuatku berdesir membayangkan bersetubuh dengannya, apalagi pentungan sakti yang tersembunyi di celananya yang selalu membuat penasaran.

    Saat itu kira-kira jam 8 malam, tiba-tiba listrik mati. Akupun kaget dan ketakutan karena sedang menonton film horor di ruang tamu.

    Aku panggili Pak Mahfud,

    “Pak, Pak Mahfud, Bapak dimana? tolonggg bawakaan lampu senterrr!” Teriakku dengan sedikit panik.

    Beliau tidak segera menjawab, akhirnya aku beranikan diri melangkah ke belakang, ke kamar beliau dengan bermodal nyala dari layar HP. Aku sangat terkejut melihat kejadian di depanku.

    Pak Mahfud kelihatan tidak sadarkan diri dengan tangan dan pinggang yang terikat dengan tali. Akupun segera mendekati beliau, sambil terus bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi.

    “Pak, pak, bangun pak,” aku goncang-goncang tubuhnya dengan panik.

    Tiba-tiba dari belakang ada bayangan dan langsung memukulku dengan keras dibagian tengkuk, akupun tidak ingat apa-apa setelah itu. Beberapa jam kemudian setelah aku bangun aku baru sadar bahwa yang memukul dan membuat aku dan tukang kebunku tak sadarkan diri adalah perampok.

    Kutaksir mungkin berjumlah dua orang, dari pembicaraan yang masih sempat kudengar setelah mereka memukulku. Mereka sengaja mematikan lampu untuk memuluskan aksinya. Akupun berharap mereka sudah pergi sekarang, karena situasinya kurasakan sangat sepi, dan lampunya telah kembali dinyalakan.

    Arrrghh, sial aku mendapati tubuhku sekarang terikat berhadapan dengan Pak Mahfud. Kami terikat dengan seutas tali dan tangan belakang kamipun terikat.

    Bukan itu saja, para perampok itu rupanya mengikat tubuh Pak Mahfud ke salah satu tiang rumah. Jadilah kami sekarang terikat dengan tubuh berdiri, tak bisa berpindah kemanapun, meskipun kaki kami cukup bebas karena tidak terikat.

    Aku segera membangunkan Pak Mahfud yang masih tidak sadarkan diri. Sekilas aku merasakan geli di bagian payudaraku yang malam itu hanya mengenakan daster tipis, tanpa memakai BH. Ternyata benar, kegelian itu disebabkan oleh bulu-bulu dada Pak Mahfud yang membelukar tanpa tertutupi. Rupanya beliau saat itu sedang telanjang dada, dan hanya mengenakan celana kolor.

    Aduh, aku jadi serba salah, pikirku. Mau aku bangunkan tapi inilah saat yang langka pikirku. Namun, pikiran jernihku masih bekerja. Akhirnya aku membangunkan beliau. Namun usahaku dengan memanggil manggil namanya tak berhasil, dengan mengguncang-guncang tubuhkupun tak membuahkan hasil.

    Akhirnya aku putuskan cara yang sedikit berbeda. Aku putuskan untuk sedikit memukul-mukulkan lututku agar mengenai benda yang berada di selangkangan beliau. Cara ini akhirnya berhasil, akhirnya beliau lambat laun sadar. Mungkin karena rasa nyeri di selangkangannya karena ku permainkan dengan lututku tadi.

    “Haah, mbak asih kenapa kita terikat begini, apa yang terjadi..?” tanyanya dengan raut kebingungan. Akhirnya aku jelaskan semuanya kepada beliau.

    “Jadi Pak, apa yang harus kita lakukan sekarang? Mau ambil pisau untuk memotong tapi tidak bisa, tangan terikat, kita pun tidak bisa berpindah tempat..” Ucapku dengan setengah bingung.

    “Anu mbak Asih, begini saja, Bapak punya ide..” Sambil matanya terus memandangiku dengan tatapan berbinar.

    “Wah, bagus, apa pak?, cepat pak, yang penting kita bisa lepas dari tali ini”, Balasku dengan sedikit tergesa.

    “Begini mbak, tali yang mengikat pinggang kita ini kan cuma satu tali, artinya tidak diikatkan kemana-mana selain pinggang kita berdua..” aku mengangguk pelan.

    Beliau meneruskan, “jadi dengan sifat tali pramuka yang elastis ini kita bisa melepaskan ikatannya…” “Caranya bagaimana Pak?” Sambungku dengan cepat.

    “Begini, caranya adalah dengan menggerak-gerakkan tubuh kita, agar ikatannya bisa sedikit longgar, dan talinya nanti lolos melewati pinggul, akhirnya bisa jatuh ke bawah. Bapak rasa dengan cara itu kita bisa lolos..”

    “Wah, bagus Pak, mari kita coba..” Akupun segera menggoyang goyangkan tubuhku. Namun beliau langsung menyela. “Begini mbak asih, karena Bapak tidak bisa bergerak dan terkunci di tiang ini. Jadi mbak Asih lah yang harus mengoyangkan tubuh, ke atas dan ke bawah, hingga nantinya talinya sedikit demi sedikit dapat turun ke bawah”.

    “Hmm, baik Pak, akan saya lakukan.” Dengan daster yang pendek sampai di atas lutut itupun aku semakin mudah menjejakkan kakiku ke lantai dan kemudian melompat ke atas.

    Setelah lumayan lama, “Hah, huh, hah, aku capek Pak”, ucapku pada Pak Mahfud yang dari tadi hanya diam dan memperhatikanku dengan tatapan aneh.

    “Isstirahat dulu Mbak, sudah agak renggang rasanya sekarang. Tubuh Bapak sudah mulai bisa bergerak..” ucap beliau dengan sedikit kaget dengan ucapan mendadakku tadi.

    Aku jadi sadar, dengan tubuh yang berkeringat seperti ini membuat dasterku menjadi agak basah dan memperlihatkan bagian tubuhku yang tercetak cukup jelas dari luar.

    Apalagi dengan belahan dada rendah dengan keadaan daster yang sudah acak-acakan karena gerakan melonjak-lonjakku, Pak Mahfud menjadi lebih leluasa mengintip payudaraku, putingku pun tercetak dengan jelas, tegas menantang.

    Pantas, pikirku, Pak Mahfud dari tadi hanya diam tak berkata dan seringkali menelan air liur. Rupanya beliau memperhatikan payudaraku ini dari tadi, huuh sialan, batinku. Aku tebak dengan hawa dingin yang mulai menyerang dan situasi berdempetan seperti ini.

    Pak Mahfud pun mulai membayangkan yang tidak-tidak. Akupun mulai lagi menaik turunkan tubuhku, agar bisa cepat cepat keluar dari situasi yang kurang mengenakkan ini. Tiba-tiba aku berhenti, dan merasakan sesuatu yang mengganjal dengan keras mengenai pahaku,

    “Pak, bapak terangsang ya? Kok keras sekali di bawah sana?” Tanyaku dengan sedikit menghardik beliau.. “Mmmaaf mbak Asih, mmaaf sekali, Bapak tak kuat melihat aktivitas mbak asih yang naik turun, hingga membuat dada mbak berguncang naik turun mengenai puting susu Bapak..”

    “Tapi pak, sekarang kan kita sedang dalam saat yang tidak tepat, kita harus segera melapaskan tali ini Pak..” sanggahku.

    Benar saja ketika aku lihat, tubuhku sekarang begitu berkeringat, dan basah pada bagian dada, menyebabkan payudaraku sangat jelas tercetak, dengan puting susu yang begitu tegang. Memberikan ruang lebih lebar bagi Pak Mahfud untuk mengintipnya dari belahan dadaku.

    “Mohon maaf mbak, Bapak diluar kendali, Bapak rasa ini sifat alamiah bagi seorang laki-laki normal seperti Bapak, ya meskipun sekarang Bapak sudah cukup berumur..” penjelasan beliau yang kelihatan jujur dan masuk akal itupun meredakan rasa dongkolku.

    Aku kembali berpikir bahwa beliau tidak salah, akulah yang sebenarnya salah telah memancing birahinya dengan memakai pakaian seperti ini, tidak pakai BH dan celana dalam lagi. Ngocoks.com

    “Huuffffttt,” aku menghembuskan nafasku dengan sesak.

    “Baiklah pak, tidak apa-apa, maafkan tadi sudah membentak Bapak.”

    “Tidak apa-apa kok Mbak Asih, Bapak juga minta maaf tidak bisa menahan diri.” Jawabnya dengan pandangan yang merunduk dan sesekali menoleh pada belahan dadaku yang sudah keringetan ini.

    Tak ada pilihan lain, akupun harus meneruskan gerakan naik turunku, agar tali sialan ini segera lepas. Ahirnya talinya kini sedikit kendor, dan mungkin tidak beberapa lama lagi akan bisa lepas, pikirku. Namun tiba-tiba..

    Astaga, tanpa aku sadari ternyata celana kolor Pak Mahfud telah melorot turun dan teronggok ke lantai. Mungkin karena terkena gerakan naik turunku tadi sehingga membuat celana beliau menjadi melorot hingga terlepas. Dan sekarang Pak Mahfud telah telanjang bulat di depanku.

    Sempat kupandangi beliau yang juga tidak bisa berkata apapun kecuali hanya merunduk malu. Kini aku dan Pak Mahfud hanya terdiam mengamati apa yang sedang terjadi. Daster bawahku bagian depanpun tersingkap karena tertopang oleh pangkal penis Pak Mahfud yang telah sangat menegang ke arah atas.

    Dan kini kurasakan, karena tidak memakai celana dalam, mulut vaginaku sekarang telah bersentuhan langsung dengan ujung penis Pak Mahfud yang sedikit menyeruak ke dalam.

    “Pakk..” bisikku lirih.

    “Mbak Asih, maafkan bapak, jangan laporkan ini pada Bapak mbak Asih ya, Bapak takut di pecat..” Ucapnya dengan khawatir..

    “Bapak tidak sengaja dan tidak bermaksud melakukannya..” Tambahnya.

    Aku pikir beliau juga telah sama-sama merasakan, bahwa gerakan naik turun yang telah aku lakukan ternyata membuat penisnya kini menyentuh bibir kemaluanku, dan dengan sekali sentak, kemungkinan besar akan membuatnya masuk lebih dalam lagi..

    “Pak, asih juga minta maaf, ini semua tidak sengaja, dan Asih tidak mungkin lah melaporkan Bapak karena kejadian kecelakaan seperti ini”, hiburku kepada beliau.

    “Pakkk……” ucapku setengah berbisik..

    Bersambung…

    1 2
  • Cita Rasa Beda Agama

    Cita Rasa Beda Agama

    Cerita ini hanya fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada keinginan untuk melecehkan dan atau merendahakan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu yang terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

    Cerita Sex Cita Rasa Beda Agama – Adrian, umunya masih 21 tahun, hasil pekerjaannya sebagai penjual pakaian memang tidak menentu. Namun dia memulainya dari 0, mungkin hal itulah yang membuat ayahku menerima lamarannya.

    Karena ayah melihat watak pekerja keras pada adrian, sehingga seminggu kemudian ayah meminta dia membawa keluarganya jika memang ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan. Awalnya aku ragu, namun setelah sholat malam entah kenapa ketika aku bangun ada rasa yang mendorong bahwa aku harus mengikuti kata ayah.

    Hari pernikahanku kini sudah di depan mata, dan dia, adrian, pria yang sudah memberanikan dirinya mengucap ijab atas diriku. Kini adrian sudah sah menjadi suamiku, walaupun umurnya 3 tahun lebih muda dariku, aku tetap menghormatinya sebagai imam dalam rumah tanggaku.

    Cerita Sex Cita Rasa Beda Agama
    Cerita Sex Cita Rasa Beda Agama

    Ngocoks Sebagai perempuan yang cukup taat beragama aku tahu, ketika dia mengucapkan ijab atas diriku maka pindahlah sudah kewajiban orang tuaku kepada imamku, kini semua kehidupanku ditanggung olehnya.

    Malam pertama kami lalui dengan malu malu, hanya kecupan mesra dari uda di keningku. Begitulah aku memanggilnya sekarang, karena dia orang padang, malam itu untuk pertama kalinya aku tidur disamping seorang laki laki,dialah suamiku.

    Dia memeluku dengan erat, aku sebenarnya agak bertanya tanya apakah uda mau melakukan hubungan intim atau tidak, jika iya aku harus segera melayaninya.

    “kita tidur aja ya, aku tau kamu lelah”

    “baiklah”

    Hari itu mamang sungguh melelahkan, membuat kami tertidur cepat diatas kasur pengantin yang dihias indah untuk mereka. Esok harinya uda mengajaku untuk sedikit jalan jalan ke area pertanian, udaranya sangat sejuk sekali. Sore harinya kami menginap di vila yang sudah uda sewa.

    “yang nanti malam kita jima yah”

    “iya uda” jawabku malu malu

    “yaudah, abis makan kamu mandi terus dandan yang cantik”

    “iya”

    “masyaallah cantik banget istri uda ini”

    Menjelang maghrib aku segera mandi, rasanya itu mandi paling lama dalam hidupku, aku mandi sebersih bersihnya mandi, aku tidak ingin membuat suamiku kecewa. Kemudian, setelah mandi aku mengenakan pakaian terbaik yang aku bawa, pakaian serba putih, terlihat suamiku sangat terpesona dan hendak mencium keningku.

    “uda”

    “iya?”

    “biar wudhu fitri gak batal jangan sentuhan dulu ya”

    “oiya, nanti bedaknya ilang, yaudah, jaga jarak dulu ya”

    “hehe makasih”

    “aduh gatahan banget yang”

    “sabar uda, uni kasih semua nanti”

    “yaudah mari kita sholat maghrib dulu”

    Setelah sholat maghrib berjamaah kami tadarus bersama sampai adzan iya berkumandang. Selama adzan berkumandang diluar kami hanya saling tatap tatapan sambil senyum, uda memandangiku penuh kasih. Setelah sholat sunnah dua rokaat aku iqomah dan kami melanjutkan sholat isya berjamaah.

    “alhamdulillah, udah siap uni?”

    “udah uda”

    Suamiku memangku badanku ke atas ranjang, saat itu baru aku sadari bahwa badannya kuat sekali dan gagah. Hatiku berdebar debar tidak karuan membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya, sekelebat pikiranku teringat beberapa saran temanku yang sudah menikah duluan, aku pikir aku bisa melakukannya.

    Aku terbaring diatas kasur dengan pakaian serba putih, dia duduk disampingku sambil menatap wajahku. Hatiku berdebar debar namun juga merasa bahagia, kulihat kepalanya mulai mendekat ke arah wajahku, ketika bibirnya tidak 10cm dari mulutku aku memejamkan mataku, tanganku memegang sprei kasur erat.

