Author: admin

  • Masa Ujian Semester

    Masa Ujian Semester

    Cerita Masa Ujian Semester – Perempuan yang sudah lama kusukai bernama Tania, ia adalah teman kuliahku. Orangnya ramah, sangat enerjik, dan bisa dibilang tomboy. Ia adalah salah satu di antara empat orang teman dekatku di kampus, yang lain adalah Galih (si anak orang kaya), Rian (si gendut), dan Santi (teman akrab Tania yang kemana-mana selalu bersama).

    Sementara namaku adalah Adi, seorang lelaki 20 tahun biasa-biasa saja, yang paling pemalu di antara kami berlima. Pada malam ini, kami berempat janjian untuk bertemu di sebuah kafe di tengah kota untuk merayakan selesainya masa ujian semester dan tibanya masa liburan.

    Aku datang ke kafe bersama dengan Gilang, menumpang di mobilnya. Bukan berarti aku tidak mau mengeluarkan uang untuk ongkos, hanya saja Gilang menawari aku untuk pergi bersamanya, jadi aku tak bisa menolak.

    Cerita Sex Masa Ujian Semester
    Cerita Masa Ujian Semester

    Ngocoks Tiba di kafe, Rian sudah memesan tempat. Ia duduk di salah satu sofa di pojok ruangan yang memang sudah disetting untuk empat orang. Mata Rian tak henti menatap monitor laptop di hadapannya, sehingga ia tak sadar kalau kami sudah ada di belakangnya.

    “Hey!” Galih menepuk pundak Rian, membuat pria gemuk itu terhenyak kaget.

    “Baru sendirian?” tanyaku sambil duduk.

    “Iya nih. Parah dah, cuma gue aja yang nggak ngaret,” jawab Rian.

    “Lah, Si Tania sama Santi belom dateng?” tanya Galih yang kemudian duduk di sebelah Rian, lalu melongok ke arah monitor laptop.

    “Mana gue tau? Biasalah, cewek-cewek itu. Padahal tempat kost mereka paling deket dari sini,” jawab Rian.

    Di samping laptop, terdapat sepiring roti bakar isi coklat keju yang tampak masih hangat. Tanpa minta izin, Galih segera mengambil sepotong roti dan melahapnya.

    Rian menatap Galih sambil menyindir, tapi Galih hanya membalasnya dengan menaikkan alis. Selama setengah jam, kami mengobrol hal-hal ringan seperti film yang sedang diputar di bioskop dan game-game baru.

    Saat kami masih asyik mengobrol, Tania dan Santi tiba di kafe. Tania datang mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih dengan logo The Rolling Stones di bagian dadanya. Untuk sekilas, perhatianku terhenti pada bagian itu.

    Tidak, dia bukan wanita berdada besar seperti yang banyak dipikirkan lelaki hidung belang. Dadanya relatif kecil, namun tonjolan mungil dan menggemaskan itu terlihat samar-samar dari balik kaosnya, membuatku tak henti merasa penasaran.

    Begitu pula dengan bokongnya. Bahkan pada saat ia memakai celana jeans ketat seperti sekarang pun, pantatnya cenderung rata. Ia memang kurus, tapi kakinya jenjang dan pinggangnya membentuk kurva yang menarik. Selain tentu saja, wajah dan senyumnya yang sangat manis.

    “Guys, sori…, sori, tadi gue ada urusan sebentar,” ujar Tania sambil merapikan rambutnya yang lurus dan panjang sebahu.

    “Iya, lagian tadi angkotnya ngetem lama banget,” tambah Santi. Santi memiliki wajah yang kurang menarik, badannya juga pendek dan agak gendut, tapi ia adalah orang yang sangat setia kawan, terutama pada Tania.

    “Yaudah, duduk dulu. Nanti habis ini baru kita nonton,” ujar Galih.

    Santi duduk di sebelah Galih, sementara Tania duduk tepat di sebelahku. Sudah tiga bulan ini aku merasakan gelora yang luar biasa terhadap Tania. Aku sendiri pun tidak mengerti, kenapa baru belakangan ini aku jatuh cinta kepadanya, padahal kami sudah saling kenal selama dua tahun lebih.

    Tania meletakkan tas kecilnya di atas pangkuan sambil menyikut lenganku, lalu ia tersenyum manis. Gaya sapaannya yang seperti itu malah membuat jantungku berdetak semakin kencang.

    “Rapi banget lo. Mau nonton apa kondangan?” sindir Tania sambil menunjuk kemeja formal yang kukenakan, lalu tertawa. Sebenarnya aku memakai kemeja ini karena pakaianku yang lain masih di laundry.

    Kami berlima menghabiskan waktu di kafe sambil minum kopi dan makan kue-kue ringan. Banyak orang yang menjuluki kami sebagai Power Rangers, karena komposisi geng kami yang terdiri dari tiga pria dan dua wanita.

    Bagiku, kalau memang itu benar, maka Galih adalah ranger merah, Rian adalah ranger hitam (karena kulitnya hitam), Santi adalah ranger kuning, Tania adalah ranger pink, sementara aku adalah ranger biru (karena seingatku ranger biru biasanya yang paling kalem dan pemalu).

    Setelah selesai di kafe, kami pun segera beranjak ke bioskop yang letaknya tak jauh dari situ. Tiket sudah dibeli sebelumnya, sehingga kami tak perlu khawatir kehabisan tempat. Kebetulan saat kami datang filmnya sudah hampir diputar, sehingga kami segera masuk ke dalam studio tanpa menunggu lagi.

    Tiket yang kubeli kemarin memiliki nomor 26, 27, 28, 29, dan 30; letaknya di pojok sebelah atas. Dan entah kenapa, mungkin ini memang sudah takdir, aku duduk bersebelahan dengan Tania. Aku duduk di kursi paling pojok, di sebelah kananku Tania, dan Santi di sebelahnya lagi.

    “Anjrit, iklannya lama banget! Tau gini tadi mending gue beli popcorn dulu!” ujar Tania kesal.

    “Lah, bukannya tadi kita bawa kacang atom ya?” ucap Santi sambil membuka restleting tasnya.

    “Oiya, lupa gue!” Tania akhirnya menemukan sebungkus kacang atom dari tas Santi.

    Tania langsung membuka bungkus kacang, meraup segenggam, lalu memasukkannya sekaligus ke dalam mulut.

    “Di, mau?” ucap Tania padaku, mulutnya masih penuh dan terus mengunyah. Kupikir-pikir, cewek yang tidak anggun ini sepertinya tak pantas jadi ranger pink.

    “Nanti aja deh, filmnya juga belum mulai,” ucapku.

    “Yaudah, ntar kalau mau, bilang ya,” ucapnya.

    Tak lama kemudian, film langsung dimulai dan lampu dimatikan. Film yang kami tonton adalah sebuah film misteri yang berjudul Fog Hill. Ceritanya tentang sekelompok orang yang tersesat di bukit misterius yang aneh. Selama setengah jam kami serius menonton dan tak banyak bicara, kecuali Tania dan Santi yang sesekali bergumam.

    “Masih ada nggak kacangnya?” tanyaku pada Tania.

    “Oh iya, masih ada nih, dikit lagi. Hehe,” ucap Tania sambil nyengir dan menyerahkan bungkusan kacang. Gila, kayanya dia lagi kelaparan, cepat amat makannya.

    Aku mengambil segenggam kacang dan memasukkannya ke dalam mulut ketika adegan film yang menegangkan dimulai. Tokoh utama di film itu sedang dikejar-kejar oleh pembunuh kejam, dan ia harus bersembunyi demi keselamatan nyawanya.

    Aku menyodorkan bungkus kacang ke arah Tania tanpa menolehkan wajahku dari film. Tania tidak langsung mengambil bungkus kacang itu, mungkin ia tidak ngeh karena gelap. Lalu aku majukan sedikit lagi tanganku dengan tujuan agar lebih dekat ke mukanya.

    Namun tanpa sengaja, punggung tanganku malah menyentuh sesuatu yang aneh, sesuatu yang empuk dan agak kenyal. Entah karena sedang terfokus pada film atau apa, aku tidak langsung menarik tanganku dan malah menekan-nekan benda empuk itu dengan tangan yang sedang memegang bungkus kacang.

    Baru beberapa detik kemudian aku sadar dan menoleh, dan pada saat itulah aku baru tahu kalau tanganku sedang menyentuh buah dada Tania yang mungil itu, meskipun terhalang kaos.

    Nafasku tertahan dan rasa takut sekaligus malu memenuhi kepalaku. Di antara kegelapan bioskop, aku mencoba melihat ekspresi wajah Tania.

    Ia sedang menatapku dengan tatapan yang canggung dan tampak seperti sedang menahan nafas. Oh tidak! Aku langsung menarik tanganku secara terburu-buru, akibatnya bungkus kacang itu malah jatuh dan menumpahkan sebagian isinya. Beberapa butir kacang berserakan di kolong kursi.

    “Aduh! Maaf, maaf! Nggak sengaja!” ujarku panik. Entah aku minta maaf untuk kesalahan yang mana.

    “Gapapa, santai aja kali, cuma dikit kok,” jawab Tania dengan kalimat yang kurasa agak ambigu. Ia mengucapkannya dengan senyum yang tampak dipaksakan. Mudah-mudahan ia tidak marah.

    Setelah itu, sepanjang sisa film aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Pikiranku selalu tertuju pada benda empuk yang baru saja kusentuh tanpa sengaja. Sejujurnya, ini adalah pertama kalinya aku menyentuh buah dada perempuan dengan sefrontal itu. Yah, aku memang cowok yang agak kuper, jadi maklumi saja.

    Dan sekarang penisku jadi sedikit tegang, membayangkan kalau seandainya aku bisa meremasnya tadi. Tapi di sisi lain, aku juga takut kalau Tania marah padaku, bisa saja ia mengira aku sengaja melakukannya.

    Setelah selesai nonton, aku dan Tania tidak banyak bicara. Aku juga tidak berani mengajak bicara lebih dulu, karena aku sendiri masih merasa malu. Kami pulang dengan menumpang mobilnya Galih, aku duduk di sebelah depan, sementara Tania, Santi, dan Rian di kursi belakang.

    Sesampainya di rumah, aku segera mengirim SMS ke ponsel Tania. Aku memang tidak berani meminta maaf secara langsung, dan aku juga tidak mau hubungan persahabatan kami jadi renggang gara-gara masalah kecil.

    “Tan, sori ya yg tadi. Sumpah, gue ga sengaja,” ucapku dalam SMS.

    Tak lama kemudian, ia membalas SMS-ku.

    “Iya, gue tau kok. Cuma tadi gue speechless aja, kaget gue. Geli. :p “

    Entah karena kalimat yang mana, penisku menjadi tegang lagi. Karena di rumah sendiri, aku tidak ragu-ragu untuk melakukan onani sambil memandangi foto Tania. Wajahnya, senyumnya, tubuhnya, rambutnya. Seandainya saja aku bisa mengulang kejadian tadi seratus kali. Oh, seandainya saja aku bisa bercinta dengannya.

    ***

    Esok paginya, untuk memastikan bahwa hubunganku dengan Tania baik-baik saja, aku memberanikan diri mampir ke tempat kost Tania, dengan alasan ingin mengembalikan buku yang pernah kupinjam.

    Aku mengetuk pintu kamarnya, lalu tak lama kemudian ia pun membuka pintu. Selama beberapa detik, kami bertatapan tanpa suara. Wajah manisnya tampak begitu alami karena ia tidak mengenakan make up. Ia memakai kaos putih polos dan celana legging warna hitam. Sepertinya ia sedang bermalas-malasan di kamar.

    “Eh, Di? Kok nggak bilang mau kesini?” tanyanya sambil tersenyum. Jantungku berdetak sedikit lebih cepat.

    “Iya, gue kebetulan lewat sini dan inget mau ngembaliin buku,” ucapku canggung.

    “Oh iya, yuk masuk dulu. Sori agak berantakan,” ucapnya sambil mempersilakan aku masuk ke dalam kamar.

