Author: admin

  • Pribadi yang Kontradiktif

    Pribadi yang Kontradiktif

    Cerita Sex Pribadi yang Kontradiktif – Ibuku adalah kontradiksi berjalan. Aku baru mengetahuinya setelah aku menginjak puber. Tentu saja untuk dapat mencapai pemahaman mengenai sifat ibuku yang sejati itu, perlu proses yang panjang yang perlu kulewati dalam kehidupan kami sekeluarga. Namun, dengan waktu yang lama dan pemikiran yang dalam, aku dapat mengerti karakter ibuku yang sebenar-benarnya.

    Pribadi ibu penuh dengan kontradiksi. Namun, pribadi semacam inilah yang sangat menarik, bagiku. karena pribadi ibu yang seperti inilah, aku dapat mencapai kebahagiaan yang sangat amat jarang orang lain dapat temukan di dalam kehidupan yang fana ini.

    Dari pribadi ibu yang kontradiksi ini, kisah perjalanan hidupku menjadi sangat menarik, mendebarkan dan memuaskan. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara, aku dan kakak perempuanku. Namaku Hadiguna, panggil saja Hadi. Kakakku bernama Dian, ibuku bernama Widyawati atau dipanggil ibu Wiwi.

    Ayahku adalah TKI di Hongkong bernama Anwar. Kakakku usianya lebih tua tiga tahun daripadaku. Saat aku SMP kelas satu, aku berusia 13 tahun, kakakku 16 tahun dan ibuku 34 tahun. Ketika aku masih kecil, ibuku sangat menyayangiku.

    Cerita Sex Pribadi yang Kontradiktif
    Cerita Sex Pribadi yang Kontradiktif

    Ngocoks Ibu selalu membelaku bila aku bertengkar dengan Kakakku, bahkan kadang walaupun aku salah, ibu tetap membelaku dan memarahi kakakku itu. Bila aku nakal, ibu akan memarahiku, namun ia tidak pernah memukulku bahkan ibu tidak pernah menghukumku. Ini mungkin yang menyebabkan aku menjadi anak lelaki yang manja.

    Ketika aku masih di Sekolah Dasar, aku bandel sekali sehingga ibuku seringkali dipanggil ke sekolah untuk berbicara dengan guru ataupun kepala sekolah. Ibu akan memarahiku di depan guru-guru dan kepala sekolah dan selalu berkata ia akan menghukumku lebih berat ketika nanti kami sudah di rumah.

    Namun, ketika kami sampai di rumah, Ibu seakan lupa apa yang ia janjikan di depan guru-guru sebelumnya dan tidak menghukumku sama sekali. Lucunya, aku malah mengikuti nasehat ibu dan berusaha agar kenakalanku sebisa mungkin tidak terdeteksi oleh guru.

    Aku tidak mau membuat ibu malu, toh ibuku selalu membelaku tak peduli aku benar atau salah. sehingga, frekuensi ibu mengunjungi sekolah menjadi berkurang drastis setelah itu. Lanjut ke Kelas 4 aku masih anak sekolah bandel dengan kenakalan anak-anak yang lumrah dan biasa saja.

    Barulah ketika kelas 5, teman-teman laki-lakiku mengenalkan aku kepada dunia perlendiran. Waktu itu DVD yang sedang ngetrend, dan hampir semua orang punya DVD di rumah. teman-temanku ini mengenalkan aku kepada DVD bokep dengan variasi yang beragam.

    Ada temanku yang menyukai film jepang, ada yang suka film barat, ada yang suka genre pemerkosaan, ada yang suka genre gangbang dan lain sebagainya. Aku sendiri sangat suka genre MILF. wanita-wanita dewasa di atas 30 an bagiku sangat seksi dan matang sekali.

    Dan karena sering mencari di Glodok namun seringkali tertipu juga (cover dan isi berbeda), maka aku membujuk ayahku untuk memasang internet menggunakan fiber optic di rumah. dan semenjak saat itu, aku dapat secara bebas browsing mencari film porno yang kusuka.

    Waktu kelas 6 aku menemukan inses. Aku ingat saat itu aku mendapatkan klip film (bukan film yang lengkap) mengenai MILF yang dibintangi Jodi West, aktris yang stw namun seksi sekali. berhubung filmnya hanya klip, maka film itu tidak dari awal, melainkan langsung ketika para aktornya berhubungan seks.

    Aku terkejut, dan seharusnya aku merasa mual. tetapi melihat Jodi West yang seksi dan cantik itu sedang digarap anak muda sambil keduanya mengucapkan kata-kata vulgar dicampur dengan panggilan “son” dan “mom” berkali-kali, malah membuat kontolku lebih cepat mengeluarkan sperma! Aku merasa tidak percaya bahwa hubungan terlarang yang digambarkan di film itu tidak membuat aku jijik sama sekali, bahkan membuat aku orgasme!

    Selama beberapa hari aku menengangkan diri dan berusaha mencari jawaban dari apa yang sedang aku alami. Namun, setiap kali aku teringat ucapan anak muda itu… “mom” sambil mengocok-ngocoks kemaluannya di dalam kemaluan perempuan yang dipanggilnya “mom” itu. dan aku selalu menjadi bernafsu membayangkan film vulgar itu lagi.

    Ketika di rumah, aku jadi memperhatikan ibu. apakah ini menunjukkan bahwa secara tidak sadar, aku mengingini ibuku sendiri? Ibuku cukup tinggi badannya, yaitu 172 cm. Dengan kulit coklat terang mengarah ke kuning langsat. pinggul ibu besar dengan perut sedikit cembung yang kelihatan bila memakai baju ketat, di hiasi dua payudara yang cukup besar berukuran 38 B.

    Tubuh ibuku tidak kurus, tetapi terlihat sekal di bagian tangan, paha apalagi pantatnya. wajahnya tidaklah secantik artis terkenal, tetapi bagiku wajah ibu yang paling menarik di seluruh sedunia, karena ibu selalu menyayangiku dan selalu ada bagiku.

    Aku menyukai setiap jengkal wajahnya, dengan hidung yang agak pesek dan mata yang lebar, bibir yang tipis di atas dagu yang kokoh, berhiaskan dua buah lesung pipit bila tersenyum, adalah wajah yang selalu membuatku merasa nyaman dan damai.

    Barulah mataku terbuka akan keindahan ibu kandungku sendiri itu. Saat itu ingin sekali aku melihat tubuh ibu tanpa busana. aku menjadi horni mendadak, sehingga buru-buru aku ke toilet untuk melepaskan birahiku di sana.

    Ketika aku kelas 1 SMP, aku berniat mengintip ibu ketika mandi, namun kami memiliki dua kamar mandi. satu di kamar orangtuaku, satu di lantai bawah yang dipakai aku dan kakakku. Sayang sekali setiap kali ibu mandi, ia selalu mengunci kamar mandinya, sehingga aku rencana itu gagal. Tetapi, aku tidak menyerah begitu saja.

    Bila satu pintu tertutup, carilah pintu lain. Setelah aku memutar otak, maka aku mendapatkan akal bulus lain yang membutuhkan keberanian besar. Butuh waktu yang lama (sekitar sebulan) untuk memunculkan keberanianku dan akhirnya aku pun memutuskan untuk mencobanya sekali.

    Fakta bahwa ibuku sangat menyayangiku bahkan lebih kalau dibandingkan kepada kakakku, yang membuat aku memutuskan untuk melaksanakan recanaku itu.

    Setahun lebih berlalu semenjak aku mengetahui mengenai inses. Setahun lebih aku bergulat untuk memutuskan apakah yang aku lakukan ini benar atau salah.

    Setahun lebih pula akhirnya aku memutuskan untuk membuat rencana yang kuharap nantinya mampu membuat segala impianku tercapai. Dan rencana terakhir ini yang kuanggap yang paling sempurna melihat kondisi rumah saat itu.

    Sore hari ketika pembantu sudah pulang, aku menunggu waktu ibu mandi. Aku masuk ke kamar ibu membawa buku komik dan membaca di kamar. Aku menunggu sekitar sepuluh menit.

    Namun, sepuluh menit itu bagaikan sejam lamanya. Darahku bergolak deras, jantungku berdebar-debar tidak karuan, dan pikiranku ngalor ngidul mencoba menenangkan asaku yang seakan mau padam disiram rasa takut bila ibu memarahiku.

    Ketika pintu kamar mandi terbuka dan ibu keluar hanya dengan handuk yang menutup dada sampai ke atas pahanya, jantungku seakan mau meledak, namun birahiku bergerak naik ke atas sehingga tak lama kelelakianku mengeras dengan maksimal. Ibu agak terkejut melihat aku duduk di tempat tidurnya bersandarkan kepala spring bed dan membaca buku komik.

    Ibu: “Ngapain kamu, Di?”

    Aku: “Panas di kamar, enakan di sini ada ACnya.”

    Ibu lalu dandan di depan meja riasnya. tampaknya tak menghiraukan aku. Namun aku sekali-sekali melirik ibu. Sayang sekali di balik handuk ibu, ibu tidak telanjang. karena dapat kulihat tali BH putihnya.

    Tak lama setelah itu ibu beranjak ke depan lemari pakaiannya yang berada tepat di depan tempat tidur, sehingga ia memunggungiku.

    ia mengambil celana dalam, hatiku bergetar mengharapkan ibu membuka handuknya. alangkah kecewanya aku ketika ibu memakai celana dalamnya dengan handuk masih terpasang.

    Namun, ketika ia akhirnya membuka handuknya, aku dapat melihat punggung telanjang ibu yang berhiaskan Bra putih, dan pantatnya yang bahenol tertutup oleh celana dalam putih.

    Ibu tidak memiliki siluet tubuh model yang ramping, melainkan tubuh seorang perempuan yang sudah memiliki anak, namun tetap berusaha menjaga kondisi tubuhnya itu. hanya sedikit lemak di pinggangnya, dengan betis agak semok, paha yang agak besar, pinggul besar, dan punggung yang berlekuk. Tidak bisa dikatakan gendut, tetapi lebih tepat bila disebut sekal.

    Sayang sekali pertunjukkannya cepat berakhir ketika daster ibu telah terpasang. Ibu menangkap basah aku sedang memperhatikannya memakai dasternya.

    Ibu: “Hadi! Ibu gak suka kamu ngelihatin ibu waktu pakai baju. Risih.”

    Dengan wajah sebal ibu keluar dari kamar. Aku tadi sempat kaget dan takut. tetapi setelah semuanya berlalu, aku sedikit lega karena ibu tidak berlama-lama memarahi aku.

    Ketika aku keluar kamar ibu dan ke dapur di mana ibu sedang memasak untuk makan malam, ibu memperlakukanku seperti biasa. Bila ia marah padaku biasanya ibu tidak akan mengajakku bicara dan wajahnya akan merengut seharian.

    Keesokan harinya aku menunggu lagi ibu di kamarnya ketika ia sedang mandi. Di pikiranku, ada dua kemungkinan. Ibu akan mengusirku atau tidak. ada kemungkinan 5.50. aku memutuskan untuk mencoba keberuntunganku.

    Ketika ibu keluar ibu menatapku dengan mengerutkan dahinya.

    Ibu: “Kamu di sini lagi?”

    Aku: “Masih panas di kamar. beliin AC dong buat Hadi.”

    Ibu hanya menghela nafas lalu duduk di meja rias. Setelah berdandan sebentar (karena ibu hanya di rumah saja, maka make-up nya hanya tipis) maka ibu kembali ke depan lemari dan mengganti celana dalam dengan menggunakan handuk seperti kemarin. Ngocoks.com

    Yang berbeda adalah ibu setelah itu membalikkan badannya, menangkap basahku lagi yang sedang menatap tubuhnya dari belakang.

    Ibu: “Ibu ga suka dilihatin kalau lagi ganti baju.”

    Dengan wajah malu aku membaca komik lagi. di ekor mata kulihat ibu membuka handuk, ketika ku lirik, ibu ternyata masih menatapku namun kini aku dapat melihat tubuh ibu dari depan dengan hanya bertutupkan BH dan celana dalam saja! Buah dada ibu begitu bulat dan besar sehingga tampak BH yang biasa saja itu tak mampu menutup seluruh bagiannya.

    Ibu: “Tuh kan! Ngapain sih ngelihatin ibu ganti baju?”

    Entah kenapa aku terpaku. melihat tubuh ibu setengah telanjang, dengan payudara yang begitu indah, perut yang sedikit sekali membuncit, pinggulnya yang lebar membuat keseluruhan paket terasa komplit. sedikit lemak di tubuh ibu di bagian sana sini bila dipadu dan dipandang keseluruhan menjadi begitu indah, bagaikan simfoni musik yang utuh dan megah.

    Ibu: “Hadi!”

    Suara ibu meninggi. aku baru tersadar dan membaca komik lagi. setelah beberapa saat berlalu, aku lihat ibu mengambil daster dengan ekor mataku. Aku lirik lagi ibu ternyata ia masih menghadapku, hanya saja kepalanya tertutup daster yang sedang ia kenakan. Namun karena gerakan ibu cepat, ibu mendapatiku menatapnya lagi.

    Ibu: “Kamu dibilangin bandel, ya?!”

    Aku terkejut dan melirik komik lagi. Kemudian ibu keluar kamar. Setelah menenangkan diri selama beberapa menit, aku keluar kamar ibu lagi. Ketika aku mendapatkan ibu, ia sedang bersama Kak Dian.

    Aku takut ibu akan dingin kepadaku dan tak mau berbicara, tetapi sore itu ibu berkomunikasi denganku seperti biasa. Barulah aku tahu bahwa ibu penuh kontradiksi. Kejadian tadi di kamar ibu, bila orang lain yang mengalami, mungkin akan berbeda hasil akhirnya.

    Tetapi, ibuku hanya memarahiku di kamar ibu saja, setelah itu bagaikan tidak terjadi apa-apa. Apakah ini artinya? Apakah berarti ibu sebenarnya tidak marah? Aku harus tahu apa yang dipikirkan ibu.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5
  • Cinta yang Penuh Nafsu

    Cinta yang Penuh Nafsu

    Cerita Sex Cinta yang Penuh Nafsu – Hanifah dan Sidek tinggal kontrakan di sebuah desa. Sidek, 48 tahun, bekerja sebagai buruh kontrak yang menebang pohon di hutan. Ia sering pergi ke hutan berhari-hari, dan terkadang tidak kembali ke rumah hingga sebulan.

    Sedangkan Hanifah, 41 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga penuh yang mengasuh putrinya Shidah yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Putranya Meon, yang sudah tua19 tahun bekerja di bengkel motor yang letaknya antara 2 rumah dari rumahnya.

    Jarak usia antara Meon dan adiknya memang terpaut jauh, bahkan Hanifah dan Sidek sendiri tak menyangka kalau mereka masih bisa bertahan setelah sekian lama mengira Meon adalah anak mereka satu-satunya.

    Pekerjaan Meon sebagai mekanik dimulai setelah ia menyelesaikan sekolah. Karena masalah keuangan keluarganya, ia tidak dapat melanjutkan studinya. Untuk membantu keluarga, Meon bekerja di bengkel milik Abu.

    Cerita Sex Cinta yang Penuh Nafsu
    Cerita Sex Cinta yang Penuh Nafsu

    Ngocoks Berawal dari seorang pesuruh, Meon kini pandai memperbaiki sepeda motor, hasil didikan Abu yang yakin dan yakin dengan kemampuan Meon. Gajinya hanya untuk membantu ibu dan adik perempuannya menghidupi perut mereka karena ayahnya, Sidek, jarang pulang karena bekerja di pedesaan dan jauh dari rumah.

    Hanifah yang seorang ibu rumah tangga, tetap cantik. Wajah putih berseri dengan tahi lalat di dagu sebelah kiri, sering berhijab saat keluar rumah, menyembunyikan rambut pendek sebahu.

    Hanifah juga kerap merasa haus untuk menikmati hubungan suami istri karena kehidupannya yang selalu ditinggalkan suaminya. Tapi apapun yang terjadi, dia tetap tinggal bersama anak-anaknya. Bahkan, Hanifah juga pernah berniat selingkuh dari suaminya demi nafsu yang seringkali sulit dibendung.

    Namun tidak ada seorang pun yang mau mencoret-coretnya karena statusnya sebagai istri seseorang. Hanifah tahu bahwa hanya punggungnya yang besar dan lebar yang menjadi senjatanya; bentuknya benar-benar bengkok dan melengkung. Meski cantik, namun tubuhnya tidak terlalu seksi.

    Hanifah mempunyai badan yang berdaging, buah dada yang agak besar bahkan sedikit terkulai, perut yang agak membuncit, paha dan punggung yang lebar sehingga memberikan kemungkinan bahwa ia tidak menarik dan menyenangkan hati siapapun.

    Hal ini membuat Hanifah hanya menyembunyikan kekeringannya saja. Sejak suaminya memasuki hutan 5 minggu lalu, dia tidak pernah merasakan kenikmatan seksual. Dia juga pernah melakukan masturbasi sendirian, tapi rasanya tidak enak, sehingga sensualitasnya tersembunyi.

    Namun, hendak menjadi sebuah cerita, pada suatu pagi yang indah, Shidah ikut rombongan sekolahnya ke Kuala Lumpur. Dia baru pulang ke rumah keesokan harinya. Tidur di sekolah di KL menurut gurunya. Jadi hanya Hanifah dan Meon yang tinggal di rumah.

    Karena ini hari Minggu, bengkel ditutup. Meon memutuskan untuk bangun kesiangan di pagi yang indah itu. Hanifah yang sendirian menonton acara TV Selamat Pagi Malaysia merasa bosan karena tidak punya teman ngobrol, karena Shidah pergi bersama rombongan. Lalu dia teringat pada Meon yang sedang tidur di kamarnya.

    Hanifah masuk ke kamar Meon, ia melihat putranya masih diselimuti selimut di tempat tidur. Digerakkannya kaki Meon untuk bangun dari tidurnya. Dengan mata berkaca-kaca, Meon membuka matanya. Dia melihat ibunya berdiri di samping tempat tidur mengawasinya.

    “Meon, dah pukul 9.00 pagi ni. Nape tak bangun lagi. Mak membosankan le sorang-sorang”, kata Hanifah.

    “Hmmm…tunggu Meon bangun…”, ucap Meon sambil kembali memejamkan matanya.

    “Bangun lho, sedetik mama datang Meon tak kunjung bangun, mama menyiramku dengan air”, ucap Hanifah sambil tersenyum dan berjalan keluar dari kamar bujangannya.

    Meon yang sudah terbangun kesulitan untuk mencoba memejamkan matanya lagi. Namun dia juga mencoba memejamkan matanya. Sungguh menyedihkan meninggalkan tempat tidur pada Minggu pagi yang dingin itu.

    Kabut yang masih membayangi menyejukkan suasana. Penis Meon yang biasanya keras, setelah bangun tidur, mengangkat selimut yang dikenakannya. Dia perlahan memijat penisnya dari luar selimut. Pikirannya membayangkan Nor, anak Haji Ali yang selalu menjadi modal onaninya.

    Tiba-tiba ibunya muncul kembali. Meon berpura-pura tidur karena takut ibunya memperhatikan tingkah lakunya yang sedang memijat penisnya yang sedang mengangkat selimut.

    “Isy.. isy.. isy… bujang ini masih belum bangun…” bisik hati Hanifah.

    Namun perhatian Hanifah tertuju pada tonjolan yang mengangkat selimut anaknya. Seketika perasaannya berdebar-debar. Naluri nafsu seorang wanita yang haus akan sentuhan nafsu terus meningkat melihat kain yang menutupi anaknya pada batang penis yang masih keras.

    Niat Hanifah untuk mengejutkan Meon langsung pupus. Di sisi lain, yang ada di pikiran Hanifah adalah keinginan melihat penis anaknya yang keras.

    Hanifah yang mengira anaknya masih tidur, perlahan duduk di tepi ranjang. Tangannya serasa memegang Penis yang sedang ereksi. Sudah lama sekali dia tidak bisa memegang kemaluan suaminya.

    Keinginan tersebut membuat Hanifah berani memegang penis Meon. Digenggamnya kemaluan Meon dengan lembut. Kerasnya penis putranya menambah keinginan Hanifah untuk melihatnya lebih dekat.

    Perlahan Hanifah menyibakkan selimut Meon, lalu ditemukanlah jasad Meon yang tertidur tanpa sehelai benang pun di depan matanya. Penis Meon yang tidak tertutup dibelai lembut. Penis Meon lebih besar dan panjang dibandingkan suaminya.

    Hanifah terpana melihat penis anaknya dan terus mengelus penis Meon dengan penuh nafsu. Kerinduannya pada Penis suaminya telah merenggut kewarasannya dan membuatnya lupa bahwa ia sedang bernafsu pada Penis putranya sendiri.

    Meon yang berpura-pura tidur berdenyut-denyut saat merasakan penisnya dipegang oleh ibunya. Ia tidak menyangka ibunya akan berani memegang penisnya.

    Dia ingin membuka matanya, takut ibunya akan memarahinya karena bangun terlambat dan berpura-pura tidur. Maka Meon memutuskan untuk membiarkan ibunya merawat penisnya.

    Sentuhan lembut telapak tangan dan jemari Hanifah pada kemaluan Meon menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi Meon. Kemaluannya cukup mengencang dan hal ini memberikan sensasi pada Hanifah untuk memeluknya lebih erat lagi.

    Hanifah melakukan masturbasi pada kemaluan Meon dengan nafasnya yang semakin memburu. Tidak mudah untuk merasakan penis seorang pria, apalagi yang lebih besar dan panjang dari milik suaminya. Jadi peluang ada di hadapan Anda, sekaranglah saatnya.

    Meon yang masih berpura-pura tidur ternyata sangat menikmati rasa penisnya yang sedang di masturbasi oleh ibunya sendiri. Dia membiarkan ibunya melakukan masturbasi penisnya dan dalam benaknya terbayang seolah-olah Nor, anak Haji Ali, sedang melakukan masturbasi padanya.

    Nafsunya akhirnya memuncak dan membuat air maninya muncrat dari kemaluannya yang keras dan sedang di masturbasi oleh ibunya, Hanifah.

    Hanifah yang heboh dengan muncrat demi muncrat air mani anaknya terus melakukan masturbasi pada penis anaknya hingga tidak ada lagi air mani yang keluar.

    Aroma air mani yang sudah lama tidak menembus hidungnya memberinya perasaan yang melambangkan sedikit kepuasan. Air mani anaknya yang lengket di tangannya ia cium dan hirup sedikit demi sedikit dengan penuh nafsu.

    Meon yang terkejut mendengar suara nafasnya, membuka matanya sedikit dan melihat ibunya sedang menjilati air maninya yang dioleskan di tangannya. Perasaan Meon berdebar kencang saat itu. Dia tidak menyangka ibunya bisa bersikap seperti itu.

    Hanifah yang merasa puas merasakan air mani putranya yang lengket di tangannya, bangkit dari tempat tidur dan kembali menyelimuti putranya.

    Dia kemudian meninggalkan kamar Meon dan kembali ke ruang tamu sambil menonton TV. Rasanya sayang sekali baginya untuk mencuci tangan. Aroma air mani pria yang selama ini ia rindukan terasa sayang dan ingin dihilangkan dari tangannya.

    Jika memungkinkan, dia ingin tangannya tetap melekat pada air mani putranya selamanya. Ada sedikit rasa bersalah dalam benaknya, namun baginya tak perlu khawatir karena perbuatannya sama sekali tidak diperhatikan oleh putranya. Dia melakukannya saat putranya sedang tidur.

    Namun lain halnya dengan Meon, ia benar-benar tidak menyangka jika penisnya di masturbasi oleh ibunya sendiri. Bahkan, air maninya pun dinikmati ibunya dengan penuh kenikmatan di depan matanya sendiri.

    Meon merasa malu pada dirinya sendiri, juga pada ibunya. Namun kenikmatan yang baru saja ia nikmati tiba-tiba membangkitkan nafsu makannya dan jika memungkinkan ia ingin ibunya melakukannya lagi.

    Namun rasa hormatnya sebagai seorang anak langsung mematikan keinginannya. Baginya, lebih baik merahasiakan hal ini dan membiarkan ibunya tetap berpikir bahwa dia sedang tidur nyenyak ketika hal itu terjadi.

    Hari itu, anak-anak bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Setiap orang melakukan hal mereka sendiri. Tapi dalam hati masing-masing, hanya Tuhan yang tahu.. Ngocoks.com

    Sore harinya, Hanifah yang selesai mengangkat pakaian di gantungan, sekilas melihat putranya terbaring di sofa. Suara TV masih terdengar namun belum diketahui apakah anaknya sedang tidur atau belum.
    Perlahan ia mendekati putranya dan ia melihat mata putranya terpejam rapat. Terlintas dalam benaknya ingin mengulangi momen indah menikmati Penis keras putranya dalam genggamannya.

    Sedangkan Meon yang terbaring di sofa sebenarnya belum tidur. Ia sebenarnya ingin memancing ibunya karena kenikmatan penisnya yang sedang masturbasi pagi ini mendorongnya untuk menikmatinya kembali. Dia tahu ibunya sedang mengintai untuk memastikan dia tidur. Jadi Meon sengaja bunuh diri di sofa.

    Hanifah menyadari, inilah saat yang paling tepat untuk melepaskan raksasanya. Tanpa rasa malu, Hanifah membuka celana olahraga putranya. Penisnya yang gemuk dan panjang dipegang dan terus dimasturbasi.

    Tak sampai semenit kemudian, penis putra bujangnya itu sudah mengeras dalam genggamannya. Hanifah menelan ludah berkali-kali melihat penis keras di depan matanya dibelai dan dirobek oleh tangannya yang berbulu halus.

    Semakin sering melakukan masturbasi, penis anaknya akan semakin keras. Kepala penis Meon yang berlekuk dan mengkilat seperti kepala jamur itu dimainkan dengan ibu jarinya. Meon menyipitkan mata sedikit karena kesakitan. Hanifah segera memperlambat langkahnya karena takut Meon terbangun.