    Kemudian terasa hembusan nafas hangatnya menerpa bibirku disusul terasa kecupan hangat bibir uda di bibirku. Aku membalasnya, ciumannya terasa basah namun hangat, kami sama sama baru pertama kali melakukannya sehingga masih menerka nerka satu sama lain.

    Lalu kurasakan lidah uda seperti ingin masuk ke dalam mulutku, aku membiarkannya. Lidah itu masuk ke dalam mulutku seperti mencari lidahku untuk saling menyapa, aku yang masih belum berpengalamanpun berimprovisasi sebisaku, kujulurkan juga lidahku dan aku cukup kaget karena uda menyedot lidahku masuk ke dalam mulutnya.

    Getaran itu, getaran ciuman pertama yang membuat bibir sesara sedikit ngilu namun nikmat, inilah memon dimana aku belajar untuk melayani suamiku.

    Kini kami duduk berdampingan, uda menyudahi ciuman itu untuk beberapa saat.

    “uda mau apa?”

    “kita foto dulu sayang”

    “kenapa harus foto dulu?”

    “mau aja, sini sayang deketan”

    Cekrek

    “masyaallah, cantik sekali istriku, makasih ya allah”

    “alhamdulillah”

    “ini foto uni masih perawan, hehe”

    “ih dasar”

    “sakiiiit ih cubitannya jahat”

    “hihihi maafiin” aku manja kepadanya

    “yaudah, ayok terusin”

    “iya”

    “sini sayang”

    Suamiku duduk didepanku, tangannya dengan lembut menarik badanku ke dekapannya, beberapa saat kemudian ciuman kami kembali bertaut. Bibir kami mulai merasa terbiasa dengan ciuman itu, ciuman kami mulai menimbulkan suara clepak clepok suara bibir basah yang saling menyedot satu sama lain.

    Kami saling memeluk, saling menghembuskan angin angin yang membuat api syahwat yanghalal. Kurasakan badanku terasa semakin hangat ketika kami semakin lama berpelukan dan berciuman.

    Oh tuhan, rasanya candu sekali rasa ciuman itu, dalam hati aku bertanya tanya kapan uda akan menyudahi ciuman ini, karena kami sudah ciuman cukup lama sekali, mungkin sampai 10 menit dan lebih.

    Namun aku hanya mengikuti apa kemauannya saja, bagiku ini adalah ladang pahala untuk melayani suami. Beberapa kali gigi kami saling beradu karena sudah sangat menikmati ciuman itu, sungguh rasanya manis sekali kurasakan.

    Brrrrrgggh

    Kurasakan tubuhku bergetar, antara geli dan kaget kurasakan kedua tangan udah mulai menyentuh pantatku. Kemudian tangannya meremas perlahan lahan, namun aku nikmati itu, rasanya semakin membuat tubuhku terasa hangat dan bergairah.

    Bibir kami masih terus berciuman, tanpa terasa ada beberapa tetes ludah kami yang jatuh ke jilbab putihku. Semakin lama remasan tangannya semakin erat ke pantatku, sepertinya dia begitu gemas sampai terasa sedikit sakit.

    Kemudian badanku terdorong dan kini aku terlentang diatas kasur dengan dia diatas tubuhku sedikit menindih, ini adalah momen intim pertama kami. Kini tangannya tidak lagi menjamah buIatan pantatku, namun beralih meremas lemak kenyal yang menggantung pada dadaku.

    “boleh uda buka?” tanya suamiku

    “tentu” jawabku

    Uda menyibakan jilbabku yang memang lebar ke atas leherku, disana jarinya menukan resleting bajuku. Perlahan resleting itu turun perlahan sampai ke perut, perlahan tangan udah melebarkan gamisku yang setelah itu keluarlah bra yang aku gunakan berwarna hitam itu.

    Dia menatapku sambil tersenyum, yang lucu adalah ketika uda membuka BH-ku dengan memotong titik tengah BH diantara kedua gunung kembarku dengan gunting.

    “ih nakal”

    “hehe maaf ya sayang”

    Kemudian dibukalah tutup payudaraku, matanya terbelalak nafsu melihat kulit payudaraku yang putih dengan puting merah muda cerah.

    “masyaallah sayang, punya kamu ternyata besar”

    “uda suka?”

    “suka banget sayang”

    “sekarang ini punya uda”

    “aduh gemes banget sayang”

    “aaahhh geli uda” suamiku mulai meremas payudaraku.

    Rasa geli itu berbeda dengan rasa geli yang pernah aku rasakan sebelumnya, rasa geli itu seperti menjalar ke seluruh tubuhku. Ketika kontraksi syaraf itu sampai ke area bawah tubuhku, rasanya justru terasa nikmat di area selangkanganku.

    Rasa nikmat itu menjadi lebih dan lebih lagi ketika kurasakan lidah hangat uda membasahi puting susuku yang merah muda. Sunguh itu rasanya nikmat dan geli yang tidak karuan, puting susuku menjadi keras dan rasa hangat nikmat menjalar samoai ubun ubun.

    Lima menit kemudian, celana inner dan celana dalamku sudah terlantar dia diatas lantai kamar kami. Aku hanya bisa mendesah dan pasrah membiarkan apa yang suamiku lakukan, aku sebenarnya melarangnya karena jijik, namun dia memaksa kalau dia suka melakukannya, kini area selangkanganku dibasahi oleh ciuman uda.

    Kuliah juga jarinya mempermainkan cairan bening yang licin, cairan itu seperti lengket juga dia mainkan didepan wajahku seakan ingin menunjukan kalau itu sebuah keindahan.

    Mataku terpejam, merasakan lincahnya lidah suamiku bergerak keatas dan kebawah. Tidak habis habisnya dia memuji kemaluanku, aku memang punya darah keturunan chines, neneku adalah seorang mualaf chinese dan yang dia wariskan

    sangat membuat suami bahagia. Katanya, kemaluan orang indonesia rata rata berwarna merah gelap cenderung hitam, namun miliku putih dengan merah muda. Aku tidak tahu itu perasaan apa, tapi rasanya seperti ada sesuatu yang akan meledak dalam diriku, terasa di area selangkanganku, tepatnya kemaluanku, ada rasa sepeti menggeliat yang nikmat disana.

    Tanganku meremas kepala suamiku agak kasar, badanku menegang beberapa saat, kumudian terasa ada cairan hangat sekalin mulai keluar sampai ke duburku.

    Rupanya, itu adalah orgasme pertamaku. Rasanya lemas sekali setelah itu, tidak bisa aku gambarkan, seperti semua energi dalam tubuhku keluar bersama cairan hangat tadi.

    Mungkin ada sampai lima menit sampai aku merasa ada tenaga lagi dalam diriku, selama itu uda berbaring disampingku sambil meremas remas pelan payudaraku, sementara kedua pahaku masih mengangkang lebar.

    “udah enaknya?”

    “aduh uda, fitri lemes banget tadi”

    “tapi enak gak?”

    “heehm, enak banget uda”

    “yaudah, sekarang bukain celana uda ya”

    “iya uda”

    Memang ketika diluar dia sangat terlihat masih kekanak kanakan dan cenderung manja kepadaku karena aku lebih tua dan cocok jadi kakaknya. Tapi diatas ranjang, dia menjadi sangat dominan dan entah kenapa aku sangat menurutinya, apalagi ketika aku membuka perlahan celana dalam uda.

    lni yang erni temanku katakan, ular kasur, namun aku merasa gambaran erni tidak terlalu benar, punya suamiku tidak sepanjang yang erni ceritakan. Mungkin hanya panjang sekitar 15cm saja dengan diameter 3cm, ya itukan punya suamiku bukan punya suami erni.

    Padahal suamiku belum menyuruhnya saat itu, namun aku teringat pesan dari erni, kocok perlahan batangnya. Langsung saja aku pegang batang ular kasur suamiku dengan tangan kananku, mataku menatap matanya, dia tersenyum padaku.

    “ayo cium” katanya

    Aku hanya menggeleng tidak mau, walau sebenarnya aku sudah tahu kalau suaminya juga sering memintanya untuk mengulum batang suaminya.

    “ayo sayang gapapa”

    Waiau beberapa kali aku menolak, namun dalam hatiku juga terbesit perasaan penasaran bagaimana rasanya mencium batang kejantanan laki laki. Aku pikir aku harus memberanikan diri, lagi pula dia sudah halal menjadi suamiku juga.

    Aku mulai menurunkan kepalaku dan perlahan mencium batang suamiku perlahan, rasana hangat sekali. Jika dilihat dari dekat, terlihat sekali urat urat yang ada

    padanya, memang yang aku pelajari dulu kalau batang pada laki laki itu adalah urat dan tidak ada tulang padanya.

    Jika digenggaman, rasanya hangat sekali dan terasa sangat keras seperti ada tulang, teksturnya sangat aneh di tanganku karena banyak sekali urat uratnya. Suamiku memintaku untuk mengulumnya, sungguh aku merasa tidak sanggup saat itu, namun suamiku tetap memaksaku.

    Karena itu aku mencobanya beberapa saat, entah kenapa aku malah merasa mual dan mau muntah, suamikupun meminta maaf dan mengatakan ini terlalu cepat untuku.

    Alhasil menu utama menjadi acara selanjutnya, suamiku mengarahkan batang merahnya ke arah kemaluanku yang merah muda cerah. Nampak kontras sekali perbedaan warna kulit kami disana, apalagi pada daerah selangkangan, namun itu tidak mengurangi rasa hormat dan cintaku padanya.

    Uda adrian terlihat sudah sangat ingin memasukan batangnya ke dalam lubang nikmat yang ada pada diriku. Sungguh aku sudah sangat ikhlas menerima tusukan

    pertamanya, aku mengucap basmallah agar semua berjalan lancar dan menjadi berkah karena ini adalah sunnah. Beberapa kali mencoba namun gagal karena lubangnikmatku serasa masih belum mau menerima tamu,namun setelah suamiku mengambil cairan licin dari vaginaku dan mengoleskan cairan licin itu ke kepala batangnya mulailah ada kemajuan.

    Aku memejamkan mata dan menggigit bibir bawahku secara spontan, tanganku meremas kasur. Kurasakan ada sebuah benda masuk ke dalam diriku perlahan, uda adrian memasukan perlahan demi perlahan. Ketika aku membuka mata semua bagian batang uda sudah masuk ke dalam diriku, kami saling memandang lalu pandangan kami ke arah selangkangan.

    Kulihat ada bercak darah ketika uda menarik batangnya, namun anehnya aku tidak merasa sakit, padahal kata erni sait sekali rasanya.

    Uda mulai melakukan gerakan maju-mundur, mula mula rasanya perih, lama lama rasa perih itu hilang, rasanya berganti menjadi nikmatnya sekali. Rasa nikmatanya seperti ada pada bagian pintu masuk liang vaginaku, ketika batang uda masuk bagian itu seakan merasakan gesekan dari batang uda dan menimbulkan rasa nikmat.

    Uda menindih badanku, tangannya ada dikepalaku mengelusnya, elusan tangannya dikepalaku seakan memberikan kenyamanan untuku. Bibir kami saling berciuman, sedangkan pinggang uda diatas tubuhku berjuang keras menggerakan badannya sehingga batang uda keluar masuk dalam liang nikmatku.

    Mungkin 7 sampai 8 menit berlalu, bibir uda masih ada di bibirku mengenyot lidahku ke dalam mulutnya. Tusukan batangnya terasa semakin cepat, kurasakan hembusan nafasnya juga semakin tidak teratur dan bebera tusukan kemudian batangnya menusuk dalam dalam liang kemaluanku dan kurasakan ada semprotan hangat mengguyur.

    Kami terdiam dalam posisi itu, cukup lama, lalu uda menarik batangnya perlahan lahan. Dia lalu terbaring disampingku dan tertidur meninggalkanku, rasanya masih ada kedutan nikmat pada kemaluanku. Aku mencoba menyentuh area sensitifku, entah kenapa rasanya geli nikmat, aku melihat uda, dia sudah tertidur.

    Aku lanjutkan kembali menyentuh nyentuh vaginaku dan lama kelamaan rasanya semakin nikmat, akupun lepas kontrol dan semakin cepat mengucek-ngucek bagian itu dan alhasil aku gemetar dan mendapatkan orgasme kembali. Rasanya lemas sekali, tanpa sadar aku tertidur karena lelah sekali.

    Bersambung…

    1 2 3 4
  • Polisi Ramah

    Polisi Ramah

    Cerita ini hanya fiktif belaka murni hasil dari pengembangan fantasy semata tanpa ada keinginan untuk melecehkan dan atau merendahakan suku, ras, dan agama, diharapkan kebijakan dan kedewasaan pembaca, segala sesuatu yang terjadi kemudian diluar tanggung jawab penulis.

    Cerita Sex Polisi Ramah – Perkenalkan, namaku Elsya, umurku 28 tahun. Orang mengatakan aku adalah janda kembang, selain karena parasku yang cantik, tubuh seksi, juga karena aku belum dikaruniai anak dari pernikahan dengan suami ku terdahulu yang hanya berumur 1,5 tahun.

    Aku cerai ketika berumur 26 tahun, dikarenakan tidak tahan dengan perlakuan mantan suamiku yang kasar dan tidak perhatian. Tinggi tubuhku 168 cm, dengan ukuran buah dada yang serasi, dan bentuk yang masih sangat bagus serta kencang dan montok.

    Mungkin karena aku rutin olahraga tiap minggunya, juga pola makan yang sehat. Aku bekerja sebagai pengusaha kue di suatu kota di Jawa Timur. Kali ini akan aku ceritakan kisah yang tidak akan aku lupakan sepanjang hidup. Langit semakin kelabu, mendung bergulung-gulung mulai memenuhi langit kota.

    “Aku harus segera mencari tempat berteduh,” pikirku. Aku pacu motor maticku dengan tergesa sambil memperhatikan apabila ada tempat yang bisa dijadikan berteduh. Namun, sial bagiku, tak lama setelah itu hujan turun dengan lebatnya, membuat pakaianku basah tak tersisa.

    Cerita Sex Polisi Ramah
    Cerita Sex Polisi Ramah

    Ngocoks Dan tentu saja membuat pakaian dalam yang aku kenakan saat itu tercetak dan terlihat jelas dari luar. Hujan turun begitu derasnya, petir menyambar nyambar, tak mungkin aku meneruskan perjalanan. Walaupun dengan pakaian yang sudah basah kuyup, aku tetap memutuskan untuk berteduh. Akhirnya aku menemukan tempat juga.

    Di emperan toko yang sudah tutup itu aku istirahatkan tubuhku dari terpaan air hujan. Tidak ada siapa-siapa di situ, sambil menunggu hujan reda, aku periksa kembali isi jok sepeda motorku, barangkali ada lap bersih yang bisa aku gunakan untuk handuk.