    Aku mengeluarkan buku dari dalam tas dan masuk ke dalam kamarnya. Meskipun ia bilang berantakan, tapi bagiku kamarnya tampak rapi. Ada boneka kucing cukup besar di sudut kamar, yang menandakan bahwa ia tidak setomboy yang orang pikir.

    Tania mengambil buku yang aku berikan, lalu menyimpannya di dalam lemari. Ketika ia sedang menyimpan buku dan membelakangiku, timbul suatu keinginan yang amat besar untuk memeluknya dari belakang, lalu mencium lehernya, dan meremas buah dadanya.

    Tapi tentu saja aku tidak berani melakukan hal itu. Aku sangat menghargai dia sebagai temanku, terlebih lagi aku menyukainya sebagai perempuan yang menyenangkan.

    “Adi, lain kali lo kalau nonton di bioskop deket gue, hati-hati dong. Mentang-mentang gelap, lo seenaknya aja grepe-grepe gue. Pelecehan tau!”

    Dadaku serasa tertusuk mendengar ucapannya yang tiba-tiba itu. Tapi kemudian ia menoleh ke arahku dan tertawa lepas.

    “Haha. Becanda ih. Muka lo pucat banget sih?”

    “Iya. Abisnya gue keasyikan nonton film, lagi seru-serunya. Murni kecelakan kok, Tan,” jawabku membela diri.

    “Baru pertama kalinya ‘itu’ gue dipegang cowo. Kanget banget gue waktu itu,” ucapnya sambil tersenyum. Kok rasanya pembicaraan ini jadi agak gimana gitu.

    Aku tahu, di luar sifatnya yang suka seenaknya, Tania adalah gadis yang baik-baik. Setidaknya ia bukan penganut pergaulan bebas seperti perempuan perkotaan yang lain. Tapi tetap saja, dia adalah perempuan dewasa yang tidak naif lagi.

    “Apalagi gue, Tan,” ucapku menimpali.

    Setelah itu kami berdua saling bertatapan, cukup lama, sampai akhirnya aku berpikir untuk segera pulang saja. Namun belum sempat aku pamit, Tania membuka mulutnya dan berbicara.

    “ehm, Di….”

    “Ya?” tanyaku.

    “Ngg… gimana ya bilangnya… bingung,” Tania tersipu.

    “Apaan sih?” ucapku, berlagak santai.

    “Hmm… boleh nggak? Ngg…, tapi jangan bilang siapa-siapa, yah?”

    “Maksudnya?”

    “Lo janji dulu, jangan bilang siapa-siapa. Please…,” ucap Tania dengan senyum malu-malu.

    “Iya, gue janji kok. Ada apa?”

    Tania menunduk, kedua tangannya bertautan di belakang punggung, “Lo…, lo mau nggak megang ini gue lagi? Sejak semalem gue penasaran banget, pengen ngerasain. Bagian yang lo sentuh kemarin rasanya jadi gatel terus, gimana gitu.”

    “Tan, lo nggak lagi ngerjain gue kan?” nafasku serasa berhenti selama beberapa detik, sementara penisku perlahan-lahan menegang.

    “Terserah elo mau nganggepnya gimana. Gue malu banget sebenernya, tapi gue percaya sama lo,” ucap Tania sambil terus menunduk.

    Aku mencubit pipiku, meyakinkan diriku sendiri bahwa ini bukan sekedar mimpi basah di tengah malam. Ini sungguhan. Terdengar konyol dan kekanak-kanakan memang, tapi aku kenal Tania, dia bisa saja seperti itu.

    Mungkin ini hanyalah nafsu sesaatnya. Mungkin ia tak punya perasaan apa-apa padaku, dan dia, di luar dugaanku, mungkin memang agak naif dalam urusan semacam ini.

    “Yaudah, gue cuma bercanda kok! Nggak juga nggak apa-apa. Tapi lo udah janji ya nggak akan bilang siapa-siapa,” ucap Tania tiba-tiba, sambil tertawa yang dipaksakan, tapi ada sorot kecewa dari matanya.

    Aku tak tahan lagi, aku tak mau bersikap munafik. Aku langsung melangkah maju dan memeluk tubuh Tania. Tubuhnya yang langsing dan tinggi sekarang berada di dalam dekapanku.

    Aku dapat merasakan kehangatannya, kelembutan dan kerapuhannya, begitu juga dengan wangi rambutnya yang membuatku melayang. Lalu kutatap matanya, dan kukecup bibirnya dengan lembut. Kecupan itu berubah jadi lumatan, lalu hisapan, bahkan sesekali ia memainkan lidahnya.

    “Mmmhh…”

    Hanya suara lenguhan pelan yang terdengar di antara kami. Bibirnya terasa manis dan lembut, seperti mengirimkan sensasi luar biasa di seluruh mulutku. Tak lama kemudian, ia memaksaku melepaskan ciuman.

    “Bego dasar! Gue nggak minta dicium, tapi gue minta lo remesin toket gue!” ucapnya sambil menahan tawa.

    Lalu kami berdua tertawa terbahak-bahak. Kedengaran seperti lelucon yang sangat konyol.

    Aku duduk di atas kasurnya, “Tania, sini duduk, gue pangku.”

    Tania melangkah sambil tersenyum malu-malu, lalu duduk di pangkuanku dengan posisi menghadap belakang. Aku dapat merasakan pinggul dan pahanya yang hanya dibalut legging tipis. Dan aku menduga ia juga bisa merasakan tonjolan penisku di pantatnya, tapi ia tak bilang apa-apa.

    “Oh iya, Di. Lo jangan macem-macem ya. Kita masih tetep temenan, jadi lo jangan ngelakuin hal yang lebih ya,” ucap Tania.

    “Iya, gue ngerti kok. Gue nggak akan ngelakuin yang nggak lo minta,”

    Aku melingkarkan tanganku di pinggang Tania, lalu mulai meraba perutnya yang rata dari luar kaos.

    “Perut lo six pack ya?” tanyaku, bercanda. Ia hanya tertawa.

    Lalu rabaan kedua tanganku naik ke atas, ke arah dua tonjolan di dadanya, namun sebelum menyentuh bagian itu, segera kubelokkan ke arah ketiak.

    “Duuh Adi… Please dong. Lo lebih suka megang ketek daripada toket ya?” Tania meledek.

    “Haha. Iya, iya.”

    Kugunakan jari-jemariku untuk menyentuh buah dada Tania, kutelusuri permukaanya, lalu kutekan-tekan sedikit. Rasanya lembut dan kenyal, jauh lebih intens dari yang aku rasakan waktu di bioskop. Dan ternyata ia tidak memakai bra, mungkin karena tadi sedang bersantai di kamar.

    “Mmmh…,” Tania melenguh pelan, seperti ditahan.

    Lalu kupijat lembut kedua payudaranya dari luar kaos. Kuremas-remas pelan. Ternyata ukurannya tidak sekecil yang terlihat dari luar kaos, bahkan gunungnya masih cukup memenuhi telapak tanganku.

    Selain itu, bentuknya juga bulat dan kencang, sama sekali tidak kendor atau menggantung. Semakin lama pijatanku semakin kuat, kuremas dari bagian pangkal hingga ke putingnya. Samar-samar aku dapat merasakan putingnya yang sudah sangat keras. Langsung saja kuelus-elus menggunakan jari.

    “Haaaah… Di, pelan-pelan dong,” ucap Tania dengan nafas yang penuh desahan.

    Mendengar suara desahannya, penisku menjadi tegang dengan sempurna, mendesak ke arah pantat Tania.

    “Gue nggak ngerti nih, rasanya gue udah gila deh. Bisa-bisanya sekarang toket gue diremes-remes sama sahabat gue sendiri…, dan sekarang, tongkol sahabat gue itu ngaceng di pantat gue,” ujar Tania di sela desahan nafasnya, dan berusaha untuk tertawa.

    “Gue juga ngerasa ini bener-bener aneh,” ucapku sambil terus meremas buah dadanya.

    “Iya, aneh. Tapi enak. Ahhh…,” Tania mendesah panjang ketika kuremas bagian putingnya.

    Perlahan-lahan, Tania menggerakkan pinggulnya, memberikan gesekan pada penisku.

    “Uhhh… gila, enak rasanya,” ujarku.

    “Gue kasih bonus tuh dikit, hihi,” ucap Tania.

    “Mau gue isep pake mulut ga?” tanyaku padanya. Sekarang rasa malu dan canggungku kepadanya sudah hilang entah kemana. Mungkin tenggelam di lautan nafsu.

    “Mmmmh… Iyah… mau,” ucap Tania. Kemudian ia langsung berdiri dan membalikkan badan. Lalu ia duduk lagi di pangkuanku, kali ini saling berhadapan.

    “Kaosnya buka dulu dong,” ucapku sambil menunjuk kaos putihnya yang sudah lecek di bagian dada.

    “Nggak ah…! Nggak mau!” tolaknya sigap.

    “Lah, katanya mau diisep?” tanyaku.

    “Ya lo isep dari luar kaos aja, gimana?”

    “Susah dong….”

    “Pokoknya gue nggak mau buka baju, gue takut kebablasan ntar. Bahaya Di, kita kan cuma temenan. Lagian gue masih perawan gitu lho.” ceritasex.site

    Dasar aneh, gumamku dalam hati. Namun aku tetap menghargainya, bisa begini saja sudah merupakan mukjizat bagiku. Langsung kudekatkan kepalaku ke arah dadanya, lalu kuciumi buah dadanya dari luar kaos. Kucoba untuk menghisapnya. Rasanya pahit, kaos ini rasanya tidak enak.

    “Yaudah, gue kasih bonus lagi,” ucap Tania sambil menggoyangkan pinggulnya lagi. Kali ini penisku bergesek-gesekan dengan vaginanya secara tidak langsung. Rasanya membuatku kembali bergairah. Kugigit-gigit buah dadanya yang kanan, sementara yang kiri aku remas-remas.

    “Mmmmhh… Di… this is… our dirty little secret,” ucap Tania.

    Tiba-tiba saja ponsel Tania berdering. Merasa terganggu, aku menghentikan aktivitasku. Tania menoleh ke arah ponselnya, lalu segera meraihnya sambil tetap duduk di pangkuanku.

    “Cuma SMS,” kata Tania.

    “Siapa?” tanyaku.

    “Dari Santi. Dia bilang… dia lagi di jalan mau ke sini, lima belas menit lagi sampe,” jawab Tania sambi mengerutkan dahi.

    “Wah gawat, berarti kita harus udahan nih,” ucapku. Aku mulai panik, akan jadi bencana kalau sampai salah satu dari rangers lain mengetahui perbuatan kami.

    “Sebentar, jangan dulu,” ucap Tania.

    “Tapi sebentar lagi Santi mau kesini kan? Lo nggak mau kan kalau Santi sampe tau atau curiga?” tanyaku.

    “Iya, gue ngerti kok. Tapi masih ada lima belas menit. Please,”

    Tiba-tiba Tania menyentuh penisku dari luar celana, lalu membuka restletingnya. Ia menatapku dan tersenyum, “gue kocokin deh, yah?”

    Aku tak sanggup menolak.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9
  • Hello world!

    Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!

  • Pemain Kartu

    Pemain Kartu

    News Online Itil

    Cerita Sex Pemain Kartu – “Apa maksud elu?” aku bertanya balik kepada Rony. Waktu itu kami sedang bermain kartu di rumahku (seperti yang biasa kami lakukan beberapa kali dalam setahun) saat Rony menuduh aku sedang mencoba memamerkan istriku, Lisa.

    Memang benar aku bangga akan penampilan istriku. Dan memang aku menyuruhnya untuk mengenakan pakaian yang menarik lantaran beberapa teman akan datang berkunjung. Namun Rony mengintepretasikan semua itu dengan berlebihan.

    Menurutku sendiri, lebih baik Lisa tidak ada di rumah sama sekali karena malam ini seharusnya malam khusus para pria. Akan tetapi Lisa benar-benar tidak dapat pergi kemana-mana lagi jadi aku menyuruhnya untuk tetap tinggal dan menyiapkan makanan untuk kami.