    Hanifah sadar nafsunya terhadap penis putranya meluap di lubuk nafsunya. Dia tahu risiko melakukan hal terkutuk itu, terutama dengan darah dagingnya sendiri. Hanifah menggigit bibirnya karena marah.

    Hanifah tak peduli, tenggorokannya serasa berdenyut-denyut ketagihan melihat penis anaknya yang menegang di depan matanya. Nafasnya semakin cepat. Hanifah akhirnya mengambil keputusan tegas.

    Sensualitasnya yang membuatnya semakin kehilangan tuntunan membuatnya berani membenamkan penis putranya ke dalam mulutnya yang basah.

    Meon sekali lagi terlihat lezat. Penisnya yang sedang dipegang ibunya tiba-tiba terasa masuk ke dalam lubang yang hangat dan basah. Dia perlahan membuka matanya. Ia melihat penisnya kini setengah hilang di mulut ibunya.

    Ia melihat raut wajah ibunya yang masih cantik sambil mengelus penisnya dengan mata terpejam. Hidung ibunya tampak bengkak dan kempis seiring dengan cepatnya napasnya. Baru kali ini Meon merasakan betapa enaknya penisnya di mulut wanita.

    Kenikmatan yang ia rasakan membuatnya tak peduli siapa wanita yang sedang menggesek p3nisnya. Apalagi hal itu tidak dilakukan dengan paksaan. Meon segera memejamkan matanya kembali saat melihat ibunya yang seolah ingin membuka matanya.

    Hanifah yang yakin anaknya sudah mati, perlahan menghisap penis anaknya. Perlahan ia menghembuskan ludahnya yang meleleh di kemaluan putranya. Mulut Hanifah penuh dengan isapan kemaluan Meon.

    Semakin lama Hanifah menghisap Penis Meon, semakin dia lupa bahwa dia sedang menghisap Penis anaknya sendiri. Perasaan Hanifah yang diselimuti nafsu membuatnya semakin bernafsu menghisap kemaluan putranya.

    Penis keras yang disodorkan ke langit-langit mulutnya terasa sangat menggairahkan. Air liur anaknya yang bercampur dengan air liurnya terasa sungguh menggugah selera. Sudah lama sekali dia tidak menikmati Penis suaminya. Dia seperti anak kecil yang lapar setelah mendapat mainan baru.

    Meon tidak tahan lagi. Hisapan ibunya yang kaku membuat Meon semakin gelisah. Dia bertekad, apa pun yang Anda inginkan, jadilah itu. Dia tidak tahan lagi berpura-pura tidur seperti itu.

    Akhirnya saat air maninya hendak meledak, Meon memberanikan diri memegangi kepala ibunya. Kepala ibu kandungnya yang naik turun menghisap kemaluannya ditahan dan ditarik mendekat ke arahnya, membuat kemaluannya tenggelam jauh ke dalam tenggorokan Hanifah, ibu kandungnya. Hanifah kaget, jantungnya tiba-tiba berdebar kencang.

    Ia langsung merasa sangat malu ketika menyadari bahwa putranya mengetahui tindakannya. Bahkan, putranya itu memegangi kepalanya sementara penis putranya semakin tenggelam ke dalam mulutnya. Hanifah berusaha menarik kepalanya dan berusaha mengeluarkan penis putranya dari mulutnya namun gagal.

    Meon menarik kepala Hanifah sedekat mungkin ke tubuhnya dan disaat yang bersamaan, air mani Meon memenuhi mulut Hanifah. Meon sungguh menyenangkan. Hanifah yang sadar penis putranya mengeluarkan air mani di mulutnya, tetap diam dan tidak meronta.

    Dia membiarkan mulutnya menerima muncrat padat air mani putranya hingga tak tertampung oleh mulut imutnya. Hanifah tak punya pilihan, ia tak sanggup menarik kepalanya hingga penis putranya muncrat dari mulutnya.

    Maka dalam keadaan terpaksa, Hanifah menelan air mani anaknya yang masuk ke tenggorokannya. Cairan kental yang keluar dari penis bujangan yang dihisapnya ditelan utuh bersama air mata yang mulai mengalir di pipinya.

    Tangan Meon yang berada di kepala ibunya mengendur, sementara air maninya yang semakin menipis muncrat dari k3maluannya. Hanifah memanfaatkan kesempatan itu dengan terus menarik kepalanya hingga Penis Meon tercabut dari mulutnya. Segera Hanifah bangkit dan berlari menuju kamar tidurnya.

    Meon yang tiba-tiba merasa menyesal segera bangkit dan menuju kamar tidur ibunya. Pintu kamar ibunya dikunci dari dalam. Meon mengetuk pintu pelan beberapa kali sambil suara lembutnya memanggil ibunya. Namun dia hanya mendengar isak tangis ibunya di kamar tidur.

    “Bu…maafkan ibu…Meon minta maaf ibu…Meon tidak bermaksud begitu ibu…Bu…” pinta Meon dari luar kamar tidur ibunya.

    Selama di dalam kamar, Hanifah sedang berbaring di kasur sambil membenamkan wajahnya di bantal dengan air mata yang semakin deras mengalir di pipi montoknya. Rasa menyesal akibat pengaruh nafsu membuatnya seolah kehilangan harga diri hingga rela melakukan hal terkutuk itu pada anak kandungnya sendiri.

    Hanifah sungguh menyesal atas segala perbuatannya. Ia menyadari bahwa ini bukan kesalahan putranya. Ini semua salahnya. Hanifah terisak mengingat kesalahannya di ranjang sendirian, meninggalkan putranya, Meon sendirian untuk membujuknya keluar dari kamar.

    Bersambung…

    1 2 3 4
  • Anak Petani (Dangau)

    Anak Petani (Dangau)

    Cerita Sex Anak Petani (Dangau) – Aku berusaha mengingat kembali masa kecilku ketika masih di desa, menjadi anak petani, hidup di tengah sawah dan bermain diantara tanaman kebun dan sawah. Aku tidak bisa mengingat lebih jauh, tetapi ingatanku masih bisa kugali sejak aku kelas V SD.

    Pada masa itu aku paling senang main di sawah, mencari ikan, belut, kadang-kadang mengumpulkan keong untuk direbus dan dimakan. Bahkan memburu belalang yang cukup besar lalu kami bakar. Rasanya mirip udang bakar.

    Makan tebu dan mengupasnya hanya dengan gigi, mangga muda kuat melawan rasa asamnya dan petai cina muda, terasa nikmat saja manakala digulung dan di cocol garam lalu dimakan dengan menceplus cabe rawit.

    Aku ingin bercerita masa-masa aku membantu menjaga padi yang mulai menguning di sawah. Di tengah sawah dibangun sebuah dangau yang agak tinggi. Dangau itu berfungsi sebagai tempat berteduh dan juga mejadi pusat pengendali orang-orangan yang digunakan untuk mengusir burung pipit yang memakan padi.

    Dari dangau itu terjulur tali ke berbagai arah. Sehingga jika ditarik, orang-orangannya akan bergerak-gerak dan burung yang memangsa padi muda akan kabur.

    Cerita Sex Anak Petani (Dangau)
    Cerita Sex Anak Petani (Dangau)

    Ngocoks Sawah-sawah itu memang milik orang tua ku, tetapi dikerjakan oleh orang yang dibayar orang tuaku. Aku tidak ingat berapa luasnya, tetapi menurut amatanku cukup luas juga. Di sekitar dangau tumbuh pepohonan seperti melinjo, jambu biji, lamtoro atau petai cina dan aku lupa pohon apa lagi.

    Pada waktu itu tidak ada mainan play station, televisi saja masih siaran TVRI dan itupun gambarnya di rumahku tidak jernih. Pulang sekolah biasanya sekitar jam 1 selesai makan siang aku langsung meluncur ke sawah. Biasanya aku menghampiri sahabatku, Adi.

    Dia sebayaku. Sebetulnya ada juga teman-teman lainnya tetapi kami tidak selalu bersama mereka. Adi dan aku selalu berdua kemanapun kami main di desa. Dia sebayaku, hanya beda sekolah saja, tapi sama-sama kelas V.

    Kami berdua sering berada di dangau jika musim padi mau panen. Kami berdua jika tidak ada kesibukan biasanya kami mengocok penis. Aku tidak ingat nama temanku yang mengajari kami mengocok. Tapi pada waktu itu kami sedang berlima mandi di sungai dekat sawah itu.

    Karena jauh dari keramaian, jadi selalu kami mandi telanjang. Air sungainya jernih dan sungainya tidak terlalu besar, mungkin lebarnya sekitar 5 m. Kami membuat gua di tebing sungai itu, yang kemudian menjadi tempat istirahat jika kami lelah berenang.

    Disitulah temanku yang aku lupa namanya itu mengajari mengocok peler. Kami biasanya berlomba siapa dulu yang bisa mencapai klimak. Aku masih ingat, pada waktu itu aku belum mengeluarkan mani jika klimax. Jadi tidak ada ejakulasi sperma. Tidak ada rasa malu dan kami bermain fun-fun saja.

    Karena rasanya nikmat jadi jika aku berdua dengan Adi di gubuk dangau kami sering mengocok. Bangunan dangau berdinding setinggi 1 m dan agak tinggi. Dibawahnya biasanya digunakan untuk pekerja berteduh. Kami di dangau bisa melihat orang di kejauhan, tetapi orang sulit melihat siapa yang ada di dalam dangau.

    Oleh karena itu kami bebas melakukan apa saja di dangau yang luasnya 2 x 2 m. Sering kali kami bikin rujak, makan tebu. Atau hanya ngobrol atau membuat sesuatu di situ. Jarak dangau ke rumah ku sekitar 1 km.

    Kawan sepermainan kami di rumah diantaranya ada cewek-cewek juga. Mereka biasanya bergabung jika malam hari kami main berbagai permainan. Diantara temen cewek, ada yang sebayaku, namanya Dina.

    Anaknya boleh dibilang tomboy, karena suka permainan laki-laki seperti main layang-layang, memanjat pohon dan main mobil-mobilan. Apalagi potongan rambutnya pendek. Dia memang seperti anak laki-laki.

    Ketika itu kami bermain tidak membedakan laki-laki atau perempuan, karena memang belum ada rasa malu atau senang terhadap lawan jenis. Pikiran anak-anak fokusnya hanya bermain dan sekolah.

    Aku ingat Dina pernah ingin ikut aku dan Adi ke sawah. Kami sebetulnya agak kurang sreg kalau dia ikut, tetapi sulit juga menolaknya. Kemudian kami bertiga bermain di dangau. Kami tidak bisa lagi mengocok setelah si Dina ikut main di dangau.

    Kami sering membuat rujak, dan si Dina yang membuat bumbunya. Dia pula yang membawa layah dari tanah liat dan ulegan annya yang terbuat dari kayu, juga dibawa garam dan gula merah. Kami memetik buah-buahan yang ada di sekitar sawah. Kalau tidak musim buah, biasanya kami membuat rujak bebeg.

    Kebetulan aku punya lumpang kecil dari kayu di rumah dan alunya juga kecil, yang memang untuk menumbuk rujak. Bahannya hanya garam, cabai rawit, petai cina muda, nangka yang masih sangat muda, jambu klutuk. Makanan seperti itu rasanya nikmat sekali.

    Menurut Dina permainan kami di dangau itu asyik, sehingga dia pun selalu ikut kami jika ke dangau. Suatu hari aku dan Adi ingin berenang di sungai dekat sawah. Waktu itu ada Dina juga. Mulanya dia tidak kuajak, karena kami kalau mandi sungai selalu telanjang.

    Tetapi dia merengek mau ikut berenang juga. Karena sulit dicegah akhirnya ya dia ikut. Berjalan sekitar 10 menit kami sampai di tepi sungai yang memang kami buat khusus untuk pemandian kami. Letaknya agak rimbun dan bagian itu adalah kelokan sungai.

    Aku dan Adi melepas semua pakaian lalu kedua tangan kami menekap kemaluan dan terjun ke air. Dina membuka kaus oblongnya. Di balik kaus oblong itu tidak ada apa-apa lagi sehingga kami bisa melihat kedua teteknya yang masih kecil dan agak menggembung sedikit. Kemudian dia membuka celana pendeknya.

    Masih ada celana dalam lagi. Dia mau terjun ke sungai dengan tetap menggunakan celana dalam. Tetapi kami cegah, karena nantinya celana dalamnya akan basah dan membasahi celana luarnya. Jadi saran kami berdua dia buka saja celana dalam itu dan masuk ke air dengan menutup kemaluannya seperti kami tadi.

    Rupanya ide itu dia terima, Dia berbalik, sehingga kami melihat pantatnya, dia menurunkan celana dalamnya lalu setelah mendekap kemaluannya dan tangan yang satu lagi menutup buah dadanya dia masuk ke dalam air.

    Kami berendam di air sungai yang segar, dengan hanya menyisakan kepala saja. Aku dan Adi ternyata mempunyai perasaan yang sama, penis kami menegang melihat tetek kecil tadi. Apalagi kemudian memikirkan Dina telanjang.

    Aku dan Adi bergantian menyelam dan kesempatan di bawah air itu kami jadi bisa melihat memek Dina. Mulanya dia tidak menyadari. Namun lama-lama dia tau juga dan setiap kami menyelam dia menutupi memeknya.

    Aku bilang ke dia, ngapain malu, karena kita bertiga sama-sama telanjang. Kalau dia mau melihat kontol kami, aku dan Adi tidak keberatan kok. Kontol kami memang masih kecil, karena memang usianya belum genap 11 tahun. Tapi aku dan Adi sudah bersunat.

    Kontolku dan punya Adi sudah mengeras di dalam air. Si Dina cekikikan sendiri ketika menyelam melihat penis kami menegang. Kata dia lucu kaya buntut, tapi letaknya di depan. Mungkin pada saat itu dia tidak mengetahui bahwa penis laki itu bisa tegang dan bisa kuyu.

    Pepek si Dina juga masih licin belum berjembut seperti juga kami berdua. Bentuknya hanya seperti pantat tetapi ukurannya lebih kecil dan letaknya di depan agak menongol. Entah apa yang mendorong Dina dia katanya ingin melihat kami punya di atas.

    Aku dan Adi rasanya masih malu juga kontol kami dilihat cewek, apalagi masih dalam keadaan tegang. Tapi kami juga ingin melihat lebih jelas memek si Dina juga.

    Ide nya Adi, adalah kami bertiga keluar dari air bersama-sama dan tidak boleh menutupi kemaluan. Adi bertanya ke Aku aku setuju aja, karena jadi ada peluang melihat memek Dina. Mulanya dia keberatan, tetapi setelah kami ancam dia tidak boleh ikut dengan kami lagi main ke dangau akhirnya dia menyerah.

    Kami bertiga berjalan kearah yang lebih dangkal dan saling tungu-tungguan untuk keluar dari air. Akhirnya Adi memberi aba-aba dangan hitungan 3 semua harus sudah mentas. Naiklah kami bertiga ke tepian sungai.

    Sehingga aku dan Adi bisa melihat pepek si Dina yang gemuk dan teteknya yang mengkal kecil lalu Dina pun memperhatikan kedua penis kami. Kebetulan Adi kulitnya lebih hitam dari ku dan badannya lebih tegap, sehingga penisnya lebih besar dari aku punya.

    Kami punya berdua ngacung, dan jika di bawa jalan maka akan menunjuk ke kiri dan kekanan. Idenya Adi juga mengajak beristirahat di gua yang sering kami gunakan untuk mengocok. Biasanya kami mengocok penis kami dari keadaan loyo sampai bangun dan sampai puas.

    Namun Adi mengajakku mengocok, karena memang aku juga terangsang. Aku tidak begitu menyadari bahwa rangsangan itu adalah karena aku melihat Dina telanjang.

    Adi lalu bercerita bahwa kami sering melakukan balapan mengocok di sini. Tangan Adi mulai menggenggam penisnya dan dia sudah melakukan kocokan. Aku pun mengikutinya. Dina memperhatikan tingkah laku kami. Mungkin ini adalah pemandangan baru baginya. Aku pun baru pertama kali ini mengocok dilihat cewek.

    Rasanya kali ini kami berdua lebih cepat orgasme dari pada biasanya. Ketika sampai di puncak aku dan Adi secara tidak sadar mengerang nikmat. Dina makin heran melihat kelakuan kami. Dia bertanya soal kelakuan kami mengerang itu. Kami katakan terus terang bahwa dengan mengocok itu akhirnya kami merasa nikmat sekali.

    Selesai mengocok penis kami berdua jadi mengecil dan kuyu. Dina kembali bertanya kenapa penis kami berubah kecil. Bagi kami itu adalah hal yang lumrah, dan tidak pernah terpikirkan, tetapi bagi Dina itu aneh. Kami jadi menjelaskan bahwa jika kami sudah memuncak, maka penis akan kecil dan lemes lagi.

    Setelah itu kami kembali terjun ke air. Setelah orgasme rasanya air sungai menjadi lebih dingin sehingga aku dan Adi kembali mentas dan menyudahi mandi. Dina juga ikut-ikutan. Dia sudah tidak malu lagi melenggang di depan kami dalam keadaan telanjang, karena kami pun sudah tahan malu.

    Itulah peristiwa pertama yang kemudian diikuti oleh peristiwa yang hampir sama di kemudian hari. Berikutnya kami juga selalu ngocok. Ideku kemudian adalah minta dikocokin oleh Dina. Pada waktu itu dia ragu, tetapi setelah dipaksa dengan ancaman tidak kami ajak lagi, akhirnya dia mau juga.

    Tapi memegangnya hanya dengan ujung jari pada awalnya sehingga tidak nikmat rasanya. Aku mengajarinya agar penisku digenggam. Dia menuruti dan menggenggam penisku. Dikocok tangan cewek rasanya jauh lebih nikmat dan aku cepat sekali mencapai orgasme. Adi pun jadi ikut-ikutan.

    Kami jadi terbiasa dengan ritual itu, bahkan perbuatan itu kami lakukan di atas dangau manakala situasi di persawahan sepi. Aku biasanya telentang dengan hanya menurunkan celanaku dan si Dina mengocoknya sampai aku puas. Adi giliran berikutnya. Nikmatnya luar biasa membuat aku dan Adi jadi ketagihan di kocok si Dina.

    Ini adalah rahasia kami bertiga yang kami jaga rapat-rapat dan tidak boleh diceritakan kepada orang diluar kami. Itu kesepakatan yang tidak tertulis. Sebetulnya aku ingin bercerita kepada teman lain karena sesungguhnya ada rasa bangga juga.

    Setelah banyak kali melakukan itu, aku jadi penasaran ingin melihat memek Dina dari dekat. Dia agak keberatan, tetapi setelah aku bilang tidak adil, karena dia sudah memegang kontol kami berkali-kali, kami tidak dibolehkan memegang memeknya.

    Dia menyerah juga dan membuka celananya, dengan hanya menurunkan sedikit. Mulanya kami menerima posisi itu dan tanganku serta tangan adi bergantian menekan-nekan gundukan memeknya dan membelek belahannya.

    Namun karena kakinya tidak bisa dikangkangkan, maka kami tidak bisa melihat bagian dalamnya. Aku tarik celana Dina sampai terlepas dari kedua kakinya. Dia menjerit terkejut. Dan berusaha menutupi memeknya.

    Tetapi tangannya kami angkat dan kakinya direnggangkan, aku duduk bersimpuh di antara kedua kakinya dan mulai membuka belahan memeknya. Dina mengatakan aku agar pelan-pelan karena dia merasa sakit memeknya di belek demikian. Aku ikuti kemauannya. Aku dan Adi melihat bagian memeknya yang memerah.

    Setelah membuka belahan memek Dina aku baru tahu bahwa lubang memeknya ada di bagian bawah. Semula aku mengira lubang kencingnya ada di bagian depan.

    Pada waktu itu aku tidak tahu yang mana lubang kencing dan mana vagina. Lubang vagina itu aku kira adalah lubang kencing. Aku penasaran pula melebarkan lubang itu, tetapi Dina mencegahnya karena sakit katanya.

    Tanganku menjamah-jamah bagian dalam memeknya yang rasanya basah dan agak bau pesing. Namun karena pikiran dikuasai nafsu jadi rasa jijik nya berkurang. Tanpa pengatahuan dan tidak ada kesengajaan aku menyentuh bagian clitorisnya.

    Setiap kali tersentuh Dina berjingkat, aku sentuh lagi dia berjingkat. Aku tanya kenapa dia begitu, katanya geli, tapi sedap juga. Akupun lalu mengucek-ucek bagian clitoris yang pada waktu itu tidak kutahu. Aku senang karena Dina kemudian merintih-rintih pula seperti aku ketika penisku dikocok.

    Aku uyel-uyel terus sampai lama karena senang mendengar rintihan Dina. Kemudian dia menarik tanganku menjauhi pepeknya dan tangannya menekap memeknya sambil badannya berjingkat-jingkat seperti jika kami mencapai kepuasan.

    Aku baru tahu pada waktu itu bahwa perempuan juga bisa mencapai kepuasan seperti laki-laki ngocoks. Sebelumnya sama sekali aku tidak tahu bagaimana jika perempuan mengocok, apanya yang dikocok, karena tidak punya penis. Setelah itu tahulah aku dan Adi bahwa perempuan juga bisa dikocok.

    Jadi begitulah rekreasi kami berikutnya, mandi telanjang saling memberi kepuasan dan merujak di dangau. Sampai aku kelas VI hanya begitu saja kami melakukannya. Belum ada pengetahuan mengenai hubungan kelamin. Mungkin anak sekarang seumuran aku dulu sudah paham bersetubuh.

    Cerita Sex Kekasih Tercinta

    Ketika kelas VI tetek Dina sering akur remas-remas kalau kami mandi disungai dan aku peluk di dalam air. Tentu saja penisku yang berdiri menusuk belahan pantatnya. Rasanya nikmat sekali.

    Aku karena naluri saja melakukan gerakan seperti orang bersetubuh menusuk-nusuk pantat si Dina sampai aku puas. Dina diam saja dan menerima perlakuan itu tanpa keberatan. Mungkin dia merasa syur juga karena teteknya sering aku remas-remas dari belakang dan kadang-kadang pepeknya juga aku remas.

    Setamat SD orang tua ku pindah ke kota dan aku bersekolah di kota yang jauh dari desa itu. Dengan begitu berakhirlah cerita roman ku dengan Dina. Aku Dengar Adi pun tidak meneruskan karena mereka tidak bisa lagi main di dangau

  • Remot Kontrol Ajaib

    Remot Kontrol Ajaib

    Cerita Sex Remot Kontrol Ajaib – Selamat malam sobat Ngocokers tercinta. Arvin merupakan pemuda tanggung delapan belas tahun. Pulang dengan bangga karena telah memenangkan lomba sains di kotanya. Ia menang dengan alat ciptaannya yaitu remot yang bisa mengontrol tingkah laku katak dengan cara mentransmisikan gelombang radio melalui DNA katak.

    Dede dan Dian, orangtua Arvin sangat bangga pada anaknya. Arvin mewarisi ketampanan ayahnya meski lebih tinggi. Dian sangat terlihat matang pada usianya yang ke empat puluh satu. Untuk merayakan kemenangan Arvin, mereka makan malam di tempat favorit Dede.

    Abis ini kamu mau ngapain lagi nak? Arvin masih pingin ngembangin ini lagi yah. Agar lebih sempurna. Ayah rasa kamu mesti patenkan penemuanmu ini. Agar tak dibajak orang. Iya yah. Udah Arvin urus kok. Bagus. Kalau butuh bantuan, tinggal bilang saja sama ayah. Oke yah.

    Cerita Sex Remot Kontrol Ajaib
    Cerita Sex Remot Kontrol Ajaib

    Ngocoks Esoknya aku memungut sehelai rambut mama dari sisir yang biasa dipakai oleh mamanya. Lalu ia masukah helaian rambut itu ke DNA separator. Beberapa menit kemudian ia berhasil mengisolasi variabel dari DNA mamanya dan memasukan ke frekuensi analiser.

    Tak lupa ia setel analiser itu agar selaras. Setelah yakin, ia mulai mengaktifkan analisernya dan menghubungkan ke osciloskop untuk melihat frekuensi yang pas.

    Beberapa jam kemudian.

    Arvin mulai mengeset remotnya setelah menambahkan frekuensi dari rambut mamanya. Sekarang yang perlu dilakukan adalah mengetes remot itu. Ia mendengar mamanya memanggil menyuruh makan. Jadi ia letakkan remotnya di meja kerjanya. Lalu ia makan bareng keluarganya. Ia memperhatikan mamanya. Menurutnya mamanya adalah wanita tercantik di dunia.

    Ia juga tahu papanya punya selingkuhan dan bahkan Arvin tahu bahwa mamanya juga tahu suaminya punya selingkuhan tapi tak merasa terganggu. Ia telah sering melihat para selingkuhan papanya. Hingga ia tiba pada satu kesimpulan, para simpanan papa tak seperti mamanya. Mereka selalu lebih seksi. Maka dari itu, Arvin berencana mengubah semuanya.

    Andai idenya berhasil, papanya takkan pernah membutuhkan wanita lain lagi selain mamanya. Dan keluarganya akan kembali bahagia.

    Tahu-tahu ia lagi menatap paras mamanya. Hhmm meskipun sudah berumur, tapi ia masih menganggap mamanya sangat cantik nan jelita.

    Abis makan, Arvin cabut lagi ke kamarnya. Biasa, ngoprek mainannya lagi. abis ngoprek, Arvin keluar kamar. Ia heran liat papanya cepet cepet masuk kamar, biasanya selalu ngobrol lama sama mama kalo abis makan. Di sofa, Arvin liat mamanya lagi ngopi, kesedihan terpancar di raut muka mamanya. Seperti tersambar petir, tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya.