    Ahh, sial ternyata tidak ada satupun. Sambil meratapi hujan dalam kedinginan itu, aku dikagetkan oleh pengendara lain yang berteduh di tempat itu. Ternyata ia seorang polisi, tergambar dari seragam coklat yang ia kenakan. Mataku terus mengikuti laju motor yang ia gunakan, hingga terparkir dan dimatikan mesinnya oleh empunya.

    Polisi tersebut segera melepas helmnya, orangnya sudah cukup berumur, tergambar dari beberapa uban yang terlihat di rambut cepaknya, kutaksir umurnya sekitar 40 an. Kumisnya tebal, dan di pipi dan janggutnya terdapat bekas cukuran brewok yang mulai tumbuh tipis.

    Tatapannya ramah, sekilas mirip satu tokoh polisi yang kerap aku lihat di televisi. Ahh, namun aku lupa siapa namanya. Orangnya berwibawa, mungkin karena tubuhnya yang tinggi besar dan ditambah kumis tebalnya itu.

    “Mbak, mbak.” Tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku. Ternyata bapak polisi itu telah berdiri di hadapanku.

    “Oh iya Pak, maaf-maafkan saya melamun.”
    “Ikut berteduh juga ya mbak, saya tadi pulang kerja, kehujanan ditengah jalan, tidak sempat memakai mantel, katanya sambil mengelap air di tangannya.”
    “Oh iya Pak, silahkan, saya juga berteduh kok di sini, tadi lupa tidak bawa mantel, hehehe,” Jawabku sekenanya.

    Dari obrolan ngalor-ngidul kala menunggu hujan reda itulah aku mulai mengenal beliau, Namanya Pak Yazid, umurnya sekitar 44 tahun, beliau bekerja sebagai polisi.

    Orangnya tinggi, mungkin sekitar 175 cm, badannya juga besar, masih bagus untuk orang seumuran beliau, ototnya tercetak pada bajunya yang basah saat itu. Perutnya sedang, tidak terlalu buncit. Tangannya berbulu lebat, semakin terlihat ketika terkena air hujan pada sore itu.

    “Wah hujannya deras dik Elsya.” Sejak tahu namaku, beliau memanggil dengan sapaan dik, biar lebih akrab katanya.
    “Iya nih pak, saya sudah hampir satu jam disini, tapi tidak reda-reda juga” Gerutuku. Obrolan kami semakin cair, dan sudah merembet pada hal-hal keluarga.

    “Dik Elsya sudah menikah?” Tanya beliau dengan sopan.
    “Sudah pak..” Jawabku.
    “Wah, sudah punya anak berapa?”, sambungnya.
    “Belum punya pak, saya sudah keburu cerai dengan mantan suami saya,”jawabku sambil bercanda.
    Beliau agak terkejut. “Iya to? Wah..”

    “Lha bapak sendiri bagaimana?”, sambungku. Beliau diam, dan mulai menatap hujan yang tidak habis-habisnya itu.
    “Saya menikah pada saat umur 30 dik, dan sudah dikaruniai 1 putri, namun sayang. Putri saya meninggal saat masih kecil, istri saya pun menyusul 5 tahun setelahnya karena suatu penyakit, hmmmm”

    “Maafkan saya ya Pak”, segera aku putus singkapan duka masalalu itu.
    “Saya tidak bermaksud….”
    “Ahh, tidak apa kok, santai saja dik.” Sambil wajahnya yang tampan, bersih, dan kebapakkan itu menoleh kearahku dengan bijaknya.

    Akhirnya hujan mulai reda ketika hari sudah beranjak gelap. Ketika bersiap untuk pulang, Pak Yazid menegurku.
    “Dik, mampir kerumah saya dulu yuk. Rumah dik Elsya kan masih jauh, masak mau pulang dengan pakaian basah begini?” Sambil tangannya memegang pundakku.

    “Ah tidak apa-apa kok pak, biar saya pulang saja, takut merepotkan Bapak nantinya.”
    “Ayolah, tidak ada siapa-siapa kok di rumah, pembantu saya juga sudah pulang sore begini. Bahaya lho naik motor dengan pakaian basah begini, bisa masuk angin. Nanti dik Elsya bisa pakai dulu baju almarhum istri saya.” Akhirnya saya mengiyakan juga, tidak enak menolak niat baik pak Yazid.

    Setelah perjalanan yang tidak terlalu jauh. Sampailah pada suatu rumah yang cukup besar, dan bagus, halamannya luas dan asri. Rumah ini terletak agak jauh dari rumah sekitarnya, mungkin masih tergolong rumah yang baru selesai di bangun. Teriakan Pak Yazid dari garasinya membuyarkan lamunanku.

    “Ayo masuk, ndak usah sungkan-sungkan,” Ajaknya dengan penuh semangat. Tanpa menjawabnya, aku segera memarkir kendaraanku di samping motor beliau.

    Beliau terus mengajakku memasuki rumahnya yang rapi dan bersih. Lampunya telah menyala terang, mungkin ulah pembantunya yang sudah pulang ke rumahnya sendiri. Tidak ada foto kenangan keluarganya di situ, mungkin Pak Yazid tidak ingin terlalu larut dalam kesedihan panjang.

    “Ayo dik silakan masuk,” sambil beliau membukakan pintu sebuah kamar, dan menyilakan aku masuk ke dalam.
    “Dulu ini adalah kamar saya dan alm. istri saya, tapi saya sudah pindah kamar. Silakan mandi dulu, dan pilih saja baju yang cocok, tidak usah sungkan ya.”

    Beliau segera berlalu dan melangkah ke belakang. Mungkin mencari air minum ke dapur. Aku segera masuk ke kamar itu, dan mulai membersihkan diri karena hujan yang deras mengguyur tadi sore. Setelah segar, aku memakai baju alm. istri Pak Yazid yang ada di lemari itu.

    Tidak banyak baju yang tersisa, mungkin sudah diberikan oleh beliau ke orang lain. Akhirnya aku mengenakan daster yang tidak terlalu tebal sambil aku lapisi dengan jaket untuk menahan dinginnya malam itu, sambil menyembunyikan puting susuku yang tercetak dengan jelas.

    Aku memang tidak memakai BH dan celana dalam saat itu, apalagi jika bukan karena pakaian dalamku yang sudah basah karena hujan tadi sore. Hawa yang dingin itu semakin membuat tubuhku berdesir, puting susuku mengeras, hembusan angin pada selangkanganpun turut memberi kenikmatan tersendiri.

    Aku segera terbangun dari pikiran mesum itu ketika aku dengar kecipak air timbul dengan derasnya dari kamar sebelah. Mungkin pak Yazid yang sedang mandi, pikirku. Akhirnya aku keluar ke kamar tamu dan menyalakan TV untuk menghibur diri.

    Sementara di luar justru hujan turun lagi, dengan tidak kalah derasnya. Aduh, aku mulai bingung bagaimana cara pulang nanti. Pikiranku buyar ketika pak Yazid datang dan duduk di kursi depanku. Sambil metetakkan teh hangat beliau mengatakan,

    “Sudah nginep saja barang semalam disini. Lagi pula besok kan hari minggu to?, libur. Apalagi hujannya deras banget lo dik Elsya, Saya ndak tega membiarkan dik Elsya pulang dalam keadaan hujan begini.”

    Aku diam tak menjawab, hanya pikiran ini yang bingung memilih. Memilih nekat pulang apa menerima tawaran Pak Yazid. Apalagi aku juga takut pulang malam-malam, hujan deras lagi. Akhirnya aku memutuskan,

    “Baik pak saya mohon izin nginap disini saja Pak, barang semalam, mohon maaf merepotkan bapak.”
    “Alah, tidak apa-apa kok, saya malah senang kalau ada yang menemani begini. Hahaha.”

    Aku baru sadar, ternyata beliau datang tadi dengan telanjang dada, hanya mengenakan sarung yang sudah longgar ikatannya. Ketika beliau sedang asik menonton TV, aku beranikan memandangnya lagi. Benar dugaanku, ternyata dada Pak Yazid juga berbulu lebat.

    Tergambar dari bulu-bulu ditangan nya yang lebat itu. Puting susunya berwarna coklat tua dan tampak kokoh di antara belukar bulu dadanya yang bagus itu. Bulunya ibarat barisan, dari rambutnya, kumisnya yang tebal dan kelihatan kasar, brewoknya, hingga menerus ke dadanya.

    Dan akhirnya menerus ke bawah melalui tengah tubuhnya, pusarnya, dan menghilang di balik lipatan sarung nya itu. Ahh, pikiranku semakin tidak karuan, apalagi sudah 2 tahun ini kebutuhan biologis ku tidak terpenuhi. Aku merasa gatal di vagina ku. Mungkin juga karena suasana yang bertambah dingin itu.

    “Dik Elsya bisa mijit?”, Pertanyaan Pak Yazid membangunkan dari lamunan.
    “Bbbisa Pak?”
    “Wah, mantep itu, ayo kita pijit-pijitan. Biar nggak masuk angin. Badan saya juga capek, kerja berat seminggu ini”, sambungnya.

    Akhirnya saya yang memijat Pak Yazid dahulu, baru kemudian gantian beliau nantinya. Beliau menggelar karpet di depan TV sambil mengambil bantal dari dalam kamar.

    “Ayo dik Elsya!”
    “Baik Pak”. Beliau rebahkan tubuhnya yang bersih berwarna kuning ke coklatan itu di karpet yang sudah di siapkan. Aku mulai mengurut bagian kakinya terlebih dahulu, sambil aku lumuri dengan minyak pijat. Benar dugaanku, kakinya juga berbulu lebat dan keriting. Pijatanku terus naik pada paha beliau.

    Aku lihat beliau sudah tertidur, mungkin karena kecapekan dan pijatanku yang memang nyaman. Tak sengaja sarung beliau tersingkap oleh tanganku. Betapa kagetnya aku, ternyata beliau tidak memakai celana dalam.

    Nampaknya belahan pantatnya yang seksi dan berbulu itu. Aku coba tahan pikiran ini agar tak macam-macam. Akhirnya aku selesai memijat bagian belakang dari tubuh liat dan kokoh Pak Yazid.

    “Pak, bangun Pak, bagian depannya belum”. Aku bangunkan beliau. Beliau mengubah posisinya menjadi telentang, tanpa sedikitpun membenahi posisi sarungnya. Akupun dapat melihat barisan bulu kemaluan yang menghilang di balik gulungan sarung yang sudah longgar itu.

    Sejatinya akupun merangsang melihat tubuh laki-laki gagah dan tampan didepanku itu, apalagi bulu dada dan putingnya yang begitu menggairahkan. Tubuhnya bagus, dan kencang.

    Buah dari latihan dan orahraga teratur pikirku. Akupun mulai penasaran tentang penis Pak Yazid, namun aku tak berani meneruskannya. Aku masih menguasai pikiran jernihku.

    Dalam keadaan selangkangan yang mulai basah karena terangsang mengamati tubuh Pak Yazid. Aku berkonsentrasi memijat bagian depan tubuhnya itu. Aku mulai dari kepalanya, aku pijat pelan-pelan agar tidak membangunkan beliau. Sesekali aku mengagumi dan kuberanikan membelai kumis yang begitu tebal dan indah itu.

    Pijatanku terus berpindah ke bawah, ke kedua tangan beliau yang kekar, dan sampailah di dadanya yang berbulu itu. Sambil memijat, aku bernaikan menekan dan memilin puting susu menggemaskan Pak Yazid. Beliau tidak terbangun, hanya sesekali mengeluh keenakan.

    Aku segera berpindah ke bawah. Tak kusangka penis Pak Yazid telah bangun, menantang dan membuat cetakan tegak pada sarungnya. Aku hanya berani memandangnya dan memijat bagian paha dan kakinya saja.

    Sambil sesekali mencuri pandang, dan memerkirakan seberapa besar dan panjang senjata milik Pak Polisi ini. Aku telah selesai dari pijatanku, sambil berlalu melangkah ke kamarku. Aku tidak enak membangunkan Pak Yazid dan menagih janji pijatannya.

    Akhirnya aku tinggalkan beliau tertidur di kamar tamu. Sambil menyelimuti beliau karena udara yang amat dingin malam itu, aku matikan TV dan melangkah ke kamar yang telah dipersiapkan untukku untuk tidur.

    Aku berusaha untuk tidur cepat malam itu, agar pikiran tentang Pak Yazid itu tidak keterusan. Ahh, namun apa daya, tuntutan kehausan akan belaian laki-laki terus mendesakku untuk terus membayangkan Pak Yazid, bahkan hingga dalam tidurku.

    Tentang sosoknya yang kebapak-bapak an, kumis tebalnya, bulu dadanya yang lebat, puting sususnya yang indah, tubuhnya yang bagus, liat, tidak terlalu kekar, sedang-sedang saja. Dan tentang penisnya yang terbayang dalam cetakan sarung itu.

    Aku terbangun pagi itu dengan perasaan terkejut, selimut yang aku pakaikan untuk menutupi tubuh Pak Yazid semalam kenapa menutupi tubuhku. Ketika aku membuka selimut, daster belahan dada rendah yang kupakai pun tersingkap hingga menampakkan salah satu payudaraku. Jangan-jangan semalam Pak Yazid?

    Pikiran macam-macam itu mulai merasuki pikiranku. Ataukah aku sendiri yang bermasturbasi hingga membuat ini semua terjadi?

    Apakah Pak Yazid melihat semua ini?

    Deretan pertanyaan itu memenuhi pikiranku, hingga aku memutuskan untuk berganti pakaian dengan pakaianku sendiri yang sudah lumayan kering karena terpaan dari kipas angin semalaman.

    Akupun bersiap untuk pamit pulang kepada beliau. Aku panggili Pak Yazid, namun tak ada jawaban. Hingga aku melihat beliau sedang olahraga ringan di samping rumah. Dengan kaos basah yang diletakkannya di atas tanaman hias di pekarangan.

    Cukup lama aku mengamati tingkah polah beliau selama berolahraga itu. Tubuhnya berkilau keringat terkena terpaan matahari pagi, tubuhnya terlihat lebih menggairahkan dengan keringat yang membasahi tubuhnya itu.

    Bulu-bulu dadanya tampak lebih jelas, putingnya begitu menantang. Celana pendeknya pun sudah basah di beberapa bagian. Akhirnya beliau sadar aku memerhatikannya.

    “Oh dik Elsya, sudah bangun ya? Tadi saya baru lari pagi, mau ngajak dik Elsya tapi masih tidur, ndak enak ngebangunin, haha.”

    Sebenarnya aku ingin menanyakan perihal kondisi tubuhku semalam, apakah beliau melihat payudaraku yang tersingkap. Namun aku terlalu sungkan, aku putuskan untuk langsung pamit kepada beliau, dengan alasan ada pekerjaan yang harus segera ku selesaikan.