    “Ayolah, ngaku saja, Bud. Apa dia selalu memakai rok pendek seperti itu di dalam rumah malam-malam begini?” tanya Rony setelah Lisa kembali ke dapur untuk mengambil minuman. “Yah, engga juga.

    Cerita Sex Pemain Kartu
    Cerita Sex Pemain Kartu

    Ngocoks Begini deh, berapa kali elu-elu datang ke rumah gue? Setiap kali gue ada tamu, gue mau semuanya terlihat baik. Kalau begitu kenapa elu enggak tuduh gue memamerkan lantai rumah gue yang mengkilap?”

    “Jangan bohong deh, Bud! Tiap kali kita datang ke mari pasti dia ada di rumah, dan lagi pakaiannya selalu seperti begitu!” Mario menambahkan. “Malah gue rasa kali ini dia enggak pakai BH. Bagaimana elu bisa bilang itu ga pamer?”

    Saat Lisa masuk kembali ke ruangan akhirnya mereka berhenti merongrongku. Ia baru saja hendak kembali ke dapur untuk menonton TV di sana ketika Rony mengajaknya untuk ikut bermain bersama kami.

    “Lagipula kamu ada di sini, jadi sekalian saja main bersama kami?” ajaknya. “Tapi kamu harus pakai uang kamu sendiri, engga boleh bergabung dengan suamimu!” tambah Mario.

    Lisa melihat ke arahku untuk meminta persetujuan dan aku hanya mengangkat kedua bahuku. Lisa selalu begitu, mengecek terlebih dahulu dengan keputusanku.

    Terkadang ia dicemooh dengan melakukan semua yang kukatakan, tapi aku sungguh menghargai sikap kesetiaan para istri pada jaman dulu. Itu salah satu alasan aku menikahinya.

    Ia duduk dan mulai bermain bersama kami. Sebenarnya aku tidak keberatan istriku bermain bersama kami tapi aku masih ingin membahas oborlan laki-laki bersama teman-temanku ini. Rony seharusnya bercerita tentang Maria sepupunya.

    Dia adalah satu-satunya selingkuhanku. Aku melakukan One Night Stand dengannya sekitar seminggu yang lalu ketika kami semua pergi ke klab malam dan saat itu aku mabuk berat. Pernikahanku bisa hancur kalau Lisa tahu tentang perselingkuhanku jadi aku belum menghubungi Maria sejak saat itu.

    Kami bermain sekitar satu jam ketika Lisa pergi ke dapur setelah kusuruh mengambilkan minuman lagi. “Pasti enak yah punya robot yang mengerjakan apa yang elu bilang,” kata Ron.

    “Pakai ini, ambil itu, lakukan ini,” tambah Mario. Ini cemoohan yang biasa Lisa dan aku terima. “Ayolah, brur. Elu-elu cuma iri. Siapa sih yang enggak mau perempuan seperti itu?” aku balik bertanya.

    “Elu bener, Bud. Gue juga mau punya istri yang mengerjakan apa yang gue suruh,” jawab Rony. “Gue juga mau. Mana remote controlnya? Boleh ga gue yang kontrol untuk puteran berikutnya?” tanya Karel.

    Aku masih menunggu Lisa kembali ke ruangan ketika Mario (yang sudah mabuk) berkata, “Hey bagaimana kalau pemenang dalam satu putaran berhak memegang remote control ini dan bisa mengontrol dia. Gue bakal pencet tombol ‘mute’ supaya dia enggak usah banyak omong, hahaha…”

    “Dia bukan robot. Dia engga melakukan semua yang gue suruh kok!” terusik oleh tuduhan itu aku mulai menaikkan suaraku.

    Rony kemudian berkata, “Kalau begitu, kita coba saja?”

    Mereka benar-benar gila. “Coba apanya?” tanyaku. “Pemenang dalam satu putaran dapat mengontrol dia? Elu-elu gila! Dia enggak akan pernah menuruti perintah elu-elu dan lagipula gue enggak bakalan menyuruhnya untuk ikut bermain permainan edan seperti ini. Lupakan saja!”

    “Jadi kalau elu bilang ke dia bahwa si pemenang boleh mengontrol dirinya, seperti yang setiap hari elu lakukan terhadap dia, istri elu enggak bakal menurut? Ha? Lisa itu engga punya pendirian sendiri deh dan pasti dia menurut,” kata Rony.

    Aku jadi tambah panas. “Dia melakukan apa yang gue bilang karena dia cinta gue, bukan karena dia enggak punya pendiriannya sendiri. Dia enggak bakal melakukan apa yang elu bilang tadi.” Ini mulai menjadi tidak karuan dan aku hendak menyudahi malam itu.

    Ron berdiri untuk melihat apakah Lisa masih berada di dapur lalu berbungkuk ke tengah-tengah kami lalu berkata, “Suruh saja dia untuk melakukannya dan kita lihat apa benar dia itu robot atau bukan. Elu bisa buktikan saat itu juga. Bagaimana?”

    “Enggak! Elu sama gilanya seperti si Mario. Jangan takabur deh!” teriakku.

    Karel lalu berkata, “Lalu apa yang elu khawatirkan? Elu khawatir kalau dia akan menuruti perintah kita-kita? Lagipula elu kan tahu kalau dia cinta elu dan enggak bakalan menuruti kita-kita karena dia punya pendiriannya sendiri. Kita lihat saja.”

    Lisa berseru dari dapur bahwa ia akan segera keluar membawa minuman. “Bud, elu cuma perlu minta sama dia untuk melakukan ini semua dan biar dia yang menentukan berikutnya. Atau elu mau gue ungkit-ungkit kejadian elu dan Maria?”

    Itil V3

    Sebelum aku dapat memberi jawaban Lisa masuk dan membagikan minuman lalu duduk. Rony menatapku seakan menunggu jawaban dariku. Aku membalas dengan pandangan tak senang untuk menunjukkan bahwa aku tidak akan melakukannya. Kami melanjutkan permainan kartu kami.

    “Oh iya, Bud, kemarin gue ngobrol-ngobrol sama sepupu gue Maria,” Rony memulai percakapan.

    Aku tidak menyangka Rony menyebut nama Maria saat itu dan dia benar-benar serius. Ini bisa menghancurkan pernikahanku jadi aku harus melakukan sesuatu. Akhirnya aku menyerah dan menginterupsi, “Permainan ini jadi membosankan nih. Mungkin kita perlu melakukan hal-hal konyol supaya jadi menyenangkan.”

    “Hal konyol seperti bagaimana?” Karel seakan mengejekku.

    “Lisa, bagaimana kalau elu berhenti main dan cuma menemani kita-kita saja? Toh uang elu juga sudah hampir habis,” kataku.

    “Ok, aku sudah capek juga lagipula,” katanya menyetujui.

    “Tapi untuk membuat taruhannya jadi menarik, elu harus menemani pemenang selama satu putaran,” tambahku menjelaskan.

    “Boleh, terserah saja,” jawab Lisa.

    Rony melafalkan nama Maria dengan mulutnya tanpa bersuara kepadaku sehingga aku dengan enggan melanjutkan, “Jadi elu harus menuruti perintah siapa pun pemenang di putaran itu, Lisa.”

    “Jadi kalau kamu tidak menang, berarti tidak ada yang mengambili minuman untukmu lagi,” Lisa bercanda.

    Ron lalu pura-pura bertanya, “Jadi kalau gue menang, dia harus menuruti perintah gue seperti dia menurut perintah elu?”

    “Iya!” jawabku.

    “Hanya untuk satu putaran,” tambah Karel. “Setelah itu pemenang putaran berikutnya yang akan memegang remote.”

    Mario berpikir menggunakan remote TV sebagai simbol merupakan ide yang cemerlang lalu ia meraih remote TV dari meja dan berkata, “Siapapun yang pegang remote ini bisa mengontrol dia.”

    Mendengar semua ini jelas-jelas membuat Lisa tersinggung. Ia marah. Bahkan terhadapku juga. Aku masih dapat memperbaiki ini semua tapi aku tidak dapat memperbaiki keadaan jika ia tahu tentang Maria.

    Oleh karena itulah aku harus berlagak seakan-akan aku menginginkan ia melakukan ini semua. “Apa bagaimana menurut elu, sayang?” tanyaku kepadanya.

    Ia memandangiku menunggu isyarat bahwa aku menyetujui hal ini. Ron bersandar ke arah belakang Lisa sehingga ia tidak dapat melihatnya.

    Lalu ia melafalkan nama Maria tanpa bersuara dengan mulutnya sambil mengangkat kedua bahunya. Terlihat jelas ia ingin aku juga mengangkat bahuku untuk menunjukkan sikap setuju. Akhirnya aku mengangkat kedua bahuku.

    “Oke, aku setuju.”

    Mario menaruh remote di tengah-tengah meja tempat chip-chip taruhan diletakkan dan kami mulai permainan itu. Kami bermain beberapa set dalam satu putaran, jadi dibutuhkan waktu kurang lebih 15 menit sampai ada pemenang untuk satu putaran. Dan pemenang putaran pertama adalah Karel. Ia meraih remote itu.

    Ia menyuruh Lisa mengambilkan minuman untuknya seperti yang biasa kuperintahkan kepada dia. Lisa baru saja hendak berdiri meninggalkan ruangan ketika Karel menyatakan bahwa ia hanya bercanda.

    Ia lebih memilih menyuruhnya duduk di samping menemaninya untuk membawa keberuntungan di set berikutnya. Lisa berdiri dan berjalan menghampiri Karel lalu berdiri di sampingnya. Menit berikutnya Karel berkata, “Kamu boleh duduk di sini, Lisa.” Ia mengeluarkan pahanya.

    Lisa tidak akan melakukannya. Aku tahu ia akan segera membantah dan Rony dapat menelan semua kata-katanya tentang Lisa tidak memiliki pendiriannya sendiri. Semua ini akan segera berakhir. Lisa terus memandangiku menunggu persetujuan dariku. “Apa kamu benar-benar mau aku melakukan apa yang mereka perintahkan?”

    Kemudian aku melihat Ron memberi isyarat sesuatu tentang Maria lagi dan menyuruhku untuk mengangkat kedua bahuku. Aku kembali mengangkat bahuku lalu Lisa duduk di pangkuan Karel!

    Kemudian Lisa berkata, “Terserah, tapi aku tidak mau membuatmu marah. Jadi kasih tahu aku jika kamu mau aku berhenti, sayang.” Coba saja ia tahu bahwa aku tidak dapat menyuruhnya untuk berhenti namun aku mempercayainya dan tidak mungkin ia terus duduk di pangkuan para pria ini hanya karena aku tidak berkeberatan.

    Aku duduk memperhatikan istriku memandangiku dari seberang meja, duduk di pangkuan pria lain. Setelah beberapa set, satu putaran akhirnya berakhir. Mario kali ini keluar sebagai pemenang dan meraih remote dari tangan Karel.

    “Ah, penyia-nyian saja,” katanya kepada Karel. “Ayo mana remotenya!” Ia berbalik ke istriku dan berkata, “Lisa…”

    “Apa, Mario?” sahutnya.

    “Hei, panggil aku sayang dong. Aku kan yang pegang remotenya, ayo,” Mario mengejek.

    Lisa terdiam beberapa detik lalu berkata, “Apa, sayang?”

    “Tadi sebelumnya kami menduga-duga, apakah kamu memakai BH di balik kaos itu?”

    Lisa terdiam lagi sebentar sebelum akhirnya menjawab, “Tidak.”

    “Berhubung kelihatannya kamu tidak suka mengenakan pakaian dalam, bagaimana kalau kamu melepaskan celana dalammu juga?” Mario berkata sambil berpura-pura menekan tombol di remote TV itu.

    Lisa menatapku lagi selama beberapa detik lalu akhirnya berdiri. Dia mendesah dalam-dalam kemudian menurunkan celana dalamnya dan menanggalkannya.

    Selama dalam proses melepaskan celana dalam itu, Lisa menjaga dengan amat sangat hati-hati agar rok mini yang dipakainya tetap pada tempatnya sehingga menutup tubuhnya setiap saat. Setelah selesai melepaskan celana dalamnya, Lisa duduk di kursinya.