    Arvin ke kamar dan keluar lagi sambil memegang remot kontrol. Lalu remot itu ia arahkan ke mamanya. Ia tekan beberapa tombol. Efeknya

    Mata mamanya melebar, seperti terkejut. Mama lalu berdiri. Tangan mama meraba tubuhnya sendiri, lalu mengusap susunya dan meremasnya. Arvin tak percaya ternyata mainannya bekerja. Arvin bisa melihat ada sesuatu di mata mamanya saat tangannya tetap meremas susunya sendiri.

    Tak cukup hanya itu, mamanya tiba-tiba membuka bajunya hingga tinggal hanya memakai bh dan cd saja. Sungguh sangat menambah kecantikan sang mama di mata Arvin. Tangan mamanya menarik bh ke atas hingga terpampanglah susu mamanya. Begitu terkejutnya Arvin karena baru kali ini ia bisa melihat susu mamanya dengan sangat jelas.

    Ternyata, mainannya lebih dahsyat dari yang ia perkirakan. Arvin tahu mengutak-atik DNA memang penuh misteri, tapi ia tak mengira efeknya sedahsyat ini.

    Masih di depan matanya. Tangan mamanya yang satu mulai mengelus perutnya. Lalu turun ke selangkangan. Jarinya mulai mengelus-ngelus cdnya sendiri. Rasa-rasanya Arvin ingin kembali ke kamarnya saat itu juga dan mulai masturbasi. Tapi keinginan itu ia tahan sedemikian rupa.

    Kedua tangan mama kembali beraksi menurunkan dan membuka cdnya. Pemandangan yang tersaji di depan matanya merupakan hal baru yang tak pernah Arvin lihat seumur hidupnya. Saat pintu kamar orangtuanya mengeluarkan bunyi, Arvin buru-buru mundur bersembunyi dalam kegelapan. Ternyata ayahnya keluar.

    Mama.. apa-apaan ini?

    Oh, pa. kok mama tiba-tiba terangsang gini ya?

    Gimana kalau Arvin melihatnya mah?

    Duh yah, mama pingin banget nih.

    Secepat kilat, Arvin menekan beberapa tombol sambil mengarahkan remot kontrolnya ke mama.

    Apa yang terjadi?

    Gak tau pah. Tadi rasanya mama lagi ngopi, eh tau-tau papa ada di depan mama terus mama tiba-tiba telanjang lagi.

    Ambil baju mama terus ke kamar ma. cepat!

    Akhirnya, mama en papa kembali ke kamar. Setelah pintu kamar tertutup, Arvin tersenyum sendiri dan ikut kembali ke kamarnya. Tanpa basa-basi, ia langsung membuka celananya dan mulai masturbasi. Setelah ejakulasi, Arvin pun tidur dengan nyenyaknya.

    Esoknya, sabtu, seperti biasa, ayahnya selalu punya alasan agar bisa ke kantor. Arvin pun sarapan di dapur ditemani mama. Kali ini, wajah mama terlihat bahagia, tak seperti kemarin.

    Gimana tidurnya mah, nyenyak?

    Tentu sayang. Kalau kamu nak?

    Sama mah.

    Hari ini kamu mau ngapain aja nak?

    Gak tau mah, mungkin ngelanjutin proyek mainan biasa.

    Sekali-kali kamu main dong sama teman-temanmu. Jangan di sibuk sendiri aja.

    Iya mah. Kalo mama mau ngapain aja hari ini?

    Mungkin renang aja di rumah. Mumpung lagi cerah.

    Oh.

    Mau temanin mama renang gak?

    Oke deh mah. Tapi nanti ya, mama sendiri aja dulu.

    Oke sayang.

    Arvin kembali ke kamarnya. Beberapa menit berlalu. Ia kembali mengambil mainannya dan menuju ke ruang kerja ayahnya. Dari jendela di ruang kerja ayahnya, ia dapat melihat kolam renang dengan jelas. Terlihat mamanya memakai bikini biru. Mamanya jarang memakai pakaian seksi, kecuali memakain bikini saat renang.

    Di sisi lain, Arvin melihat bang ucok (tukang kebun) lagi merawat tanaman deket kolam. Arvin jadi penasaran, jika dan hanya jika mainannya kembali dipencet dan diarahkan ke mamanya di saat di dekatnya ada orang lain, akankah mamanya kembali berlaku seperti malam tadi? Dengan sabar, Arvin menunggu hingga bang ucok mendekati mama yang sedang berjemur di kursi.

    Saat itu juga, tangan mama mulai mendarat di susunya lagi. Arvin memperhatikan dengan seksama saat bang ucok menoleh ke arah mamanya. Pasti mamanya mengerang dan terdengar oleh bang ucok.

    Tangan mama lalu menyibakna bikininya hingga susunya menyembul dan terlihat jelas. Jari-jari mama mulai memainkan putingnya. Satu tangan mulai diturunkan ke area bawahnya. Arvin tahu tangan mama sedang bergerilya di selangkangannya. Bang ucok berdiri tepat di depan kaki mama, hingga pasti bisa melihat keseluruhannya.

    Perlahan, bang ucok melangkah mendekati mama. Terlihat selangkangannya membesar. Arvin terkejut melihat tiba-tiba bang ucok ditarik oleh kaki mama hingga mereka saling berdekapan. Arvin ingin mendekat, mendengar dan melihat apa yang terjadi, tapi ia masih bisa menahan diri demi proyeknya. Saat ia akan memijit tombol stop, ia lihat mamanya meremas selangkangan bang ucok.

    Dari wajah bang ucok, Arvin menyimpulkan bahwa bang ucok sedang dilanda ketakutan sekaligus kenikmatan atas aksi mama. Arvin makin terkejut saat mama memasukan kontol bang ucok ke mulutnya. Sepertinya bang ucok terkejut karena tangannya mencoba mendorong kepala mama menjauh. Tapi mama tetap menyepong kontol bang ucok.

    Akhirnya mama menghentikan aksinya. Bukan untuk berhenti tapi untuk membuka bikininya hingga mama telanjang dan berbaring. Mama tarik bang ucok hingga kepalanya ada di atas selangkangan mama. Sedangkan kontol bang ucok tepat berada di atas mulut mama. Mama kembali nyepong bang ucok. Tak lama kemudian, bang ucok seperti kejang.

    Yang terjadi selanjutnya sungguh luar biasa.

    Mama tersedak mencoba berteriak dan mendorong bang ucok. Bang ucok pun terkejut lalu lari meninggalkan mama berbaring dengan mulut penuh spermanya. Mama memuntahkan sperma dan mengelap mulut dengan tangannya. Tangan mama menutupi wajahnya lalu menangis. Tak lama kemudian mama mengambil bikininya dan lari masuk rumah.

    Melihat mamanya lari, Arvin buru-buru keluar dari ruang kerja ayahnya dan kembali ke kamarnya. Terlintas di benaknya eksperimen selanjutnya. Tapi ia agak ragu-ragu menjalankannya. Ia tanggalkan pakaiannya hingga hanya memakai celana pendek. Remot kontrolnya ia sembunyikan dalam handuk. Ia berjalan ke kolam.

    tok.. tok mah, mama di dalam? Katanya mau renang sama Arvin. Ayo mah!

    Mama udah gak mood lagi nak. Kamu renang aja sendiri ya.

    Ini kan ide mama. Sengaja Arvin gak ngerjain proyek agar bisa sama mama. Tapi kalau mama udah gak mood

    Bukan gitu nak.

    Ya udah. Arvin lanjutin proyek Arvin aja.

    Jangan nak. Kamu perlu gerak, jangan di kamar mulu.

    Mama pun membuka pintu kamar. Matanya terlihat merah, mungkin menangis terus. Pun tubuhnya hanya dibalut selimut.

    Renang sendiri gak seru. Lebih seru renang berdua sama mama.

    Kamu memang anak mama.

    Jadi gimana mah? Mau renang gak?

    Baiklah. Kamu tunggu mama di kolam ya.

    Oke mah.

    Arvin pun menunggu mama sambil berbaring di rumput dekat kolam. Mama datang dan duduk di sebelah Arvin. Mama memakai bikini yang lain. Mereka duduk sambil ngobrol basa-basi.

    Nyebur yuk ma.

    Duluan aja nak. Mama lagi pingin santai nih.

    Hati-hati, tangan Arvin mulai masuk ke handuknya. Ia raih remot kontrolnya dan mulai memijit beberapa tombol lalu meluncur ke kolam. Saat ia melirik, ia lihat mamanya sedang memainkan tangan di tubuhnya sendiri. Bahkan erangan mama pun terdengar.

    Ma, mau turun gak?

    Gak ada jawaban. Arvin pun menepi. Ia panggil lagi mamanya tapi yang keluar dari mulut mama hanyalah erangan. Arvin pun naik. Ia lihat mamanya sedang asik sendiri. Satu tangan mama memainkan puting dan susunya. Sedang tangan satunya sibuk di selangkangan. Mulutnya tak berhenti mengerang. Matanya mengarah ke Arvin, tapi penglihatannya entah ke mana.

    Perlahan, Arvin mengambil remot kontrol di handuknya. Oh tuhan, puting mama begitu besar, begitu seksi.

    Mah. Mama kenapa mah?

    Mamanya menjawab dengan erangan sambil tangannya tak henti bergerak. Arvin kembali memposisikan jarinya di remot kontrol lalu memencet tombol pause.

    Mah, mama baik-baik saja?

    Arvin? mama terkejut, mencoba terlihat tenang. Apa apa yang terjadi?.

    Mama menyadari ia setengah telanjang dan tangannya ada di selangkangannya.

    Apa

    Tapi mama tak menyelesaikan ucapannya. Karena Arvin memencet tombol play di remot konrolnya. Mama terlihat kembali santai kembali beraksi.

    Mah, mama gak apa-apa? Bisa Arvin bantu mah?

    Unghh, nak, mama terengah, oohh, ya, tolong, mama melenguh, jarinya memainkan putingnya.

    Oke mah, Arvin mesti ngapain mah?

    Unggghh, mama melenguh. Oh, yes, tangannya aktif di selangkangannya.

    Kayak gini?

    Perlahan, Arvin menempelkan tangannya di tubuh mama. Diam tak bergerak.

    Ohhhh, yes, mama mengejang saat tanganku menyentuhnya.

    Saat mama mengangkat pinggulnya, langsung kupelorotkan cd mama hingga mama telanjang. Kutatap tubuh telanjang mama. Kakinya dilebarkan sedangkan tangannya sibuk bermain di memeknya sendiri. Kini baru kusadari ternyata memek mama bersih tanpa sehelai rambut pun. Jari-jari mama keluar masuk di memek mama.

    Mah, mama kenapa?

    Mama terlihat bingung dan terkejut.

    Nak, apa lalu mama menyadari, ia berbaring telanjang, kedua jarinya di memeknya. Oh tuhan, mama kembali beraksi saat kutekan lagi tombol play.

    Mama mengerang dan kembali memainkan jari di memeknya. Kunikmati adegan ini sambil kurasakan kontolku membesar.

    Mah, mau aku bantu?

    Oh, tuhan.

    Mau kubantu mah?

    Kupegang susu mama dengan tanganku.

    Ya, itu. Oh.. mama melenguh saat tanganku menempel. Jarinya makin sibuk di memeknya.

    Aku mesti ngapain mah?

    Tanpa menjawab, tangan mama menyentuh kepalaku dan mengarahkan ke susunya. Kubuka mulutku dan kukenyot puting mama. Rasanya nikmat sekali. Sambil menikmati susu mama, kuelus-elus paha mama.

    Tiadanya perlawanan membuatku semakin berani menaikan tanganku hingga menyentuh memek mama. Kurasakan jari-jari mama sibuk keluar masuk di memek mama.

    Sejak awal tak kuhentikan mulutku di susu mama. Memek mama terasa hangat, basah. Kurasakan tangan mama mendorong kepalaku dan mengarahkannya ke memek mama hingga hidungku menyentuh sebelah atas memek mama.

    Jilat nak. Jilat.

    Saat lidahku menyentuh memeknya. Mama bergetar. Kusarakan asin yang baru kali ini kurasa. Tanpa jijik, kumainkan lidahku di memek mama. Kujilat dan kumasukan lidahku. Ternyata kontolku telah digenggam dari luar celana. Saat mama mencoba mengeluarkan kontolku dari celana, kujilat dan kuhisap itil mama hingga membuat mama mengerang lebih keras.

    Ingin tetap bereksperimen, kuraih remot kontrolku dan kutekan pause sambil mengangkat wajahku dari memek mama.

    Mama gak apa-apa? kurasakan kontolku diremas mama.

    Oh nak, apa yang terjadi?

    Mama terkejut, membeku diam sambil menggenggam kontolku.

    Mama menyuruhku. Sambil kembali kujilat memek mama.

    Tapi ini tak boleh nak! mama menangis, mencoba menjauh.

    Kembali kutekan tombol play dan mama mengerang kembali. Mengangkat memeknya lebih tinggi. Sungguh enak rasanya cairan yang keluar dari memek mama. Tangan mama kembali meremas kontolku. Kujepit itil mama dengan bibirku dan kumainkan dengan lidahku. Erangan mama makin keras dan tubuhnya mulai mengejang.

    Kutekan lagi tombol pause saat mulutku masih menikmati memek mama yang orgasme.

    Oh, oh, oh, mama mengerang sambil menggenggam lebih erat kontolku. Kontolnya diangkat hingga menekan kepalaku.

    Apa-tidak, tidak, jangan, mama menangis tapi tak melepaskanku.

    Rasanya enak ma. Kujilat lagi memek mama.

    Oh, nak, tidak, tidak ya, oh,

    Kutekan lagi tombol play dan kutekan juga kepalaku ke memek mama. Akhirnya aku bangkit. Mama menarik kontolku dan mulai mendekatkannya ke bibir mama. Mama mulai menjilat kontolku. Lalu ia masukan dan menghisapnya. Bisa-bisa tak lama lagi aku orgasme. Saat kontolku sepenuhnya di mulut mama, kutekan lagi tombol pause.

    Tidak, tidak, mama menyadari kontol yang di mulutnya adalah kontolku, anaknya.

    Saat mama akan mencabutnya, kutekan lagi tombol play dan mama kembali memainkan kontolku di mulutnya sambil mengerang. Kurasakan orgasmeku semakin mendekat. Aku tak percaya mama sedang nyepong kontolku. Akhirnya kontolku menyemburkan lahar panas di mulut mama. mama menyedot semuanya dengan rakus.

    Selesai orgasme, kutekan lagi tombol pause. Mata mama melebar menyadari apa yang terjadi tapi kali ini mama tak berhenti. Mama terus saja menghisap sperma di kontolku hingga tetes terakhir. Habis itu, mama melepaskan kontolku dari mulut dan tangannya. Mama terlihat bingung dan malu.

    Nak, mama gak ngerti apa yang terjadi pada mama. terdapat tetesan sperma di wajah mama dan mengalir di dagu dari mulut mama. matanya meneteskan air mata.

    Gak apa-apa mah. Lagian juga nikmat kok. Memek mama juga rasanya enak.

    Tapi ini salah. Mama udah nikah, juga kamu anak mama.

    Mama menangis.

    Ya. Kita berdua juga tahu gimana papa. Arvin sayang mama. mama juga sayang Arvin kan? Papa gakkan tahu apa yang dia lewatkan.

    Mama mesti dibaju. Matanya mencari bikininya. Singkirkan itu! sambil menunjuk kontolku. Siapa tahu papamu datang.

    Mama juga tahu kan papa jarang pulang jam segini.

    Kupakai kembali celanaku. Kupungut cd mama.

    Sini! tangan mama meminta cdnya.

    Biar Arvin nikmati sekali lagi.

    Kuhisap cd mama di depan matanya.

    hentikan nak!

    Pipinya memerah saat mama duduk telanjang di depanku. Kuraih kembali remot kontrol dan kutekan tombol play.

    Oh nak, mama mengerang saat kubaringkan mama dan kudekatkan kepalaku ke memek mama. rambutku dipegang mama saat kujilat memek mama lagi. akhirnya kutekan tombol stop saat kuhisap memek mama.

    Hentikan nak. Sudah. Mama mengangkat kepalaku dari memeknya.

    Apa mama gak menyukainya? mulutku belepotan cairan mama.

    Bukan itu maksudnya. Kamu anakku.

    Arvin suka memek mama. Arvin juga suka saat mama nyepong kontol Arvin.

    Mama pergi sekarang.

    Mama bangkit dan mengambil pakaiannya. Aku tersenyum melihat mama masuk rumah. Remot kontrolku bekerja diluar imajinasiku rupanya. Aku kembali ke kamarku. Ternyata remotku bisa juga dipake ke orang lain. Tinggal sedikit kuoprek. Akhirnya, ada seseorang yang akan ku test.

    Lelah. Aku tidur. Ketukan di pintu membangunkanku. Kulihat jam ternyata aku ketiduran beberapa jam.

    Makan dulu nak! mama memanggil dari belakang pintu.

    Ayah ada?

    belum pulang.

    Pintunya gak dikunci kok mah.

    Aku menunggu. Akankah mama masuk? Aku berbaring memakai kimono mandiku. Kupegang kontolku. Tak lama kemudian, pintu membuka perlahan-lahan. Muncullah mama di daun pintu. Juga memakai kimono mandi.

    Matanya melihat ke kontolku yang menyembul dari kimonoku. Kumasukan tanganku dan menggenggam kontolku. Sedang tanganku yang lain memegang remot kontrol.

    Jangan gitu nak! tapi mata mama tak berpaling.

    Masuk aja mah. Sini bantu Arvin.

    Saat kukeluarkan kontolku saat itu juga kutekan tombol di remot kontrolku. Mama melangkah mendekati ranjang. Kulihat di balik kimono, mama gak memakai apa-apa. Mama lalu memposisikan kepalanya hingga ada di atas kontolku. Mama mulai menyepong kontolku. Setelah beberapa saat, kuangkat kepala mama dan kubuka kimononya hingga berdiri telanjang.

    Kembali kuposisikan mama di ranjang hingga kami bergaya enam sembilan. Mulut kami sibuk. Terus kumainkan itil mama agar cepat orgasme. Benar saja. Mama menekan lebih dalam memeknya saat mengejang orgasme. Kuhirup semua cairan yang keluar dari memek mama. setelah itu kuposisikan mama mendindih di atasku hingga susunya menindih dadaku.

    Mulut mama mencari mulutku. Kami berciuman cukup lama. Lidah dan mulut beradu saling serang dan hisap. Kurasakan kontolku menekan memek mama.

    Oh nak entot mama, nak. Entot mama!

    Sambil ciuman, tangan mama meraih kontolku dan mengarahkannya ke memek mama.

    Masukan mah. Entot Arvin.

    Kucari puting mama dan kumainkan serta kupijit dan kupelintir. Mama mengerang saat menangkat pantatnya dan menurunkannya kembali. Akhirnya tangan mama mengarahkan kontolku ke memeknya. Lalu ia tekan perlahan-lahan. Kulihat bagainama kontolku masuk mili demi mili ke memek mama hingga akhinya masuk semua.

    Rasanya sungguh nikmat. Mama mendiamkan memeknya. Lalu mama mulai menggoyang pinggulnya membuat kontolku keenakan. Mama ngentot sambil mendudukiku. Susunya gerak-gerak tak bisa diam. Sungguh enak hingga rasanya bentar lagi aku mau orgasme. Kuraih itil mama dan kumainkan dengan jariku saat mama menggoyang pantatnya.

    Erangan mama makin tak karuan. Otot memek mama makin mencengkram. Saat spermaku akan memuncrat, kuraih remot dan kutekan tombol pause. Mata mama membesar menyadari kontol anaknya menyembur di memeknya saat ia dalam posisi women on top. Mama mencoba bangkit tapi kupegang pinggulnya saat aku orgasme.

    Arvin! Hentikan nak! Jangan, oh oh oh

    Semburan spermaku di memek mama membuat mama juga orgasme. Mama mengejang lalu menangis. Di wajahnya terlihat rasa malu. Mama mencoba bangkit tapi kucengkram pinggulnya.

    Duh mah. Memek mama enak. Mama suka kontol Arvin gak?

    Kutekan lagi tombol play.

    Iya nak. Mama suka kontol kamu. Sungguh besar dan panjang.

    Mama mengerang merasakan semburan spermaku. Kulepasakn cengkramanku.

    Hisap kontol Arvin ma!

    Iya. Iya nak.

    Mama bangkit. Lalu memegang kontolku dan mulai menjilatinya.

    Kontolmu nikmat nak.

    Mama menghisap kontolku membersihkan sisa-sisa spermaku. Saat mama akan selesai, kutekan tombol stop. mama kembali terkjut saat menyadari sedang menghisap kontol anaknya dan di mulutnya ada sisa-sisa orgasem anaknya dan dirinya. Mama mengangkat kepala dan menatapku, tapi tetap memegang kontolku.

    Oh nak. Mama gak tau kenapa bisa begini.

    Gak apa-apa mah. Arvin suka kok ngewe sama mama.

    Tapi mama gak tau apa yang terjadi?

    Air matanya jatuh tak tertahankan. mama hanya masuk ngajak makan lalu mama ngentot Arvin hingga kita keluar. Sungguh nikmat mah. Arvin menyukainya. Lalu mama membersihkan kontol Arvin.

    Aku tersenyum sambil menatap mama.

    Tapi mama gak sadar apa yang mama lakuin.

    Meski begitu, teruskan dong ma. kontol Arvin tegang lagi tuh. Boleh Arvin ngewe mama lagi gak?

    Apa? mama terkejut menyadari tangannya masih menggenggam kontolku.

    Ayolah ma. Arvin pingin kita ngewe sekali lagi sebelum papa datang.

    Kita mesti hentikan ini. Mama melepaskan genggamannya lalu bangkit.

    Yakin ma? kutekan lagi tombol di remot.

    Iya dong nak. Ayo entot mama lagi.

    Mulut mama membuka dan mulai menghisap kontolku lagi.

    Ya kalau mama maksa sih

    Aku tersenyum melihat kontolku terbenam di mulut mama. beberapa menit kemudian, kuangkat kepala mama. kusuruh mama nungging. Kuewe mama pake gaya anjing. Nikmat sekali. Mama makin meracau gak karuan. Beberapa kali kumainkan tombol pause dan play mencoba mencari tahu reaksi mama. makin lama kesadaran mama pun semakin lama.

    Oh nak. Apa yang terjadi sama mama? tanya mama. tapi mulutnya tetap menghisap dan menjilati kontolku.

    Arvin suka sepongan mama. mama juga suka kan nyepong Arvin?

    Ini gak boleh nak. Kata mama sambil tetap menghisap kontolku. Mama gak ngerti.

    Arvin gak peduli. Sudah mah, bentar lagi papa pulang.

    Oh tuhan. Ayahmu. Mama melepaskan kontolku. Apa yang mesti mama bilang?

    Kenapa mesti bilang? Papa selalu ngewe wanita lain. Kenapa mama gak cari kesenangan juga?

    Apa yang akan mama lakukan?

    Mama terlihat panic.

    Saat pulang, papa selalu langsung ganti baju kan. Nah saat itu, langsung mama entot papa. Mungkin cara itu bisa mengembalikan papa ke mama.

    Dimana kamu belajar mikir dan ngomong kasar kayak gini?

    Mama bicara sambil kembali memakai pakaiannya.

    Pergilah mah. Tenang, gakkan ada apa-apa kok. Kataku sambil menyentuh bahu mama dan tangan satunya mencolek memek mama.

    Hentikan nak. Mama menjauh

    Esok pagi saat papa pergi. Arvin temuin mama sebelum sekolah.

    Apa maksudmu? mama terlihat malu.

    Ah, kayak gak ngerti aja?

    Kutekan kembali beberapa tombol remot. Kubiarkan beberapa saat hingga lutut mama melemas. Kudengar mobil papa datang.

    Cepat ke kamar mah!

    Oh tuhan.

    Lakukan saja seperti tadi sama Arvin. Pasti aman.

    Beberapa menit kemudian, aku melangkah mendekati pintu kamar ayah ibu. Menguping. Kudengar ranjang berdecit tak karuan. Aman rupanya.

    Malam itu kami makan bersama. Ayah dan mama terdiam. Tak seperti biasanya. Biasanya setelah makan ayah langsung ke ruang kerjanya. Tapi kali ini ayah langsung ke kamar. Ibu mengikutinya. Aku pun kembali ke kamar.

    Esoknya kudengar mobil ayah pergi. Kuambil remot kontrol dan kuketuk kamar ibu.

    Ya. Ada apa? ibu terdengar masih mengantuk.

    ini Arvin mah. Boleh masuk gak?

    Mau apa?

    Hanya ingin liat mama.

    Oh. Masuk saja.

    Aku pun membuka pintu dan masuk.

    Arvin penasaran mah. Gimana malam tadi mah?

    Sempurna. Makasih.

    Apa papa ngewe mama?

    Arvin. Jaga ucapanmu! mama membentak.

    Kita lihat.

    Kusingkapkan selimut yang menutupi mama. ternyata mama telanjang.

    Apa yang kamu lakukan? mama terlihat marah dan mencoba menutupi kembali tubuhnya.

    Bersambung…

    1 2
  • Belajar Tanggung Jawab

    Belajar Tanggung Jawab

    Cerita Sex Belajar Tanggung Jawab – Fania duduk di pematang sawah yang kering akibat kemarau berkepanjangan. Di depannya terlihat ibunya yang sedang kencing tanpa malu dan atau mencoba menutupi kegiatannya. Mau tak mau, Fania melihat urin yang keluar dari selangkangan mamanya.

    Teriknya matahari membakar wajah dan atau kulit Fania. Juga membuat tenggorokan Fania kering. Selain ibunya, Fania juga sering melihat tante dan bahkan kakaknya kencing di hadapannya. Detik berganti dengan menit dan menit pun silih berganti.

    Kini Fania telah memiliki anak bernama Vina. Seorang siswi menengah pertama yang sudah mulai mens sedari dasar. Detik berganti dengan menit dan menit pun silih berganti.