    Akhirnya aku pulang dari rumah beliau dengan perasaan yang campur aduk, antara sangat berterimakasih, hingga kagum atas kebaikan dan perhatian beliau.

    *****

    Selepas pertemuanku dengan Pak Polisi Yazid tempo hari, sampai menginap di rumah beliau segala. Entah kenapa aku menjadi lebih sering bertemu dengan beliau. Baik itu karena alasan pekerjaan, yang beliau memesan kue untuk hadiah pernikahan koleganya, hingga aku yang kebetulan bertemu di jalan, atau beliau yang sengaja main ke rumahku.

    Karena seringnya bertemu, dan merasa banyak kenyamanan ketika bertemu. Akhirnya aku menerima lamaran Pak Yazid untuk menjadi istrinya. Meskipun usia kami terpaut 10 tahun lebih, tapi kami saling mencintai.

    Dan aku sangat bersyukur dipertemukan dengan beliau. Dengan sifat kebapak-bapakannya, wibawanya, kelembutannya, dan kumis dan bulunya yang begitu terbayang setiap malam.

    *****

    Akhirnya, malam yang sama-sama kami nantikan itu datang juga, selepas capek melayani tamu-tamu undangan kamipun memutuskan untuk istirahat dulu sore harinya, menghimpun tenaga untuk malam yang istimewa pada malamnya.

    Semenjak hari pernikahan aku tinggal di rumah suamiku yang baru, Pak Yazid, hanya berdua dengannya. Aku terbangun dari tidurku, mendapati hari sudah mulai senja, sinar matahari yang teduh menerobos melewati jendela kamar kami. Disampingku masih tertidur Pak Yazid, dengan mengenakan kaos singlet dan celana pendek.

    Bersambung…

    1 2
  • Ghost Virgin Woman

    Ghost Virgin Woman

    Bagaimana jadinya jika kita berpacaran dengan seorang hantu wanita perawan?

    Dimian Damatha Mckenzie, seorang mahasiswa semester akhir universitas ternama di Amerika harus menghadapi kejadian-kejadian supranatural dalam hidupnya. Hari-harinya selalu ia habiskan dengan makhluk-makhluk tak kasat mata.

    Sampai akhirnya dia bertemu seorang hantu cantik yang berhasil meruntuhkan dinding pertahanan hatinya. Akankah mereka dapat bersatu di tengah perbedaan dunia yang nyata dan maya?

    Novel Ghost Virgin Woman
    Novel Ghost Virgin Woman

    Ngocoks Ghost Virgin Woman – Di anugrahi kelebihan oleh Tuhan itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Tapi tidak untuk seorang Dimian. Bisa melihat makhluk-makhluk tak kasat mata merupakan sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Jika kelebihan ini bukan karena keturunan, mungkin ia memilih tak ingin memilikinya sama sekali.

    Di jauhi semua orang? Itu sudah hal biasa baginya. Orang-orang menganggapnya gila, aneh, dan lainnya. Itulah sebabnya mengapa dia menjadi seorang yang penyendiri dan pendiam. Apalagi setelah kepergian kedua orang tuanya 15 tahun lalu, masih menyisakan luka yang mendalam baginya.

    Dan jangan remehkan kemampuan otak yang penyendiri. Dimian terkenal dengan kecerdasannya yang berbeda dari mahasiswa lainnya. Beberapa beasiswa dan penghargaan telah berhasil ia capai.

    “Ah, ayolah, aku sedang tidak ingin bermain-main hari ini,”

    Plakkk!!

    Sebuah roh berubah menjadi abu dan pergi ke tempat seharusnya.

    Dimian tidak hanya bisa melihat hantu, tapi dia juga bisa menyentuh bahkan mengirim mereka ke tempat yang seharusnya mereka berada, surga atau neraka.

    “Dimi, kau sibuk?” seorang wanita berpenampilan feminim duduk di sebelahnya.

    Dimian menoleh ke arah gadis itu, Felicia. Dia adalah wanita yang akhir-akhir ini Dimian taksir. Selain karena kecantikannya, Felicia juga termasuk mahasiswi yang cukup cerdas.

    Keduanya menjadi sangat dekat dan akrab setelah dosen mereka memberikan tugas dan membagi kelompok.

    “Fe-felicia, tidak, aku tidak sibuk.” Dimian sedikit gugup sambil tersenyum dan meletakkan buku yang sedang di bacanya.

    “Baguslah, bagaimana kalau kita mengerjakan tugas kelompok kita?” ucap Felicia sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

    “Ah, sungguh cantik wanita ini. Kulit putih yang bersinar, bibir pink merekah yang indah dan rambut pirang yang di gerai dan terkena terpaan angin membuat kecantikannya terlihat lebih sempurna.” batinku sambil memperhatikan wanita itu.

    Tiba-tiba sebuah lambaian tangan membuyarkan lamunanku.

    “Dimi, are you okay?” tanyanya sambil memandang lekat wajahku.

    Buru-buru ku kembalikan pikiranku dan fokus kepada pertanyaan yang Felicia ucapkan.

    “Ehem, I’m okay.” Mengalihkan pandangan ke arah lain.

    Felicia mengangguk mengerti.

    Aku bisa gila jika terus berada di samping wanita ini. Aura yang di pancarkannya benar-benar membuatku semakin ingin memilikinya. Tapi aku sadar, sebagai wanita yang menjadi primadona universitas, Felicia bukanlah wanita yang mudah bersanding dengan siapa saja. Apalagi dengan seorang seperti ku, yang berpenampilan sederhana dan bertempat tinggal di sebuah apartemen berukuran sedang.

    Ku hapus jauh-jauh pikiran untuk mendapatkan Felicia. Karena tujuan ku masuk ke universitas ini adalah untuk mendapatkan nilai yang maksimal dan mendapatkan pekerjaan yang layak, bukan mencari cinta.

    Kembali ku pasang wajah dingin tanpa ekspresi yang selalu aku tunjukkan ke semua orang.

    “Dim, bisakah kita mengerjakannya di cafe atau di tempat lainnya, udara di sini sangat panas?!” ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangan ke lehernya.

    Yaps, saat ini negeri Paman Sam memang tengah dalam musim panas. Semua orang pergi ke pantai untuk menikmati musim ini, entah itu untuk berjemur, bermain air, atau yang lainnya. Tapi tidak untukku, aku memilih musim panas untuk mengambil kuliah, dan musim dingin untuk beristirahat. Sejak kecil aku sudah tidak tahan dengan udara dingin, itu membuat ku sakit.

    Aku berpikir sejenak memikirkan ucapan Felicia. Tentu aku tak tega melihatnya kepanasan seperti itu. Tapi aku tak dapat menuruti kata-katanya. Aku harus segera mungkin menjauhi Felicia dan menjaga hatiku agar tak terlalu dalam mencintainya.

    “I’m sorry, aku ada kuliah hari ini. Lain kali saja kita mengerjakan tugas itu,” ucapku datar.

    Felicia mengerucutkan bibirnya. Mungkin dia kesal dengan keputusan ku. Setidaknya itu yang ku lihat dari raut wajahnya.

    Ku ambil ransel dan buku ku lalu berdiri hendak meninggalkan Felicia.

    “Aku harus pergi, lain kali saja kita mengerjakan tugas itu. Lagi pula, Mr Kevin memberikan kita waktu 1 bulan untuk menyelesaikannya.” ucap ku, lalu pergi meninggalkan Felicia yang tengah duduk di kursi taman di samping universitas sendirian.

    Kematian bukanlah hal yang diinginkan setiap orang, apalagi jika kau menjadi seorang hantu dan berkeliaran tanpa tujuan.

    Mysha Caroline Addison, seorang hantu wanita perawan, berambut coklat kepirang-pirangan, tinggi semampai dan kulit yang putih bersih. Harus merasakan hal yang tak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Menjadi seorang hantu bukanlah tujuan akhir dari hidupnya.

    Lulus universitas dengan nilai baik, lalu mendapatkan pekerjaan dan menikah adalah impiannya. Kini angan itu harus ia kubur dalam-dalam. Tujuannya saat ini adalah pergi ke tempat seharusnya dia berada dan hidup dengan damai.

    “Kau harus segera mencari laki-laki dengan energi positif yang cukup untuk membuatmu pergi ke surga secepatnya,” ucap seorang hantu pengantin wanita bertubuh gemuk di hadapannya sambil lahap menyantap makanannya.

    Mysha berpikir sejenak. Akan sulit mendapatkan laki-laki yang memiliki energi positif yang cukup besar.

    “Aku tidak tahu, apa aku bisa mendapatkan energi itu secepatnya? Bahkan aku sudah mencarinya selama 5 tahun,”

    “Kau pasti bisa, Mys. Hanya itu cara yang membuatmu bisa pergi ke tempat yang seharusnya kau berada,” ucap Nathalie, hantu wanita berumur sekitar 30-an yang menjadi sahabat Mysha semenjak ia menjadi hantu.

    Mysha tampak menimbang-nimbang ucapan Nathalie. Ia bahkan telah mencari laki-laki dengan energi positif itu selama 5 tahun semenjak kematiannya.

    ***

    Kau tak pernah tahu rasanya hidup dalam kehampaan, tanpa keluarga, teman dan sahabat. Dari sana aku mulai berpikir, bahwa semesta tak berpihak pernah kepadaku. Bahkan yang lebih buruk dari itu, aku bahkan tak ingat bagaimana aku mati.

    Ah, miris sekali bukan? Tapi aku bersyukur, aku mati bukan menjadi roh jahat yang menyimpan dendam kepada siapa pun.

    Aku berjalan tanpa arah di tengah keramaian kota. Walau ramai, aku masih bisa merasakan bahwa aku tetap sendiri. Orang-orang berjalan melewati ku begitu saja, menganggap ku seolah-olah aku tak ada.

    “Hei? Aku disini, para hantu hidup berdampingan dengan kalian.” ucap ku sambil melambai pada 2 orang pejalan kaki yang tengah asik mengobrol.

    Ah, bodohnya aku, mereka bahkan tak bisa mendengar ku bicara. Aku berjalan dengan lesu, sampai sebuah tarikan energi kuat dari arah berlawanan berhasil membuat ku mendongkak.

    Ku balikkan tubuh ku dan menatap laki-laki dengan ransel di punggungnya itu. Tubuhnya memancarkan aura positif yang selama ini aku cari.

    “Benarkah dia?” ucapku sambil membulatkan mata.

    Dengan rasa penasaran yang besar, ku putuskan untuk mengikutinya.

    Laki-laki itu memasuki sebuah kompleks apartemen sederhana.

    Hari yang cukup melelahkan. Aku pulang ke apartemen ku dengan berjalan kaki, karena memang jarak dari universitas ke tempat tinggal ku cukup dekat.

    Tiba-tiba ku rasakan desiran halus di tubuhku. Tentu ini merupakan hal yang biasa bagi seorang anak indigo seperti ku. Perasaan itu terus mengikuti sampai aku telah sampai di apartemen ku. Ku putar bola mataku malas, seorang hantu tengah mengikuti ku.

    “Apa hidup ku cukup menarik sampai-sampai kau mengikuti ku sampai ke sini?” ucapku dengan nada sedikit berteriak.

    Aku terperangah mendengar ucapan laki-laki itu. Apa dia bisa melihat ku?

    Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan menatap lekat wajahku. Aku balas menatap manik mata coklat gelap itu dengan seksama.

    Kedua netra itu saling mengunci satu sama lain.

    “Oh my God, seksi sekali pria ini.” batinku saat melihat kancing kemejanya terbuka di bagian atas dan menampakkan dada atletisnya.

    “Ah, mungkinkah aku dapat menyentuhnya dan mendapatkannya seutuhnya sekarang?” batinku sambil senyum-senyum sendiri membayangkan bisa melihat tubuh itu secara langsung.

    “Astaga, apa yang ku lakukan?” Aku menepuk-nepuk pipiku agar tak menghayal lebih jauh.

    “A-apa yang di pikirkan hantu itu?” Aku mengernyit heran saat melihat dia senyum-senyum sendiri.

    “CK!” Aku memutar bola mataku malas. Benar-benar hantu gila.

    “Hei, kenapa kau menguntit ku?” tanyaku yang penasaran.

    Dia tampak salah tingkah saat ku tanyakan hal itu.

    “A-apa? Aku tak menguntit mu,” elaknya sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.

    Lucu sekali dia berkata seperti itu. Jelas-jelas dia menguntit ku. Ah, tapi saat ini aku sedang tak ingin berdebat dengan hantu. Jadi, ku putuskan untuk mengakhirinya.

    “Baiklah,” aku berbalik dan hendak masuk ke dalam apartemen ku, tapi dia seperti menahan ku.

    “Apa?” Aku menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya. Sepertinya ia ingin menyampaikan sesuatu.

    Dia tampak berpikir sejenak. Ku tatap intens wajah semu kemerahan itu.

    “Cantik,” pikir ku sambil tersenyum. “Sebelumnya aku tak pernah bertemu dengan hantu secantik dia,”

    Aku membelalakkan mata. “Astaga, apa yang ku pikirkan?”

    “Emm … A-aku perlu bantuan mu,” tiba-tiba ucapannya mengembalikan fokus ku.

    Aku mengangkat sebelah alis ku. Apa maksudnya bantuan? Bukankah hantu tidak memiliki masalah? Ah, sungguh tak ada waktu untuk memikirkan masalah orang lain. Masalah ku saja sudah cukup banyak.

    “Aku tak ada waktu,” aku berbalik dan hendak membuka pintu, tapi dia tiba-tiba berada di dekat ku dan menahan tangan ku.

    Sontak aku membelalakkan mata dan menatap ke arah tangan yang sedang di pegangi olehnya.

    “Ma-maaf,” ucapnya kaku sambil melepaskan tangannya.

    Aku menatapnya tajam sedangkan dia hanya tersenyum kaku. Lucu memang. Dalam hati aku tersenyum geli melihat tingkahnya.

    Lalu aku masuk ke dalam apartemen ku dan menghiraukannya.

    Bukan hantu namanya jika tidak tiba-tiba muncul dan mengagetkan seseorang. Begitu juga yang dilakukan oleh hantu wanita itu.

    “A-apa yang kau lakukan di apartemen ku?” tanyaku saat melihat dia sudah ada di dalam apartemen.

    “Aku mohon, bantu aku!” ucapnya dengan nada memohon.

    “Tidak!” ucapku datar kemudian berlalu dari hadapannya.

    “Arrghhh, menyebalkan sekali pria ini. Ingin rasanya ku hajar wajahnya lalu ku lipat-lipat dan ku makan saat jam makan malam nanti,” batinku kesal sambil mengacak-acak rambut.

    Tapi, aku harus tetap optimis dan bersabar.

    “Keep smile, Mys!” gumam ku sambil tersenyum terpaksa.

    Lalu aku mencari pria itu.