    Beberapa set berikutnya putaran tersebut akan segera berakhir. “Sial, gue udah mulai kalah nih! Lisa duduk di sini seperti yang kamu lakukan ke Karel. Mungkin bisa membawa keberuntungan untuk set yang terakhir ini,” kata Mario.

    Lisa berdiri dan menghampirinya. Kali ini keadaan lebih parah dari yang sebelumnya dan aku yakin Lisa dapat melihat perbedaannya. Kalau Karel masih mengenakan celana panjang, namun Mario hanya mengenakan celana pendek dan sekarang ia tidak mengenakan apa-apa di balik rok mininya itu.

    Mario mengeluarkan lutut kanannya yang tidak tertutup kain celana itu untuk Lisa duduk di atasnya. Dan Lisa dengan perlahan duduk menyamping pada paha Mario. Ngocoks.com

    Aku benar-benar tidak habis pikir! Tidakkah ia menyadari bahwa bagian tubuh pribadinya menyentuh langsung, kulit bertemu kulit, paha temanku yang tidak terlapisi kain itu?! Dan tidakkah ia sadar kalau ini sudah keterlaluan?!

    Akhirnya set itu berakhir dan Mario keluar sebagai pemenang sekali lagi. Setelah beberapa set berlalu ia berkata, “Lisa, kamu ini tidak sopan deh. Ayo, menghadap ke meja.” Lisa memutar kepalanya sedikit.

    “Bukan, maksud aku badan kamu yang menghadap ke meja. Nih kakimu putar ke depan supaya tubuh kamu menghadap ke meja dan dapat mengikuti permainan dengan lebih baik,” perintahnya.

    Lisa tahu apa yang Mario inginkan dan aku merasa lega ia tidak berniat untuk memberikannya kepada Mario. Lisa memindahkan kakinya dari posisi duduk melintang pada paha Mario ke posisi dengan kedua pahanya sejajar dan melewati lutut kanan Mario.

    Namun Lisa tetap mengepit kedua kakinya rapat-rapat. Mario berharap agar Lisa mengangkangi pahanya karena ia sudah tidak mengenakan celana dalam lagi. Akan tetapi aku sungguh bangga karena Lisa masih menjaga dirinya tetap santun dengan tidak membuka kakinya.

    Bersambung…

    Itil Service
    1 2 3 4 5
  • Tatapan Nakal

    Tatapan Nakal

    News Online Itil

    Cerita Sex Tatapan Nakal – Nova adalah sahabat karib Dika, katanya mereka akrab ketika masih sekolah di SMA, setelah berumah tangga mereka secara tidak sengaja bertemu lagi. Jika Dika istri bule yang statusnya tidak jelas.

    Maksudnya apakan nikah resmi, atau tidak resmi atau tidak nikah. Nova adalah istri resmi dari Gubernur salah satu provinsi. Nova tinggal di Jakarta, karena anaknya 2 orang sekolah di Jakarta dan suaminya juga lebih sering berada di Jakarta.

    Suaminya menjabat gubernur untuk masa bakti yang kedua. Nova adalah orang Jawa, tetapi beda dengan Dika, Nova kulitnya putih posturnya agak pendek, sekitar 160. Wajahnya cantik seperti selebrity. Bicara suka ceplas-ceplos. Mungkin pengaruh dari budaya Jawa Timur Surabaya, asalnya Nova.

    Orangnya cantik, masih langsing untuk ukuran wanita di usia 35 tahun. Namun tatapan matanya tidak bisa disembunyikan. Tatapannya nakal, mungkin karena itulah sang Gubernur tertarik. Nova berbeda 15 tahun dengan suaminya.

    Cerita Sex Tatapan Nakal
    Cerita Sex Tatapan Nakal

    Ngocoks Nova tertarik berkonsultasi denganku, karena kekhawatiran hartanya habis disita, kalau-kalau musibah terjadi. Dia sudah kugarap sejak hari pertama konsultasi denganku. Ketika hari pertama konsultasi, dia minta ketemu dulu di coffe shop di hotelku.

    Katanya gak enak kalau langsung masuk kamar, jadi ngobrol-ngobrol dulu di bawah. Aku melihat matanya yang nakal, mendorong keisenganku ngerjain. Sambil ngopi aku menjahilinya dengan pelintiran.

    Duduknya tidak bisa tenang, terus bergerak-gerak rada salah tingkah. Berkali-kali dia menarik nafas panjang, mungkin untuk menetralkan rangsangan yang makin lama, makin menggila.

    Tingkah lakunya seperti cewek kebelet pipis tapi ditahan. Dia hanya geleng-geleng saja ketika aku berpura-pura tanya soal kebelet pipis. “Aduh aku kenapa sih kok jadi begini,” katanya ketika berjalan bersamaku meninggalkan coffee shop menuju lift.

    Sambil berjalan aku terus garap, sehingga jalannya juga rada-rada aneh geraknya. Di dalam lift dia makin parah. Di lift hanya kami berdua. Tapi aku tidak mau berbuat macam-macam, karena ada cctv yang mengawasi.

    Dia berdiri sambil bersandar ke dinding lift dan berkali-kali membungkuk sambil memegangi selangkangannya. Aku cool saja. Setelah lift terbuka dia kelihatan terburu-buru menuju pintu kamar. Begitu pintu terbuka dia langsung masuk ke kamar mandi.

    Di dalam kamar mandi aku mendengar dia mengerang-ngerang sendiri. Sambil menunggu Nova di kamar mandi aku duduk di sofa sambil menyaksikan tayangan TV. Lama juga dia di kamar mandi, sementara itu aku masih terus menggarapnya.

    Aku sempat kaget ketika dia keluar dari kamar mandi sambil berlari lalu menubrukku yang sedang duduk bersandar di sofa. Aku dipeluknya dan langsung menyerbu bibirku yang dia ciumi ganas sekali.

    Aku sempat gelagapan karena tidak siap diserbu tiba-tiba. Aku kemudian mengimbangi keganasannya dan kurebahkan di sofa dan kutindih. Tanganku ditariknya ke dada dan membimbing tanganku meremas-remas teteknya yang lumayan besar juga.

    Dadanya aku remas-remas dari luar bajunya. Sementara itu tangannya membuka kaitan BH nya di belakang dan menarik tanganku agar masuk ke dalam bajunya untuk meremas payudaranya. Aku remas dan memelintir putingnya yang terasa cukup besar dan keras.

    Tangan Nova mencari jalan masuk ke dalam celanaku, dia membuka sabuk dan menarik resleting lalu tangannya langsung masuk dan menggegam penisku. Hanya sebentar dia meremas-remas penisku, lalu dia berdiri berusaha melepas celanaku. Setelah itu dia melepas celana dalamnya.

    Aku ikut berdiri dan aku bopong dia ke kamar tidur lalu kubaringkan di tempat tidur. Aku membuka seluruh pakaianku sampai bugil, semua pakaiannya juga aku lepas. Pemandangan indah segera tersaji di depanku.

    Aku sudah menghentikan pelintiranku. Setelah mencium bibirnya aku beralih menjilati pentil susunya yang sudah tegang menegak. Nova mengerang-ngerang sambil meremas rambutku.

    Tanganku memainkan memeknya yang bulunya tidak terlalu tebal. Belahan memeknya sudah banjir. Gampang saja aku menemukan itilnya yang sudah menegang. Tangannya menjambak-jambak rambutku dan dia mendorong kepalaku agar menuju ke bawah tubuhnya. Aku paham keinginannya, yaitu agar aku mengoralnya.

    Aku perlahan-lahan turun ke bawah lalu menjilati clitorisnya. Baru sebentar dia sudah orgasme. Kepalaku ditekan ke arah memeknya sampai aku sulit bernafas. Setelah orgasmenya tuntas dia menarik tubuhku ke atas . Aku paham dia menginginkan penisku masuk ke dalam memeknya. Mudah saja penisku masuk sampai kandas ke dalam liang vaginanya.

    Aku pompa sebentar lalu kutarik tubuhnya agar dia berada di atas, sambil menjaga penisku tetap berada di dalam memeknya. Di atas tubuhku Nova langsung duduk jongkok dan menggerakkan pinggulnya dengan gerakan penuh nafsu. Posisi aku di bawah membuat aku bisa mengontrol agar tidak buru-buru muncrat.

    Sekitar 5 menit kemudian dia ambruk dengan memeknya berdenyut-denyut. Penisku terasa dipijat-pijat. Aku melanjutkan permainan dengan membalik posisinya, lalu kugenjot dia. Aku sengaja tidak ingin berlama-lama, sehingga aku akhirnya mencapai puncak kepuasan.

    Kami berdua berbaring sambil menatap langit-langit. “Auramu mesum banget sih Rud. Baru ngobrol sebentar aja memekku rasanya kayak dikilik-kilik, makin lama rasanya jadi bikin tambah nafsuin. “katanya.

    “Aneh kenapa bisa gitu ya,” tanyaku belagak bodoh.

    “Seumur-umur aku belum pernah memekku terangsang gitu, dalam keadaan tidak bercumbu,” katanya.

    “Apa akibat obat perangsang ya, eh tapi di coffee shop tadi yang minum cuma kamu ya Rud, gw malah gak minum apa-apa, bagaimana bisa kena obat perangsang, ah gak mungkin deh, sorry Rud gw jadinya nuduh elu,” ujar Nova.

    Itil V3

    “Gw jadi rasanya enak banget tadi mainnya ama kamu, kayak orang lapar dapat makanan enak,” katanya.

    Ngomongnya jadi soal hubungan sex saja sampai-sampai dia ngaku sesekali pakai gigolo, karena kurang puas sama suaminya. Sebab suaminya jarang ngajak hubungan, kalau pun hubungan cuma sebentar, aja. “ngotor-ngotorin memek aja,” istilah Nova ke suaminya.

    Rupanya Dika sudah bercerita soal bagaimana dia dipuaskan bermain denganku. Ini yang membuat Nova penasaran ingin mencoba permainanku. Aku lantas memakai alasan itu yang mungkin menyebabkan Nova terangsang sebelum tersentuh. Dia rada percaya juga, tapi masih tetap merasa kurang masuk akal.

    Kami berdua ngobrol di tempat tidur sambil duduk bersila berhadap-hadapan tentunya dalam keadaan bugil. Aku memberikan konsultasi mengenai bagaimana harta bendanya diamankan dari kemungkinan disita jika kemungkinan terjadi musibah.

    Aku tidak mencatat inventarisasi harta bendanya, karena malas mengambil catatan dan kertas. Namun begitu harta benda yang dia sebutkan lumayan banyak juga. Aku membatin, “gila juga si gubernur ini korupsinya sampai punya harta benda begitu banyak.

    Pada hari kedua konsultasi diminta ditunda sampai pada tanggal yang dia tetapkan. Aku nurut saja. Pada hari yang dijanjikan seperti biasa aku menunggu di coffee shop, setengah jam sudah lewat dari jam yang ditetapkan mereka belum juga muncul.

    Makan aku gak selera karena baru nyikat sop buntut, ngopi sudah habis. Tante Nova belum juga datang, aku mau call dia, tapi rasanya kok gak enak. Aku menyapu pemandangan ke sekitar coofee tshop.

    Mataku terhenti pada pemandangan menarik kira-kira 10 meter dari tempat ku duduk. Seorang wanita mengenakan kaca mata hitam, bodynya sexy banget karena mengenakan kaus ketat, kulitnya putih, lengannya terlihat putih bening.

    Kutaksir umurnya belum 25 tahun, karena bodynya masih belum banyak lemak. Kayaknya ada darah china nya, tapi wajahnya agak Indonesia juga. Rambutnya seperti dicat agak coklat. Dari gayanya duduk dan pandangannya dia seperti menunggu seseorang.

    Wah boleh juga aku isengi. Aku mulai beraksi dengan pelintiran ku. Beberapa saat kemudian mulai terlihat reaksinya. Duduknya gelisah, sebentar-sebentar memegang pahanya yang mengenakan blue jeans stretch.