    Fania memilah isi keranjang pakaian kotor putrinya lantas mengeluarkan cd kotor putrinya. Fania hirup aromanya. Terlihat secuil bercak kekuningan yang lantas Fania jilat dan hisap meski tidak mengeluarkan tetesan.

    Cerita Sex Belajar Tanggung Jawab
    Cerita Sex Belajar Tanggung Jawab

    Ngocoks Setelah dirasa puas, Fania mengambil cd putrinya lantas ke kamarnya dan mengunci pintu. Setelah terkunci Fania langsung merebahkan diri di lantai tanpa pusing – pusing ke kasurnya. Fania kembali menikmati cd putrinya itu.

    “Kenapa bersih amat sih membersihkan memeknya?” batin Fania sambil menghirup aromanya.

    Saat tangan kiri memegang cd putrinya, tangan kanan Fania langsung menyusup ke dalam cdnya sendiri lantas mengelus – elus klentitnya sendiri. Elusan tangan di kelentitnya membuat Fania cepat keluar. Aneh, padahal saat bercinta dengan suaminya, Fania tak pernah keluar secepat ini.

    Meski telah keluar, namun Fania merasa belum puas seutuhnya. Dengan enggan, Fania kembalikan cd putrinya ke keranjang sebelumnya. Saat di kamar putrinya, Fania melihat wadah tissue yang kosong. Fania lantas ke warung dengan maksud membeli tissue.

    Baru saja melangkah dengan pasti keluar pintu rumah, Fania dikejutkan oleh seorang kakek yang memegang tongkat di tangan kiri sedang tangan kanan dalam posisi meminta.

    Fania tidak merasa iba, namun tangannya tetap memberi recehan.

    “Terimakasih bu, semoga rezekinya semakin banyak dan segala maksud dan tujuan tercapai.”

    “Iya, sama – sama kek.”

    Di perjalanan, tiba – tiba Fania merasa mendapat wangsit yang mengatakan agar Fania membeli Tisu yang banyak.

    “Wah, jangan – jangan ini efek sedekah kali?” batin Fania.

    Di rumah, tisu yang banyak itu Fania ambil satu bungkus lantas ditaruh di kamar putrinya. Sisanya Fania ambil dan diremas hingga membentuk bola. Bola–bola tisu itu lantas disumpal ke jalur pembuangan di kamar mandi.

    Setelah selesai menyumpal, Fania sabar menanti kepulangan putrinya.

    “Assalamualaikum.”

    “Waalaikumsalam. Ayo makan dulu, udah mama siapin perkedel buat kamu.”

    “Asik. Wah, ini ada kelapa muda siapa nih mah?”

    “Siapa yah? Siapa lagi kalau bukan buat kamu.”

    Vina makan dengan lahap, tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Dulu Fania suka menyuruhnya untuk langsung ganti pakaian, namun Vina jarang menurut. Akhirnya Fania biarkan saja.

    “Gimana sekolahnya sayang?”

    “Gak gimana – gimana mah. Ini beli di mana sih mah, air kelapanya banyak bener. Dagingnya malah sedikit.”

    “Tadi ada yang lewat. Tumben kamu sudah pulang jam segini.”

    “Yah mama, pulang jam segini dibilang tumben. Giliran telat setengah jam aja dimarahi.”

    “Namanya juga orangtua. Wajar kalau cemas. Apalagi zaman sekarang.”

    “Emang kenapa kalau zaman sekarang mah?”

    “Mama takut kamu dibawa temen terus diapa – apain.”

    “Diapa – apain bagaimana?”

    “Mama takut kamu diculik sayang.”

    “Mama mah gitu aja ngomongnya. Bukannya ngomong yang baik – baik. Ya udah, biar gak ada yang nyulik, ntar – ntar pulangnya minta dianterin temen deh.”

    “Temen siapa? Pacar? Kamu belum boleh pacaran, masih kecil.”

    “Emang kenapa mah? Temen aja udah banyak yang pacaran.”

    “Pokoknya gak boleh.”

    “Ya udah, Vina mau kerjakan pr dulu di rumah temen.”

    “Temen siapa?”

    “Sukma mah.”

    “Ganti dulu pakaiannya.”

    “Iya dong mah.”

    @@@

    “Mah, kayaknya kamar mandinya mampet tuh.”

    “OH gitu? Ya udah ntar nunggu papa dibetulin deh.”

    “Oh, yang udah Vina pamit dulu ya. Assalamualaikum.”

    “Waalaikum salam.”

    Begitu putrinya keluar, Fania langsung melepas busana hingga tiada sehelai benang pun menempel di tubuhnya. Fania lantas beranjak ke kamar mandi. Di kamar mandi terdapat genangan air agak kekuningan campuran urin anaknya dengan air.

    “Untung gak kencing di kloset,” batin Fania.

    Fania lantas berlutut dan kedua tangannya menyentuh lantai. Mulutnya mulai minum mencicipi. “Ohhhh…” lenguh Fania. Lantas kembali minum. Tangan kanan Fania mulai mengelus klentitnya. Elusan dan tegukan membuat Fania keluar dan kembali melenguh. “Ohhh…”

    Tubuh Fania mengejang hingga membuatnya tak tahan berlutut. Fania berbaring di lantai dan langsung terpaku saat melihat wajah putrinya yang terlihat jijik.

    Saat mata Fania mulai berkedip, putrinya melangkah pergi. Dapat Fania dengar suara pintu depan yang ditutup dengan keras.

    * * *

    “Vina mana mah?”

    “Lagi kerja kelompok pah di rumah sukma.”

    “Sampai jam segini?”

    “Iya. Katanya juga mau sekalian nginep.”

    “Tumben mama izinin.”

    “Iya pah, mama juga mesti belajar memberinya tanggung jawab. Lagian dia juga udah mulai gede.”

    “Wah, ada apa nih tumben – tumbenan.”

    Setelah meluangkan waktu di tempat pemakaman umum setempat, Vina mulai memikirkan langkah yang akan diambil. Memang, saat butuh ketenangan, Vina lebih memilih menyepi di tempat pemakaman umum.

    Sekitar jam sembilan malam, Vina datang tanpa dendam, dia terima keadaannya.

    “Lho, katanya mau nginep di rumah temen, kok gak jadi?”

    Vina diam menyadari pertanyaan mama. Setelah menebak arah pembicaraan, maka Vina pun buka mulut, “Iya, gak jadi mah, males ah.”

    “Betul itu, apalagi ayah tidak setuju kamu bermalam di rumah teman.”

    “Iya yah. Vina tidur dulu.”

    ***

    Fania mendesah gelisah saat sedang digauli oleh suaminya. Bahkan hingga suaminya tidur, pikiran Fania masih melayang menyadari ketenangan anaknya.

    ***

    Sekitar dua minggu Fania menderita akibat anaknya tidak berbicara dengan dia. Namun, Fania tak berani berbicara lebih dahulu.

    “Cukup satu kata, kenapa?”

    Fania paham akan maksud dan tujuan dari pertanyaan putrinya itu. “Kehidupan rumah tangga, meski terlihat bahagia tapi tetap membuat mama stress. Memang kadarnya tidak separah orang lain. Tetap saja, keinginan untuk membahagiakan suami dan melihat kamu sukses terkadang membuat urat syaraf mama menegang.

    “Namun, saat mama mencium aromamu, aroma pakaianmu, mama merasa mendapat pelarian dari stress dan tuntutan kehidupan. Mama seperti mendapat wangsit, keseimbangan, nilai plus dan min.

    “Mama merasa plus mama terpenuhi saat menjalankan peran sebagai seorang istri dan atau ibu. Lantas, mama merasa min mama terpenuhi saat mama melakukan apa yang, mungkin bagi orang lain, kotor.”

    Hening.

    Hening..

    Hening…

    “Kalau memang itu yang mama mau, biar Vina bantu mama mengekspresikan diri tanpa khawatir akan penilaian dari Vina. Itu juga kalau mama setuju.”

    “Maksudmu apa?”

    Tangan Vina lantas mengelus kepala mama. Fania diam saat kepalanya dielus putrinya. Saat elusan sedikit menggenggam, maka kepala Fania mengikut langkah tangan putrinya. Fania kini berlutut seiring dengan tekanan pada kepalanya. Tanpa Fania sangka, kepalanya masuk ke dalam rok pendek yang dipakai putrinya hingga wajahnya mengenai celana dalam putrinya.

    “Minum semua mah, hisap dan jilat kalau perlu!”

    Sebelum benar – benar mengerti perkataan putrinya, tiba – tiba wajah Fania basah oleh urin yang merembes dari celana dalam putrinya. Setelah paham, Fania membuka mulut dan berusaha membuat urin putrinya masuk ke mulut. Setelah tak ada lagi aliran urin yang keluar, Fania meneguk hingga habis. Karena masih basah, celana dalam putrinya dihisap oleh Fania.

    “Enak. Terus jilat… Oh… Buka mah, buka cd Vina!”

    Fania menurut. Dengan tangannya Fania menurunkan CD putrinya hingga lepas. Setelah itu, kepala Fania kembali dibimbing menuju ke selangkangan putrinya.

    “Bersihin dong mah”

    Jilatan Fania semakin semangat saat kepalanya dielus – elus.

    “Enak mah… Terus jilat… ahhh… disana mah… ah…”

    Fania menghentikan jilatan saat putrinya orgasme. Fania biarkan tubuh putrinya menikmati hasil dari jilatannya.

    “Sudah mah ah, capek. Fania mau rebahan dulu.”

    “Iya nak.”

    Fania senang akhirnya putrinya mau berbicara dengannya. Fania senang akhirnya putrinya mau memenuhi keinginannya. Fania senang akhirnya apa yang dilakukannya kembali diulangi oleh putrinya.

    Jika dan hanya jika putrinya mengelus kepalanya, maka Fania pasrahkan kepalanya dipandu oleh tangan kecil putrinya.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5
  • Pacar Impian

    Pacar Impian

    Cerita Sex Pacar Impian – Sewaktu gw lulus SMA, gw jadian sama seorang cewe yang temen sma gw juga, Namanya Rara. Orangnya manis manis gitu, tinggi juga orangnya hampir setinggi gw yang 170an, dia mungkin 167-168an lah.. Badannya sekel karena dia sering lari sore di komplek rumahnya.

    Gw bisa jadian sama dia karena gw ngeliat dia tuh orangnya ngepas banget sama gw, anaknya asik klo diajak jalan, humoris, dan update.. Dengan dibantu Yully, gw akhirnya nyoba deketin dia waktu kita baru selesai UAN, dan kurang lebih sebulan gw deketin gw akhirnya jadian sama dia.

    Bisa dibilang sih dia pacar pertama gw yaa, sebelom sebelom dia mah gw pacaran ga ada seriusnya.. nah sama dia ini gw baru ngerasain enaknya pacaran.. Gw sering nonton bokep, gw sering iri sendiri klo denger temen temen gw pacaran sampe bisa grepe grepean, bahkan ada juga yang sampe ml..

    Gw sering ngayal gw begitu begitu sama Rara, tapi gw terlalu takut untuk minta, karena gw ngeliat dia ini anak baik baik, keluarganya juga keluarga baik baik dan taat agama jadi gw takut dia bakalan illfeel sama gw karena minta macem macem sama dia.

    Cerita Sex Pacar Impian
    Cerita Sex Pacar Impian

    Ngocoks Nah waktu gw awal awal ngekos di Kosan Bagus, si Rara yang kuliah di UI sering ke kosan gw klo weekend dan nginep. Nah bisa dibayangin dong gimana pengennya gw begitu gituan sama dia.. Apalagi saat itu gw baru nonton film porno yang tipe gw banget..

    Pernah ga kalian searching searching bokep di internet dan dapet yang selera kalian banget? misalnya kalian suka sama cewe yang boobsnya kecil dan perky gtu, trus rambutnya item panjang banget, dan pake kostum cheers..

    Nah pas ketemu bokep yang kaya gitu langsung lah ya kalian melakukan sesi pribadi itu berulang kali dengan itu bokep? Nah gw juga gitu, tapi, sebelom gw sempet sesi pribadi, cewe gw keburu nyampe di depan kamar dan ngetok. Jadilah gw kentang seada adanya.

    “Tumben kamu ga minta jemput di Travel?” tanya gw pas dia masuk ke kamar gw, tentunya itu bokep udah close yaa..

    “Iya doongg biar surprise kamunyaa, hehe” Jawabnya riang sambil naro tas punggung dia ke samping kasur gw. Zzz, seneng sih gw disurprisein gini, tapi pas banget gw lagi mau begitu kan.. kentangnya itu lho ga nahan.. masih berdiri tegak banget nih!

    Gw berusaha menyembunyikan ketegangan ini sambil pura pura merogoh kantong celana, eh tapi kalian tau apa yang dia lakukan? Meluk gw. Waduhhh! Kan ini masih tegak yaa, trus dia meluk gw.. klo kena gimana?

    “Kangen ihh sayaannggg” Ucapnya dipelukan gw. Gw cuman bisa senyam senyum doang sambil mundurin pinggang gw dari pinggang dia.

    “Eh Trus trus, kamu tadi naik apaan dari travel?” Gw sok nanya ke dia sambil ngelepasin pelukan.

    “Naik angkot.. aku kan diajarin Yully naik angkot apa dari sana, emangnya kamu pelit ga mau ngajarin wooo..” Jawabnya sambil kemudian membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin.

    “Yeee.. aku tuh ga ngajarin kamu karena aku ga mau kamu naik angkot.. ntar digodain akang akang bandung aku yang ribet ntar..” Canda gw sambil melihat dia minum air dingin, deilah kenapa jg dia minum airnya harus sambil ngelap leher gitu.. aahh ini mah karena gw yang masih kentang aja nih, semua hal bikin gw makin kerangsang..

    Tapi untungnya gw bisa meredam birahi gw seiiring gw makin larut ngobrol ngobrol sama dia. Gw nonton acara tv kabel sama dia, trus ketiduran sampe sore. Yully ngajakin gw makan sama Rara juga dan setelah Rara mandi, giliran gw mandi.. Wah ini saat yang pas buat gw ngelampiasin kentang tadi siang nih!

    Berbekal sabun cair yang dibawa cewe gw, gw dengan antusias melangkah ke kamar mandi. Baru mulai ritual di kamar mandi bentar, eh ada yang ngetok, cewe gw ternyata, dia bilang klo Yully udah dateng, jadi mandinya buruan. Waahh kampret sialnya.. baru ngelus dikit padahal..

    Klo gw kelamaan bisa curiga nih mereka berdua ntar, apalagi Yully, dia suka frontal tuh ngomongnya.. kan ga lucu kalo tiba tiba dia nanya ke gw, “lo abis coli yaa?” di depan Rara.. njirr bakalan awkward gw malem itu juga.. Yaudahlah ya gw mandi.

    Malem itu gw dan Rara habiskan makan bareng Yully dan beberapa temen angkatan dia yang akrab sama gw juga. Kita ketawa ketiwi bareng sambil menikmati kuliner Bandung yang ga pernah berhenti memukau lidah gw.

    Pas makanan abis, kita ngobrol ngalor ngidul mulai dari kuliahan, sampe ke masalah pacaran dan seperti yang udah gw duga, mengenai seks.. jujur gw ngerasa ga enak ngedenger obrolan ini karena takut bikin Rara ga nyaman..

    Eh tapi ternyata Rara fine fine aja sama obrolan itu dan bisa becanda soal kaya gitu, palingan yang aga canggung sih waktu salah satu temen Yully nanya ke gw udah ngapain aja sama Rara..

    Gw jawab gini, “Ya kali, gw mah belom ngapa ngapain sama dia.. ntar aja kali ya sayang pas nikah?” sambil natap ke Rara, disitu Rara senyum awkward gtu, gw juga disorakin sama temen temennya Yully, dibilang sok alim lah blablabla biasalah becandaan klo lagi asik ngobrol..

    Pembicaraan terus lanjut ke hal hal lain sampe akhirnya keabisan topik dan emang udah malem juga, sebenernya sih gw ga masalah pulang malem, toh kosan gw ga ada jam malem.. tapi yang lainnya ini punya jam malem, jadilah kita bubar dan pulang. Gw dan Rara nganterin Yully balik ke kosan trus kita juga pulang.

    Sampe di kosan Rara bersih bersih sementara gw ngobrol sama anak anak kosan gw yang lagi pada ngumpul, anak anak kosan gw juga asik asik sih dan mereka juga sering manas manasin gw.

    “Jangan brisik yak klo main ntar.. biar gw bisa tidur!” Sahut salah satu temen kosan gw disambut tawa yang lain. Selesai ngobrol sama anak kosan gw balik ke kamar dan ngobrol ngobrol lagi sama Rara yang lagi buka internet di komputer gw.

    Waktu itu gw masih newbie banget sama internet, dan Rara yang sering ngajarin gw internetan, ngajarin gw buka youtube, buka blog dsb dst.

    “Aelah ini komputer kenapa lemot deh sekarang..” Sahut gw waktu komputer gw lemot.

    “mungkin itu internetnya aja kali yang lagi lemot..” jawab Rara singkat sambil nonton TV disampingku.

    “Engga ko nyala nih internetnya.. jual juga nih..” Jawab gw masih aga aga kesel.

    “Sombooongg mentang mentang tajir gini nih.. makanya komputer dipake buat tugas jangan buat nyimpen film begituan!” Ujar Rara tiba tiba membuat gw kaget.

    Ko.. dia.. tau?

    Trus begonya gw gw ga ngaku pula.. panik sih ya gara gara ketauan..

    “Engga ko aku ga pernah nyimpen begituan!” Jawab gw panik. Si Rara cuman senyum nyepelein aja.

    “Ga mungkin lah sayaaanngg.. masa iya sama sekali ga ada?” Tanyanya sambil ganti ganti acara tv.

    “Beneran ga ada nih liat aja tuh klo mau!” ngotot gw berharap Rara percaya.

    “Bener yaa?! Yauda sini mana coba aku liat..” Kata Rara yang langsung berganti posisi dan merebut keyboard dan mouse. Mampus gw kena..

    Gw diem ga bisa ngomong sementara Rara masih ngeliatin mata gw berusaha mencari tau gw boong apa engga. “Tuh kaann nyimpeen kaann kamuu” Godanya sambil tersenyum puas mengungkap kebohongan gw.

    Gw juga senyum malu dan keki gitu.. “Iya iyaa ada.. dikit doang tapi ko” Jawab gw sambil berusaha ngeles untuk terakhir kalinya, padahal seinget gw udah ada 10GB waktu itu (Lumayan banyak lah untuk itungan dulu 10GB tuh).

    “halaahh masih lhoo ngeles..” Kata Rara yang ga tertipu juga sambil melepaskan keyboard dan mouse. “Lagian kamu ngapain sih nyimpen nyimpen kaya gituan sayaangg..” Lanjutnya kemudian menatap gw.

    “Ya abisnyaa..”

    “Abisnya apaa?” belom selesai gw ngomong, dia udah nanya lagi. Gw makin ga bisa ngomong.

    “Abisnya kita ga pernah kaya gitu?” tanya Rara lagi. Gila gw kaget banget dia nanya frontal kaya gitu. Gw ga tau harus jawab apa, dan dengan penuh ragu gw ngangguk sambil senyum malu.

    “Ya aku juga ga berani lah mau ngajakin kamu kaya gitu.. aku takut kamu mandang aku cowo buaya..” Jawab gw polos. Rara senyum.

    “Makasih yaa sayaaanngg.. aku seneng kamu mandang aku bukan cewe yang kaya gitu..” jawabnya trus megang tangan gw.

    “Iyalaahh.. kamu bukan cewe kaya gitu sayaangg! Kamu itu istimewaa pake banget!” Jawab gw jujur. Saat itu emang dia orang yang paling istimewa buat gw. Gw ngerasa dia ngelengkapin gw banget dalam berbagai hal.

    Cup!

    Rara ngecup bibir gw trus senyum ngeliatin gw. Gw kaget banget, tapi seneng.. ini ciuman pertama gw sama dia! Gw natap wajah dia dalem dalem, dan akhirnya nyium dia. Lebih lama dari Rara tadi nyium gw. Saat inilah birahi mulai masuk bersama rasa sayang gw ke Rara.

    Tanpa gw sadari gw mulai membuka bibir gw dan melumat bibir Rara. Tangan gw langsung mendekap punggung Rara dan kitapun jadi di posisi berpelukan. Rara awalnya tidak membuka bibirnya, namun lama kelamaan dia mulai membuka bibirnya dan kita berdua menikmati ciuman itu.

    Lidah gw dan dan Rara bersentuhan pertama kali dan gw menghisap bibir bawahnya dengan lembut, Gw dan Rara pun tersenyum, kita sama sama menikmati pengalaman ini untuk pertama kalinya. Kita saling bertatap tatapan, Rara bergumam ‘I Love You’ dan kembali mencium bibir gw lagi.

    Ciuman ini semakin memanas, Rara mulai berani melumat bibir gw dan bahkan dia juga mendesah di sela sela ciuman kami. Ini bikin gw makin nafsu aja.. tanpa gw sadari tangan gw mulai pindah posisi dari punggungnya ke pinggang,

    Otak gw kaya ngasih tau gw untuk bergerilya perlahan lahan ke payudaranya, jangan langsung nemplok ke payudaranya, tapi harus semulus mungkin, biar Rara ga nepis tangan kita pas udah megang nanti..

    Kita masih ciuman sampe akhirnya itu tangan kanan gw berhasil megang payudara kirinya, Rara sempet berhenti sesaat, tangannya berusaha menahan tangan gw, namun gw ngerasa usaha dia kaya setengah setengah, insting gw mengatakan ini cuma upaya palsu aja biar dia ga terlihat murah,

    Gw yakin dia udah sama kaya gw, dikuasai nafsu! Makin gencarlah ciuman gw dan tangan kanan gw berhasil memegang seluruh dada kirinya.. Astagaa, ini yaa rasanya memegang dada wanita (Tanpa gw tau bahwa yang gw pegang itu masih terbungkus bra)..

    Dada Rara tergolong standar, berukuran 34B, tapi gw ga peduli, ini pertama kalinya gw megang dada cewe sesuka hati gw, dan gw bener bener menikmati banget.. Terjadi Revolusi besar besaran di celana gw dan kali ini gw ga peduli kena Rara apa engga.. Gw memberanikan diri untuk narik Rara pindah ke kasur dan melanjutkan di kasur dan Rara pun mau.

    This is it.. gw bakal ML malem ini, wohooo!

    waktu di kasur Rara langsung rebahan sementara gw rebahan disamping dia, langsung aja gw nyium Rara lagi dan tangan kanan gw kembali memegang dada kiri Rara sementara tangan kiri gw memegang kepala Rara. Gw puas puasin itu megang dada, gw teken teken dengan berbagai pola mulai dari kaya neken bel sampe ke angka 8..

    Masih kurang puas, gw mulai masukkin tangan gw ke dalam baju Rara dan kembali memegang dada Rara dari dalem, Rara lalu membantu tangan gw dan kemudian mengangkat bajunya hingga memperlihatkan perut dan branya yang berwarna merah.

    Revolusi di celana berubah jadi pemberontakan yang semakin tegang..

    gw berhenti mencium Rara karena pengen ngeliat badan Rara yang alamak mulusnyaa.. kulitnya yang sawo matang mengkilat cerah diterangi lampu kamar kosan gw, kemudian aga ragu tangan gw mencoba menyusup ke balik branya.

    ASTAGAAA..

    ini apa yang gw pegaang?? Lembut bangeett ini gumpalan.. Rara kemudian menarikku dan kitapun kembali berciuman lagi, tangan gw ga berhenti tuh megang Payudara Rara yang ga dihalangi apapun. Gw mainin puting susunya yang bikin Rara ketawa geli sambil mendesah dan menggelinjang sedikit.

    “Sayang.. aku buka yaa baju kamu?” Pintaku ragu. Rara mengangguk dan kemudian bangkit dan duduk di kasur supaya gw bisa mudah ngebuka baju dia.

    JRENG! Terbukalah sudah seluruh dadanya dan gw bisa ngeliat jelas kedua payudara yang bergantung mancung di dada Rara. Puting susunya berwarna coklat muda selaras dengan warna kulitnya. Rara melihat gw yang melihat dadanya tanpa henti dan kemudian nanya..

    “Kamu suka ga?” Tanyanya sambil memegang kedua dadanya dan membuat dadanya menjadi merapat.

    “Aduuh suka banget sayaangg..” Jawab gw jujur sejujur jujurnya dan menarik Rara ke pelukan gw dan menciumnya lagi. Kali ini tangan kiri gw beraksi dan memegang payudaranya yang kanan dan memainkan puting susu Rara yang makin mengeras.

    Rara juga sudah tidak malu lagi menahan desahan desahannya yang membuat gw makin bernafsu menciumi wajahnya hingga ke leher dan akhirnya ke Payudaranya..

    Beeehh akhirnya gw bisa ngerasain nenen untuk pertama kalinya niihhh beeehhh!

    Gw isep sebisa gw itu payudara, tangan rara memegangi kepala dan rambut gw seperti tidak ingin melepaskan.. “Aaahhh..’ Desahnya.

    Gw coba gigit puting susunya dan mengagetkan Rara. “Ouw?” Ucapnya kaget. Gw nengok ke atas dan melihat mukanya yang kaget, “maaf sayaangg aku gigit tadi” Ucap gw polos diikuti senyuman kita berdua.

    “Enak sayang?” Tanya Rara.

    “BANGET!” Jawab gw.

    Kemudian gw membaringkan Rara dan menciumnya kembali sambil memainkan payudaranya.

    “Sayang.. ini punya kamu, keras banget..” Kata Rara sambil menunjuk ke arah kejantanan gw yang masih berontak berontak ingin dibebaskan dari penjajahan celana dalam.

    “Iya sayang, gara gara kamu niihh” Jawab gw.. “Kamu pegang mau ga?” tanya gw. Rara ngangguk.