    “Hei, pria menyebalkan where are you?” teriakku sambil membuka semua pintu di apartemen kecil itu.

    Tiba-tiba ku dengar suara gemericik air dari sebuah pintu berwarna biru tosca.

    “Mungkinkah laki-laki itu sedang mandi?” tanya batinku.

    Lalu aku menempelkan telingaku ke pintu itu dan fokus mendengarkan suara gemericik air. Aku mendengarkan dengan seksama suara itu. Hingga suara gemericik itu tak lagi terdengar.

    Tanpa ku sadari ternyata pintu itu sudah terbuka lebar dan menampakkan sosok tinggi tegap dibaliknya dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

    “Apa yang kau lakukan, hah?” tanyanya dengan tubuh yang sedikit basah.

    Sontak aku mengembalikan posisi tubuhku dan berdiri kaku.

    “Oh my God, seksi sekali pria ini. Tubuh atletisnya benar-benar membuatku semakin ingin menyentuhnya dan merasakan malam yang panas bersama.” ucap batinku sambil menatapnya tanpa berkedip.

    Tiba-tiba sebuah lambaian tangan membuyarkan lamunanku.

    “A-aku tak melakukan apapun,” mengalihkan pandangan ke arah lain.

    “Astaga, ini benar-benar gila. Kenapa aku harus melakukan hal bodoh seperti itu?” batinku sambil menepuk-nepuk dahi ku pelan.

    Aku tertawa geli melihat tingkah wanita itu yang seperti ketahuan mencuri sesuatu. Di lihat dari cara berdirinya, dia sepertinya sangat gugup dan tak nyaman melihat ku bertelanjang dada seperti ini.

    Aku lalu bergegas menuju kamarku untuk memakai baju.

    “Hhuftt …”

    Akhirnya aku bisa bernapas lega melihat laki-laki itu pergi ke kamarnya. Mengapa otakku selalu di penuhi oleh pikiran-pikiran yang menjijikan seperti itu? Apa ini akibat aku mati dalam keadaan masih perawan? Astaga, jika itu benar, aku benar-benar merasa 2 kali lebih menyesal karena sudah mati dalam keadaan seperti ini.

    Aku menatap sekeliling ruangan ini. “Cukup rapi,” ucapku sambil mengangguk-angguk kagum.

    Sambil menunggunya selesai memakai pakaiannya, ku putuskan untuk melihat-lihat ruangan itu.

    Ku lihat sebuah album foto yang tergeletak di atas meja di depan sebuah tv berukuran sedang. Ku buka album itu perlahan.

    Aku tertawa geli saat melihat sebuah foto yang menampilkan seorang bocah laki-laki dengan memakai pakaian ala superhero sedang tersenyum lebar.

    “Mungkinkah pria itu?” pikirku.

    Lalu kubuka lembar berikutnya dan kembali tertawa geli melihat foto-foto masa kecil yang ku pikir pria menyebalkan tadi.

    Sampai di penghujung album. Aku melihat bocah itu sedang tertawa bahagia bersama 2 orang paruh baya. Yang ku tebak mereka adalah orang tuanya. Tiba-tiba aku teringat kedua orang tua ku yang entah siapa dan dimana. Ku usap foto wajah kedua paruh baya itu perlahan.

    Tak terasa bulir air mataku jatuh. Membayangkan betapa bahagianya jika aku masih hidup dan tertawa bersama kedua orang tuaku. Sungguh, menjadi hantu bukanlah keinginan ku.

    “Sepertinya kau menyukai foto itu,” tiba-tiba terdengar suara bariton yang mengagetkan ku. Sontak aku menghapus air mataku kasar.

    Pria itu lalu duduk di sampingku dan menatapku heran. “Apa kau menangis? Ku kira menjadi hantu itu menyenangkan,” ketusnya santai.

    Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. “Hantu juga punya perasaan,” balasku jutek.

    Ku dengar dia hanya terkekeh kecil melihat tingkah ku yang mungkin menurutnya lucu, tapi sebenarnya menurutku tidak.

    “Hei, kenapa kau masih di apartemen ku?” tanyanya.

    Tentu pertanyaan itu membuat ku salah tingkah lagi. Benar, apa yang ku lakukan di apartemen seorang pria? Rasanya seperti wanita murahan saja. Tapi bukan itu, tentu saja aku ingin meminta bantuan pada pria menyebalkan ini.

    “Sudah ku bilang, aku membutuhkan bantuan mu!” ucapku kesal.

    “Kau pikir apartemen ku ini kantor polisi, hah?”

    Aarrgghh, kenapa dia menyebalkan sekali?

    “Aku ini hantu, kau pikir polisi-polisi itu bisa melihat ku, hah?” balasku yang tak kalah nyolot.

    Dia berpikir sejenak lalu menatap ku tajam. Kali ini aku tak mau kalah, aku balik menatapnya tajam.

    “Jangan menatapku seperti itu!” tegasnya.

    Aku memutar bola mataku malas. “Kau yang memulainya duluan, tuan yang menyebalkan,” ucapku dengan nada meledek.

    “Kenapa kau tak mencari laki-laki lain untuk kau ganggu? Kenapa harus aku?” bentaknya.

    Sungguh, aku bukanlah tipe hantu yang suka di bentak-bentak. Aku sudah tidak tahan lagi menghadapi laki-laki ini. Sebaiknya aku mencari pria lain yang memiliki energi positif yang ku butuhkan dari pada dengan pria menyebalkan ini.

    “Baik, aku pergi! Dasar pria menyebalkan,” umpat ku sambil bangkit dan hendak pergi dari apartemen itu.

    Tiba-tiba aku tersandung kakinya yang entah sejak kapan ada di sana. Tapi untungnya pria itu menangkap ku dan sedikit memelukku. Aku membulatkan mataku dan menatap manik mata coklat itu. Alhasil kedua mata kami saling bertatapan tanpa ada sepatah kata pun keluar dari mulut kami.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
  • Hidup Mandiri

    Hidup Mandiri

    Cerita Sex Hidup Mandiri – Aku Dina, saat ini aku sedang berkelana di Bali, sebabnya adalah karena aku bertengkar dengan ayahku (ibuku sudah meninggal). Ayahku mengatakan bahwa aku tidak produktif, karena tiap hari kerjaku hanya menghambur-hamburkan uangnya saja dengan belanja sana sini.

    Memang aku ini maniak belanja, laper mata sehingga melihat apa saja yang bagus kubeli, padahal aku gak butuh-butuh amat. Kebetulan kondisi keuangan ayahku mendukung kebiasaan maniakku itu. Ayah sering menegurku karena kebiasaanku yang tidak produktif itu.

    Aku tersinggung, sehingga timbul keinginanku untuk hidup mandiri, dan lokasi yang kupilih adalah Bali, kata temenku disana banyaklah kerjaan kalo mau kerja apa saja. Begitulah, akhirnya aku terdampar di Bali, seorang diri, tanpa sodara dan teman.

    Mula-mula bingung juga aku mau ngapain. Aku settle di satu losmen yang murmer, untuk menghemat pengeluaranku. Mencari makan juga di warung-warung sederhana yang murmer juga. Cukup sengsara hidupku diawal-awalnya karena aku sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba kecukupan di rumah ayahku.

    Cerita Sex Hidup Mandiri
    Cerita Sex Hidup Mandiri

    Ngocoks Tetapi tekadku untuk mandiri, lepas dari ayahku kupelihara teguh,rasa sengsara, perlahan-lahan menjadi biasa karena aku berusaha keras untukmenikmatinya. Segala macam usaha untuk mendapatkan uang walaupun sedikit aku lakukan, demikianlah aku kerja serabutan, apa saja kulakoni, kecuali yang satu itu, jual diri.

    Terus terang saja, waktu tinggal dengan ayahku, aku mempunyai banyak pacar, dan dengan pacar-pacarku itu aku sering sekali mereguk kenikmatan sex. Ini yang kadang menyiksaku, hampir gak tahan aku menahan diri untuk tidak ngesex dengan lelaki yang banyak seliweran disekitarku.

    Mereka suka dengan kecantikanku yang alami, warna kulitku yang kuning langsat, tubuhku proporsional, toketku gak besar tapigak bisa dibilang kecil.

    Pinggulku agak besar, sehingga kalo lelaki melihat aku memakai celana ketat baik panjang maupun pendek, dari belakang pasti nafsu melihat gerakan pinggulku yang seirama dengan langkahku. Pinggulku menggeyol indah kekiri kekanan.

    Ada juga lelaki bule yang ganteng banget, kayak aktor hollywood, yang terang-terangan ngajakin aku ngesex, malah dia menjanjikan segepok dollar amerika kalo aku bisa meladenin nafsunya, tapi aku masih coba bertahan untuk tidak menerima tawaran yang sangat-sangat menggiurkan itu,

    Dapet uang dan dapet kepuasan sex, apalagi kan katanya kontol bule itu gede dan panjang. Kontol pacar-pacarku ya standard ukuran orang kitalah, walaupun harus diakui aku mendapat kenikmatan juga dari kontol-kontol standard itu.

    Sampe satu siang, ketika aku berjalan didepan sebuah rumah makan, tiba-tiba ada sebuah sedan mewah yang memotong didepanku, sehingga aku terjatuh. Dari dalem mobil mewah itu keluar lelaki. Melihat wajahnya, rasa marah yang meluap-luap karena aku diserempet sampe jatuh walaupun gak sampe lecet-lecet, sirna seketika.

    Lelaki itu sangat tampan, bodynya sangat atletis. Dia segera menolongku bangkit sambil minta maaf dengan sangat. “Wah mbak, maaf sekali ya, saya sedang terburu-buru, sehingga gak liat mbak lagi jalan. Ada yang luka mbak, ayo saya antar ke rumah sakit”.

    “Gak kok mas, cuma kaget saja”. Dia mengeluarkan hp nya, dia berbicara dengan seseorang untuk mengcancel pertemuannya siang ini. “Wah mbak, sebagai permintaan maaf dan bersyukur karena mbak gak sampe luka, gimana kalo saya traktir makan siang di resto ini”.

    Aku melihat nama restonya, wah ini resto mewah yang makanannya mahal-mahal, di deket rumah ayahku juga ada resto ini. “Ya deh mas, atau saya manggil apa enaknya??”.

    “Saya Doni, mo manggil mas bole, manggil nama juga bole kok. Kalo mbak?” “Aku panggil mas aja deh ya, kayanya mas jauh lebih tua dari aku. Aku Dina, mas”. Aku digandengnya masuk restoran yang terletak dipinggir pantai.

    Kelihatannya dia sudah menjadi pelanggan resto ini, kelihatan dari banyaknya waitters yang kenal dia. Dia milih tempat menghadap kelaut. “Mau makan apa mbak?” “Jangan panggil mbak ah, Dina aja”. “Ya deh, Dina mau makan apa?”.

    “Aku ikutan mas aja deh, mas kan yang tau menu yang enak-enak dari restoran ini”. “Doyan seafood kan?” “Doyan mas, aku apa juga aku makan, kecuali batu ma kayu ma beling”. “Bisa aja kamu, kok beling”. “Soalnya aku belon belajar ilmu kuda lumping”. Tertawanya berderai mendengar guyonanku.

    “Bener kan tadi gak apa-apa kamu Din”. “Gak apa kok mas, aku cuma kaget”. “Sekarang masih kaget?” “Masih mas”. “Lo kok masih kaget”. “Ya mas, kaget, kok ada ya lelaki didunia ini yang seganteng mas”. “Bisa aja kamu”.

    Demikianlah selama makan, kami bercanda. Setelah makan selesai, dia bertanya lagi. “Kamu ke bali dalam rangka apa Din?”. aku menceritakan kondisiku dengan ringkas. “Ohh, kamu lagi cari kerjaan toh, ditempatku aja, mau?”

    “Jadi apa mas”. Aku perlu asisten buat koordinir kerjaan di rumahku, ya kerjaan rumah tangga lah”. “Jadi pembantu gitu?” “Ohh enggaklah, masak perempuan secantik dan seseksi kamu dijadiin pembantu. Kayak kepala house keeping gitu, mau gak, boleh tinggal dirumahku kok, gratis, makan minum juga gratis”.

    “Tapi gak dapet gaji?” “Ya dapet lah, mau ya. butuhnya urgent neh, kalo gak kasian asistenku yang sekarang ini, dia dah bantu aku di pekerjaan, masih juga ketiban kerjaan ngurus rumahku”.

    “Iya deh, buat mas yang ganteng apa sih yang enggak?” “Oke kalo gitu mulai hari ini ya, abis makan kita ambilbarang-barang kamu dari losmen, dan kerumahku. Aku akan kasi kamu gaji 5jt sebulan. “Mau mas”.

    Demikianlah aku pindah dari losmen murahan kerumahnya yang lebih besar lagi dari rumah ayahku. Aku diperkenalkan kepada sejumlah pembantu, ada yang urusan membersihkan rumah, cuci mencuci, masak memasak dan membersihkan dan merawat kebunnya yang luas, disamping ada seorang driver.

    Mereka semua hormat padaku, karen aku diperkenalkan sebagai kepala house keeping. Aku diajak ke satu kamar, besarnya seperti kamarku dirumah ayahku, ada soundsystem dan tv besar, pake ac pula. “Wah mas, enak banget ya kerja ma mas”.

    “Ya udah, kamu sosialisasi ma para pembantu, aku mesti pergi ke kantor ya”. Aku ditinggal bersama sejumlah pembantu, aku mencoba akrab dengan mereka semua dengan bersikap merendah.

    “Ibu bapak, aku cuma kebetulan disuruh jadi kepala house keeping, tapi aku tuh pasti kalah pengalaman ma ibu bapak, jadi kerjaan kita kroyok rame-rame ya, aku bersedia kok melakukan kerjaan ibu bapak juga”.

    Mereka senang karena aku gak sok-sokan, mentang-mentang ditunjuk jadi kepala, sebentar saja aku dah bisa berakrab-akrab dengan mereka semua, ngatur kerjaan dengan mereka semua. Cuma mereka sungkan kalo aku mebantu melakukannya.

    Ya udah akhirnya ya kalo mereka sibuk banget aku bantu, kalo enggak ya aku santai saja. Di halaman belakang rumah ada kolam renang yang lumayan luas, kerjaan pak bon yang membersihkan kolam yang jarang sekali dipake seminggu sekali.

    Aku dengan segala senang hati membantu pak bon yang dah berumur itu membersihkan kotoran yang nempel didinding kolam. Dengan pak sopir, aku juga bisa berakrab-akrab, apalagi pak sopirlah yang mengantarkan aku membeli semua keperluan rumah tangga, dan diriku sendiri, dengan catatan si mas gak make mobilnya.

    Kadang karena tau aku perlu banget pergi, si mas rela nyetir sendiri kekantornya supaya pak sopir bisa nganterian aku kesana kemari dengan mobil satunya lagi, gak semewah mobil si mas yang pasti, tapi cukuplah untuk beli-beli ini itu.