    Sekitar 10 menit aku siksa lalu aku hampiri dengan berpura-pura pinjam korek api. Kulihat tadi dia merokok. Dia mengizinkan aku duduk semeja. Sementara itu aku masih terus menyiksanya dengan pelintiran clitorisnya secara jarak jauh.

    Dia masih terus gelisah. Aku tanya apakah ada sesuatu, atau kebelet pipis. Dia hanya menggelengkan kepala. Tiba-tiba teleponku bergetar, Tante Nova, dia mengabarkan agak terlambat, dan memohon aku sabar. Aku iya kan saja, she is the boss.

    Sementara aku terima telepon aku menghentikan pelintiran, Kulihat dia baru tenang dan menarik nafas panjang. Kami berkenalan dia menyebut namanya Fina, janjian sama temennya. Aku tidak tanya temen laki apa perempuan.

    Fina mengaku terus terang bahwa yang ditunggu adalah pria. Yang ditunggu itu datang dari Surabaya. Dia katanya sengaja datang sebelum waktu dijanjikan, Ketika baru duduk temannya mengabarkan bahwa pesawatnya delay.

    Mestilah yang ditunggu itu sangat penting bagi dirinya sehingga dia mau mengorbankan waktu begitu banyak. “Bete banget nih nunggu berapa lama gw,” katanya.

    Aku sarankan jalan-jalan saja keliling mall, kan gak terasa waktunya . “Ah males ah, gw lagi gak punya duit, ke mall malah tersiksa,” katanya.

    Nekat aja aku tawarkan istirahat di kamarku. “Eh kamu tamu hotel di sini ya, “ tanyanya sambil membelalakkan mata, kayak takjub gitu.

    ‘Ehmm emang gak apa-apa kalau aku numpang istirahat dikamar kamu Rud,” katanya.

    “ Ah ya gak apa-apa lagian aku juga janjian ama orang, dia datangnya gak tau kapan,” kataku.

    “Boleh deh,” katanya lalu bill nya aku sign.

    Aku menduga dia begitu mudah aku ajak masuk ke kamar, karena pengaruh pelintiranku tadi, sehingga ketika aku dekati dia wellcome aja.

    “Wah kamarnya bagus amat, besar lagi, wah asyik nih,” katanya.

    “Kenapa asyik, “ tanyaku.

    “Ya asyik aja,” katanya senyum-senyum.

    “Eh gw boleh numpang ke kamar mandi ya,” tanyanya.

    “Ya boleh lah, emang tadi belum mandi,” godaku.

    “Enak aja, mau pipis tau,” katanya mencibir.

    Kesempatan dia di dalam kamar mandi aku mengaktifkan lagi pelintiranku. Aku berbaring di tempat tidur sambil menyaksikan tayangan TV.

    “Aduh kumat lagi, aduh,” suara teriakannya terdengar.

    Tidak lama kemudian dia keluar dan mencariku dengan memanggil-manggil namaku. Aku sahut dari kamar tidur.

    Begitu masuk kamar tidur dia langsung menubrukku dan menindih badanku. “Aduh aku kok jadi konak sih, memek gw kayak dikilik-kilik gitu ,” katanya sambil berada di atas tubuhku.

    Bibirnya aku cium lalu disambut dengan ganas. Aku lepas kemudian menyarankan sama – sama buka baju biar gak kusut. Dia setuju saja langsung bangkit dan melepas semua bajunya sendiri lalu dilipat di letakkan di meja kecil di samping tempat tidur.

    Bodynya luar biasa mulus, ramping dan teteknya tidak begitu besar, tetapi lumayan besar untuk diremas-remas. Putingnya masih kecil berwarna merah muda, memeknya tidak berjembut kelihatannya dia cukur gundul jadi bentuknya yang tembem kelihatan menggairahkan.

    Aku yang lebih cepat membuka baju sudah lebih dulu masuk kedalam selimut. Aku menikmati tontonan tubuh cewek yang baru ku kenal, dan sekarang sudah bugil di depanku.

    Dia masuk ke dalam selimut tetapi posisinya menindihku. “Rud kamu bisa jilatin memek kan, “ katanya.

    “Mau,” tanyaku.

    “Banget,” katanya.

    Aku buka selimut dan dia kubaringkan dengan kaki terbuka dan melipat pahanya ke atas. Aku langsung membekap memeknya dengan mulutku.

    Lidahku menemukan tonjolan kecil di ujung atas memeknya dan titik itulah yang aku serang. Fina menggelinjang dan merintih-rintih. Sekitar 5 menit dia sudah kelojotan dengan orgasmenya.

    Bersambung…

    Itil Service
    1 2
  • Resah Gelisah

    Resah Gelisah

    Cerita Sex Resah Gelisah – Tak terbayangkan aku bisa berbuat seperti yang ada di ceritaku ini, kisah sex ini terjadi di komplek perumahan yang aku tinggali, aku sudah berkeluarga dengan suami yang aku cintai dan sayangi namanya mas Wardi umurnya 37 tahun dia cukup cakep dengan jabatan sebagai insinyut di perusahaan konstruksi.

    Aku sendiri Ani, 32 tahun, cukup cantik, bahkan menurut tetanggaku aku sangat cantik, hingga mereka bilang aku mirip Ussy Sulistiowati, itu lho pembawa acara KDI yang berpasangan dengan Ramzi di stasiun televisi TPI.

    Setiap keluar rumah, aku selalu memakai jilbab panjang yang tersampir hingga pinggang, lengkap dengan jubah panjang yang menutupi seluruh tubuh. Aku pun aktif di pengajian-pengajian yang sering diadakan di sekitar rumahku.Memang kuakui aku agak kesepian.

    Sejak 5 tahun perkawinan, kami belum juga dikaruniai anak. Saat-saat suami tak di rumah aku sering khawatir dan cemburu, takut dia mencari perempuan lain yang bisa memberikan anak.

    Cerita Sex Resah Gelisah
    Cerita Sex Resah Gelisah

    Ngocoks Demikian pula saat suami sedang sibuk atau lelah dan tak banyak ngomong, aku sudah cepat curiga dan cemburu pula. Aku sering membesarkan hati sendiri, bahwa tak ada yang kurang dari diriku. Pakaian islami, tubuh sintal, kulit putih, ukuran payudara 36B, pantat pun masih montok, tak mungkinlah suamiku mencari wanita lain di luar sana.

    Demikianlah pada suatu ketika karena aku ada sedikit gangguan kesehatan, aku pergi berobat ke sebuah poliklinik posyandu yang tidak jauh dari rumahku. Biasanya suamiku sendiri yang mengantar ke RS Medika Kuningan, tetapi karena sedang tugas keluar kota jadi aku harus ke dokter sendiri.

    Hari itu aku memakai jubah panjang yang berwarna putih serta jilbab berwarna merah muda yang juga panjang.Saat aku turun dari angkot (kendaraan umum) nampak di ruang tunggu posyandu sudah penuh orang.

    Tetapi aku santai saja karena memang tak ada urusan yang menunggu sehingga harus buru-buru. Mas Wardi, keluar kota untuk 1 minggu sejak kemarin pagi. Aku juga tak perlu masak memasak. Kami berlangganan makanan dari tetangga yang mengusahakan catering.

    Sesudah beberapa saat menunggu, aku berasa kepingin ke toilet untuk kencing. Sesudah melalui lorong poliklinik yang cukup panjang dan kemudian deretan pintu toilet untuk lelaki aku sampai ke toilet perempuan.

    Pada saat inilah peristiwa itu terjadi hingga melahirkan cerita ini. Tanpa sengaja saat melewati toilet lelaki aku menengok ke sebuah toilet yang pintunya menganga terbuka. Aku langsung tertegun dan sangat kaget seakan tersengat listrik. Kusaksikan seorang lelaki sedang berdiri kencing dan kulihat jelas pancuran kencingnya yang keluar dari kemaluannya yang nampak tidak tersunat.

    Yang membuat aku tertegun adalah kemaluan lelaki itu. Aku anggap sungguh luar biasa gede dan panjang. Dalam pandangan yang singkat itu aku sudah berkesimpulan, dalam keadaan belum tegang (ngaceng) saja sudah nampak sebesar pisang tanduk. Aku tak mampu membayangkan sebesar apa kalau kemaluan itu dilanda birahi dan ngaceng.

    Aku masih tertegun saat lelaki itu menengok keluar dan melihat aku sedang mengamatinya. Entah sengaja atau tidak, dia menggoyang-goyangkan kemaluannya itu. Mungkin untuk menuntaskan kencingnya. Aku cepat melengos. Aku malu dikira sengaja untuk melihatinya.

    Dan aku juga malu pada diriku sendiri, sebagai istri ataupun wanita sebagaimana yang aku gambarkan di atas tadi. Tetapi entahlah. Barangkali lelaki tadi telah sempat melihat mataku yang setengah melotot melihat kemaluannya. Aku sendiri jadi resah. Hingga sepulang berobat itu perasaanku terus terganggu.

    Aku akui, oleh sebab peristiwa itu selama aku menunggu panggilan dari petugas poliklinik, pikiranku terus melayang-layang. Aku tak mampu menghilangkan ingatanku pada apa yang kusaksikan tadi. Mungkin aku tergoda. Dan tidak sebagaimana biasanya, libidoku terganggu.

    Bayangan akan seandainya kemaluan sebesar itu menembusi vaginaku terus mengejar pikiranku. Jantungku terus berdegup kencang dan cepat. Entah apa yang kumaui kini. Kenapa aku jadi begini?! Seorang Ani Nurul Hidayah yang cantik, terhormat, dan alim tak boleh berpikir seperti ini !Bahkan kini aku mulai mencari-cari, siapa sebenarnya lelaki itu.

    Kutengok-tengok di antara pengunjung yang berada di ruang tunggu dan juga sepintas yang ada di teras dan halaman kebun, namun aku tak pernah menjumpainya lagi. Khayalanku bahkan terus bergerak menjadi demikian jauh.

    Kubayangkan seandainya kemaluan macam itu berdiri tegak macam Tugu Monas. Dan aku berada di dekatnya hingga hidungku disergap aroma kelelakiannya sambil aku membayangkan menjilati kemaluan tegak itu.

    Ahh.. Tanpa sengaja tanganku memilin puting susu dari balik jilbab panjangku. Rasa gatal kurasakan pada ujung-ujung pentilku, begitu hebat.2 hari kemudianAku sedang menyirami kembang di halaman saat aku dengar tukang pengumpul koran lewat depan rumahku,

    “Koran bekas.. Korraann…” teriakannya yang khas.

    Sudah lebih dari 3 bulan koran bekas numpuk dekat lemari buku. Aku pikir kujual saja untuk mengurangi sampah di rumah.

    Tanpa banyak pikir lagi,

    “Bang, tunggu, saya punya koran bekas, tuhh…” sambil aku beranjak memasuki rumah untuk mengambilnya.

    Namun ternyata koran sebanyak itu cukup berat. Kuputuskan, biar si Abang itu saja yang mengambilnya. Kusuruh dia masuk sambil sekalian bawa timbangannya.

    Sesudah mengikatnya dengan rapi dan menimbangnya, dia memberikan Rp. 10.000, padaku untuk harga koran itu.

    “Terima kasih, Bu..” Dan aahh.. Kurang ajar bener nih Abang.

    Saat menyerahkan uang di ruang tamu rumahku itu tangannya setengah meraih dan kurasakan hendak meremas tanganku.

    Aku tarik secepatnya dan.. Aku kaget. Bukankah ini lelaki yang kulihat di poliklinik kemarin. Orang yang telah membuat jantungku berdebar keras-keras. Semula aku hendak marah, namun kini ragu. Hatiku bicara lain. Bukankah dia yang telah mampu membuat aku resah gelisah.

    Bu Ani yang alim ini kini tertegu penuh birahi di hadapan seorang kuli pengumpul Koran bekas. Tak terelakkan mataku mencari-cari. Mataku menyapu pandang pada tubuhnya. Berbaju kaos oblong sisa kampanye Pilpres I yang berlogo salah satu calon presiden itu, aku memperhatikan gundukan menggunung pada selangkangan yang bercelana jeans kumel.