    “Aku mau liat..” Jawabnya sambil melihat terus ke kejantanan gw.

    Ga pake ba bi bu langsung gw buka baju dan celana gw, langsung sama celana dalemnya. Dan terlihatlah penis gw yang udah tegak banget banget di depan Rara dengan bulu bulu jembut yang ga cukup lebat karena ga pernah gw cukur dari tumbuh,

    Rara terbelalak ngeliatnya karena ini pertama kalinya dia ngeliat penis secara langsung. Penis gw juga ga gede gede amat sih, kurang lebih se ariel lah, gedean dia malah gw rasa haha..

    Gw langsung rebahan di samping Rara lagi, Rara masih ngeliatin penis gw dan bingung harus ngapain, gw juga bingung harus ngapain, gw tau sih gw pengen dia megang penis gw, klo bisa diisep malah, cuman gw ga tau gimana mintanya.. langsung aja gitu? Akhirnya otak gw jalan dan gw ngambil tangan dia dan gw taro ke penis gw..

    “Mmmmmhh..” Desah gw waktu tangan Rara mulai megang penis gw. Awalnya Rara belom bisa megang penis gw, terus akhirnya logika dia jalan dan mulai tau gimana caranya ngocokin penis..

    “Aduh enak sayaanngg..” Gw ngedesah keenakan pas Rara mulai secara konstan ngocok penis gw. Tangan gw ga tinggal diem dan mulai memegang selangkangan Rara. Rara lanjut nyium gw lagi sambil nyoba ngocokin gw dan tangan gw mulai masuk ke dalem selangkangan Rara.

    Gw mulai memegang jembut Rara yang juga lumayan lebat dan makin menuju ke bawah ke vaginanya yang hangat. Jari tengah gw secara spontan mulai beraksi di sela sela garis vaginanya dan membuat Rara merem melek kenikmatan.

    Langsung aja gw gerak gerakkin terus itu jari tengah gw ke vaginanya Rara yang berasa basah itu, gw beraniin diri buat ngebuka celana Rara untuk ngeliat sendiri bentuk vaginanya.

    Daammnn bener bener malam yang paling indah nih! Rara akhirnya terlentang polos dihadapan gw tanpa sehelai baju pun. Spontan tangannya mencoba menutupi vaginanya yang tertutup jembut yang tidak selebat yang gw kira tadi.

    “Jangan diliatin aahh sayaanngg, maluu..” Kata Rara sambil menutupi vaginanya dengan kedua tangannya.

    “Yaah sayaanngg kita udah kaya gini kamu masih malu ajaaa..” Jawab gw melas.

    “Ya makanya jangan diliatin gitu.. ” Pinta Rara yang kemudian menarik gw dan kembali menciumi gw.

    “Aku masukkin ya sayang?” Pinta gw.

    Rara tampak ragu. “Aku takut hamil sayang..” Jawabnya. Sejujurnya gw juga.. gw tau sih yang bikin hamil itu kalo sperma gw masuk ke vagina dia dan nyampe ke sel telur dia dan masuk ke proses pembuahan, jadi klo sperma gw pas gw ejakulasi ga masuk ke vagina dia, dia ga akan hamil dong? Tapi tetep aja gw takut gw ga tahan..

    Sepengen pengennya gw ML sama Rara malam itu, pada akhirnya gw terlalu takut akan kemungkinan dia hamil, lagipula gw ga punya kondom juga.. Akhirnya malem itu gw ga sampe ML, tapi cukup sampe ke HJ aja, plus gw ngelumat mrs v Rara sih..

    Beh itu sensasinya pas ngejilat punya diaa.. beribu ribu rasanya! Ngeliat bentuk vagina dari deket, ngeliat ekspresi muka Rara pas gw mulai ngejilat vagina dia yang masih rapet banget itu, ngerasain rasa cairan cairan lendir yang ada di vagina dia, nyium aroma vagina dia, semuanya gw nikmatin dan gw inget inget banget..

    Sampe akhirnya gw ga tahan dan minta dia ngocokin penis gw sambil nyium gw, Tadinya Rara mau nyoba ngisep penis gw, tapi dia belom siap gitu, yasudahlahya gw ambil apa yang bisa gw ambil deh.. toh ini udah lebih dari apa yang gw mau sih sebenarnya..

    Gw minta Rara makin kenceng ngocokin gw pas gw mau keluar biar gw bisa maksimal keluarnya, dan bener aja, pas gw keluar maksimal banget itu sperma muncrat kemana mana.. ke tubuh gw, ke dada Rara dan ke tangan Rara juga.

    Rara ngerasa asing sama sperma gw dan dia kaya mempelajari tekstur sperma gw. Disapunya sperma gw yang muncrat ke dadanya dan dia lihat baik baik teksturnya yang kental dan menempel di tangannya itu. Gw langsung bangkit berdiri meskipun gw lemas setelah muncrat tadi untuk mengambil tissue dan membersihkan diri gw dan Rara.

    Sambil mengelap sisa sisa sperma gw, kita berdua saling berciuman lagi. Gw meluk dia dari belakang dan membantunya mengelap sperma yang ia lewati.

    “Makasih ya sayang..” Ucap gw sambil meluk dia dan nyium leher dia yang bersih itu.

    “Iya sayaanngg..” Jawab Rara kemudian menyenderkan kepalanya ke kepala gw. Gw ngambil selimut dan nutupin badan kita berdua pake selimut itu dan kita rebahan lagi dan terus berpelukan sampe akhirnya ketiduran.

    Paginya ya otomatis seiring tegaknya penis gw, gw minta ke Rara buat begituan lagi dan dia mau.. Kita mulai lagi kegiatan semalem, Rara tetep belum mau ML dan juga belom mau BJ, gw sih no problem.. tetep nikmat ko, apalagi sama dia mainnya..

    Semenjak malam itu, gw sama Rara makin terbuka pacarannya.. kita beberapa kali lagi kaya gitu lagi sebelom akhirnya kita putus karena beda agama dan ga bisa dilanjutin takut ga disetujui orang tua, tambah lagi kita juga makin sibuk sama aktifitas di kampus masing masing..

    Gw masih kontak kontakan sih sama Rara, suka Skype skypean juga, tapi semenjak putus kita ga pernah lagi begitu begitu, cukuplah buat gw.. gw ga mau ngerusak dia lebih jauh lagi. Yang pasti gw ga akan bisa ngelupain pengalaman pertama gw ngesex sama dia. Ga akan bisa.

    Bersambung…

    1 2 3
  • Motivator Untuk Anak

    Motivator Untuk Anak

    Cerita Sex Motivator Untuk Anak – Selamat malam sobat Ngocokers tercinta. Vania, sebuah nama yang dipilih oleh orang tuanya dulu. Kini, ia menamani anaknya Ifan, selain karena bunyinya hampir mirip, juga karena Vania berharap anaknya tidak akan kekurangan Ifan selama hidupnya. Namun ternyata, nasib berbicara lain. Kini, setelah beranjak gede, Ifan ternyata sangat santai dalam menghadapi hidup ini.

    Telah beberapa kali Vania memergoki anaknya yang sedang mengintip saat ia mandi. Bahkan terkadang, Ifan mengintip roknya saat akan dan atau beranjak dari duduk. Sikap anaknya memang tak menyenangkan, namun kali ini Vania lebih mementingkan jalan hidup anaknya. Apalagi kalau melihat rapotnya, jarang ada nilai lebih dari delapan puluh.

    Seharian Vania mencoba berpikir apa yang mesti dilakukan untuk mengubah nilai dan pandangan hidup anaknya. Bagaimana caranya untuk memotivasi anaknya yang kurang termotivasi? Ingin rasanya Vania mengundang motivator terkenal, namun apa daya tiada rupiah.

    Cerita Sex Motivator Untuk Anak
    Cerita Sex Motivator Untuk Anak

    Ngocoks Malam hari, Vania makan seperti biasa bersama anaknya. Selesai makan, saat Ifan akan kembali ke kamarnya, Vania menghentikan. Duduk dulu sini, ada yang mau mama bicarain. Lah, Ifan udah tau mama mau bicarain apa. Pasti itu lagi-itu lagi.

    Iya, mama ngerti. Tapi mama inginnya meski kamu tak niat kuliah, nilaimu harus bagus semua. Apalagi mama ingin sehabis sekolah kamu tuh kuliah.

    Tapi mah, Ifan udah seneng kok hidup kayak gini. Apa lagi yang kurang?

    Pasti ada yang kurang. Masa kamu puas hanya dengan seperti ini sih?

    Kagak ada yang kurang mah. Kecuali

    Kecuali apa?

    Kecuali cewek telanjang. Hehehe

    Hehe Dasar kamu itu. Pantesan kamu doyan bener intipin mama mandi.

    Ifan yang lagi tersenyum mendadak diam. Terkejut.

    Kamu kira mama gak menyadari kelakuanmu apa?

    Iya mah, maaf. Abis Ifan penasaran sih.

    Iya mama ngerti. Seusia kamu memang penasaran sama segala hal. Malahan bagus kok, daripada mati penasaran.

    Makasih mah.

    Tapi mama ingin agar kamu tingkatin nilai kamu. Terus kuliah. Biar nanti bisa lebih daripada mama. Lebih sukses dan lebih kaya.

    Gak perlu mah. Gini juga udah bahagia kok.

    Meski tanpa gadis telanjang, kata Vania sambil nyengir. Ya udah, kalau kamu mau ke kamar. Mama mau beresin dulu.

    Iya mah.

    Vania pun membersihkan sisa makanan dan mencuci piring. Telah delapan tahun Vania sendirian mengurus anaknya. Delapan tahun lalu David, ayahnya Ifan, meninggal. Selama ini Vania berjuang mencari nafkah juga membesarkan. Tatapan mata anaknya saat mengintip membuat Vania kembali merasa ingin menjadi wanita seutuhnya, yang diinginkan oleh pria, dijamah oleh laki-laki, dicumbui lelaki.

    Mama boleh masuk nak? tanya Vania setelah mengetuk pintu kamar anaknya.

    Namun, tanpa menunggu jawaban, Vania langsung masuk dan mendapati anaknya sedang duduk di depan monitor. Vania lalu duduk di ranjang anaknya.

    Ada apa mah?

    Nak, mama rasa keputusanmu untuk kerja sehabis sekolah bakal kamu sesali nanti, kata Vania sambil mengusap kepala anaknya.

    Kalau begitu adanya, biarlah nanti Ifan sesali apa yang Ifan putuskan hari ini.

    Mama ingin kamu kuliah. Namun meski begitu, mama takkan menghukum kamu dengan menjual komputermu dan atau melarangmu melakukan ini-itu.

    Jadi, daripada melarangmu, mama putuskan untuk memberimu hadiah jika dan hanya jika nilai rata-rata EBTANASmu lebih dari pada delapan puluh dan kamu lanjut kuliah.

    Tapi mah, Ifan kan udah bilang Ifan gak perlu apa-apa lagi.

    Vania menghelan nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.

    JIka nanti pada saat EBTANAS nilaimu lebih dari delapan puluh dan kamu putuskan akan kuliah, mama akan hadiahi kamu wanita telanjang.

    Apa?

    Jika nilaimu bagus, mama tak akan lagi memakai pakaian di rumah hanya jika sedang berdua denganmu, alias tak ada tamu.

    Hehehe Mama emang pinter bercanda, tawa Ifan.

    Wajah Vania yang terkesan dingin membuat Ifan menghentikan tawanya.

    Jika tubuh usia empat puluh empat tahun masih menarik bagimu, maka peganglah janji mama ini. Tapi jika nilai rata-ratamu kurang dari delapan puluh, maka saat itu juga perjanjian ini mama batalkan. Setuju?

    Mama gila, kata Ifan namun tangannya menyalami tangan mamanya tanda setuju.

    Detik-detik berganti dengan menit. Menit pun silih berganti. Hari-hari pun terus berganti. Ifan kini mulai rajin belajar. Suatu hari tiba-tiba ada surat community college setempat yang mengabari bahwa Ifan diterima untuk meneruskan pendidikan di CC tersebut.

    Kok di CC sih, kenapa gak di universitas negri aja?

    Biar hemat duit dong mah. Kan di perjanjiannya juga yang penting kuliah, gak mesti di sini atau di situ.

    Wow, Ifan yang dulu kemana yah?

    Mereka pun tertawa, namun Ifan langsung belajar lagi. Vania semakin tegang menyadari nilai harian anaknya yang makin meningkat. Kadang Vania merasa malu sendiri mengingat janji kecilnya. Tapi di sisi lain Vania senang akan perubahan positif anaknya. Tentu bukan berarti Vania akan bersenggama dengan anaknya.

    Malamnya acara makan terasa sunyi, sesunyi nyanyian senyap. Di meja terletak dokumen. Dokumen yang tak hentinya dilirik oleh Vania. Vania berdiri dan akan melangkah saat anaknya menghentikannya.

    Mah, Ifan tahu mama akan melaksanakan perjanjiannya, tapi Ifan rasa tak perlu mah. Lagian mama lakuin itu untuk memotivasi Ifan. Bagi Ifan itu saja sudah cukup kok. Menjanjikan sesuatu yang akan memotivasi Ifan memang menakjubkan. Tapi Ifan kini sudah di jalur yang benar.

    Setelah itu Ifan membersihkan meja makan lalu beranjak ke kamarnya meninggalkan Vania yang tersenyum sendiri sambil geleng-geleng. Perasaan tak nyaman di perut kembali datang. Ngocoks.com

    Sabtu itu Ifan bangun agak siang. Setelah mandi, Ifan pun ke dapur ingin makan. Ifan tahu setiap sabtu mama selalu belanja. Namun Ifan melihat daster mama tergantung di pegangan pintu. Sambil melankah Ifan menghanduki rambutnya. Namun saat di dapur Ifan menjatuhkan handuknya.

    Vania menoleh dan tersenyum saat melihat Ifan, baru bangun nak? Mau goreng telor apa roti bakar?

    Ifan melongo melihat mamanya menawakan sarapan tanpa memakai pakaian. Matanya menjelajahi tubuh mama mulai dari payudaranya sampai jembut halus di selangkangan. Bahkan meski telah berkali-kali ngintip, namun tak sejelas sekarang.

    Merasa ditelanjangi mata anaknya membuat Vania tertawa lalu kembali masak.

    Inilah tubuh empat puluh empat tahun yang mama janjikan, kata Vania sambil menggoyangkan pantatnya.

    Mama ngapain sih?

    Bikin sarapan, mau telur apa roti?

    Telur ajalah. Kenapa mama gak dibaju?

    Menurutmu kenapa? Mama bukan orang yang suka ingkar. Mama bangga sama kamu. Vania melirik mendapati anaknya sedang menatap susu kirinya. Duduk aja nunggu goreng telor nikmati pemandangan. Kamu berhak mendapatkannya. Lalu Vania melanjutkan memasak.

    Ifan hanya mampu menuruti, duduk sambil menatapi tubuh mamanya. Puting mamanya terlihat seperti menunjuk tegak. Bukan karena udara, namun karena sensasi yang dirasakannya.

    Mama seksi sekali.

    Makasih nak.

    Vania pun selesai memasak dan menaruh makanan di meja makan. Vania ikut duduk.

    Baiklah, biar ini bisa berjalan lancar, kita perlu membuat aturan. Setiap pulang, mama akan ke kamar mama lalu langsung melepas pakaian. Kalau ada tamu, kamu mesti membuka pintu sementara mama berpakaian.

    Pasti seru liat mama lari – lari di rumah.

    Pasti itu. Serius, kini kamu bisa menatap sampai bosan, seperti yang mama janjikan. Tapi tidak boleh menyentuh, apalagi menceritakan pada siapa pun. Jika nilaimu jatuh, drop out dan atau menyentuh, mama kembali berpakaian. Paham?

    Paham. Tapi mama gak berharap ikut-ikutan telanjang juga kan?

    Tentu saja tidak. Aneh kau ini. Udah, nikmati saja keberuntunganmu.

    Sarapan pagi itu berlangsung dalam diam. Setelah makan, Ifan membereskan meja sambil melihat susu dan selangkangan mama.

    Perut Vania kembali mengeluarkan sensasi saat tubuhnya ditatap oleh anaknya.

    Ifan mencoba bertahan dari keinginan untuk menyentuh susu mama. Aturan main yang ditetapkan mamanya membuatnya patuh.

    Kayaknya mama adalah mama paling keren deh.

    Vania menatap mata anaknya, makasih, tapi mama yakin kamu pasti bilang gitu ke setiap wanita, apalagi yang telanjang di hadapanmu.

    Tentu saja Ifan tak mungkin memanggil wanita lain mama sambil berharap melihatnya telanjang.

    Vania tertawa lalu reflek memeluk anaknya. Ifan tentu menikmati sentuhan tubuh telanjang mamanya.

    Selama kamu mematuhi aturan mainnya mama akan telanjang di hadapanmu. Sekarang, kamu mau mama ngapain?

    Ifan melirik saat akan melangkah, gak tau mah, mungkin kita main wii bareng. Vania kembali tertawa mendengar ajakan main gim dari anaknya.

    Vania memencet klakson saat melihat anaknya.

    “Hei, tumben kamu agak telat.”

    Ifan melemparkan tas ke jok belakang lalu duduk di samping mamanya.

    “Hari ini mau ngapain nak?”

    “Paling ngerjain pr mah di rumah temen.”

    “Ntar mama sendirian dong.”

    Mobil pun memasuki garasi lalu mereka pun masuk ke rumah.

    “Mama lepas pakaian dulu, abis itu masak.”

    “Tunggu mah. Mama tau kan Ifan terangsang berat?”

    Vania tertawa, “gimana tidak, matamu jelajatan terus kan.”

    “Mama telanjang di rumah kan hadiah bagi Ifan.”

    “Ya.”

    Vania kembali merasakan rasa mulas di perutnya mendengar pembicaraan anaknya.

    “Boleh gak Ifan lihat mama membuka pakaian?” kata Ifan sambil menunduk.

    Ternyata itu yang dikatakan anaknya. Vania pun merasa lega.

    “Kamu mau mama melepas pakaian sambil menggodamu, kayak di film – film barat?”

    “Bukan mah. Buka aja biasa, hanya sambil Ifan lihat.”

    “Menarik. Memang tak melanggar perjanjian sih. Baiklah. Ayo ikut mama.”

    Vania lalu memegang tangan anaknya dan membimbingnya ke kamarnya.

    “Kamu duduk aja di kasur, mama ke kamar mandi dulu.”

    Ifan duduk sambil melihat foto – foto di kamar. Ada foto dirinya sedari kecil, foto papa dan lainnya. Beberapa saat kemudian Vania keluar dari kamar mandi sambil memegang rambutnya.

    “Baiklah, mama akan mulai pertunjukannya untuk anak mama seorang.”

    “Kenapa mama gak cari pacar lagi setelah papa berpulang?” kata Ifan sambil melihat foto keluarga yang ada di meja rias.

    “Mama ingin kerja dulu sambil besarin kamu. Jadinya mama gak punya waktu luang deh,” kata Vania sambil duduk di sebelah anaknya.

    “Apa mama nanti akan nikah lagi?”

    “Entahlah nak. Mama masih muda, mama akui, telanjang di hadapanmu membangkitkan sesuatu dalam diri mama yang telah lama terkubur, entah apa lagi nanti yang akan bangkit lagi. Menurutmu gimana, apa kamu kecewa selama delapan tahun ini hidup berdua hanya dengan mama?”

    “Mama udah jadi mama terbaik menurut Ifan. Kemarin Ifan memang sempet gak fokus, tapi kini Ifan fokus lagi mah.”

    “By the way bus way, mama kok langgar perjanjian sih? Mama buka dulu ah pakaiannya. Mama lapar nih.”

    Tanpa bangkit, Vania membuka kancing blus lalu melepasnya. Vania menatap payudaranya yang terbungkus bh merah muda, lalu menatap anaknya melepas kaitan bh.

    “Kamu pernah ngintip mama pas lagi hanya pake cd gak?”

    “Pernah, tapi liat dari belakang doang,” kata Ifan sambil tersipu malu.

    “Kayaknya mama udah gak punya privasi lagi sedari dulu ya,” kata Vania sambil meninju tangan anaknya, dengan pelan tentu, lalu melepas bh nya. “Capek gak berusaha lihat ini?” kata Vania sambil memegang payudaranya.

    “Apaan, Ifan belum ngintip lagi kok,” kata Ifan sambil menatap payudara mamanya.

    “Dasar nakal.”

    “Mah, Ifan boleh nanya sesuatu gak?”

    “Tentu saja sayang.”

    “Setahu Ifan, puting kan warnanya coklat, kok yang mama enggak sih?” kata Ifan sambil menunjuk puting kiri mamanya.

    “Hahaha… papamu dulu juga nanya gitu. Tapi mama suka kok, puting mama jadinya spesial, beda dari yang lain.”

    Tanpa disadari jemari Vania mengelus putingnya sambil sesekali menariknya. Karena mata Vania menatap payudaranya sendiri, Vania tak menyadari gundukan di celana anaknya yang tiba – tiba muncul dan mata anaknya yang terus menatap jemarinya.

    Vania lalu tersadar, “Kapan makannya kita?”

    Vania lalu melepas rok lalu cdnya sendiri. Setelah telanjang, Vania kembali duduk sambil menekan kedua tangannya di belakan tubuh ke kasur.

    “Mama lapar nih!”

    Mata Ifan terpaku ke jembut mamanya.

    “Apa mama pernah mencukurnya sampai gundul?”

    Vania lalu menatap jembutnya, “Tidak pernah. Selalu begini saja. Emang udah berapa kali liat wanita yang jembutnya gundul?”

    “Wanita telanjang yang Ifan liat cuma mama aja.”

    “Serius? Kamu belum pernah ngapa – ngapain?”

    “Tentu saja mah.”

    “Terus kamu pernah ngapain aja?”

    “Kok jadi Ifan yang ditanyain sih. Siapa yang telanjangnya sih?”

    “Mama jadi penasaran sih.”

    “Hanya pernah ngeraba susu sama ciuman mah. Terus kalau mamah, kapan mama mulai nakal.”

    “Mulai nakal? Sebelum sama papamu, mama dua kali pacaran.”

    Vania lalu berbaring menjadikan tangannya sebagai bantal. Satu kakinya di tekuk dan kaki lainnya ditumpu ke kaki itu. Tanpa disadarinya Vania perlahan merangsang anaknya.

    “Ifan boleh tanya yang lain lagi gak?”

    “Tanya aja. Udah terlanjur gini kok.”

    “Katanya ada bagian tubuh yang kalau disentuh bisa membuat orgasme sambil menjerit. Benar gak tuh?”

    Pertanyaan anaknya membuat Vania memikirkan vaginanya dan secara reflek melebarkan paha membuat anaknya dapat melihat vaginanya dengan jelas. Suara anaknya menelan ludah menyadarkan Vania.

    “Mama gak tau kalau soal menjerit. Tapi yang pasti memang ada beberapa titik yang sangat sensitif. Ingat aturan main kita, boleh lihat sepuasnya tapi tidak boleh sentuh.”

    “Tenang mah, Ifan takkan melanggar aturannya.”

    Vania lalu menyentuh selangkangannya. Vania melebarkan paha dan menyelipkan jemari ke vaginanya.

    “Mama tunjukan ini karena kamu nurut sama mama.”

    Vania lalu melebarkan vagina dengan jemarinya lalu jari tengah menyentuh daging kecil. Nafasnya memberat saat jari itu menekan. Ifan mendekatkan kepala ke selangkangan yang terpampang di depannya.

    “Ini yang disebut klitoris. Sangat sensitif. Nah, di dalamnya terdapa g-spot yang apabila tersentuh bisa membuat wanita orgasme. Tapi jangan berharap jeritan karena jarang yang sampai menjerit.”

    Nafas Vania kembali memberat menyadari apa yang dilakukannya di hadapan anaknya sendiri. Tubuhnya sedikit kejang. Vania menggigit bibir mencoba menangan erangan. Vania juga menegangkan otot pahanya. Setelah tak lagi kejang, Vania melepas jemari dari selangkangannya.

    “Udah ah pelajaran biologinya. Makan yuk.”

    “Makasih mah. Mama bener – bener baik deh.”

    Ifan membungkuk lalu mencium bibir mamanya sekilas. Tak sengaja dada Ifan menekan payudara mamanya. Sentuhan ini adalah sentuhan pertama sejak diberlakukannya aturan, namun Vania membiarkannya. Ifan lalu bangkit berbalik dan keluar kamar. Ifan merasa seperti anak yang paling beruntung.

    Vania masih berbaring. Linglung. Perutnya kembali seperti mules. Vania masih terkesima. Lalu Vania teringat sebuah dildo hadiah dari suaminya yang di simpan di laci. Vania lalu bangkit ingin segera makan agar anaknya cepat keluar. Ifan ingin orgasme lagi seperti tahun – tahun dulu, lepas tanpa ditahan – tahan.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6
  • Keluarga Tunanetra

    Keluarga Tunanetra

    Cerita Sex Keluarga Tunanetra – Namaku Wawan (disamarkan). Ketika kisah nyata ini mulai terjadi, umurku 20 tahun, tapi aku sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan.

    Sejak kecil aku menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana – mana, tapi selalu gagal menemukannya.

    Dengan sendirinya yang tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya aku dan ibuku berdua. Di satu pihak aku harus bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.

    Maka sejak masih di SMP aku berusaha nyari duit dengan segala cara yang halal. Waktu masih di SMP, aku jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA aku berusaha nyatut sana nyatut sini. Dan untungnya aku sering berhasil mendapatkan hasil dari usaha nyatut itu.

    Cerita Sex Keluarga Tunanetra
    Cerita Sex Keluarga Tunanetra

    Ngocoks Setelah jadi mahasiswa pun aku sering bisnis kecil – kecilan. Cuma jadi calo, yang menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil bisnis kecil – kecilan itu aku bisa kuliah dengan membiayai sendiri.