    Maklumlah si mas itu pengusaha yang sukses dalam bisnis mobil mewah import build up. Demikianlah aku menjalani hari-hariku dengan segala senang hati, kerjaan gak berat-berat amat, uang berlimpah karena semua kebutuhan hidupku dipenuhi si mas,

    Malah kadang si mas membelikan aku pakaian kalo aku harus ikut bantu di kantor. Kadang ada event besar dimana aku juga harus turut bantu asisten yang satunya lagi. Nyaman sekali kan.

    Sampe suatu malem, si mas ngetok kamarku. “Napa mas?” “Aku lagi bete Din, temenin aku keluar yuk”. Tumben dia ngajak aku keluar, biasanya aku liat di kantor, banyak perempuan-perempuan muda yang cantik-cantik yang seliweran disekitarnya.

    “Loh, kan biasanya mas jalan ma mbak ajeng apa mbak Lina”. “Aku bosen ma mereka Din, mereka tuh cuma ngincer uangku aja, makanya penuh basa basi dan kayak pake topeng gitu”. “Trus koq mas ngajak aku?”. “Sejak aku ketemu kamu, kamu kayaknya memperlakukanku apa adanya.

    Kamu keliatan sekali melakukan kerjaan kamu dengan senang ati”. “Lah iyalah mas, mana ada kerjaan yang lebih asik dari membantu mas ngurus rumah besar ini, santai, trus mas ngasi duitnya besar lagi, utuh lagi, karena semua kebutuhanku mas penuhi.

    Makanya buru-buru cari permaisuri dong mas,jadi mas gak sepi dirumah besar ini”. “Ada kamu koq yang bisa bikin aku tentram, ngobrol ma kamu kayaknya ngobrol ma orang yang dah lama aku kenal, padahal kamu baru 3 bulan ya dirumahku”.

    Aku dibawanya ke dermaga dipinggir laut, sambil berjalan-jalan menikmati angin laut yang cukup kencang, kami ngobrol saja sambil berjalan menyusuri dermaga yang menjorok kelaut. Sampe diujung, kami duduk ditangga yang turun ke bebatuan ditengah laut, angin cukup kencang menyapu ombak,

    Sehingga ketika ombaknya memecah di bebatuan, airnya memercik tinggi sekali, basah deh pakaian kami. “Mas dingin nih lama-lama disini, bisa basah semua bajuku”. Aku saat itu memakai jins ketat dan tanktop ketat sehingga lekak lekuk bodyku keliatan dengan jelas.

    Aku kadang melihat juga sebersit kesan nafsu dipandangan mata si mas. Biar aja, lelaki normal pasti juga gitu kalo ngeliat aku. “Ya udah, balik yuk, kita cari minuman anget aja ya, dipantai kayaknya ada deh warung kopi atau semacam itu.

    Kembali dia menggandeng tanganku, karena dia sering menggandeng tanganku kalo sedang berjalan berdua aku, aku diem saja. Sesampai dipantai, kami mampir di warung kopi itu. Ramai juga suasana.

    Ada beberapa perempuan muda yang menyapa si mas, tapi begitu melihat ada aku, mereka gak jadimendekat. “Mas, terkenal ya, banyak temennya”. “Iya mereka kan pake topeng, yang disapa itukan duitku”.

    Pulang kerumah, dia bilang, “Din aku mo berenang, mau ikutan gak?” “Dah malem gini koq berenang sih mas, kan dingin”. “Justru kalo malem gini berenang airnya anget, bisa bikin relax, jadi gampang tidurnya”. “Aku gak punya pakean renang, mas”.

    “Aku punya bikini, kamu mau pake?” “Siapa punya mas, cewek-cewek mas ya?”. “Ah enggak, aku perna beli buat ole-ole tapi akhirnya gak jadi aku kasi, buat kamu aja ya”. Dia masuk kekamarnya dan keluar membawa bikini itu.

    “Seksi amat mas bikininya”, kataku karena bikininya mini sekali. “Perempuan seksi kudu pake pakean seksi dong”. Karena saat itu dah malem, para pembantu dah istirahat. “Tuh ganti aja dikamar bilas”, katanya menujuk ke satu bangunan pondokan yang merupakan kamar bilas.

    Aku masuk kesana, membuka pakeanku dan mengenakan bikini mini itu. Ketika aku keluar si mas dah nunggu aku didepan memakai celana gombrong. “Wah seksi kamu Din”. Karena mini makanya sebagian besar bodyku terpampang dengan jelas.

    Toketku gak tertutup bra semuanya sehingga belahannya kelihatan dengan jelas. Apalagi jembutku yang lebat, ngintip dari belahan kaki cd nya. Kupikir ya biarlah dia menikmati tubuhku, cuma ngeliat aja gak apa, pikirku. Kami berenang mondar mandir beberapa kali.

    “Din, kamu nafsuin deh”, bisiknya ketika kami istirahat dipinggir kolam. Wah signal-signal gak beres neh, pikirku. Tapi aku diem aja, “Udahan yuk mas, dingin lama-lama”. “Aku mau koq ngangetin kamu”, katanya sambil memelukku dan mencium bibirku.

    “Din, dah lama aku suka ma kamu, terangsang ma body kamu. Kamu mau ya Din ngeladenin aku malem ini”. Ciumannya asik, kumisnya menggesek bibirku, apalagi selama dia mengulum bibirku, tangannya asik memerah toketku dari luar braku.

    Bendunganku bobol juga, sekian lama aku menahan nafsuku untuk gak mikirin sex akhirnya gak ketahanan juga. aku diem saja ketika dia menggandengku masuk ke kamarnya. Pakean luar ku dan punyanya kutenteng masuk kekamarnya.

    Dikamar, kembali dia memelukku dan mencium bibirku, lembut dan lama. Aku agresif sekali menyambut ciumannya, maklum deh aku dah nahan nafsuku lama sekali, sekarang ada yang kasih kesempatan, aku gak bisa nahan diri lebih lama lagi.

    Dia terus mencium bibirku dan mulai dilumatnya dengan penuh nafsu. Aku membalas lumatannya juga. “Din, aku suka sama badanmu yang montok”, katanya sambil menciumi leherku. Aku diam saja, cuma mengusap-usap punggungnya.

    Tangannya mulai meremas2 toketku. Gak lama kemudian dia melepaskan braku. Ciumannya menjalar menyusuri leherku dan belakang kupingku. Aku menggelinjang kegelian, “Geli mas “. Aku makin menggeliat ketika lidahnya menyelusuri toketku dan turun di belahannya.

    Dia terus memainkan lidahnya di toketku tapi tidak sampai kepentilnya. “mas diisep pentilnya dong, nanti Dina isep kontol mas juga”, aku mendesah-desah. Dia terus saja menjilati daerah sekitar pentilku, tapi pentilnya tidak disentuh.

    Kemudian ciumannya turun ke arah perutku sambil tangannya mengusap-usap daerah memekku. Aku gak tahan lagi, kepalanya kutarik dan kudekatkan ke pentilku. “Diisep dong mas “, rengekku. Dia segera mengisap pentilku dan tangannya meremas toketku. “Terus mas , diisep yang keras mas, enak mas akh”, erangku.

    Dia mengemut pentilku bergantian, demikian pula toketku diremasnya bergantian. Sesekali tangannya mengelus-elus itilku dari luar CDku. Aku bangkit, kulepas semua yang menempel dibadannya. Kontolnya yang besar dan panjang sudah ngaceng dengan kerasnya.

    “Kontol mas besar dan panjang ya mas , keras banget lagi”, kataku sambil menciumi kontolnya dan kukenyot kepalanya. Kepalanya kemudian kujilati dan jilatanku turun ke arah bijinya. Seluruh kontolnya kujilati.

    “Enak Din terusin dong emutannya”, katanya. CDku langsung dilepasnya, “Din, jembutmu lebat banget”, katanya sambil mengelus-elus jembutku yang tambah basah karena lendir memekku.

    Aku dibaringkan diranjang dan kemudian dia memutar tubuhnya sehingga posisinya menjadi 69. Dia mulai menjilati memekku. “Enak mas, terus”, erangku keenakan. Aku makin menggelinjang ketika lidahnya menyentuh itilku.

    Kontolnya kuemut dengan keras, kepalaku mengangguk-angguk mengeluar masukkan kontolnya dimulutku. Karena nafsuku yang sudah berkobar, akhirnya aku gak bisa bertahan lebih lama lagi, aku nyampe karena itilku dikenyot-kenyotnya, “Mas, aku nyampe mas, aakh”.

    Kontolnya kukocok dengan cepat dan keras sambil menikmati orgasmeku. “Din, aku mau ngecret juga nih”, katanya terengah. Segera kepala kontolnya kuemut lagi dan kukenyot dengan keras, tanganku terus mengocok kontolnya sampai akhirnya dia ngecret dimulutku.

    Banyak banget pejunya nyembur sampe meleleh keluar dari bibirku. Kontolnya terus kukenyot sampe denyutan ngecretnya hilang baru kulepas. Pejunya kutelan tanpa rasa jijik,

    “Din nikmat banget ya emutanmu, pastinya emutan memekku lebih nikmat lagi ya”, katanya terengah. Aku berbaring disebelahnya, kupeluk badannya. Belum dientot saja dia sudah menggiring aku ke kenikmatan.

    Setelah itu kami membersihkan diri di kamar mandi. Didalam kamar mandi pun kami saling membersihkan badan. Kontolnya mengeras lagi ketika kukocok pelan, aku jongkok didepannya dan mengemut kontolnya lagi, langsung saja kontolnya ngaceng dengan kerasnya.

    Kepalaku bergerak maju mundur memasuk keluarkan kontolnya dimulutku. Dia gak bisa menahan diri lagi, langsung dia duduk di toilet, aku dipangkunya menghadap dirinya, sambil mengarahkan kontolnya ke memekku.

    Segera kontol besarnya nancep dimemekku, terasa sekali memekku melebar untuk menampung kontolnya yang dienjotkan pelan-pelan sehingga makin nancep di memekku, “Enak mas, ssh”.

    Aku mengenjotkan badanku maju mundur supaya kontolnya bisa nancep dalem di memekku, dia pun mengenjotkan kontolnya juga sehingga terasalah gesekan kontolnya dimemekku. Nikmat banget rasanya.

    Sedang nikmat-nikmatnya, tiba-tiba dia berhenti mengenjotkan kontolnya. Dia menyuruhku memutar badanku tanpa mencabut kontolnya dari memekku. Ceritasex.site

    Aku disuruhnya nungging sambil berpegangan di wastafel. Mulailah dia mengenjotkan kontolnya dari belakang. Sambil mengenjot, toketku yang mengayun-ayun seirama enjotannya diremas-remasnya. “Akh mas , nikmat banget mas.

    Kontol mas nancepnya dalem banget mas. Sesek memekku rasanya, gesekan kontol mas kerasa banget, enjot terus yang cepet mas, aku udah mau nyampe lagi”, erangku. “Cepet banget Din”, katanya. “Abis nikmat banget sih mas kontolnya, jadi aku gak bisa nahan lagi”, erangku.

    Dia makin cepat mengenjotkan kontolnya keluar masuk sampe akhirnya aku menggelinjang dengan hebat, “Akh mas, aku nyampe lagi, aku lemes mas “, erangku terengah-engah. Karena aku mengeluh lemes, dia mencabut kontolnya yang masih perkasa dan minta diemut lagi.

    Dia kembali duduk di toilet dan aku berlutut didepannya. Kembali kontolnya kuemut-emut sambil kukocok-kocok dengan cepat dan keras, sampe akhirnya, “Din, aku ngecret lagi Din”. Dia memuntahkan pejunya lagi didalem mulutku.

    Walaupun ini yang kedua, pejunya tetep saja banyak. Seperti tadi pejunya kutelen sambil terus mengemut kontolnya. Kami balik keranjang dan berpelukan, gak lama kami tertidur, penuh rasa kenikmatan terutama buat aku.

    Subuh aku terbangun, segera aku memakai pakeanku dan keluar dari kamarnya, kalo maen lagi bisa keterusan tidurnya, nanti jadi bahan gosip orang serumah lagi.

    “Mas lanjutin nanti malem lagi aja ya, biar gak ada yang tau”, kataku sambil meninggalkan kamarnya. Belum ada yang bangun sehingga aku mengendap-endap menuju kamarku.

    Dikamarku, aku melepas semua yang kukenakan, berbaring dan meraba-raba seluruh badanku, masih terasa bagimana besarnya kontolnya menyesaki memekku. Nafsuku timbul lagi, aku menahannya, nanti malem kan bakalan ada ronde berikutnya.

    Bersambung…

    1 2
  • Pembunuh Orang Tuaku

    Pembunuh Orang Tuaku

    Cerita Sex Pembunuh Orang Tuaku – Seperti malam minggu lainnya, Sanctuary – sebuah club exclusive di daerah Jakarta Utara – sudah dibanjiri tamu. Yang datang bukan orang sembarangan melainkan sekelas konglomerat yang biasa muncul di media massa dan televisi.

    Mereka pun tidak datang sendirian melainkan disertai beberapa pengawal pribadi. Beberapa di antara mereka membawa cewek sendiri yang penampilannya tak kalah cantik dan keren dari bintang sinetron papan atas.

    “Tamu penting sudah datang.”

    Bisikan serak di telingaku membuatku terlonjak kaget. Sialan! Kenapa sih Pak Dibyo senang sekali mengagetkanku. Padahal aku juga sudah melihat seorang pria berwajah angkuh yang baru saja memasuki ruang VIP. Budi Lukman namanya.

    Konglomerat berusia empat puluh satu tahun yang memiliki bisnis segudang, mulai dari pabrik kondom sampai tambang batu bara. BL – begitu ia biasa disebut – dikenal sebagai konglomerat berdarah dingin. Ia melibas pesaing tanpa ampun dan menghajar semua pihak yang dianggap menghalangi geraknya.

    Cerita Sex Pembunuh Orang Tuaku
    Cerita Sex Pembunuh Orang Tuaku

    Ngocoks Delapan pengawal berambut cepak dan bertubuh kekar selalu mengelilingi BL. Selain itu ada pula seorang lelaki ngintil persis di belakangnya, namanya Bandi Lukman. Wajah keduanya seperti pinang dibelah dua karena keduanya memang kembar, tapi aura yang memancar dari keduanya bertolak belakang.

    Bila BL tampak dingin dan berkarisma maka Bandi terlihat klemer dan tolol. Cengiran konyol tak lepas dari bibirnya membuatnya terlihat seperti orang terbelakang.