    Namun bila dilihat lebih jelas lagi, ternyata Abang ini bersih dan.. Sangat jantan.

    “Haahh… rasanya saya pernah lihat Abang ini, deh,” begitu aku berpura kelupaan.

    Dia melihati aku dengan pandangannya yang tajam menusuk. Terus terang aku jadi takut dan bergidik. Mau apa dia ini? Dan yang terjadi adalah langkah pasti seorang pejantan,

    “Yaa.. Aku melihat ibu di poliklinik itu, khan. Waktu itu ibu menengok aku yang sedang kencing?!”

    Aku nggak setuju dengan tuduhannya itu. Namun apa sih artinya. Toh terbukti dia telah menggetarkan jiwaku. Dan dengan penuh percaya diri yang disertai senyumannya yang mesum dia mendesah berbisik..

    “Aku sering berselingkuh dengan perempuan di luar istriku, Bu. Aku tahu kebanyakan perempuan suka dengan apa yang aku punya. Aku sangat tahu, Bu,” dengan bisik desah serak-seraknya tanpa ragu dia membanting dan merobek-robek harga diriku.

    Dan yang lebih hebat lagi.

    “Nih….. Ibu mau lihat?,”

    Tanpa ragu lagi di cepat membuka celananya dan mengeluarkan kemaluannya yang masih belum tegak berdiri. Namun aku sekarang menjadi sangat ketakutan.Bagaimana seandainya dia bukan hanya menarik hati saja tetapi juga berbuat jahat atau kejam atau sadis padaku. Apa jadinya? Ahh, dia telah melumpuhkan pertahanan diri ku yang berjilbab panjang ini.

    “Nggak, Bang.. Cukup. Terima kasih.. Sudah tinggalkan saya.. Tinggalkan rumah ini,” kataku panik, cemas, takut dan rasanya pengin nanis atau minta tolong tetangga.

    Tetapi semuanya itu langsung musnah ketika tanpa terasa tanganku telah berada dalam genggamannya dan menariknya untuk disentuhkan dan digenggamkan ke batang kemaluannya yang kini telah bangkit membusung, dengan sepenuh liku ototnya, dengan semengkilat bening kepalanya, dengan searoma lelaki yang menerpa dan menusuk sanubariku.

    “Lihat dulu, Bu.. Jangan takut.. Aku nggak akan menyakiti ibu, koq,” bisiknya setengah bergetar, terdengar begitu penuh pengalaman dan sangat menyihir.

    Dan aku benar-benar menjadi korban tangkapannya seperti rusa kecil dalam terkaman singa pemangsanya.

    “Lihat dulu neng…” sekali lagi diucapkannya.

    Kali ini dengan tangannya sambil meraih kemudian menekan bahuku untuk bergerak merunduk atau jongkok. Dan sekali lagi aku menjadi begitu penurut. Aku berjongkok. Dan kusaksikan apa yang memang sangat ingin kusaksikan dalam 2 hari terakhir ini.

    Aku yang masih mengenakan jilbab panjang berwarna hitam ini kini tengah berhadapan langsung dengan kemaluan seorang pria yang bukan suamiku, dan aku tengah terangsang. Ini bukan saja pesona. Ini merupakan sensasi bagi aku, Ibu Ani yang santun dan alim, istri manager yang juga insinyur itu.

    Kini aku bergetar. Dengan jantungku yang berdegup-degup memukul-mukul dada mataku nanar menatap kemaluan lelaki lain. Sungguh aku terpesona. Kemaluan itu nampak sangat ‘ngaceng’ bak laras meriam yang lobangnya mengarah ke wajahku.

    Aku menyaksikan lubang kencing yang menyihir libidoku. Aku menyaksikan ‘kont0l’ yang dahsyat. Aku langsung lumpuh dan luluh. Aku terjerat kelumpuhanku. Demikianlah pula saat kusaksikan ujung meriam itu mendekat, mendekat, mendekat hingga menyentuh pipiku, hidungku dan bibirku.

    Yang kemudian kudengar adalah sepertinya ‘suara jauh dari angkasa’ yang penuh vibrasi,
    “Jilat, neng jilbab, isep. Banyak koq ibu-ibu pengajian yang sudah menikmati ini juga. Isep kont0lku, neng. Aku ingin merasakan bibir neng jilbab yang sangat cantik dan seksi ini. Aku ingin merasakan isepan mulut neng yang pake jilbab panjang ini”

    Tangan kanannya menekan kepalaku yang masih berbalut jilbab dan tangan kirinya mengasongkan ‘kont0l’nya ke mulutku.

    Bagaimana aku mampu mengelak sementara aku sendiri serasa lumpuh sendi-sendiku. Aku merasakan ada asin-asin di lidahku. Aku tersadar. Aku jadi sepenuhnya sadar namun segalanya tengah berlangsung.

    Aku tak mampu menghindar, baik dari kekuatan fisikku maupun dari tekad yang dikuasai rasa bimbang. Tidak lama. Mungkin baru berlangsung sekitar 1 atau 2 menit saat ‘kont0l’ itu terasa semakin mengeras dan memanas. Mulutku penuh dijejali bongkol kepalanya yang menebar rasa asin itu.

    Sambil berdiri mengangkangi aku yang jongkok di depannya si Abang dengan sangat kuat mendorong-dorong kepalaku dan menggoyangkan pinggulnya mendorong dan menarik ‘kont0l’nya ke mulutku. Lagi, lagi, lagi.

    Hingga nyaris membuatku tersedak. Rasanya ujung ‘kont0l’ itu telah merangsek maju mundur ke gerbang tenggorokanku. Kedutan-kedutan besar yang disertai semprotan-semprotan lendir kental yang hangat penuh muncrat ke haribaan mulutku.

    Aku tahu persis, si Abang telah menumpahkan air maninya ke mulutku. Dan kemudian yang tak kuduga sebelumnya adalah saat dia memencet hidungku hingga dengan ngap-ngapan aku terpaksa menelan tuntas seluruh cairan kentalnya dan membasahi tenggorokanku.Sepertinya aku minum dan makan kelapa muda yang sangat muda.

    Lendirnya itu demikian lembut memenuhi mulut untuk kukunyahi dan terpaksa menelannya. Bahkan pada suamiku aku tak pernah merasakan macam ini. Rasanya aku akan jijik dan tak akan pernah melakukannya pada Mas Wardi. Aku masih tertegun dan setengah bengong oleh rasa yang memenuhi rongga mulutku saat dia menggelandangku ke kamar tidurku.

    Dengan tenaga kelelakiannya dia angkat dan baringkan tubuhku ke ranjang pengantinku. Entah kekuatan apa, aku tak mampu mengelakkan apa yang si Abang ini perbuat padaku. Dia lepasi busanaku. Dia tarik hingga robek jubahku. Demikian pula pakaian dalamku. Namun yang aneh, dia menyisakan bakutan jilbab panjang berwarna hitam tetap menempel di kepalaku.

    Dia renggut BH-ku seketika hingga aku juga yakin kancing-kancingnya lepas. Dan tak ayal pula di renggut celana dalamku. Dia ciumi celana itu sambil menebar senyuman birahi dari gelora syahwatnya yang sedang terbakar berkobar.

    Kemudian rebah menindih tubuh telanjangku.

    “Neng muslimah, biar aku buat neng ketagihan yaa.. Nikmati kont0lku neng. Mahal nih. Aku tak mau sembarang ibu-ibu aku layani. Aku hanya milih-milih saja,” begitu suara orang yang dilanda prahara birahi sambil tangannya meremasi pinggul kemudian bokongku sementara bibirnya yang demikian tak terawat nyosor untuk melumat bibirku.

    Aku berusaha menolaknya. Rasa jijik dan enggan menderaku.Namun sasaran berikutnya benar-benar membuat aku menyerah. Dia ‘kemot-kemot’ pentil susuku. Dia gigiti dagingnya. Entah berapa lama dia isepin dan tinggalkan cupang-cupang kotor pada seluru bidang dadaku, leherku, bahuku, ketiakku.

    Kemudian juga turun keperut, ke selangkangan, ke pahaku. Adduuhh.. Ini sungguh sangat surgawi. Kenikmatan hubungan seksual yang belum pernah aku dapatkan dari suamiku.

    Dan ketika puncak birahinya datang, si Abang ini naik merangsek dan menindih kembali tubuhku. Kurasakan ‘kont0l’nya mulai menggosok-gosok paha dan selangkanganku. Aku sudah benar-benar terbius. Dorongan nafsu birahiku sudah berada di ambangnya.

    Aku sudah tak mampu lagi menahannya. Kini desah, rintih, jerit tertahan keluar dari mulutku dan memenuhi kamar pengantinku yang sempit ini, Ngocoks.com

    “Tolonng baang.. Ayoo, Bang.. Aku sudah nggak tahaann.. Toloong.. Enak bangeett baang.. Aku cinta kont0l abaang.. Biar aku minum lagi pejuh aba nanti yaa…” kuraih kemaluan besar itu dengan cepat dan kutuntun untuik menembusi kemaluanku yang sudah sangat menantinya.

    Masih dalam upaya penetrasi, dimana ujung ‘kont0l’ dahsyat itu sedang menerpa-terpa bibir kemaluanku ketika aku meraih orgasme pertamaku. Aku kembali menjerit dan mendesah tertahan. Kulampiaskan nafsu syahwatku. Kurajam pundak si Abang dengan cakarku. Kuhunjamkan kukuku ke dagingnya.

    Rasanya kemaluanku demikian mencengkeram untuk mempersempit kepala kemaluan itu menembusinya. Namun rasa gatal ini sangat dahsyat. Si Abang cepat menerkam bibirku sambil mendesakkan kont0lnya dengan kuat ke lubangku.Begitu blezz.. Aku langsung diterpa orgasme keduaku. Ahh.. Inikah yang disebut orgasme beruntun? Hanya selang 10 detik aku mendapatkan kembali orgasmeku.

    Ternyata memang inilah. Dalam hujan keringat yang menderas dari tubuhku dan tubuhnya selama 2 jam hingga jam 4 sore, aku mendapatkan orgasme beruntunku hingga sekitar 10 atau 12 kali.

    Aku tak mungkin melupakan kenikmatan macam ini.

    Mungkin aku tertidur karena puas dan lelah yang kudapatkan.Aku terbangun saat kupingku mendengar telpon berdering. Aku bangun dan lari untuk mengangkatnya,

    “Jeng Ani, apa kabar..? Sehat? Aku sedang berada di pusat kerajinan di Balikpapan, nih. Banyak barang-barang artistik disini. Pasti kamu senang. Mau dibeliin apa?,” demikanlah kebiasaan suamiku kalau bertugas keluar kota. Dia selalu sempatkan mencari barang-barang kerajinan asli setempat.

    Dia tahu aku sangat menyenangi barang-barang macam itu. Kasihan, sementara dia bekerja keras jauh dari rumahnya, dia telah kehilangan permatanya..Ternyata dengan aku telah meninggalkannya dalam selingkuhku dengan si Abang.

    Cerita Sex Perampokan Tragis

    Masih pantaskah aku menjadi istri yang alim dan terhormat? Kulihat si Abang telah pergi. Mungkin sebelum aku terbangun tadi. Tumpukkan koran itu telah dibawanya. Kulihat barang-barangku yang lain tak ada yang berubah dari tempatnya. Ah, terkadang kita cepat curiga dengan orang lain yang kelasnya se-akan dibawah kita.

    Aku masih termangu hingga sore mengendap dan menggelap. Bibir dan dinding kemaluanku masih terasa pedih. Aku nggak tahu. Aku ini menyesal atau tidak atas selingkuh yang telah aku perbuat.

    Bahkan aku juga lupa Mas Wardi mau belikan apa tadi?! Yang aku mencoba mengingatnya hanyalah sekitar 10 atau 12 kali aku telah meraih orgasme dalm berasyik masyuk sepanjang 2 jam dengan Abang pengumpul koran bekas tadi. Mungkin itu akan menjadi rekor seumur hidupku.