    Dalam kesibukan kuliahku sambil harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahnya, aku tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara teman – teman kuliahku, hanya aku sendiri yang tidak punya cewek.

    Karena di samping sibuk mencari uang dan kuliah, aku pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku yang tunanetra itu. Begitulah latar belakang kehidupanku yang berat memikulnya ini.

    Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika aku berusia 20 tahun, usia Ibu baru 38 tahun. Karena Ibu menikah di usia 16 tahun. Di usia 17 tahun Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 tahun melahirkan aku.

    Ibu juga punya bentuk tubuh yang tinggi montok dan punya wajah yang cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih cantik lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, karena setiap hari beliau cuma tinggal di rumah, tak pernah ke mana – mana. Pernah juga aku bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi?

    Memang aku sangat prihatin melihat keadaan ibuku itu. Ketika aku sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berarti bahwa aku harus menerangkan apa yang sedang kutonton itu.

    Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sambil rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel yang sedang menyiarkan FTV atau sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron yang “ditontonnya”, meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.

    Pada suatu malam…

    Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena habis kerja lembur.

    Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubekal setiap bepergian. Supaya aku tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan yang terkunci.

    Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup – sayup kudengar suara rintihan ibuku. “Aaaaah… aaaaaah… aaaaaaaaa… aaaaaah… aaaaa… aaaaaaah…”

    Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang sakit?

    Maka setelah melepaskan sepatu, aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ibu yang biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci. Sementara rintihan – rintihan ibuku masih terdengar, bahkan semakin jelas. “Aaaaa… aaaaaaah… aaaaa …

    Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih – rintih begitu? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau… nah, aku baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat aku bisa melihat ke dalam kamar Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ibu.

    Dan… apa yang kulihat?

    Ternyata Ibu sedang telanjang bulat. Tangan kanannya sedang meremas – remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus – elus memeknya yang berjembut lebat itu.

    Sebenarnya aku sudah sering melihat Ibu telanjang. Tapi biasanya aku suka memalingkan muka, karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini aku memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.

    Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk – masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah – desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya.

    “Aaaaaaa… aaaaahhhh… aaaaa… aaaaahhhhh… aaaaa… aaaaaahhhh… aaaaa… aaaaaah… aaaaaa… aaaaaahhhhhh…”

    Dan… diam – diam tongkat kejantananku jadi tegang… tegang sekali…!

    Dan aku tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu aku turun dari kursi dan memindahkannya ke tempat semula.

    Kemudian aku merebahkan diri di atas ranjang, sambil membayangkan lagi apa yang barusan kusaksikan itu.

    Kenapa penisku jadi ngaceng begini? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu yang telanjang sambil bermasturbasi itu?

    Entahlah.

    Yang jelas dalam tidurku di hari yang sudah pagi itu, aku bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.

    Mimpi gila memang. Tapi ketika aku terbangun, celanaku basah…!

    Gara – gara mimpi gila itu spermaku meletus di balik celana dalamku…!

    Tapi kenapa aku harus mengalami mimpi segila itu? Kenapa pula di dalam mimpi itu aku merasakan liang memek Ibu sedemikian enaknya sehingga aku sampai ngecrot dan celana dalamku basah?

    Apakah di dalam kenyataan memang seperti itu? Bahwa memek ibuku itu enak sekali sehingga membuat penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku?

    Entahlah. Yang jelas setelah bangun, aku langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.

    Hari itu aku memang libur. Biasa, kalau sudah kerja lembur, aku dikasih libur keesokan harinya.

    Setelah menyisir rambut, aku pergi ke warung nasi yang tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu.

    Lalu kuajak Ibu makan bersama.

    Pada waktu makan itulah aku mulai mengorek pengakuan Ibu.

    “Bu… aku mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya.”
    “Mau nanya apa Wan?”
    “Ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki kan?”

    Ibu terdiam sesaat. Lalu menjawab pertanyaanku, “Ibu kan belum tua – tua amat Wan. Tentu saja ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki. Tapi ibu nggak mau kawin lagi, karena takut tidak sayang sama kamu dan Wati.”

    Aku yang sudah selesai makan, lalu berdiri dan melangkah ke belakang kursi yang sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga aku bisa langsung menggenggam kedua payudara montoknya dengan sepasang tanganku yang sudah berada di balik dasternya.

    Ibu tersentak, “Haaa?! Kamu kan anak ibu Wan…!”

    “Iya… tapi daripada Ibu terus – terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol yang asli Bu… lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua,” sahutku sambil mengelus kedua puting payudara ibuku dengan kedua tanganku yang sudah berada di balik dasternya.

    Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku sambil bertanya, “Memangnya kamu bisa nafsu sama ibu?”

    “Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi aku melihat Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau ganggu Ibu yang kelihatannya sedang asyik gitu. Makanya aku langsung tidur aja. Eee… aku malah bermimpi menyetubuhi Ibu. Sampai basah celanaku Bu.”

    “Masa?! Berarti kamu nafsu melihat ibu sedang telanjang sambil masturbasi tadi?”

    “Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap melihat Ibu telanjang, aku suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh… malah sampai terbawa – bawa mimpi Bu.”

    “Terus maumu sekarang bagaimana?”

    “Pokoknya aku siap untuk menyetubuhi Ibu, supaya Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama – lama bisa gila lho Bu,” sahutku dengan “dalil” mengada – ada. Padahal aku belum pernah mendengar atau pun membaca kalau keseringan masturbasi itu bisa gila.

    Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku. “Kalau ibu nanti hamil gimana?”

    “Gak apa – apa. Hamil ya hamil aja. Aku mampu kok ngurus anaknya kalau sudah lahir kelak.”

    “Tapi apa kata tetangga nanti? Ibu kan gak punyha suami, lalu hamil dan melahirkan… lalu anaknya menangis… suaranya terdengar ke mana – mana… jangan Wan ah… jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih… atau beli pil anti hamil. Mungkin di apotek atau toko obat juga ada.”

    “Iya Bu. Sekarang juga aku mau nyari sampai dapet,” sahutku sambil bergegas menuju gudang di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku yang jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.

    Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku yang letaknya agak jauh dari rumahku.

    Kebetulan pil anti hamil itu tidak sulit mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan harga yang lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian aku pulang lagi ke rumah.

    Begitu tiba di rumah, aku langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ. O, ternyata sedang di kamar mandi, karena aku mendengar bunyi air dituangkan ke lantai.

    Maka kubuka pintu kamar mandi yang tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut kalau jatuh di dalam kamar mandi).

    Ternyata Ibu sedang telanjang bulat di dalam kamar mandi.

    “Habis makan kok mandi Bu? Bagusnya kalau mau mandi sebelum makan tadi,” kataku sambil masuk ke dalam kamar mandi.

    “Siapa yang mandi?” tanya Ibu sambil memutarf badannya jadi menghadap padaku, “ibu abis nyukur jembut ibu Wan… tuh lihat… memek ibu jadi bersih sekarang kan?”

    “Hihihihiii… iyaaa… tadi subuh masih gondrong. Sekarang udah dibotakin. Pake apa nyukurnya Bu?”

    “Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek.”

    “Duuuh… kalau bersih gini pasti enak jilatinnya Bu,” kataku sambil mengusap – usap kemaluan ibuku yang putih bersih dan lumayan tembem itu.

    “Memangnya kamu mau jilatin memek ibu?” tanyanya.

    “Mau kalau sudah bersih gitu sih,” sahutku sambil membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.

    Setelah tubuh Ibu terbalut handuk, aku langsung membopongnya keluar dari kamar mandi.

    “Daster ibu ketinggalan di kamar mandi Wan,” kata Ibu waktu baru keluar dari pintu kamar mandi.

    “Biar aja Bu. Kan sekarang Ibu harus telanjang bersamaku yang akan telanjang juga.”

    “Iya ya. Mmm… tadi dapet apa? Kondom apa pil anti hamil? “tanya Ibu.

    “Pil anti hamil Bu. Kalau pake kondom sih takut kurang enak.”

    “Memang kurang enak pake kondom sih. Yang enak kan kulit ketemu kulit… hihihihi… Wawan… Wawan… gak nyangka kamu bakal punya niat begituan sama ibu ya?” ucap Ibu setelah kurebahkan di atas ranjangnya.

    Pada saat itu pula aku melepaskan segala yang melekat di tubuhku. Dan setelah telanjang, aku naik ke atas ranjang sambil melepaskan belitan handuk dari tubuh ibuku.

    Ibu malah meraba – raba dadaku, lalu perutku.

    “Nyari apa Bu?” tanyaku.

    Tiba – tiba Ibu menangkap penisku yang sudah ngaceng berat ini. “Ini yang ibu cari. Udah segede apa kontolmu ini Wan? Adududuuuuh… gede banget kontolmu Wan… jauh lebih gede daripada kontol ayahmu… !”

    “Masa sih Bu?”

    “Iya. Kontol bapakmu biasa – biasa aja. Gak sepanjang dan segede kontolmu ini. Nurun dari siapa ya?”

    “Hihihiii… gak tgaulah Bu. Harusnya Ibu lebih tau nurun dari siapa ayooo…?”

    “Mmm… mungkin nurun dari kakek ibu. Almarhum kakek ibu kan orang Arab,” sahut Ibu sambil menelentang dan merenggangkan kedua belah pahanya, “Ayo Wan… masukin aja langsung kontolmu. Ibu pengen ngerasain enaknya dimasukin kontol gede begitu. Jangan pake jilat – jilatan dulu segala. Nanti malah terasa longgar karena beceknya.

    Memang aku sendiri pun ingin secepatnya memasukkan penis ngacengku ke dalam kemaluan Ibu. Karena takut kalau Ibu keburu berubah pikiran. Maka setelah mendengar permintaan dari Ibu, aku pun cepat meletakkan kepala penisku di mulut vagina Ibu yang tampak sudah menganga dan kemerahan itu.

    Ibu pun membantuku. Memegangi leher penisku, lalu mencolek – colekkan moncongnya ke mulut memeknya. Sampai akhirnya Ibu berkata, “Iya… sekarang doronglah Wan…”

    Aku pun mendesakkan penisku sekuat tenaga.

    “Iyaaaa… sudah masuk sedikit Wan… ayo dorong lagi yang lebih kuat…”

    Kudorong lagi batang kemaluanku sesuai dengan permintaan Ibu. Dan… tongkat kejantananku melesak masuk sedikit demi sedikit… membuat mulut Ibu ternganga.

    “Ma… maasuuuk Waaaaan… duuuuh… kontolmu memang gede banget Waaaan… terasa sekali… sangat terasa enaknya Waaaaan… “rintih Ibu sambil menarik leherku ke dalam pelukannya. Dan merapatkan pipi hangatnya ke pipiku.

    Bayangan wajah Bu Laila pun terlintas di dalam benakku. Namun ketika aku mulai mengayun batang kemaluanku, bayangan wajah wanita cantik itu pun menjauh dan akhirnya hilang dari terawanganku. Kini aku hanya merasakan betapa legitnya liang tempik Ibu ini, meski lama kelamaan terasa mulai seperti mendorong penisku ke luar, lalu menyedotnya kembali …

    “Ibu… memek Ibu enak sekali Bu… uuuughhh… uuuuughhhhh…” bisikku terengah ketika penisku mulai memompa liang keewanitaan ibuku.

    “Kontolmu juga… luar biasa enaknya Waaan… ooo… ooooooohhhhh… enak sekali Waaaan…” sahut Ibu perlahan dan nyaris tak terdengar… dengan pinggul mulai bergoyang – goyang seperti layang – layang tertiup angin kencang. Membuatku semakin bergairah mengentotnya.

    Entah setan atau jin mana yang membantuku waktu batang kemaluanku makin gencar mengentot liang memek Ibu yang sudah bertahun – tahun tak merasakan genjotan zakar lelaki ini. Yang jelas aku semakin mengagumi keindahan bentuk tubuh putih mulus ibuku, mengagumi kecantikan wajahnya yang sepintas lalu tak kelihatan bahwa ibuku ini seorang tunanetra.

    Ya, ibuku nyaris sempurna sebagai wanita yang awet muda. Seolah hanya 1 – 2 tahun lebih tua dariku. Hanya sepasang matanya yang tidak sempurna, yang lainnya benar – benar penuh dengan daya pesona. Tubuh yang tinggi montok, dengan bokong gede dan payudara yang montok, dengan pinggang yang ramping dan kulit yang putih mulus.

    Maka semakin lupalah aku kalau yang tengah kusetubuhi ini ibu kandungku sendiri. Aku hanya merasakan setiap lekuk tubuh Ibu yang tersentuh olehku ini penuh dengan keindahan dan kenikmatan. Bahkan ketika aku menicum bibirnya dengan penuh gairah birahi, Ibu pun menyambutnya dengan lumatan hangat, dengan nafas yang terengah – engah…

    Terkadang leher jenjangnya kujilati disertai dengan sedotan – sedotan kuat, sehingga mulut Ibu ternganga – nganga, dengan dekapannya di pinggangku yang semakin erat. Seolah takut kalau kutinggalkan dari surga dunia yang sedang kami nikmati bersama ini.

    Maka perasaan nikmat yang sedang kurasakan ini berbaur dengan perasaan haru. Dan membuatku smekin yakin bahwa Ibu masih berhak menikmati semuanya ini. Bahkan pada suatu saat aku membisiki telinganya, “Aku makin sayang kepada Ibu…”

    Spontan Ibu menyahut, “Iii… ibu juga… makin sayang kepadamu Wan… ta… tapi… ibu su… sudah mau lepas Wan… ayo percepat entotannya… entooooot yang cepeeeet… iyaaaaaa… iyaaaaa… Waaaaaan… Waaaaan… Wawaaaaaaan…”

    Ibu berkelojotan. Gedebak gedebuk sambil memeluk leherku erat – erat, membuatku sulit bernafas. Namun kuikuti permintaannya. Entotanku dipercepat… makin lama makin cepat… sampai akhirnya terdengar suara erangan ibuku tercinta, “Aaaaaaa… aaaahhhh… ibu lepas Waaaannn…”

    Lalu Ibu terkulai lunglai. Dengan keringat yang membasahi wajah dan lehernya, bercampur baur dengan keringatku.

    Lalu Ibu membelai rambutku dengan lembut sambil berkata perlahan, “Terima kasih Wan… sejak ditinggal oleh ayahmu, baru sekali inilah ibu merasakan nikmatnya disetubuhi… ibu sayang sekali padamu Wan… kamu memang anak yang sangat mengerti pada kebutuhan batin ibu…”

    Aku terdiam sambil menikmati indahnya kedutan – kedutan liang memek Ibu yang baru saja mencapai orgasmenya.

    Namun aku belum ejakulasi. Aku berusaha mengatur pernafasanku agar bisa berlama – lama mengentot liang memek Ibu.

    Maka setelah Ibu tampak pulih lagi dari kelunglaiannya, aku pun melanjutkannya kembali. Mengayun penisku lagi, yang bergerak – gerak maju mundur di dalam liang memek ibuku yang sudah becek ini.

    Aku merasa kenikmatanku tidak terganggu oleh kebecekan liang kewanitaan ibuku. Bahkan aku semakin pede, bahwa aku sudah berhasil membuat Ibu puas. Lalu aku ingin mengejar kepuasan untuk diriku sendiri. Dengan mempergencar entotanku.

    Ranjang Ibu pun berderit – derit lagi secara berirama. Sesuai dengan gerakan kontolku yang sedang memompa liang memek ibuku.

    Ibu pun mulai menanggapi aksiku dengan goyangan pinggulnya yang mulai memutar – mutar, meliuk – liuk dan menukik lalu menghempas di atas kasur. Dengan sendirinya kelentit Ibu pun njadi sering bergesekan dengan batang kemaluanku. Maka erangan – erangan Ibu pun terdengar lagi perlahan tapi jelas di telingaku.

    “Waaaan… ooooo… oooooh… Waaaan… ini udah enak lagi Waaaan… entot terus Waaaan… entoooottttttt… entoooootttttt Waaaaaaan… enak sekali Waaaaan… entot teruuuussss… entoooottttttttt… entooooootttttt… ooooo… ooooooh… enaaaaak Waaaan… enaaaaaakkkhh… entoooooootttttttt …

    Cukup lama aku mengentot ibuku. Sehingga keringatku sudah semakin bercucuran. Sampai pada suatu saatg Ibu berkata terengah, “Ibu udah mau lepas lagi Waaan… ayo barengin biar nikmat Waaaan…”

    Memang aku pun sudah berada di detik – detik krusial. Maka setelah mendengar permintaan Ibu itu, aku tak mau menahan – nahan lagi. Kupercepat entotanku… maju mundur maju mundur dan maju mundur dengan cepatnya.

    Lalu… ketika sekujur tubuh Ibu sedang terkejang – kejang, ketika liang memeknya terasa sedang menggeliat dan berkejut – kejut, batang kemaluanku pun sedang mengejut – ngejut sambil memuntahkan auir mani… croooooottttt… crooooooottttt… crotttt… croooottttt… crooootttttttt… croooottttt…

    Kami sama – sama menggelepar, lalu sama – sama terkulai dan terdampar di pantai kepuasan. Dengan tubuh bermandikan keringat.

    O, betapa indah dan nikmatnya semua yang telah kualami ini.

    BDan sekarang Ibu sudah memberikan sesuatu yang paling berharga di badannya, untuk kumiliki dan kunikmati.

    Karena itu aku harus memperlakukannya lebih dari biasanya. Ketika Ibu mau bersih – bersih di kamar mandi, aku membopong tubuh telanjangnya ke kamar mandi. Lalu kami mandi bersama. Untuk membuang keringat dari tubuh kami.

    Lalu aku menyabuni sekujur tubuh ibu, dari leher sampai ke telapak kakinya.

    Namun ketika aku sedang menyabuni kemaluannya yang sudah dua kali orgasme itu, diam – diam penisku ngaceng lagi. Maka kuangkat tubuh Ibu ke bibir bak kamar mandi. Dan kududukkan Ibu di pinggir bak yang bibirnya cukup lebar, yang biasanya digunakan untuk menaruh peralatan mandi. “Mau ngapain mendudukkan ibu di sini Wan?

    “Iya Bu. Aku nafsu lagi nih. Gak apa – apa ya,” sahutku sambil berdiri menghadap ke arah ibuku, dengan moncong penis diletakkan di mulut vagina Ibu yang masih berlepotan air dan busa sabun.

    “Iya gak apa – apa Sayang,” sahut Ibu sambil memegang sepasang bahuku.

    Dan dengan mudahnya aku bisa memasukkan penisku yang sudah ngaceng lagi ini ke dalam liang memek Ibu… blessssssssskkkkkkk…

    Dan sambil berdiri, mulailah penisku “memompa” liang kemaluan ibuku.

    “Oooooohhhhh… kontolmu memang enak sekali Wan… nanti istrimu pasti bakal ingin dientot terus sama kontol gede dan panjangmu ini… ooooohhhhh… enak sekali Waaaan… “erang Ibu sambil memeluk leherku agar tidak terjatuh ke lantai, sekaligus ingin menciumi pipi dan bibirku.

    “Me… memek ibu enak nggak Wan?” tanya Ibu ketika ayunan penisku masih berjalan lambat.

    “Enak sekali Bu…” sahutku sambil mendekap pinggang ibu, sementara penisku mulai kugenjot secara berirama.

    “Sayangnya kita gak boleh kawin ya Wan. Kalau boleh sih, ibu mau juga dihamili olehmu.”

    “Kalau hidupku sudah mapan, tiada salahnya ibu mengandung anakku.”

    “Kenapa harus sudah mapan?”

    “Kalau sudah mapan, aku bisa menyembunyikan Ibu di suatu tempat yang jauh dari mulut usil.”

    “Iya… makanya cepatlah sukses ya Sayang. Biar ibu bisa hamil, bisa mengandung benihmu. Oooo… ooooohhhh… ini… makin lama makin enak Waaaan… tapi jangan terlalu lama kayak tadi yaaaa… kalau ibu sudah mau lepas, kamu juga harus ngecrot… biar bareng lagi lepasinnya seperti tadi… nikmat sekali…

    “Iya Bu… lagian ngentot di dalam kamar mandi gini gak boleh lama – lama ya. Takut diganggu hantu air…”

    “Ah… kata ayahmu sih kata hantu itu hanya plesetan dari kata Tuhan… jadinya Tuhantuhantuhantuuuu… bener kan?”

    “Iyaaaa… dududuuuuuhhhh… memek Ibu makin lama makin enak Buuuu…”

    “Kontolmu juga makin lama makin enaaaaaak… ayo cepetin entotannya Waaaan… biar cepat selesai…”

    “Iya Bu,” sahutku sambil mempercepat entotanku seperti yang Ibu inginkan.

    Bokong Ibu makin lama makin maju. Tapi aku tidak takut beliau jatuh, karena selalu berpegangan ke bahuku atau memeluk leherku erat – erat.

    Dan akhirnya Ibu berkata terengah, “Ayo Wan… barfengin lagi… ibu udah mau lepas nih Waaaaan… entooooot teruuuusssss… lepasin bareng lagiiiii…”

    Aku memang sudah ingin ngecrot secepatnya di kamar mandi ini. Maka setelah mendengar permintaan Ibu, kupergencar entotanku, tanpa mempedulikan apa – apa lagi.

    Dan… oooo… aku berhasil…!

    Ketika liang memek Ibu mengedut – ngedut kencang, aku pun tengah “menanamkan” penisku di dalam liang surgawi yang sedang berkejuit – kejut erotis itu… disusul dengan kejutan – kejutan di penisku sendiri… penis yang moncongnya tengah memuntahkan lahar lendir ini. Crooootttttt… crotcrottttt…

    Ibu masih memeluk leherku, tapi kedua lengannya sudah terasa lemas. Maka setelah mencabut batang kemaluanku dari liang memek Ibu, kuturunkan ibuku dengan hati – hati.

    “Duuuuhhhh… ini untuk pertama kalinya ibu disetubuhi di dalam kamar mandi Wan,” kata Ibu sambil meraba – raba bibir bak, sampai menemukan gayung plastik. Lalu diambilnya air dengan gayung plastik itu untuk menyirami memeknya.

    Aku pun mengambil gayung plastik itu dari tangan ibuku. Lalu kusiram air dari atas kepala Ibu, agar beliau mandi sekalian berkeramas.

    Setelah Ibu selesai berkeramas dan kubilas dengan air dari gayung plastik, barulah aku sendiri mandi sebersih mungkin, sekalian mandi junub. Setelah mandi, kami kenakan pakaian masing – masing. Dan bersama – sama rebahan di atas ranjang Ibu.

    Ibu mendekapku dengan kehangatan seorang ibu, sekaligus sebagai seorang wanita yang baru berbagi kenikmatan denganku.

    Sementara terawanganku mulai melayang – layang lagi. Menerawang segala yang pernah kualami dan kemungkinan – kemungkinan yang akan kualami.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7
  • Memanjakan Pesona Birahi

    Memanjakan Pesona Birahi

    Cerita Sex Memanjakan Pesona Birahi – Sebenarnya aku punya beberapa pilihan untuk mendapatkan calon suami yang terbaik di mataku. Namun pilihanku jatuh kepada Bang Abe (nama lengkapnya Abraham). Karena menurutku, Bang Abe itu penyabar dan selalu mengalah dalam setiap perdebatan denganku. Selain daripada itu, Bang Abe mendapat gelar masternya di Amerika.

    Aku pun teringat kata-kata Bang Abe, “Sebenarnya aku ini rugi kalau bekerja untuk orang lain. Aku mengejar master degree di Amerika dengan tujuan ingin membuka perusahaan sendiri, bukan mau bekerja di perusahaan orang lain. Tapi sekarang kita belum punya modal.

    Karena itu terpaksalah aku bekerja untuk orang lain dahulu, sambil mengumpulkan modal untuk start di perusahaan kita sendiri. Dari perkawinanku dengan Bang Abe, lahirlah anak pertama kami, bayi perempuan yang cantik dan kami beri nama Vania, dengan nama kecil Nia.

    Namun sampai Vania sudah berusia 3 tahun, keadaan kami masih “jalan di tempat”. Perbedaannya cuma satu hal. Bahwa sejak lahirnya Vania, aku mengajak Mbak Rumiar, kakak kandungku, tinggal di rumahku. Kebetulan Mak Rum sejak dua tahun terakhir berstatus janda tanpa anak.

    Cerita Sex Memanjakan Pesona Birahi
    Cerita Sex Memanjakan Pesona Birahi

    Ngocoks Kehadiran Mbak Rum lumayan meringankan bebanku sebagai ibu rumah tangga. Karena Mbak Rum sangat menyayangi Nia. Maklum dia belum punya anak, sehingga naluri keibuannya dilimpahkan kepada anakku.

    Mbak Rum juga sangat cekatan untuk bersih-bersih dan masak makanan untuk kami makan bersama. Tapi begitulah, keuangan kami belum kuat. Sehingga Mbak Rum hanya bisa masak dengan bahan seadanya saja.

    Memang aku cukup prihatin dengan keadaan ini. Sampai aku sering punya keinginan untuk bekerja. Karena percuma aku punya gelar SE tapi tidak digunakan untuk meringankan beban suamiku.

    Tapi suamiku selalu menolak permintaan ijinku untuk bekerja. Suamiku selalu menjawab, “Meskipun kamu jadi pejabat tinggi, aku lebih suka statusmu sebagai ibu rumah tangga, Sayang.”

    Karena itu aku terpaksa berdiam diri di rumah terus sebagai ibu rumah tangga yang sejati. Padahal aku sudah gemas, ingin melihat suamiku sukses dengan profesinya. Kalau pun dia tetap bekerja, aku sih ingin melihatnya punya jabatan yang bagus di perusahaan besar itu.

    Aku juga prihatin karena suamiku hanya mampu memiliki motor bebek. Dengan motor murahan itulah dia pulang-pergi ke kantornya. Padahal teman-teman seangkatan dengannya, rata-rata sudah punya mobil.