    “Kasihan ayam-ayam itu,” desah Pak Dibyo sambil menggeleng prihatin saat melihat Bandi menggandeng dua cewek cantik berkulit kuning pucat dengan rambut lurus berwarna karamel. “Mereka nggak akan bisa pulang ke Cungkuo dengan utuh kalau sudah dipegang orang sadomasokis macam Bandi itu.”

    Hah? Orang klemer itu sadomasokis? Aku tak sempat melongo lama-lama karena kulihat empat ayam koleksi premium Sanctuary segera mengerumuni BL. Aksi keempat bidadari itu sedikit terhalang oleh ketatnya pagar betis yang memagari BL, tapi tak lama kemudian tangan BL menunjuk salah satu diantaranya dengan gaya angkuh.

    Tanpa sadar aku mengernyitkan kening saat memikirkan bagaimana cara aku bisa mendekati bajingan sombong itu. Waktu yang kumiliki tidak banyak. Selama hampir sebulan di sini baru kali ini kulihat BL sedangkan aku tidak tahan berada dalam tempat keparat ini lebih lama lagi.

    Tubuhku berjengit saat tangan Pak Dibyo menggerayangi punggungku. Kontan aku beringsut menjauh, tapi jari-jari gemuknya yang dililit cincin bermata berlian dan batu giok mencekal lenganku dengan kuat hingga aku meringis menahan sakit.

    “Apa aku menggajimu hanya untuk menonton?”

    Desisannya terasa panas di telingaku disusul jilatan menjijikkan di daun telingaku. Aku bergidik sekaligus menggeleng seraya berusaha melepaskan diri, tapi pemilik Sanctuary ini malah menarikku dengan kasar hingga hidung kami hampir beradu.

    “Kau sudah sembuh dari mencret dan harusnya hari ini kau sudah nggak mens lagi. Sudah seminggu lebih kan? Aku nggak puas cuma dioral. Aku mau ngerasain mem*kmu malam ini juga.”

    Saat itu juga aku ingin muntah, persisnya memuntahi muka si babi mesum ini. Aku benci sekali bila harus diingatkan pada kewajiban mengoral penis bos Sanctuary ini tiap malam. Dia memang selalu mencobai mem*k semua karyawannya dan selama ini aku menghindar dengan berbagai alasan.

    Cukup sudah penis buntek itu menjadi kont*l pertama yang memasuki mulutku, tapi tidak untuk liang vaginaku. Untung saja saat itu salah seorang bodyguard BL melambaikan tangan memanggil waitress untuk memesan minuman dan kebetulan aku yang berdiri paling dekat dengan meja mereka.

    Tanpa banyak kata Pak Dibyo melepaskan lenganku, tapi tangannya masih sempat meremas pantatku dengan gemas. Darahku mendidih. Aku langsung nekat menjalankan rencanaku meski nyawaku menjadi taruhannya. Lebih baik mati daripada harus ditiduri babi mesum brengsek itu.

    Aku tahu, seharusnya aku berpikir panjang supaya tidak menyesal nantinya. Aku masih muda, baru 24 th. Masih banyak hal yang bisa kunikmati dalam hidup daripada mati konyol, tapi aku sudah mantap berjibaku.

    Hatiku bersorak gembira begitu mendengar BL memesan Flaming Ferraris. Sudah kuduga BL pasti akan memesan minuman favoritnya. Minuman beralkohol pekat yang disajikan dalam sloki itu harus dibakar sebelum diminum untuk mengurangi kadar alkohol agar tidak membakar tenggorokan yang meminumnya.

    Tapi kali ini minuman itu akan membakar sang pemesan. Aku ingin bajingan angkuh itu merasakan bagaimana rasanya mati terbakar seperti yang dia lakukan pada papaku empat bulan yang lalu.

    Papaku bersaing ketat dengan BL dalam memperebutkan konsesi batu bara di Kalimantan. Setelah menerima berbagai intimidasi dan tidak juga mau mundur, papaku tewas mengenaskan. Helicopter yang ditumpanginya mendadak meledak sesaat sesudah lepas landas.

    Seharusnya aku juga ikut mati, tapi di saat terakhir aku membatalkan keberangkatanku karena tak ingin duduk bersama dengan ayam piaraan papa yang selalu mengataiku karung beras. Papaku memang bukan orang suci. Dia buaya tulen sampai mamaku mati karena sakit hati saat aku masih kecil.

    Tapi papa tak pernah menikah lagi dan berusaha mengasuh anak tunggalnya sebaik mungkin sembari mencicipi berbagai jenis ayam.

    Semua orang mengira aku sudah mati. Mereka pikir ayam hangus dalam bangkai helicopter itu mayatku. Aku terpaksa bersembunyi sambil menyusun rencana membalas dendam. Kemarahanku makin menggunung melihat harta warisan papa yang seharusnya menjadi milikku dicaplok BL tanpa ada perlawanan sama sekali dari keluarga besarku yang pengecut.

    Namun membalas dendam pada bajingan yang dibeking aparat, memiliki pengacara segudang dan dikawal sepasukan bodyguard tidaklah mudah. Setelah mengikuti gerak-gerik BL selama sebulan penuh, aku tahu penjagaan terlemah adalah saat dia berada di Sanctuary. Maka aku pun nekat menyamar sebagai waitress di sini.

    “Mulai sekarang sampai jahanam sialan itu mati tidak ada Pamela Rachel Tanuseja lagi. Yang ada Lara Tan,” tekatku dalam hati sebelum menginjakkan kaki memasuki gedung mewah yang pintu utamanya diapit dua patung unicorn.

    Dan sekarang aku sudah menembus barisan kawalan BL yang sudah tidak serapat tadi. Calon korbanku tidak mengenaliku lagi. Aku memang sudah banyak berubah. Tubuhku yang mirip buntelan lemak itu sudah menciut hingga separuhnya. Dendam sudah menggerus rasa laparku.

    Aku pura-pura tersandung dan menumpahkan isi sloki ke pangkuan BL. Aku memang mengincar penisnya karena sebagai seorang playboy, penis terbakar rasanya pasti lebih menyakitkan daripada muka terbakar. Tangan kanan siap melemparkan geretan yang menyala, tapi… Astaga! Ternyata ada ayam di kolong meja yang sedang mengoral BJ dengan hotnya. Isi sloki mengguyur kepala ayam itu dengan sukses.

    Aku tertegun. Berkali-kali aku berlatih membakar guling dan boneka, semuanya tak pernah gagal, tapi sekarang… Brengsek! Mengapa hal sebodoh ini bisa terjadi? Aku masih terdiam sementara ayam kuyup itu memaki-maki. Seorang pengawal dengan cekatan mencekal lenganku dan menggiringku menjauhi meja BL. Kulihat Pak Dibyo memelototiku. Celaka, malam ini penis buntek itu…

    “Her, apa aku sudah menyuruhmu membawa dia pergi?”

    Aku kembali digiring ke hadapan BL. Dengan menyipitkan matanya, BL men-scan diriku dari ujung rambut ke ujung kaki.

    “Anak baru ya?”

    “Ya.”

    “Namamu?”

    “Lara.”

    “Kenapa kau nggak minta maaf?”

    “Maaf, aku nggak sengaja. Akan kuganti minuman Tuan dengan yang baru.”

    Semua jawabanku tak bernada ramah bahkan boleh dibilang ketus. Aku masih merasa kesal pada diriku sendiri dan pada situasi kacau ini sehingga tidak bisa menutupi kejengkelanku. Pak Dibyo mendadak muncul merunduk-runduk meminta maaf pada BL sambil kembali mencengkeram lenganku dengan kasar untuk memaksaku meminta maaf dengan lebih sopan.

    “Aku sudah nggak mau minum lagi,” tukas BL usai aku meminta maaf lagi dengan nada terpaksa. “Kau di sini saja, gantikan dia.”

    Kurang ajar! Dia pikir aku sama seperti ayam-ayam itu? Aku pura-pura tidak mendengar dan beranjak pergi, tapi Pak Dibyo dan seorang bodyguard memaksaku berlutut di hadapan BL. Semua ayam menyingkir sambil memelototiku.

    “Tunggu apa lagi? Bukannya kau sudah biasa ngemut kont*l?” desak Pak Dibyo.

    Aku merasa terhina. Ingin kubakar kont*l panjang di hadapanku, tapi geretan di tanganku sudah direbut Pak Dibyo. BL duduk bersandar dengan santai sementara kont*lnya yang sudah berdiri tegang menungguku dengan angkuh.

    Aku terkejut melihat kont*lnya lumayan besar dan panjang, soalnya tubuh BL sedang-sedang saja malah boleh dibilang kurus. Aku diam saja sambil memandang ke arah lain, tapi salah satu bodyguard memegangi kepalaku erat-erat sambil menuntun bibirku ke arah kont*l majikannya.

    Aku terus menutup mulutku meski Pak Dibyo menjambak rambutku yang dikuncir ekor kuda, menampar pipiku dan memukul punggung dan lenganku dengan keras.

    “Terus! Hajar teruss! Lagi! Lagi!”

    Bandi tampak gembira melihatku dihajar. Sampai-sampai ia juga ikut menjambaki dan memukuli kedua ayam yang sedang bergantian mengoralnya. BL sendiri tidak ikut memukulku. Dia hanya menontonku dengan penuh minat.

    “Sudah, Dib. Kalau dia nggak mau nggak usah dipaksa,” tukas BL melihat babi mesum tua itu mencoba membuka mulutku dengan paksa. “Kan masih ada mulut lainnya.”

    Hajaran Pak Dibyo membuat mataku sedikit berkunang-kunang sehingga reaksiku lamban saat melihat BL memakaikan kondom pada kont*lnya. Kondomnya aneh, berbintil-bintil kecil di sekujur batang sehingga mirip kaktus.

    Mendadak BL menarikku bangun. Aku yang masih terhuyung, menjerit kaget saat BL mendorongku ke atas meja. Botol dan gelas minum di atas meja disapu BL hingga jatuh ke lantai, pecah berantakan. Tak sempat kubayangkan seperti apa wajah Pak Dibyo karena aku sudah panik memikirkan diriku sendiri.

    Aku tergeletak di atas meja dengan seragam berantakan. Rok mini hitamku tersingkap dan kancing-kancing blus putih lengan panjangku sebagian sudah terbuka. Tangan BL bekerja cepat sekali dan sekarang sudah mencengkeram ujung celana dalamku dan menariknya ke bawah. Gila! Dia ingin memperkosaku di depan umum!

    “Jangaan! Aku nggak mau! Tolong! Toloong!” teriakku panik sambil meronta.

    Tapi tidak ada yang mau atau berani menolongku. Aku mulai memaki, semua perbendaharaan kata kasarku meluncur keluar. Pak Dibyo membentak marah, tapi saat tangan gemuknya menyelonong ingin menampar pipiku, sebuah tangan kekar mencengkeram tangannya hingga kudengar babi tua itu merintih sakit.

    Rupanya pengawal BL tahu kalau bosnya tidak ingin bantuan dari orang lain lagi. Dia ingin membereskanku sendirian. Kuayunkan kakiku kuat-kuat saat BL mengangkangkan kakiku lebar-lebar. Aku bertekat akan menendang kont*l yang berdiri itu dengan keras hingga memar.

    Kuayunkan jari-jariku yang berkuku tajam. Tapi BL yang tubuhnya tidak kekar itu ternyata sangat kuat. Dengan satu tangan dia menahan kedua pergelangan tanganku di atas kepalaku. Dan dengan pecahan botol, disobeknya celana dalamku.

    “Tidak! Tidaaak! Tida…aaaargh! Aaaaah!”

    Aku melolong kesakitan saat kont*l itu menembus paksa liang vaginaku yang masih perawan. Aku terus meronta, tapi hal itu malah membuat BL makin bernafsu. Sebelah tangannya meremasi payudaraku dan bibirnya melumat bibirku. Kugigit bibirnya keras-keras hingga berdarah.

    Tapi ia malah tertawa dan menggenjotku makin keras. Dirobeknya blus putih dan memelorotkan BHku. Dilumatnya payudaraku dengan lahap dan digigitnya pentilku dengan keras. Aku menggeleng-geleng, mencoba menghilangkan rasa sakit seraya berharap semua ini hanya mimpi buruk.

    Namun sia-sia. Rasa sakit itu tak kunjung hilang, malah makin menjadi. Tubuhku berayun keras seiring genjotan BL yang makin cepat hingga bergeser ke ujung meja. Kepalaku sudah tergantung di tepi meja dan rambutku menyapu lantai. Teriakanku melemah dan pandanganku mengabur.

    Sempat kulihat wajah Pak Dibyo yang tampak gemas, dia pasti menyesal tidak mencicipi tubuhku lebih dulu. Aku juga melihat pandangan sirik para ayam yang tersingkir. Tatapan dingin para pengawal membuatku menggigil, kejadian ini pasti sudah sering mereka lihat. Yang paling ribut malah Bandi yang terus berteriak sambil menjambaki dan menampari kedua ayamnya.

    Tiba-tiba BL berhenti, mencabut kont*lnya dan menyorongkannya ke wajahku. Aku berpaling karena tak ingin mengemut kont*lnya, tapi teriakan tertahan para penonton membuatku penasaran dan kembali menatap kont*l jahanam yang masih terbungkus kondom kaktus itu. Ada darahku di sana.

    “Ternyata dia masih mens,” ucap Pak Dibyo gegetun.

    Para ayam melenguh jijik. Bandi tertawa gembira, tapi BL malah mendengus sinis.

    “Ajaib. Perawan kok bekerja di tempat seperti ini,” ujarnya mengejek.

    “Pe..perawan? Dia masih perawan?” Pak Dibyo terbata dengan nada menyesal.

    “Tadinya,” sahut BL sambil mengocok kont*lnya yang belum ejakulasi.

    Aku sedang berusaha bangun saat BL menyemprotkan spermanya ke dadaku sehingga menyiprat ke leher dan wajahku. Semua orang menahan napas melihatku menampar dan meludahi wajah BL sebelum turun dari meja dengan tergesa sambil merapatkan blusku yang sobek.

    Seharusnya aku tidak melakukan hal yang membuatnya marah, tapi kepalaku sudah dikuasai kemarahan dan kebencian. Yang kupikirkan hanyalah pergi dari neraka ini sesegera mungkin. Tapi aku tidak bisa keluar dengan penampilan sekacau ini jadi aku menuju ruang ganti karyawan untuk berganti pakaian.

    Tak kupedulikan tatapan para tamu dan karyawan lain pada tubuhku yang setengah telanjang. Tubuhku gemetar, tapi aku tidak menangis. Aku sudah siap dengan segala resiko dari rencana balas dendamku, tapi aku tidak pernah membayangkan akan menerima pelecehan dan penghinaan seperti tadi.

    Amarahku makin menggelegak dan ingin rasanya mencabik-cabik tubuh BL seperti ia mencabik celana dalamku. Pintu terbuka dan Pak Dibyo masuk sebelum aku sempat berganti pakaian. Dia menatapku dengan pandangan aneh.