  • Cinta Terlarang

    Cinta Terlarang

    Cerita Sex Cinta Terlarang – Aku, Salim 22 tahun, memiliki seorang tante yang berusia 21 tahun. Kok bisa? begini cerita nya. Saat aku berusia 1 tahun, tante aku baru lahir (Teman ts juga ada yang seperti itu soalnya). Ini membuat tante aku terlihat seperti dia adikku padahal dia faktanya adalah tanteku yang tak lain adalah… adik dari ibuku.

    Keluarga kami bukan keluarga yang… betul betul harmonis. Ayah ibuku lebih seperti diktator dan mereka juga tak jarang menindas yang lebih muda. Tanteku? Senasib. Dia sering dimarahi oleh nenek ku dan ibuku juga. Kami berdua senantiasa dikekang, tidak boleh ini itu sampai sma semua mulai dilonggarkan.

    Untuk mencegah hal hal aneh juga bahan omongan orang orang reseh, kami berdua mengaku sepupu meski kenyataan tidak demikian. Dia cantik dan tentunya… masih sangat muda namun… dia dipaksa menikah oleh nenek ku di usia 18 tahun saat baru lulus sma. Dia sebenarnya sangat sedih karena dia ingin kuliah juga.

    Aku sudah tahu itu akan terjadi karena tanteku tidak memiliki rasa cinta terhadap suaminya. Dia beruntung dia belum sempat hamil. Aku melanjutkan kuliah ku di Vancouver, Canada mengambil jurusan teknik sipil. Aku tinggal di apartemen seorang diri di sana.

    Cerita Sex Cinta Terlarang
    Cerita Sex Cinta Terlarang

    Ngocoks Apartement ini masih memiliki 1 kamar kosong dan 1 kamar mandi juga, tapi karena yang tinggal hanya Aku Seorang, jadi kamar itu dibiarkan terbengkalai tapi tetap sering aku bersihkan.

    Suatu pagi, saat aku baru selesai sarapan, ada seseorang yang mengetuk pintu ku. Aku buka pintu itu dan… tanteku di depan sana seorang diri membawa koper nya. “Lah tante. Kok bisa di sini? Kenapa ya? Tumben dadakan.” Tanyaku yang sangat terkejut. “Tante menyusul kamu lah. Kuliah. Gak banget deh menikah di usia segitu muda.

    Setelah dia masuk, dia tiba tiba memeluku aku dan menangis. “Tante senang banget sekarang, Lim. Merdeka. Dah cerai sama dia.” Tangis nya. “Mama kamu yang membantu tante nanti kuliah di sini. Hiks…” tangis nya. Aku membelai Rambut tante ku. Sungguh, meski dia tanteku, aku merasa… aneh… karena ada dentuman cinta di hatiku.

    Suatu perasaan di mana aku ingin melindungi dia dan menjaganya seperti seorang kekasih. Dia sangat cantik dan tubuhnya juga sangat indah. Tinggi 165 cm berat 45 kg. Tubuhnya sangat bagus dan langsing. Rambut panjang lurus dan kadang dia masih memakai bando yang ada pita nya membuat dia terlihat seperti anak anak.

    Aku yang menghabiskan banyak waktu bersama dia sejak kecil, tentu saja sangat akrab dengan nya. Dia seperti seorang adik bagiku. Meski dia tanteku, dia lebih muda dan tentu saja sikap dia ya sama saja dengan perempuan seusia nya. Tanpa basa basi, dia melepaskan pelukan nya dan segera membereskan barang barang nya.

    Untungnya aku sedang libur kuliah saat itu dan dia akan mulai kuliahnya di fakultas hukum. Awalnya dia ingin menjadi seorang dokter tapi sejak kasus kdrt yang sering dia alami, dia berubah haluan ke hukum.

    Ya itu hak asasi dia. Bukan urusanku. Dia ini yang kuliah, pikirku. Setelah dia membereskan semua barang nya di kamar besar yang terbengkalai tapi tetap bersih itu, aku mengajaknya ke bank untuk membuka rekening bank dan segala macam urusan agar mempermudah hidupnya di Canada.

    Setelah seharian penuh menelusuri kota itu dan mengurus segala hal administrasi, kami pergi makan malam dan pulang kembali ke apartemen untuk beristirahat. Setelah mandi, kami berdua nonton tv.

    Usut punya usut, tanteku ternyata fasih berbahasa inggris dan saat aku tanya dari mana dia mempelajari bahasa itu dalam waktu singkat, jawabannya…

    Dia menyukai teori konspirasi yang berbau alien, UFO dsb. Itu sebab dia mempelajari bahasa itu dalam waktu singkat. YouTube nya dia sendiri juga tidak ada bahasa indo nya. Jelas saja dia fasih dalam waktu singkat. Kami berdua sedang menonton drama kung flu parodi berjudul “kisah Li Jun” yang tentunya ada subtitles bahasa inggris.

    Kami berdua tertawa dan aku sendiri jujur saja belum pernah melihat dia begitu bahagia, seperti seseorang yang baru keluar dari penjara. Senyumnya asli tidak dibuat buat dan tak lama kemudian, dia menangis dan memelukku. “Tante, kenapa lagi? Film lucu gitu kok malah menangis?” Tanyaku heran.

    “Tante Sudah lama tidak tertawa dan bahagia seperti ini, Lim. Hiks.” Jawabnya sambil menangis. “Pernikahan Tante itu juga didukung oleh mama mu. Dia merasa bersalah dan sebagai ‘kompensasinya’, dia akan membiayai kuliah tante.” Jawab tanteku. Aku Kemudian merangkul nya dan memeluk dia sambil mencium keningnya.

    Aku berkata pada Tanteku. “Kompensasi? Hati orang sudah terluka segitu parahnya dibilang kompensasi? Uang bisa dicari tapi waktu tak akan kembali”. “Betul Lim. Susah dah ngomong sama mereka.

    Tante sih mending tinggal di sini saja dah. Ogah balik lagi. Ketemu mereka mereka lagi. Mulut sampah semua. Gak paman kamu, tante tante kamu yang lainnya, bahkan om om kamu juga.

    Sedikit background saja, aku anak tunggal dan orang tua ku juga pengusaha sukses di bidang kuliner dan distributor bahan elektronik. Dengan uang yang dimiliki oleh ibu ku, tentu saja biaya kuliah untuk tanteku bukan masalah. Mantan Suami tanteku menghilang tanpa jejak dan tak berkabar lagi.

    Tante ku kemudian tertidur. Aku kemudian membaringkan dia di sofa tempat kami menonton tadi dan menyelimuti dia tengan selimut agar tidak kedinginan. Setelah itu, aku kembali ke kamarku dan tidur. Besok paginya saat aku bangun, sarapan sudah tersedia di meja. Siapa lagi kalau bukan tanteku yang cantik itu.

    “Halo Lim. Met pagi. Dah bangun kamu? Gih sarapan. Kuliah jam berapa kamu nanti Lim?” Tanya tanteku yang sedang mencuci perabotan kotor. Dari belakang, aku mendaratkan daguku di bahunya. “Hai tante cantik. Jam 2 siang aku kuliah sampai jam 5. Tante nanti mau ke mana?” Tanyaku.

    Dia tersenyum saja saat aku mendaratkan daguku di bahunya bahkan tangan kanannya mengusap wajahku. “Eh tante mah bebas. Kan belum kuliah. Dek. Nanti siang makan apa ya? Makan di luar yuk dek. Yang enak. Makanan barat aja.” kata nya. “Ok tante cantik. Dengan senang hati.” Jawabku dengan semangat dan langsung menyantap sarapanku dengan lahap.

    Beberapa jam kemudian, setelah kami beres beres dan mandi, kami berdua bersantai dulu sejenak. Tanteku senantiasa menceritakan penderitaan nya selama dia menikah dengan suaminya. Dia dengan jujur berkata kalau ibuku dan nenek ku malah membela mantan suami nya yang kerap melakukan kekerasan. Tanteku sempat depresi dan hampir bunuh diri.

    Aku jujur saja menjadi kesal dengan nenek dan ibuku. Sungguh kenapa mereka berdua begitu tega terhadap tanteku? “Sudah lah Tante. Sudah berakhir masa masa kelam itu. Sekarang kan tante sudah bebas. Santai aja tante. Oh iya… nanti di luar, seperti biasa ya… Aku panggil tante, dedek. Jadi biar gak pada heboh.

    Kami berdua kemudian makan siang di tempat restoran yang terkenal di Vancouver. Ya makanan sih memang enak tapi lebih bagus kalau makan malam.

    Kan malam lebih romantis. Sepanjang perjalanan, kami senantiasa bergandengan tangan layaknya kekasih. Aku tahu tanteku tersenyum saat aku memberanikan diri memegang tangannya tapi aku tidak melihat.

    Aku kemudian mengantar tanteku pulang ke apartemen dan aku pergi kuliah. Setelah kuliah, aku pulang dan langsung mandi. Tanteku sudah menyiapkan makan malam. Dia jago memasak. Saat dia sedang menyiapkan makanan untuk ku, aku dengan iseng memeluknya dari belakang dan mencium wajah cantiknya. “Halo Tante cantik.

    Reaksi dia? Dia hanya tersenyum saja dan memegang wajahku. Dia juga kemudian mencium pipiku dan mencolek hidungku. “Nakal ya kamu. Hehehe. Coba mantan suami tante mesra seperti kamu. Pasti tante bahagia.” Jawabnya dengan lembut. “Lim. Makanan dah mau siap. Yuk kita makan.” Katanya dengan tersenyum.

    Tak terasa sudah 2 bulan kami berdua tinggal bersama. Kami berdua semakin akrab. Aku yakin tanteku pasti sangat merana dengan mantan suaminya. Dia juga sesekali menyuapi aku. Di meja makan itu kami terlihat layakanya sepasang kekasih. Setelah makan dan mencuci piring, kami berdua duduk dan menonton kisah drama cinta terlarang.

    Aku membayangkan seandainya… Aku ada kakak perempuan yang cantik seperti Patricia, bukan tak mungkin aku mau menghamili kakakku sendiri. Ah itu semua hanya khayalan saja yang tak masuk akal. Tanteku mulai meneteskan air mata nya. Dia terharu dengan akhir kisah itu. Aku memeluknya dan mencium pipinya.

    “Iya sih Lim. Gak kebayang kalau itu benar terjadi di dunia nyata. Kayaknya seru tuh.” Kata tante ku sambil tersenyum. “Eh Tante mah aneh aneh aja. Hehehe. Kalau gitu logika nya, emang tante mau pacaran sama anggota keluarga sendiri?” Tanya ku menggoda nya. “Mungkin saja. Kalau dia lebih baik dari mantan suami tante.

    “Heh tante. Hehehe. Jadi malu Aku. Emang aku kenapa, tante?” Tanyaku malu malu. “Iya Kamu Lim. Yang selalu baik dan sayang sama tante. Kamu memperlakukan tante seperti… maksud tante manusiawi. Cuma kamu lah alasan tante masih mau hidup di dunia ini.” Katanya sambil menangis. Aku memeluknya dengan erat.

    “Tante Sayang. Sebetulnya Aku juga sedih dan terus memikirkan tante selama aku di sini. Aku kesal tak bisa membantu tante. Sekarang kita berdua sudah di sini. Tak ada lagi yang akan melukai tante.” Kataku sambil mengangkat dagunya. Matanya merah penuh air mata. Aku Kemudian mencium dahi nya. Dia hanya memejamkan matanya.

    “Gimana Tante? Sudah merasa membaik belum? Apa masih Mau Aku peluk lagi?” Tanyaku dengan lembut sambil membelai wajah cantiknya dan menyeka air matanya. “Belum.” Jawab nya singkat. Dia kemudian malah duduk di pangkuanku dan membaringkan kepalanya di dadaku. Aku kemudian membelai rambut nya dan kembali mencium kepalanya.

    “Tante sangat mendambakan suami seperti kamu, Lim. Bagi tante, kamu lah harapan tante untuk hidup. Tante sangat senang berada di samping kamu. Bagi tante, hanya kamu yang bisa membuat tante tersenyum. Tante Cuma minta agar kamu tetap sama. Jangan seperti keluarga kita.” Katanya sambil menangis lagi.