    Rasanya percuma saja suamiku mengejar gelar master di Amerika, tapi kalah dengan teman-teman seangkatannya yang masih S1. Ada juga yang S2, tapi didapatkan di Indonesia. Gelarnya juga magister, bukan master seperti suamiku. Tapi keadaannya jauh lebih sukses daripada suamiku.

    Untungnya aku ini bukan seorang istri yang banyak tuntutan. Aku tak pernah meminta pakaian dan perhiasan yang mahal-mahal. Aku pun tak pernah membeli alat make up yang serba impor, karena pada dasarnya aku tak terlalu mengandalkan alat make up. Memoles bibir dengan lipstick pun hanya sekali-sekali saja.

    Mengenai keadaan keuangan pun, mungkin aku harus pasrah saja. Karena mungkin nasib kami belum bisa juga meraih sukses seperti orang lain. Siapa tahu kelak kami bisa mengejar teman-teman yang sudah duluan sukses itu.

    Di sudut lain, masalah seksual misalnya, berjalan secara normal menurutku. Meski Bang Abe bukan sosok yang menggebu-gebu di atas ranjang, namun aku selalu terpuaskan oleh kejantanannya.

    Dalam komunikasi pun selalu normal. Karena suamiku seorang penyabar dan selalu mengalah padaku, kecuali ijin bekerja itu yang tetap tidak diberikan padaku.

    Karena itu, kami tidak pernah bertengkar dalam soal sekecil apa pun. Lalu kenapa aku harus mengkhayalkan sesuatu yang belum ditakdirkan untuk meraihnya? Kenapa aku pun tidak mengikuti sikap dan perilaku suamiku yang penyabar itu?

    Ya, barangkali aku harus bersabar menghadapi segala kenyataan ini. Meski banyak pahitnya, harus kutelan dengan sabar, sabar dan sabar.

    Terlalu ngotot juga bisa hypertensi nanti… hihihihiiii…!

    Pada suatu sore, suamiku pulang dalam keadaan yang lain dari biasanya. Dia pulang dengan sebuah sedan mahal. Aku tahu benar sedan itu built up dari Eropa, yang harganya pasti milyaran.

    Aku terheran-heran dibuatnya. Lalu menghampiri suamiku yang baru turun dari mobil mewah itu. “Mobil siapa ini Bang?” tanyaku.

    “Punya Kevin,” sahut suamiku.

    “Kevin mana?”

    “Kevin… putra mahkota perusahaan.”

    “Owh anaknya big boss itu?”

    “Iya. Tiga bulan lagi juga dia akan menjadi orang nomor satu di perusahaan. Karena ayahnya sudah sakit-sakitan, punya penyakit jantung segala.”

    “Kevin kan masih muda sekali Bang. Apa mampu dia mengendalikan perusahaan sebesar itu?”

    “Umurnya sudah duapuluhtiga tahun. Sudah jadi sarjana tamatan Inggris pula. Nanti deh kita bicarakan… ada sesuatu yang harus kita rundingkan.”

    Suamiku melangkah masuk ke dalam rumah kami yang di pinggir jalan besar tapi masih sangat sederhana.

    “Memangnya ada apa Bang? Kok seperti serius gitu? Ada kabar baik atau…”

    “Siapin makan dulu deh. Perutku lapar.”

    “Emang tadi gak makan siang di kantin kantor?”

    “Makan. Tapi hanya sedikit. Banyak yang harus dipikirin sih.”

    Aku bergegas menyiapkan makanan untuk suamiku. Tidak ada yang istimewa makanan yang kuhidangkan untuknya. Cuma sayur asem, ikan asin jambal, kerupuk kampung dan sambel bajak.

    Tapi suamiku tampak bersemangat menyantap makanan yang kuhidangkan itu. Memang dia sudah mulai bosan dengan makanan-makanan mewah dan kebarat-baratan, lalu kembali ke makanan tradisional begitu.

    Aku belum lapar. Karena itu aku hanya duduk di samping suamiku, untuk menemaninya makan.

    “Nia mana?” tanyanya setelah selesai makan.

    “Lagi tidur di kamar Mbak Rum.”

    Setelah menyeka mulutnya dengan kertas tissue, Bang Abe menarik pergelangan tanganku, “Kita ngobrol di kamar aja yuk. Biar bebas ngomongnya.”

    Kuikuti saja langkah suamiku menuju kamar.

    Suamiku merebahkan diri, menelentang di atas bed. Aku pun rebahan di sampingnya. Tanpa keberanian untuk mulai bicara.

    Lalu dia mulai berkata, “Sebenarnya masalah ini masalah berat. Tapi demi kemajuan kita, harus dihadapi juga dengan hati dan otak dingin.”

    “Masalah apa sih? Kok Abang seperti berat gitu menyampaikannya. Apakah ada tugas baru yang harus Abang hadapi?” tanyaku.

    “Seperti yang sudah kubiang tadi, tiga bulan lagi Kevin akan sepenuhnya memegang kendali perusahaan. Karena dia anak tunggal big boss yang sudah sakit-sakitan itu. Aku pun berusaha mendekati dia sejak beberapa hari belakangan ini. Dengan tujuan, semoga nanti aku dikasih jabatan penting di perusahaan.

    “Memangnya apa permintaan Kevin itu Bang?”

    “Sebelum menjawab soal itu, aku ingin mengingatkan bahwa kamu pernah menghadiri pesta ulang tahun Kevin dan waktu perayaan anniversary perusahaan kan?”

    “Iya, “aku mengangguk sambil mengingat-ingat dua kejadian penting itu.

    “Apakah kamu melihat sikap Kevin yang berbeda saat itu?”

    “Nggak. Biasa-biasa aja,” sahutku berbohong. Padahal aku memang merasa risih karena di kedua even itu Kevin menatapku terus sambil tersenyum-senyum. Tapi masa soal sekecil itu harus kusampaikan kepada suamiku?

    “Kevin sangat tergiur olehmu. Dan akan mendudukkanku di posisi penting dalam perusahaan asalkan… “Bang Abe tidak melanjutkan kata-katanya.

    “Asalkan apa?” tanyaku penasaran.

    “Asalkan kamu bersedia menemaninya di villa, satu atau dua malam saja.”

    “Gila! Mentang-mentang orang tajir melilit! Seenaknya aja meminta istri orang. Memangnya aku ini perempuan apa?”

    “Tapi… apa salahnya kalau kita berkorban demi kemajuan kita? Aku yakin kalau permintaannya itu dikabulkan, masa depan kita bakal gilang-gemilang, Sayang.”

    “Kevin kan anak konglomerat. Cewek yang seperti bidadari pun bisa didapatkannya. Kenapa harus memilih istri orang?”

    “Karena kamu punya daya tarik yang luar biasa, Sayang.”

    “Aaaah… aku nggak mau diperlakukan sewenang-wenang oleh siapa pun.”

    “Sayang… tadi dia sampai berkali-kali minta maaf dan minta aku tidak tersinggung.”

    “Lalu Abang menyetujui keinginannya? Begitu?”

    “Belum kusetujui. Aku hanya bilang akan menunggu keputusanmu. Jadi sekarang bola ada di tanganmu. Kalau ingin masa depan kita cemerlang, ikuti saja keinginan Kevin itu. Kamu kan sudah ikut program KB. Jadi pasti Kevin takkan bisa menghamilimu.”

    “Baaang…! Aku merinding nih dengernya juga. Udah ah. Abang harus tegas menolaknya. Kalau nanti kedudukan Abang tidak ada perubahan, pindah aja ke perusahaan lain. Kenapa harus ngikutin rencana jahanam seperti itu?”

    “Seperti yang kubilang barusan, Kevin berulang-ulang minta maaf, minta agar aku tidak tersinggung. Sama sekali tidak kelihatan arogan. Itu pun kalau kamu mau. Kalau tidak, ya gampang… tinggal laporan aja padanya besok, bahwa kamu tidak mau. Selesai. Tapi resikonya ya gitu itu. Kita akan tetap seperti sekarang ini.

    Aku terdiam. Dengan perasaan masih jengkel.

    “Orang-orang yang sudah sukses, pasti ada terobosan dengan jalannya masing-masing.”

    “Tapi bukan dengan menjual memek istrinya, kan?”

    “Aku juga takkan menjualmu. Meski dibeli berapa pun aku takkan pernah menjualmu,” ucap suamiku sambil membelai rambutku dengan lembut. Membuat keteganganku agak mereda.

    “Kalau aku mengikuti omongan Abang, keutuhan dan nilai-nilai suci perkawinan kita pasti akan hancur.”

    “Tidak! Bahkan sebaliknya… aku akan semakin mencintaimu, Sayang…”

    “Omong kosong. Mana ada suami yang tambah mencintai istrinya setelah si istri dinodai oleh lelaki lain?!”

    “Ya buktikan aja nanti. Sebagai lelaki, aku pantang menjilat air ludahku sendiri. Masalahnya, jika kamu melaksanakan rencana yang kuanggap sebagai kesempatan baik itu, aku akan menganggapmu turut membantu kemajuan karierku. Bukan sekadar membiarkan lelaki lain menodaimu.”

    Aku terdiam.

    Suamiku berkata lagi, “Coba pikirkan unsur-unsur positifnya dulu. Kalau kamu pandai mengambil hati Kevin, apa pun permintaanmu pasti dikabulkan. Misalnya mobil yang di depan itu kamu pinta, pasti diberikan. Memang harganya milyaran. Tapi buat konglomerat seperti Kevin, beli seratus mobil mewah pun gak ada apa-apanya.

    Aku masih terdiam.

    Suamiku melanjutkan, “Coba kamu pikirkan dengan positif thinking. Kevin itu tampan, karena dia itu berdarah campuran Jerman dengan Tionghoa dan Indonesia. Masih muda pula, empat tahun lebih muda dariku. Dan aku akan mengijinkan apa pun yang akan kamu lakukan waktu meladeninya. Bahkan sebaiknya dia dirayu tapi lakukan secara halus sekali.

    Aku terdiam terus. Bahkan kupeluk bantal guling sambil membelakangi suamiku. Seolah mau tidur. Padahal aku tetap menunggu suamiku berkata lagi.

    Tapi dia malah turun dari bed dan keluar dari kamar.

    Aku jadi bingung sendiri. Karena semua yang telah dikatakan oleh suamiku tadi, benar-benar mengejutkanku. Semua itu tak pernah terpikir olehku sebelumnya.

    Lalu apa yang harus kulakukan? Haruskah aku membuang “kesempatan bagus” seperti yang dikatakan olehnya tadi? Bukankah aku sudah berkali-kali minta izin untuk bekerja, karena ingin membantunya? Lalu sekarang ada “terobosan”, tapi semuanya itu tergantung pada keputusanku.

    Diam-diam aku turun dari bed, mengambil selimut tipis, lalu kubawa selimut itu ke luar. Ternyata suamiku sedang duduk di ruang tamu sambil duduk di sofa panjang yang menghadap ke televisi.

    Aku menghampirinya. Lalu merebahkan diri di atas sofa dan menumpangkan kepalaku di atas paha suamiku, sambil menyelimuti diriku sendiri karena kalau sudah menjelang malam begini suka banyak nyamuk.

    Suamiku tidak bicara sepatah kata pun. Hanya membelai rambutku yang terurai ke atas pahanya.

    “Bang…” ucapku memecahkan kebisuan.

    “Hmm?”

    “Kalau keinginan Kevin itu ditolak, apa akibatnya?”

    “Ya takkan ada apa-apa. Kita akan berada di posisi semula. Serba pas-pasan. Bahkan mungkin aku akan resign saja, karena tidak kuat dengan penghasilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kita.”

    “Lalu setelah resign mau kerja di mana?”

    “Nggak usah nyari kerja. Mau usaha sendiri aja. Kalau perlu dagang gorengan juga gak apa-apa.”

    “Seorang master lulusan Amerika mau dagang gorengan?!”

    “Nggak apa-apa. Hidup di zaman sekarang ini tak perlu gengsi-gengsian. Siapa tau dari dagang gorengan kita bisa lebih sukses daripada sekarang.”

    Aku terdiam. Membayangkan suamiku mendorong gerobak yang dilengkapi dengan wajan berisi minyak goreng dan kompor dengan tabung gas kecil.

    Ooooh… yang bener aja!

    Lalu kalau sudah seperti itu, siapa yang mau disalahkan? Aku? Takdir? Siapa?

    Ya Tuhan! Semoga hal itu jangan pernah terjadi dalam kehidupan kami!

    “Lalu… kalau kita kabulkan keinginan Kevin itu, apa akibatnya?” tanyaku.

    “Banyak sekali yang akan terjadi. Aku bisa ditempatkan di posisi penting seperti yang kita harapkan. Kamu juga akan mendapatkan beberapa efek positif. Apa pun yang kamu minta pada Kevin, pasti dikasih.”

    “Maksudku, apa akibatnya terhadap keutuhan perkawinan kita Bang.”

    “Akibatnya… aku akan semakin mencintai dan menyayangimu. Karena beberapa kemajuan akan terjadi. Dan itu berkat jasamu. Berkat semangatmu untuk membantu karierku.”

    “Bukannya Abang bakal jijik mendekatiku yang telah dinodai oleh orang lain?” tanyaku dengan nada kurang percaya.

    “Buktikan saja nanti. Kalau sampai seperti itu, ludahi saja mukaku. Pernahkah aku ingkar janji selama ini? Pernahkah aku menjilat air ludahku sendiri?”

    Memang suamiku tidak pernah ingkar janji. Apa pun yang diucapkannya selalu dibuktikan. Karena dia berprinsip, seorang lelaki itu harus bisa dipegang omongannya.

    Aku duduk di samping suamiku. Kemudian kucium pipinya dengan mesra. Tanpa melontarkan kata-kata. Karena aku bingung harus berkata apa.

    “Jadi bagaimana? Apakah kamu sudah mulai berpikir secara positif thinking?” tanya suamiku.

    “Aku akan mengikuti apa pun yang Abang inginkan. Dengan syarat, jika kelak terjadi hal-hal negatif, Abang yang harus bertanggung jawab. Jangan menyalahkan aku.”

    “Tentu saja semua akan kupertanggungjawabkan Sayang. Termasuk janjiku akan semakin mencintai dan menyayangimu… akan kubuktikan nanti.”

    “Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyaku dengan perasaan bimbang.

    “Sekarang baru hari Rabu. Besok aku akan mengatakan padanya bahwa kamu masih belum memberi keputusan, supaya dia juga jangan terlalu mudah mendapatkanmu. Pada hari Jumat, baru aku akan mengatakan bahwa kamu sudah bersedia mengikuti kehendaknya.”

    “Lalu?”

    “Kemungkinan pada Jumat sorenya aku akan mengantarkanmu ke villa milik Kevin. Dengan mobil mahal itu. Lalu hari Minggu sore aku akan menjemputmu lagi.”

    “Iiih… aku degdegan mendengarnya juga Bang.”

    “Biasa itu sih. Orang kan suka takut pada sesuatu yang belum diketahuinya. Tapi setelah tahu, pasti gak degdegan lagi.”

    “Gak tau juga. Sebenarnya aku masih bimbang. Tapi aku juga berusaha untuk tak mengecewakan Abang.”

    “Iya… baguslah.”

    “Kalau Jumat sore aku diantarkan ke villa itu, Abang sendiri mau ke mana?”

    “Ya pulanglah. Sambil ngajak main Nia jalan-jalan pakai mobil yang luar biasa nyamannya itu.”

    “Kalau Mbak Rum nanyain ke mana aku, gimana?”

    “Mmmm… gampanglah. Aku mau bilang kamu sedang bantu-bantu masak di rumah Kak Reni, karena mau ada rapat dua hari berturut-turut. Gimana?“

    “Iya… itu jawaban bagus,” sahutku. Yang dimaksud Kak Reni itu adalah kakak kandung suamiku, yang aktif di dalam sebuah organisasi.

    “Tapi,” kataku lagi, “kalau Jumat sore aku diantarkan dan Minggu sore baru dijemput lagi… berarti lebih dari sehari semalam aku harus menemani Kevin, Bang.”

    “Iya, dua hari kan gak lama. Hitung-hitung nyari pengalaman menikmati hari-hari weekend bersama orang yang sangat tajir. Pasti segalanya serba wah…”

    “Sebenarnya aku heran juga, kenapa Kevin bisa tertarik sama aku? Dia kan punya duit berlimpah ruah. Cewek yang seperti apa pun bisa didapatkannya. Kenapa dia malah tertarik sama aku?”

    “Bangsa kita memang suka sekali memikirkan kekurangannya, tanpa memikirkan kelebihannya. Padahal kelebihan itu harus dikembangkan sebaik mungkiin. Seperti kamu ini Sayang. Kamu ini punya paras cantik. Punya tubuh kayak biola. Pokoknya kamu ini sangat cantik dan seksi habis.”

    “Aku kan lebih tua empat tahun kalau dibandingkan dengan Kevin Bang.”

    “Justru itu yang disukai Kevin.”

    “Maksudnya?”

    “Kevin berterus terang padaku, bahwa dia itu pengagum wanita yang lebih tua darinya. Dia sama sekali tidak suka cewek yang masih remaja. Sebenarnya banyak lelaki yang seperti itu. Lelaki yang hanya tertarik kepada wanita yang usianya lebih tua… bahkan ada lelaki muda yang hanya tertarik pada wanita berusia empatpuluh tahunan ke atas.

    “Terus… nanti apa saja yang harus kulakukan di villa itu?” tanyaku.

    “Ikuti mengalirnya arus saja.”

    “Tapi Bang… bagaimana kalau dia menginginkan hubungan seks?”

    “Ladeni aja. Bikin dia sepuas mungkin.”

    “Iiiih… gak kebayang…! Emangnya Abang gak cemburu kalau aku sampai digituin sama Kevin?”

    “Tentu aja cemburu. Tapi aku akan mengembangkan cemburu itu menjadi gairah.”

    “Maksudnya?”

    “Lihat aja nanti. Sepulangnya dari villa itu, pasti aku jadi semakin bergairah untuk menyetubuhimu, Sayang.”

    “Begitu ya?”

    “Iya… duh… ini baru membicarakannya saja kontolku udah ngaceng. Kita main dulu yok,” ucap suamiku sambil berdiri dan menuntun tanganku, masuk ke kamar lagi.

    Setelah menutup dan mengunci pintu, suamiku langsung mencumbuku. Menyingkapkan dasterku sampai ke perut, lalu menarik celana dalamku sampai terlepas di sepasang kakiku. Dan menyerudukkan mulutnya ke kemaluanku yang senantiasa tercukur bersih ini.

    Bang Abe mulai menjilati kemaluanku. Ini yang paling kusukai. Foreplay dengan cunnilingus. Membuatku klepek-klepek dalam nikmatnya jilatan suamiku.

    Tak lama kemudian suamiku sudah menelanjangi dirinya. Aku pun melepaskan dasterku sehingga kami jadi sama-sama telanjang bulat.

    Batang kemaluan suamiku pun mulai membenam ke dalam liang kewanitaanku yang sudah basah akibat jilatannya barusan.

    “Ini aku sambil membayangkan dirimu sedang disetubuhi oleh Kevin,” ucap suamiku sambil mulai mengentotku perlahan.

    Ah… tahukah suamiku bahwa aku pun sedang membayangkan hal yang sama? Membayangkan tengah digauli oleh putra mahkota perusahaan besar itu?

    Memang luar biasa akibatnya. Suamiku jadi begitu gagahnya menyetubuhiku. Sementara aku sendiri merasakan luar biasa nikmatnya entotan suamiku yang tengah kubayangkan sebagai entotan Kevin…!

    Apakah aku mulai bisa “positif thinking” seperti dikatakan berkali-kali oleh suamiku tadi? Lalu apakah gairah kami ini timbul sebagai akibat dari “positif thinking” itu juga?

    Suamiku memang terasa sangat bergairah menyetubuhiku. Padahal menurut pengakuannya, gairah itu langsung timbul sebagai akibat dari pembicaraan mengenai Kevin. Apalagi jika aku sudah melaksanakan rencana yang sudah diatur oleh suamiku bersama calon big bossnya itu nanti…!

    Ya… pikiranku mulai bergeser ke sudut lain. Sudut tentang ketampanan Kevin yang masih belia itu. Pikiran tentang segarnya fisik lelaki yang lebih muda dariku itu.

    Ah… aku harus mengakuinya secara jujur, bahwa aku mulai terhanyut dalam khayalan tentang rencana suamiku yang akan kulaksanakan itu…!

    Tapi biar bagaimana pun juga aku ini seorang istri. Aku tetap harus pandai menjaga mulutku sendiri, dalam keadaan apa pun.

    Keesokan harinya, tiada berita penting yang kudapatkan dari suamiku, selain berita bahwa ia sudah mengatakan kepada Kevin, bahwa aku belum memutuskan menolak atau menyetujui keinginannya itu. Namun mobil mahal itu tetap dibawa pulang lagi. Sementara motor bebeknya ditinggalkan di kantor.

    Besoknya lagi, adalah hari Jumat yang membuatku berdebar-debar menunggu kabar dari suamiku. Karena kalau sudah disampaikan kepada Kevin bahwa aku sudah menyetujuinya, maka nanti sore aku akan diantarkan oleh suamiku menuju villa yang aku belum tahu di mana letaknya.

    Jam satu siang, ada call dari suamiku, “Sayang… barusan udah disampaikan. Dia kelihatan seneng banget. Jadi… nanti siap-siap aja ya. Jam tiga aku pulang dan akan langsung mengantarkanmu ke villa. Itu aja beritanya. Ini aku ngomong juga ngumpet-ngumpet. Takut ada karyawan yang nguping.”

    “Iya Bang, “hanya itu jawabanku. Lalu hubungan seluler ditutup oleh suamiku.

    Dan aku degdegan sendiri, karena membayangkan apa yang bakal terjadi di villa itu nanti. Membayangkan Kevin langsung menelanjangiku, lalu menyetubuhiku? Ah, jangan seperti itu benar. Aku sih maunya diperlakukan secara romantis dulu, supaya birahiku terpancing secara perlahan tapi pasti.

    Yang pertama kulakukan adalah mengemasi pakaian yang akan kubekal, kumasukkan dengan rapi di tas pakaianku. Lalu mandi sebersih mungkin.

    Selesai mandi, aku telanjang di depan cermin besar di dalam kamarku.

    Kuperhatikan dengan teliti, apa kekuranganku?

    Tapi seperti kata Bang Abe, aku harus memperhatikan kelebihanku. Lalu memanfaatkan kelebihanku ini. Ya… memang wajahku cantik, kulitku juga putih mulus. Aku punya sepasang payudara dan bokong yang gede, namun pinggangku ramping dan tiada kerutannya, meski sudah pernah hamil dan melahirkan. Mungkin itulah sebabnya banyak teman yang mengatakan tubuhku ini laksana biola.

    Sepintas lalu orang takkan menyangka kalau aku ini sudah punya anak. Lagipula usia 27 tahun mungkin belum termasuk tua ya?

    Tapi patutkah Kevin yang tajir melilit bisa tergiur olehku? Apakah dia sekadar ingin membuatku sebagai pelampiasan nafsunya belaka ataukah diikuti dengan perasaan yang belum disampaikan padaku?

    Entahlah. Nanti sang Waktu yang akan menjawabnya.

    Tepat jam tiga sore suamiku datang.

    “Kirain udah berdandan,” kata suamiku ketika aku menyongsongnya masih dalam kimono.

    “Takut jam tiga itu Abang berangkatnya dari kantor.”

    “Ya udah. Cepetan ganti baju sama yang agak pantes tapi seksi.”

    “Abang gak mau makan dulu?”

    “Gak. Tadi di kantin kantor udah makan banyak. Masih kenyang.”

    Lalu aku mengganti pakaianku dengan gaun yang dipilih oleh suamiku. Gaun terusan berwarna orange yang bagian bawahnya terlalu pendek, sehingga mempertontonkan sebagian besar paha putih mulusku.

    Sebenarnya aku agak segan memakai gaun ini, karena seperti mau pameran paha. Sementara bagian atasnya pun mempertontonkan batas kedua payudaraku terlalu lebar, juga seolah pameran toket gedeku.

    Tapi karena suamiku yang memilihkan gaun ini untuk kupakai, akhirnya kukenakan juga.

    Sebelum berangkat, aku berpesan kepada Mbak Rum, bahwa aku akan menginap dua malam di rumah saudaranya Bang Abe, karena “mau bantuin masak untuk peserta rapat selama dua hari berturut-turut”.

    Beberapa saat kemudian, aku sudah duduk di dalam sedan mahal itu. Memang nyaman sekali, suara mesinnya hampir tak terdengar, suspensinya pun halus sekali. Sehingga aku seolah duduk di dalam mobil yang tidak bergerak. Padahal saat itu kami sudah berada di jalan tol dengan kecepatan 100 km/jam.

    Aku punya saudara sepupu yang kalau sudah berada di jalan tol suka tancap gas sampai 140km/jam. Tapi untungnya suamiku tak suka main kebut begitu. Dahulu, waktu masih suka mengemudikan mobil orang tuanya pun, kecepatannya tak pernah lebih dari 100km/jam. Malah dia suka bilang, “Gak ada yang mau melahirkan, kenapa harus ngebut?!

    “Nanti berusahalah agar bisa mengambil hati Kevin. Soalnya aku tau, kalau sudah terambil hatinya, Kevin itu tidak sulit untuk menghambur-hamburkan uangnya,” kata suamiku di belakang setir.

    “Ohya… Kevin itu sudah punya istri belum Bang?” tanyaku.

    “Belum. Dia masih bujangan,” sahut suamiku, “Dalam keseharian, kulihat Kevin itu baik kok. Pegawainya banyak yang cantik, tapi tak pernah diganggu olehnya. Makanya aku juga heran, kenapa dia sangat kagum padamu. Mungkin kamu itu sesuai dengan kriterianya.”