    “Kau boleh pergi.”

    “Jadi aku dipecat setelah diperkosa di depan umum?” balasku dengan suara bergetar menahan marah.

    Babi tua itu seperti ingin mendekatiku, tapi tidak berani.

    “Aku nggak tahu, kau ini beruntung atau sial. Bereskan bajumu. Kamu nggak mau membiarkan dia menunggumu lama-lama kan?”

    “Dia? Dia siapa?”

    “BL. Dia sudah membelimu. Lima juta.”

    Astaga! Keperawanan dan harga diriku cuma dihargai lima juta? Aku ternganga sebelum menyemburkan amarahku

    “Enak saja! Memangnya sejak kapan kau memilikiku? Dengar ya aku bukan ayam yang bisa diperjualbelikan!”

    “Semua itu salahmu sendiri. Kalau kau nggak membohongiku…”

    “Memangnya kau berani membelaku di depan bajingan sialan itu?”

    Serentetan cacian yang kutujukan pada BL tak juga berhenti meski si angkuh muncul dari balik pintu dengan wajah dingin. Pak Dibyo langsung menyingkir keluar, meninggalkan kami berdua.

    “Sepertinya kamu harus diajari sopan-santun,” tukas BL sambil mendekatiku dengan gaya mengancam. “Seumur hidupku belum pernah ada yang meludahiku apalagi di depan umum.”

    “Seharusnya sudah sejak dulu kau diludahi!” tukasku marah sambil menghujamkan jepit rambut ke matanya.

    Seperti tadi, tangan BL bergerak cepat. Dengan sekali gerakan dia sudah berhasil menepis tanganku hingga jepit rambut terjatuh. Gerakan selanjutnya adalah memitingku. Tapi aku tidak tinggal diam. Aku terus melawan. BRAK! Punggungku menghantam lemari loker setelah didorong dengan keras.

    Untung tidak ada pegangan loker atau kunci yang menancap di lubang kunci loker, kalau tidak punggungku pasti sudah bolong. Aku terjepit sementara BL merobek blusku dan menurunkannya sehingga kedua lenganku tertahan oleh lengan panjang blusku sendiri.

    Aku nyaris tak bisa bernapas karena BL melumat bibirku dengan penuh nafsu. Lalau dia menyumbat mulutku dengan sesuatu yang kenyal dan berbau karet. Astaga! Rupanya kondom kaktus bekas tadi! Aku berusaha memuntahkan kondom bekas yang masih berlumur cairan vagina dan darahku itu tapi tak bisa.

    BL mengangkat kaki kananku dan menghujamkan kont*lnya ke dalam mem*kku. Sekarang kont*lnya terbungkus kondom yang berornamen aneh. Ada cincin berbulu yang melingkar di tengah-tengah batangnya. Tangan satunya menarik pundakku turun sehingga hujaman kont*lnya terasa menumbuk mulut rahimku. Kedua alisku mengernyit menahan sakit.

    “Hhhgh hhhgh hhhgh.”

    Napas BL menderu di telingaku. Dia menjilati leherku dan membuat belasan cupang di sana, juga di dadaku. Kugertakkan gigiku untuk meredakan rasa perih dan linu di selangkanganku.

    Rasanya vaginaku berdarah lagi. Cincin berbulu di kondom itu membuat liang vaginaku terasa pedas dan perih. Tiba-tiba dia berhenti untuk melepas sumpal di mulutku. Dan hentakan pantatnya semakin keras.

    “Minta maaf… Ayo, minta maaf…,” perintahnya setengah menggeram.

    Aku mendelik dan meludahinya mukanya lagi. Bukannya marah, BL malah tertawa dan melepaskanku hingga aku jatuh berlutut di hadapannya. Lalu sebelum aku sadar, BL menjepit hidungku dengan jepit rambut hingga mulutku terbuka untuk menghirup oksigen.

    Dan hap! Kont*l panjang itu masuk menusuk tenggorokanku dengan telak. Entah kapan dia melepas kondom dari kont*lnya. Tanpa ampun dia memegangi kepalaku kuat-kuat dan terus menyodok kont*lnya dalam-dalam. Aku hampir tak bisa bernapas dan mencoba meronta, tapi tenagaku habis.

    Hek! Ujung kont*lnya melesak masuk ke ujung tenggorokanku dan CROT! CROT CROT! Aku tersedak cairan gurih kental, tapi BL tak juga melepaskan kepalaku.

    Baru dua menit kemudian dia mencabut kont*lnya dan melepaskan jepit rambut dari batang hidungku. Dia tampak puas melihatku ambruk tak berdaya di lantai dengan mulut berlumuran spermanya. Dijambaknya rambutku yang sudah awut-awutan dan bertanya lagi,

    “Kalau kau minta maaf, hukumanmu akan kuperingan.”

    “Go to hell,” bisikku geram sambil berusaha meludahinya lagi. BL menggeleng-geleng dan mendorong kepalaku menjauh.

    “Kayaknya aku harus mengajarimu dengan lebih keras lagi. Aheng!”

    Pintu terbuka dan seorang bodyguard bertubuh paling besar masuk. Wajahnya yang dipenuhi bopeng bekas cacar tampak kekanak-kanakan dan tak kalah tololnya dari Bandi. Aku menjerit kaget saat Aheng mengangkat tubuhku yang setengah telanjang dan memanggulnya di pundak seperti aku ini sekarung beras saja.

    “Turunkan aku! Lepaskan aku! Bajingan!” seruku sambil menendang-nendang punggung Aheng dan memukuli perutnya.

    Namun Aheng bergeming dan tetap berjalan santai sampai keluar Sanctuary. Astaga! Aku pasti menjadi tontonan banyak orang. Aduh, apa yang akan dilakukan BL padaku? Menggilirku bersama para bodyguard-nya di halaman parkir?

    “Aaah! Jangan! Tolong! Jangan tinggalkan aku di sini!”

    Aku berteriak ketakutan saat Aheng menjatuhkan tubuhku ke dalam bagasi mobil dan menutupnya. Aku takut pada kegelapan total. Membuatku tak bisa membedakan apakah mataku sudah terbuka atau masih tertutup. Tapi mereka tak peduli pada teriakan dan gedoranku. Tubuhku terguncang-guncang saat mobil melaju kencang.

    Rasanya berjam-jam aku terkocok dalam kegelapan dan kepengapan sebelum mobil berhenti dan pintu bagasi terbuka. Aku masih sibuk mengerjap-ngerjapkan mataku yang berusaha beradaptasi pada sinar lampu benderang sembari menyedot oksigen bebas sebanyak mungkin saat tubuhku ditarik keluar dari bagasi.

    Aheng kembali memanggulku di pundaknya. Aku tidak tahu hendak dibawa ke mana karena pandanganku terbatas hanya pada sepatu hitam Aheng yang mengkilat. Aku merasa mual setelah menerima hajaran Pak Dibyo, terbentur pintu loker dan terayun-ayun begini. Tapi makian tak berhenti kulontarkan.

    Aku baru diam setelah Aheng menurunkanku di sebuah ruangan yang ternyata kamar mandi. Kamar mandi yang tidak terlalu luas, tapi bersih.

    “Eh! Kau mau apa?!” jeritku kaget saat Aheng merobek sisa pakaianku begitu saja seperti mengupas pisang sehingga aku bugil total.

    Bukannya menjawab, gorila berwajah bopeng ini malah membopongku dan menceburkanku ke dalam bathtub yang berisi air mandi hangat.

    “Bos bilang kau harus mandi.”

    Aku tertegun melihatnya pergi meninggalkanku sendirian tanpa memanfaatkan kesempatan untuk mencolek tubuhku. Mungkin dia tidak berani atau aku bukan tipe gadis yang disukainya. Oh my God! Kenapa aku gila begini?

    Sudah bagus telapak tangannya yang segede piring itu tidak meremas payudaraku sampai penyok kok aku malah merasa terhina. Ya sudah. Sekarang mandi saja. Toh tidak ada ruginya. Lagipula aku memang ingin sekali membersihkan diriku dari sisa-sisa air liur, keringat dan air mani BL juga darahku sendiri. Tulang selangkanganku sedikit linu dan mem*kku memar.

    Anehnya aku tidak juga menangis meski merasa terguncang. Tak pernah terbayangkan oleku kalau keperawananku hilang dengan cara tragis seperti itu. Seharusnya aku membunuhnya, tapi dia malah memperkosaku. Sampai dua kali lagi. Aku benci setengah mati padanya juga pada kebodohanku.

    Saat aku sedang mengeringkan tubuh, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dan orang yang paling kubenci sedunia masuk. BL hanya mengenakan kimono. Darahku kembali mendidih melihat senyum mengejek di wajahnya.

    “Bajingan! *******!” makiku sambil menimpukinya dengan semua barang disekelilingku. Dari botol sampo, sabun mandi sampai lilin aromaterapi.

    Seperti tadi BL hanya tertawa sambil menepis barang-barang itu dengan santai. Dia terus maju sambil membuka kimono, memperlihatkan tubuh telanjangnya yang kurus liat sementara aku mulai panik karena kehabisan amunisi. Aku terpojok sambil memegangi sikat toilet dengan posisi mengancam.

    “Kau mau apa? Menyikatku sampai bersih?” ejeknya.

    Aku hanya bisa gelagapan saat dia menyemprotkan air panas dari gagang shower ke mukaku. Sialan! Aku salah pilih senjata! Dengan mudah dia melumpuhkanku. Aku setengah terjerembab di lantai, terpeleset oleh air sabun, tapi dia malah menindihku dari belakang.

    “F*cking shit! Lepaskan aku!” seruku sambil meronta dan berusaha mencakar wajahnya.

    “Yeah. Let’s f*cking,” sahutnya sambil memiting kedua tanganku di punggungku dan menggencet kepalaku ke lantai.

    Lalu BL meregangkan kakiku dan menunggingkan pantatku. Kulihat dia merogoh sesuatu dari saku kimononya. Kondom lagi, kali ini bentuknya beruas-ruas pendek. Aku berusaha melepaskan diri saat dia memasangkan kondom pada kont*lnya, tapi lagi-lagi aku tak mampu melawannya. Genggaman tangannya sangat kuat.

    “Aaaaargh! Auch! Pelan-pelan! Sakit! Aaaaooh!” lolongku kesakitan saat kont*lnya menembus mem*kku dengan sekali sodokan mantap.

    Tapi BL mana mau mendengar jeritanku. Semakin aku menjerit, semakin bernafsu dia. Pipiku sampai sakit tergesek ubin kamar mandi yang dingin. Dengkulku juga. Tapi yang paling sakit liang vaginaku. Rasanya seperti diparut dari dalam. Aku curiga desain kondomnya yang aneh-aneh itu memang dibuat untuk menyiksa mem*k. Apa mem*kku akan berdarah lagi?

    “Take that, bitch!” seru BL tiap kali menyodok dalam-dalam.

    Mendadak ia mencabut kont*lnya dan …

    “Aaaough! Aaaah! Jangan! Stop! Jangan di situ! Aaaaaah!”

    Aku mengejang dan lolonganku makin menjadi saat kont*l beruas itu memaksa masuk lubang anusku. Aku meronta sekuat tenagaku, tapi tak bisa juga melepaskan diri meski BL melepas pitingannya. Tangannya mencengkeram pantatku kuat-kuat bahkan jari-jarinya meregangkan lubang anusku.

    “Hhhgh… lubangmu sempit sekali. Enak,” desah BL penuh nikmat.

    Aku tak mampu memaki lagi. Yang keluar dari mulutku hanyalah teriakan kesakitan. Air mataku sampai menetes membasahi ubin dan gigiku gemeletuk menahan sakit. Gila! Rasanya anusku robek. Perih sekali. Lebih perih daripada saat mem*kku dijebol pertama kalinya.

    Kedua tanganku mencoba meraih barang apa saja untuk dikeprukkan ke kepala pemerkosaku, tapi BL malah mendekapku erat dari belakang sambil meremas kedua payudaraku. Kurasakan tubuhnya menggeletar dan dia menggeram panjang. Akhirnya dia orgasme juga.

    Dia tetap menindih tubuhku sambil mengatur napasnya sementara aku merintih kesakitan. Dicabutnya kont*lnya dan dituangnya isi kondomnya ke kepalaku.

    “Sudah lama aku nggak puas begini. Mandi lagi yang bersih ya,” ujarnya sambil menepuk pantatku yang pasti memerah.

    “Kampret. Dasar binatang,” desisku.

    Seketika BL membalikkan tubuhku dan menatap mataku dalam-dalam.

    “Kau sama sekali nggak takut padaku?”

    Kuludahi wajahnya lagi, tapi kali ini dia tidak tertawa.

    “You’re one of a kind. I’m glad I bought you,” ujarnya usai mencuci wajahnya.

    “Brengsek! Kau pikir dengan duit lima juta kau bisa memilikiku begitu saja?”

    BL nyengir sambil mencubit pipiku.

    “Dibyo menjualmu terlalu murah, tapi aku malah untung. Kau nggak cantik, tapi servismu luar biasa. Besok kita main lagi. OK?”

    Lalu dia meninggalkanku terkapar di lantai kamar mandi. Sekujur tubuhku memar dan sakitnya jangan ditanya lagi. Dengan susah payah aku bangun dan merangkak setengah mengesot sebelum bisa mencemplungkan diri kembali ke dalam bathtub. Ngocoks.com

    Aku tak pernah membayangkan akan menjadi budak seks orang yang ingin kubunuh. Sudah seminggu lebih aku disekap dalam sebuah kamar tanpa diberi pakaian layak. Pakaianku sehari-hari hanyalah kaus singlet berukuran besar yang bila kupakai mirip daster. Tanpa BH dan tanpa celana dalam.

    Kamarku cukup luas. Isinya sebuah ranjang besar dan sebuah lemari dua pintu yang hanya berisi kaus singlet, kimono mini, selimut, seprai, handuk mandi dan tampon. Aku belum pernah mens sejak berada di sini, tapi tak terbayangkan olehku bagaimana rasanya memakai tampon apalagi tanpa celana dalam.

    Ada pintu kecil yang menghubungkan kamar tidur dengan kamar mandi di sebelahnya. Kamar mandi itu adalah tempat BL memerkosaku saat aku tiba di tempat ini. Aku sendiri tidak tahu pasti apakah tempat ini adalah bagian dari rumahnya atau apartemen karena tak ada jendela dalam kamarku.

    Hanya ada ventilasi kecil dalam kamar mandi dan letaknya di dinding atas, dekat langit-langit. Aku seperti binatang piaraan, diberi makan dan minum secara teratur dalam porsi cukup (biasanya Aheng yang mengantar ransum makanku) agar bisa melayani nafsu seks BL yang overdosis.

    Bersambung…

    1 2 3 4