    “Istri orang juga termasuk kriterianya? Hihihiii…”

    “Mmmm… mungkin hal itu suatu kebetulan saja. Kebetulan yang sesuai dengan kriterianya itu sudah punya suami.”

    “Tapi aku dagdigdug terus rasanya Bang. Soalnya aku gak pernah menghianati suami sejengkal pun. Sekarang tau-tau harus…”

    “Santai aja Sayang. Semua yang akan terjadi kan atas izin lisan dariku. Kamu malah harus bangga karena jadi satu-satunya wanita yang dipilih oleh calon orang nomor satu di perusahaan.”

    “Tapi hatiku belum bisa menerima Bang. Biar bagaimana aku ini seolah dipaksa untuk meninggalkan suami tercintaku…”

    “Kamu akan mendukung perjuanganku, lewat pengorbananmu. Bukan akan meninggalkanku.”

    Rasanya aku dicekoki terus dengan aksioma-aksioma baru, yang mulai menjejali benakku. Bahwa apa pun yang akan terjadi di villa nanti, adalah demi kemajuan karier suamiku.

    Dan aku seolah sedang membacakan mantra di dalam batinku. Mantra yang seolah pembenaran pada apa pun yang akan kulakukan di villa nanti: Demi kemajuan karier suamiku. Demi kemajuan karier suamiku. Demi suamiku. Demi suami tercintaku…!

    Tapi setelah tiba di villa yang lumayan jauh dari kotaku itu, tak urung aku degdegan lagi. Tak ubahnya anak kecil yang mau disuntik…!

    Ternyata suamiku membawa kunci villa megah itu. Dia sendiri yang membuka pintu depan dan mengajakku masuk ke villa itu.

    Aku berbisik ke telinga suamiku, “Dia belum datang?”

    Suamiku malah memperlihatkan WA di hapenya. WA dari Kevin yang berbunyi.

    -Aku juga sudah dekat. Sepuluh menit lagi pasti tiba di villa-

    Aku semakin dagdigdug setelah membaca WA itu. Dengan pikiran serba salah. Karena sebentar lagi suamiku akan pulang, lalu tinggal aku bersama Kevin berdua saja di villa ini.

    “Bang… nanti Abang tidur sama siapa di rumah?” tanyaku asal nyeplos, untuk mengurangi perasaan gugup ini.

    “Sendirian aja,” sahutnya, “Nia kan sama Mbak Rum.”

    “Bang… biar adil, nanti Abang tidur sama Mbak Rum aja ya.”

    “Ngaco kamu. Kalau aku nafsu nanti gimana?”

    “Ya salurin aja sama Mbak Rum. Dia kan udah lama menjanda. Belum pernah melahirkan pula. Pasti memeknya lebih enak daripada memekku.”

    “Jangan ngawur ah ngomongnya.”

    “Aku serius Bang. Soalnya aku merasa kasian juga sama Abang. Pasti Abang merasa tersiksa juga nanti, sambil membayangkan aku bersama Kevin. Daripada tersiksa, mendingan salurkan aja sama Mbak Rum. Tapi nanti rekam suaranya, pake hape juga bisa kan?”

    “Sudahlah jangan ngomong ngelantur. Mendingan siap-siap aja untuk menyenangkan hati Kevin. Jangan kecewakan dia. Ingat… tiga bulan lagi dia bakal jadi orang nomor satu di perusahaan. Dialah yang bakal menentukan nasib kita ke depannya nanti. Nah tuh… mobilnya sudah datang…” sahut suamiku sambil menunjuk ke depan.

    (Karena aku sering mengamati perkembangan harga-harga mobil di internet, sambil melamun… seandainya kami sudah punya mobil…).

    Kevin masuk ke dalam villa dalam pakaian sport, celana pendek, baju kaus dan sepatu olahraga, semuanya serba putih.

    Dan Kevin menghampiriku yang berdiri kaku di dekat pintu depan.

    “Apa kabar Mbak?” sapanya sambil menjabat tanganku.

    “Baik Boss,” sahutku tanpa keberanian menatap matanya.

    Suamiku juga berdiri tegak dan kaku di sampingku. Lalu berkata, “Maaf Boss… kalau tidak ada lagi yang harus aku kerjakan, aku mohon pamit pulang.”

    “Oke, “Kevin mengangguk sambil tersenyum, “Hari Minggu sore jemput istrinya ke sini ya.”

    “Siap Boss.”

    Lalu Kevin menepuk bahu suamiku sambil berkata, “Terima kasih atas pengertiannya ya. Nanti akan berbuah hal positif pada Abe juga.”

    “Siap Boss. terima kasih. Aku mohon pamit.”

    “Ohya… sebentar, “Kevin membuka tas kecil yang tergantung di bahunya. Lalu mengeluarkan amplop berwarna coklat muda, mungkin berisi segepok uang di dalamnya. Amplop itu diberikan kepada suamiku sambil berkata, “Ini untuk beli pertamax.”

    “Siap! Terimakasih Boss.”

    Suamiku cipika-cipiki dulu denganku, kemudian meninggalkanku bersama Boss Kevin berdua saja di ruang tamu villa megah ini.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8
  • Kekasih Tercinta

    Kekasih Tercinta

    Cerita Sex Kekasih Tercinta – Aku ingin sekali membahagiakan hati Mama sebagai single parent – ku. Ingin segera mengubah kesengsaraan menjadi kesenangan semata. Tapi bagaimana caranya?

    Di usia 24 tahun aku sudah meraih gelar sarjana psikologi dari sebuah universitas yang tergolong perguruan tinggi swasta terbaik di kotaku. Tapi… meski sudah meraih gelar S. Psi, ternyata aku tidak mudah untuk mendapatkan kerja.

    Entah sudah berapa banyak kulayangkan surat lamaran ke perusahaan – perusahaan yang tadinya kuanggap mungkin bisa menerimaku. Tapi apa yang kudapatkan? Lebih dari 2 bulan aku sibuk melamar ke sana sini, jawabannya memang beragam, tapi kesimpulannya…

    Aku sampai nyaris frustasi menghadapi kenyataan pahit ini. Di bulan ketiga setelah diwisuda, kudapatkan juga pekerjaan itu. Menjadi kasir di sebuah café. Tapi jauh dari harapan dan cita – citaku.

    Cerita Sex Kekasih Tercinta
    Cerita Sex Kekasih Tercinta

    Ngocoks Bekerja sebagai kasir di café ini sangat meletihkan. Karena aku harus mau membantu waiters di saat café sedang sibuk. Aku ikut melayani konsumen menghidangkan makanan pesanan mereka. Dan kalau sudah ada yang berdiri di depan meja kasir, aku harus setengah berlari ke belakang meja kasir.

    Bukan cuma itu. Kalau aku kebagian shift malam, café ditutup jam sebelas malam. Tapi aku tidak bisa langsung pulang. Karena harus ikut beres – beres dulu sampai jam duabelas lebih. Dan baru tiba di rumah setelah jam satu pagi.

    Apakah ini pekerjaan yang kucari selama ini? Bahwa aku yang sudah S1 mendapat pekerjaan yang harus terpontang – panting setiap hari?

    Karena itu diam – diam aku melamar ke sana – sini. Tapi aku tetap bekerja di café itu. Tujuanku, kalau aku sudah mendapat pekerjaan yang sesuai dengan harapan, aku akan resign dari café itu.

    Sampai pada suatu saat…

    Ketika aku sedang berada di belakang meja kasir, seorang lelaki menghampiriku, untuk membayar minuman dan snack yang telah dihabiskannya. Kutaksir usia lelaki itu sudah limapuluhan. Melihat dari bentuk dan sikapnya, aku yakin dia itu golongan menengah ke atas.

    “Sudah lama bekerja di café ini?” tanya lelaki itu pada waktu menyerahkan uang untuk membayar sesuai dengan yang tertera di bon.

    “Sudah setengah tahun Pak,” sahutku sambil mengoperasikan cash register. Lalu menyerahkan uang kembaliannya pada bapak itu.

    “Pendidikannya sampai di mana?” tanyanya lagi.

    “Saya… sarjana psikologi Pak.”

    Bapak itu seperti berpikir sesaat. Lalu menyerahkan secarik kartu nama sambil berkata, “Kapan – kapan kalau mau bekerja mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus, silakan hubungi saya ya.”

    “Iya Pak. Terima kasih,” sahutku sopan, sambil memasukkan kartu nama itu ke dalam saku celana jeansku. Aku tak berani melihat kartu nama itu secara jelas, karena takut kelihatan dan dimarahi oleh pemilik café.

    Waktu menuju pulang di dalam sebuah angkot, barulah aku mengeluarkan kartu nama itu dari saku celana jeansku. Dan membacanya.

    Ternyata nama Bapak itu Mathias, komisaris utama sebuah perusahaan besar yang pernah kukirimi lamaran lewat pos dan… menolak lamaranku dengan alasan belum ada lowongan.

    Yang aku tahu, biasanya kedudukan komisaris utama itu diserahkan kepada pemilik saham terbesar di suatu perusahaan swasta. Dengan kata lain, bapak itu owner perusahaan yang pernah menolak lamaranku.

    Tapi aku yakin Pak Mathias tidak tahu masalah penolakan lamaranku. Karena yang aku tahu, urusan lamaran kerja ditangani oleh manager personalia atau manager HRD. Bahkan mungkin ditangani hanya oleh stafnya saja, bukan oleh managernya.

    Lalu apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus menghubungi Pak Mathias lewat handphone atau datang sendiri ke kantornya? Bukankah di kartu nama ini ada alamat kantor berikut alamat rumahnya juga?

    Bukankah aku membutuhkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikanku?

    Beberapa hari kemudian, bapak itu datang lagi ke café tempatku bekerja, pada saat café sedang lumayan sibuk. Sengaja aku sendiri yang memberikan daftar menu padanya, supaya bisa sedikit berkomunikasi dengannya.

    Benar saja, ketika ia sedang memegang daftar menu café, dia bertanya, “Bagaimana? Tertarik pada tawaran saya tempo hari?”

    Aku menjawabnya secara to the point, karena takut ditegur pemilik café kalau terlalu lama berdiri di dekat meja konsumen. “Kalau saya mau menghadap ke kantor Bapak, kapan saya harus ke sana?”

    “Ke rumah saja, jangan ke kantor. Besok sebelum jam sepuluh pagi saya masih ada di rumah,” sahutnya, “alamat rumah saya ada di kartu nama yang tempo hari saya kasih kan?”

    “Siap Pak. Besok saya akan ke rumah Bapak.”
    “Ohya… siapa namanya?”
    “Nama saya Rina, Pak.”
    “Rina… “gumamnya seperti menghapalkan namaku.

    Lalu aku kembali lagi ke belakang meja kasir, setelah menyerahkan bon pesanan Pak Mathias ke pegawai kitchen.

    Pada waktu membayar makanan dan minuman yang sudah dihabiskannya, Pak Mathias sempat berkata perlahan padaku, “Besok pagi saya tunggu ya.”

    “Siap Pak,” sahutku sambil memberikan uang kembalian padanya, yang ditolaknya sambil berkata, “Ambil aja kembaliannya.”

    Kemudian ia meninggalkan café…

    Meninggalkanku dengan penuh harapan. Agar bisa bekerja di kantor. Bekerja dengan tenang dan menggunakan otakku secara profesional. Bukan menggunakan tenaga seperti di café ini.

    Keesokan paginya, aku berangkat menuju alamat rumah Pak Mathias, dengan membawa map berisi berkas lamaranku.

    Jam sembilan pagi aku sudah berada di depan pintu gerbang sebuah rumah yang seolah istana di zaman Romawi, karena rumah Pak Mathias itu benar – benar klasik, dengan tiang – tiang berukir di dasar dan puncaknya.

    Seorang satpam menghampiriku sambil bertanya, “Mau ke mana Mbak?” tanyanya.

    “Mau ketemu dengan Pak Mathias,” sahutku.
    “Oh… sudah ada janji?”
    “Sudah,” jawabku sambil mengangguk.
    “Maaf… siapa namanya?” tanyanya lagi.
    “Rina,” sahutku.

    “Sebentar, saya mau laporkan dulu kepada Boss ya,” ucap satpam itu sambil bergegas menuju pos satpam yang berada di dekat pintu gerbang. Kemudian kulihat dia berbicara di pesawat telepon. Dan kembali lagi menghampiriku sambil berkata, “Silakan masuk ke pintu ketiga dari sebelah kiri Mbak.”

    “Iya, terima kasih,” sahutku sambil melangkah ke arah pintu yang ditunjukkan itu, dengan jantung berdebar – debar. Karena baru sekali inilah aku berkunjung ke rumah yang segini megahnya, bahkan layak disebut istana. Bukan sekadar rumah.

    Pintu yang kutuju langsung terbuka sendiri ketika aku sudah berdiri di depannya. Dan Pak Mathias tampak sudah duduk di sebuah kursi yang seolah singgasana raja di mataku.

    “Selamat pagi Pak Boss,” ucapku sambil mengngangguk sopan.

    “Pagi… duduklah,” kata Pak Mathias sambil menunjuk ke sofa yang terdekat dengan kursi mewahnya.

    Aku pun duduk sambil menundukkan kepala di sofa yang ditunjukkan oleh Pak Mathias, sambil meletakkan map berisi berkas lamaran di atas lututku.

    “Map apa itu?” tanya Pak Mathias
    “Surat lamaran dan persyaratan lainnya Pak Boss.”
    “Coba lihat, “pintanya.

    Dengan tangan agak gemetaran kuserahkan map berisi surat lamaran, fotocopy ijazah, surat kelakuan baik dan sebagainya ke tangan Pak Mathias.

    Pak Mathias memeriksa berkas lamaran itu, terutama pada ijazah S1-ku. Lalu map itu ditutupkan lagi. Dan berkata, “Sebenarnya aku bukan hanya akan menempatkan Rina untuk bekerja di perusahaanku. Ada suatu kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada sekadar jadi karyawati di perusahaanku.”

    Aku ingin bertanya tapi tidak berani mengucapkannya. Maka aku diam saja, sambil sesekali memandang ke arahnya.

    “Aku ingin menjadikan Rina sebagai calon istriku,” ucap Pak Mathias selanjutnya, membuatku tersentak kaget.

    “Aku ini duda yang punya anak lima. Dua cewek dan tiga cowok. Yang cewek sudah pada nikah dan dibawa oleh suaminya masing – masing. Dua anak cowok kuliahnya di Amerika dan di Kanada. Jadi yang tinggal bersamaku hanya anak paling kecil. Tapi usianya sudah delapanbelas tahun. Bukan anak – anak yang harus diurus oleh orang tua lagi.

    Aku cuma menundukkan kepala. Tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan. Karena ucapan Pak Mathias itu seolah “lamaran” bagiku. Lamaran untuk memperistrikanku.

    Sedikit pun aku tak menduga bahwa aku diminta datang ke istananya ini untuk menyampaikan “tawaran”nya itu.

    Sedangkan aku sudah mengikat janji dengan Ricky, yang sudah hampir lima tahun menjadi pacarku. Bahkan Ricky pun sudah merenggut kegadisanku. Bagaimana mungkin aku menerima keinginan Pak Mathias? Apalagi kalau mengingat usianya yang mungkin sudah dua kali usiaku.

    Tapi bukankah ini jalan keluarku untuk membahagiakan Mama yang sering mengeluh tentang kesulitan – kesulitannya dalam soal kehidupan sehari – hari? Bukankah cita – cita utamaku ingin membahagiakan Mama?

    “Bagaimana?”

    Aku memandangnya sesaat, lalu menunduk lagi sambil mempermainkan jari tanganku.

    “Memang tak usah dijawab sekarang. Silakan dipikirkan dulu sebaik mungkin. Tak usah terburu – buru. Dijawab sebulan atau dua bulan lagi pun tidak apa – apa.”

    Batinku terhuyung – huyung dalam perjalanan pulang dari rumah yang laksana istana kekaisaran Romawi itu. Hari itu aku kebagian shift malam di café. Sehingga aku bisa pulang ke rumah dulu. Bisa curhat dulu kepada Mama.

    Kuceritakan semua yang baru kualami itu. Dan Mama mendengarkannya dengan seksama.

    Lalu kata Mama: “Di zaman sekarang perkawinan dengan perbedaan usia yang sangat jauh, bukan hal aneh lagi. Bahkan mendingan nikah dengan lelaki yang jauh lebih tua. Karena lelaki yang sudah tua sudah melepaskan egonya.

    Lalu dia akan memanjakan dan membahagiakanmu. Apalagi kalau dia orang tajir. Kamu bisa begelimang harta.

    “Tapi bagaimana dengan Ricky? Mama kan tau kalau aku sudah lima tahun menjalin hubungan dengannya,” sahutku.

    “Iya… selama lima tahun tanpa kepastian, mau dibawa ke mana hubunganmu dengan Ricky itu?” ucap Mama dengan tatapan tajam.

    Aku tertunduk. Memang ucapan Mama itu seolah menyadarkanku. Bahwa selama berhubungan dengan Ricky, aku tak pernah mendengar rencana kawin dari Ricky. Seolah hubunganku dengannya cuma untuk “just have fun” semata.

    Dan kalau bicara tentang masa depan, Ricky bukan sosok yang menjanjikan bagiku. Karena Ricky hanya punya modal tampang doang, sementara pekerjaannya hanya nyalo sana nyalo sini.

    Mama tidak mendesakku untuk menerima Pak Mathias sebagai calon suamiku. Tapi dari nada bicaranya, kelihatannya Mama memihak kepada pengusaha tajir melilit itu. Sedangkan cita – cita utamaku adalah ingin membahagiakan Mama. Karena Mama adalah segalanya bagiku.

    Tapi aku masih bingung. Jalan mana yang harus kutempuh? Tetap menjalin hubungan dengan Ricky yang tanpa kepastian masa depannya? Atau menerima Pak Mathias sebagai calon suamiku, dengan harapan ingin menaikkan derajat Mama dan menyenangkan hatinya?

    Berhari – hari aku mempertimbangkan semuanya itu. Sementara aku masih tetap bekerja di café.

    Dan pada suatu hari, Pak Mathias datang lagi ke café. Biasa, untuk menikmati black coffee dan snack croissant isi daging dua buah. Pada waktu membayar di depan cash register yang selalu kuoperasikan, Pak Mathias bertanya perlahan, “Sudah ada keputusan?”

    “Belum Pak. Masih bingung,” sahutku tanpa berani menatapnya.
    “Besok kerja siang apa malam?”
    “Siang Pak.”
    “Pulang jam berapa?”
    “Jam lima sore.”

    Lalu Pak Mathias menawarkanku untuk ketemuan di sebuah café yang terletak dalam sebuah mall setelah aku pulang kerja. Aku pun berpikir sejenak. Dan akhirnya mengangguk dengan sikap canggung.

    Kemudian Pak Mathias membayar kopi dan croissant itu. Dan seperti biasa, dia tidak mengambil kembaliannya.

    Kemudian dia berlalu. Meninggalkanku dalam kebingungan.

    Tapi keesokan sorenya, setelah jam kerjaku selesai, aku tetap menuju cafed yang berada di dalam mall itu, untuk memenuhi janjiku.

    Sebenarnya hatiku sudah condong – condong ke arah Pak Mathias. Dan berniat untuk memutuskan hubunganku dengan Ricky yang tanpa kejelasan masa depannya itu.

    Karena itu aku berusaha untuk tersenyum ketika melihat Pak Mathias sudah menungguku di café yang dijanjikan itu.

    Begitu aku duduk berhadapan dengan Pak Mathias, dibatasi oleh meja kecil café itu, Pak Mathias langsung mengeluarkan sebuah kotak kecil yang dilapisi kain beludru berwarna merah. Ia membuka kotak kecil itu dan memberikannya padaku sambil berkata, “Ini hanya tanda seriusnya hatiku untuk menjadi calon suami yang bertanggung jawab pada masa depanmu, Pam.

    Batinku jadi limbung melihat isi kotak kecil itu, yang ternyata sebentuk cincin emas bermata berlian yang berkilauan…!

    Tangan Pak Mathias memasangkan cincin itu di jari manis kiriku. Lalu berkata, “Kebetulan ukurannya ngepas ya?”

    Aku cuma mengangguk perlahan. Dengan terawangan melayang – layang. Kata – kata Mama pun terngiang – ngiang lagi di telinga batinku. Bahwa Pak Mathias itu memberikan kesempatan teramat baik bagiku. Kesempatan untuk hidup secara layak. Dan kesempatan itu takkan datang dua kali.

    “Sebulan lagi aku mau terbang ke luar negeri,” kata Pak Mathias ketika aku masih melirik – lirik ke arah cincin berlian yang sudah terpasang di jari manisku, “Kalau bisa, keputusan itu bisa Rina katakan sebelum aku terbang ke luar negeri.”

    “Maaf… kalau boleh saya ingin bertanya,” sahutku.
    “Mau nanya masalah apa? Tanyalah, jangan ragu – ragu.”
    “Kenapa Bapak serius mau menikahi saya?”

    Pak Mathias tersenyum. Lalu memegang tanganku yang terletak di atas meja café. Dan berkata, “Karena kamu cantik dan sangat menarik bagiku, Pam.”

    “Tapi saya orang tak punya Pak.”

    “Hanya lelaki gak bener yang mengharapkan harta istrinya. Dengan kata lain, aku tidak mengharapkan hartamu serupiah pun. Yang penting, kamu bisa mendampingiku sebagai istri yang akan membuatku bangga.”

    “Bagaimana Bapak bisa membanggakan saya, sedangkan saya begini adanya?”

    “Rina,” ucap Pak Mathias sambil memegang kedua tanganku, “Dalam keadaan tidak berdandan saja kamu sudah kelihatan cantik begini. Apalagi kalau sudah kudandani nanti. Pokoknya Rina adalah wanita tercantik di antara wanita – wanita yang pernah kukenal. Tercantik dan termuda pula.”

    Hatiku jadi besar setelah mendengar ucapan itu. Tapi mungkinkah dia masih akan berkata seperti itu setelah mengetahuiku tidak perawan lagi? Inilah salah satu masalah yang selama ini mengganjalku.

    Sehingga aku belum juga mengatakan “iya” pada “tembakan” Pak Mathias. Meski cincin pemberiannya masih melingkari jari manisku pada hari – hari berikutnya.

    Hari – hari yang mengambang itu hanya belasan hari. Karena pada suatu hari Pak Mathias menemuiku di tempat yang sudah dijanjikan. Kemudian aku masuk ke dalam mobil mewahnya, setelah sopir bergegas turun dan membukakan pintu belakang kiri, di mana Pak Mathias sedang menunggu di sebelah kananku.

    “Aku mau membawamu ke villaku ya,” bisik Pak Mathias di dekat telingaku.

    Aku cuma mengangguk pasrah. Karena hatiku sudah bertekad untuk mengiyakan apa pun yang diinginkan olehnya. Termasuk ajakannya untuk menikah dengannya. Hanya belum kuucapkan secara lisan.

    Di sepanjang perjalanan menuju villa, tangan kananku selalu berada di dalam genggaman Pak Mathias. Terkadang ia meremas tanganku dengan lembut, sehingga bathinku merasa seolah sudah menjadi miliknya.

    Hanya sejam lebih waktu yang dibutuhkan untuk mencapai villa Pak Mathias. Kemudian dengan cara yang gentle Pak Mathias turun dulu dan setengah berlari menuju pintu di sebelah kiriku. Kemudian pintu itu dibukanya dari luar. Dan tangannya dijulurkan untuk membantuku turun dari mobil mewahnya.

    Di dalam villa inilah aku sudah mempersiapkan mentalku.

    Sehingga ketika aku duduk berdampingan di atas sofa, ketika tangan Pak Mathias menyelinap ke balik gaunku dan bahkan menyelinap ke balik celana dalamku, dengan teguh batinku berkata, apa yang mau terjadi, terjadilah.

    Seandainya dia menyetubuhiku pun takkan kutolak. Hitung – hitung menilainya, apakah dia akan tetap membutuhkanku setelah selesai menyetubuhiku kelak atau sebaliknya.

    Batinku pun memutuskan bahwa di villa ini aku seolah berada di batu loncatan. Apakah aku akan berhasil melompatinya atau tidak. Kalau gagal, aku akan kembali ke asalku. Tapi kalau berhasil, derajatku dengan sendirinya akan terangkat ke atas, sebagai wanita terhormat di samping sang Boss.

    Kebetulan pula Pak Mathias pandai merawat tubuhnya, mungkin dengan olah raga dan tidak sembarangan makan makanan yang bisa membuatnya lepas kontrol. Entahlah. Yang jelas, meski usianya sudah kepala lima, perut Pak Mathias tidak buncit. Bahkan tampak bentuk sixpack yang sangat diidamkan oleh kaum pria.

    Maka… ketika aku merasakan batang kemaluan Pak Mathias mulai membenam ke dalam liang vaginaku, lalu kudengar bisikannya, “Bagaimana? Sekarang sudah siap untuk menikah denganku atau tidak?”

    Sambil melingkarkan lenganku ke leher lelaki gagah meski sudah berusia setengah abad lebih itu, aku menyahut sambil merapatkan pipiku ke pipinya, “Kalau tidak menerima Bapak sebagai calon suamiku, takkan mungkin kubiarkan Bapak memperlakukanku sampai sejauh ini…”

    “Hahahaaa… syukurlah. Berarti Rina akan menjadi permaisuriku, yang akan kucinta dan kusayang dengan segenap jiwaku…” ucapnya sambil mulai mengayun penisnya di dalam liang kemaluanku.

    Gesekan demi gesekan penis Pak Mathias di liang kewanitaanku, membuatku jadi lupa segalanya. Yang kuingat cuma satu. Bahwa penis Pak Mathias ini gagah sekali. Meski usianya sudah lebih dari setengah abad, namun ia mampu menaklukkanku. Mampu membuatku menggeliat – geliat dalam arus nikmat yang tengah kunikmati, mampu membuat tubuhku mulai lembab oleh keringat.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6