    Dia tidak marah. Dia hanya diam saja dan masih menutup matanya. Aku kemudian memeluknya lagi. “Lim. Tadi ciuman pertama kamu ya? Hehehe.. tante dari tadi kan bersandar di dada kamu.

    Tante mendengar jantung kamu deg deg an loh.” Kata Tanteku yang mulai tertawa. Air mata nya sudah hilang. Kesedihan sudah tak terlihat lagi di wajahnya. sumber Ngocoks.com

    “Eh Tante. Maaf. Tadi aku terbawa suasana. Dan iya. Itu tadi ciuman pertama aku. Hehehe.” Jawab ku malu malu. Tanteku kemudian merangkul leherku dengan kedua tangannya dan mendekatkan wajahnya ke bibirku. Kami berdua berciuman dengan penuh rasa kasih sayang malam itu. Bibirnya melumat habis bibirku.

    Ciuman kami akhirnya selesai dan kami kemudian sama sama tertawa. Aku kali ini memberanikan diri untuk menggendong dia ke kamar nya dan merebahkan dia di atas ranjang. Aku mendekatkan wajahku dan mencium bibir serta kening nya seraya mengucapakan selamat malam sambil tersenyum dan aku kembali ke kamarku.

    “Lim. Tunggu. Kalau tante nanti gak bisa bobo, tolong kemari ya… temani tante. Tante masih mau ngobrol sama kamu Lim. Ok? Besok kan sabtu. Hehehe” kata tanteku. “Beres tante. Apapun dah buat tante. Hehehe. Aku ke kamarku dulu. Kalau tante belum bisa bobo ya… tok tok tok aja ya.” Jawabku sambil mengedipkan mata.

    Tanteku nemang ternyata tak bisa tidur. Eh dia malah ke kamar ku. “Lim. Tante di sini aja ya.” Katanya memelas. “Eh boleh. Hehe. Aku juga kayaknya kesulitan tidur nih tante. Yuk masuk saja. Santai saja tante sayang.” Ledek ku. “Kok tante tahu aku belum bobo?” Tanyaku. “Kamu habis ciuman pertama, emang kamu bisa tidur dengan tenang?

    Tanteku akhirnya duduk di atas ranjang ku. Kami berdua ngobrol sepanjang malam. Dia tiba tiba kembali ingin dipangku olehku. Aku dengan senang hati saja mempersilahkan dia duduk di pangkuan ku.

    Dia bercerita tentang betapa menderita nya dia saat dia menikah bersama mantan suaminya dan tiap x mengeluh ke nenek ku, dia malah dimarahi balik oleh nenekku. Tanteku seakan sedang melepas semua unek unek nya yang dia pendam selama ini.

    Lagi dan lagi dia menangis. Aku lagi lagi memeluk dan mencium nya. “Tante kelihatan nya menderita sekali ya? Untung aja sekarang sudah di sini sama Aku.” Kataku. “Eh jangan panggil tante lagi donk. Panggil nama saja sudah.

    Bersambung…

    1 2 3 4
  • Cinta Bersemi Kembali

    Cinta Bersemi Kembali

    Cerita Sex Cinta Bersemi Kembali – Wafatnya Papa menyusul Mama yang sudah meninggal setahun sebelumnya, membuatku jadi sebatangkara di Bangkok ini.

    Meski aku sangat sedih, tapi aku berusaha untuk bersikap tenang. Karena aku ini seorang lelaki, yang pantang mengobral air mata dalam keadaan bagaimana pun.

    Dan yang sangat mengejutkan adalah keterangan Mr. Liauw, notaris kepercayaan Papa. Mr. Liauw lahir dan besar di Indonesia. Karena itu beliau fasih berbahasa Indonesia ketika memberikan surat wasiat dari Papa almarhum.

    Donny anakku tersayang.

    Cerita Sex Cinta Bersemi Kembali
    Cerita Sex Cinta Bersemi Kembali

    Ngocoks Surat wasiat ini sengaja papa titipkan pada Mr. Liauw, untuk diserahkan padamu seandainya papa sudah meninggalkan dunia ini.

    ***

    Ada 2 (dua) perkara penting yang harus kamu ketahui, anakku.

    1. Bahwa kamu sebenarnya bukan anak papa dan mama. Kami mengadopsimu pada waktu umurmu baru 6 (enam) bulan dari Indonesia, ketika kami sedang berada di Indonesia.

    Papa dan mama memang asli orang Indonesia. Itulah sebabnya dalam keseharian kami membiasakan berbicara bahasa Indonesia, supaya tidak lupa kepada tanah air kita.

    Di Indonesia, papa punya sahabat karib bernama Rosadi. Alamat lengkapnya ada di Mr. Liauw. Jadi nanti, setelah papa tiada, kamu boleh mendatangi kedua orang tua kandungmu, kalau mereka masih hidup.

    Kamu boleh menetap di Indonesia atau pun di Bangkok. Itu semua terserah padamu. Karena kamu sudah mulai dewasa, sehingga tentu saja kamu bisa memilih sendiri mana yang terbaik bagi dirimu dan masa depanmu.

    2. Meski pun kamu bukan anak kandung papa dan mama, kami menyayangi dirimu seperti anak kandung kami sendiri. Tentu kamu pun bisa merasakannya selama ini, betapa besarnya rasa kasih sayang kami kepadamu, Nak.

    Sebagai tanda sayangnya papa padamu, segala harta benda milik papa, akan menjadi milikmu. Termasuk perusahaan papa di Bangkok dan di Singapore, juga simpanan papa di bank, semuanya papa wariskan padamu, anakku.

    Mintalah bantuan Mr. Liauw untuk mengurus semuanya nanti.

    Semoga kamu jadi orang sukses, ya anakku.

    ***

    Semua itu membuatku bingung sendiri. Soalnya sejak masih bayi aku dirawat oleh Papa dan Mama yang begitu sayangnya padaku. Lalu seperti apa orang tua kandungku di Indonesia? Orang tua yang belum pernah kuingat wajahnya itu?

    Berdasarkan surat wasiat dari Papa almarhum (yang ternyata ayah angkatku), aku pun terbang ke Indonesia yang sejak ingat belum pernah kuinjak itu.

    Setibanya di Jakarta, kusewa taksi untuk mengantarkanku ke alamat yang diberikan oleh Mr. Liauw, di sebuah kota di Jawa Barat.

    Ternyata tidak sulit menemukan alamat rumah orang tua kandungku itu. Tanpa bertanya kepada siapa – siapa, sopir taksi berhasil mencapai alamat rumah yang diberikan oleh Mr. Liauw itu. Sebuah rumah sederhana, tapi letaknya di pinggir jalan besar.

    Dengan jantung berdebar – debar aku turun dari taksi, lalu melangkah ke pintu depan rumah itu. Sementara sopir taksi kusuruh menunggu dulu, siapa tahu aku salah alamat atau orang tuaku sudah pindah ke rumah lain.

    Setelah aku mengetuk pintu depan rumah itu, seorang wanita 40 tahunan membuka pintu itu. Spontan aku bertanya kepada wanita yang belum kukenal itu. “Apakah ini rumah Pak Rosadi?”

    “Betul, “wanita setengah baya yang masih tampak cantik itu mengangguk, “Adek siapa ya?”

    “Aku Donny yang diadopsi oleh Pak Margono dari Bangkok. Tapi menurut surat wasiat almarhum Pak Margono, aku ini anak kandung Bapak dan Ibu Rosadi, yang alamatnya kudapatkan dari notaris di Bangkok,” sahutku dengan hati bertanya – tanya, siapa wanita cantik ini?

    Tiba – tiba wanita itu memelukku sambil memekik, “Ya Tuhaaaaan! Ini Donny? Aku ini ibumu, Dooon… !”

    Wanita yang mengaku sebagai ibuku itu menangis terisak – isak sambil memelukku di ambang pintu depan, kemudian membawaku masuk ke dalam rumah sederhana itu.

    Sebelum masuk ke dalam rumah itu, aku masih sempat menggapaikan tanganku pada sopir taksi yang menunggu di mobilnya. Sopir itu pun bergegas menghampiriku.

    “Tolong angkut semua barangku yang di bagasi dan di jok belakang Pak,” ucapku.

    “Siap Boss,” sahut sopir taksi yang lalu balik lagi ke mobilnya untuk mengerjakan perintahku.

    Sementara aku diajak duduk berdampingan dengan wanita yang mengaku sebagai ibu kandungku itu. Dengan sikap canggung aku bertanya, “Aku harus manggil apa sama Ibu?”

    “Saudara -saudaramu memanggil bunda semua. Jadi kamu juga manggil Bunda aja.”

    “Iya Bunda. Eh… ayah dan saudara – saudaraku semua pada ke mana? Kok rumah ini terasa sepi sekali?”

    “Ayah sudah meninggal enam bulan yang lalu. Kakakmu ada tiga termasuk saudara kembarmu. Yang paling gede bernama Siska, yang nomor dua bernama Nenden dan saudara kembarmu bernama Donna.”

    “Haaa?! Aku punya saudara kembar?”
    “Iya. Saudara kembarmu itu Donna namanya.”

    Sopir taksi meletakkan barang – barangku di ruang depan. Setelah mendapatkan bayaran dariku, dia pun berlalu.

    “Terus pada ke mana saudara – saudaraku sekarang?” tanyaku.

    “Siska dan Nenden sudah pada punya suami. Jadi mereka tinggal di rumahnya masing – masing. Kalau Donna sedang bekerja,” sahut Bunda.

    “Donna bekerja sebagai apa?”

    “Cuma jadi pelayan toko pakaian.”

    “Besar gajinya Bun?” tanyaku. Entah kenapa aku tiba-tiba saja merasa perlu memikirkan nasib saudara kembarku yang aku belum tahu seperti apa bentuknya itu.

    “Ah… namanya juga pelayan. Gajinya hanya sesuai dengan UMR saja. Ohya… bagaimana kabar Bapak dan Ibu Margono? Sehat – sehat aja?”

    “Dua – duanya sudah meninggal. Mama meninggal setahun yang lalu, Papa meninggal belum lama ini. Aku juga bisa ke sini setelah masa berkabung sudah lewat.”

    “Innalillahi… gak nyangka mereka bakal pendek umur ya. Tapi mereka menyayangimu kan?”

    “Sangat menyayangiku Bunda. Bahkan semua harta peninggalan Papa, seratus persen diwariskan padaku.”

    “Syukurlah. Kalau begitu kamu harus pandai – pandai mengatur harta warisan itu. Jangan dihambur – hamburkan gak keruan.”

    “Aku takkan mengganggu harta warisan itu. Bahkan ingin mengembangkan perusahaan peninggalan Papa itu. Ohya, bagaimana ceritanya sehingga aku bisa jadi anak angkat mendiang Papa dan Mama?”

    “Pak Margono itu teman karib ayahmu Don. Tapi dia termasuk paling sukses di antara ayahmu dan teman – teman lainnya. Sejak masih muda sekali Pak Margono sudah tinggal di Bangkok. Kabarnya dia punya perusahaan di Thailand. Nah… pada saat bunda baru melahirkanmu dan Donna, kebetulan Pak Margono dan istrinya sedang berlibur di kota ini.

    “Terus?”

    “Bunda minta agar menunggu dulu sampai kamu berusia enam bulan, supaya aman dibawa naik pesawat terbang. Ya begitulah… setelah kamu genap berumur enam bulan, Pak Margono dan istrinya datang lagi. Untuk membawamu ke Bangkok.”

    “Tapi Ayah atau Bunda sama sekali tak pernah menengokku ke Bangkok. Apakah Bunda sudah melupakanku sebagai anak kandung Bunda?”

    “Bukan begitu Don. Ayah dan Bunda hanya ingin menjaga perasaan Pak Margono dan istrinya. Lagian mereka berjanji untuk menyayangimu seperti anak kandung mereka sendiri. Tapi Bunda yakin, pada suatu saat kamu akan mengetahui rahasia sirsilahmu. Dan akan berjumpa lagi dengan bunda. Terbukti sekarang kamu datang juga kan?

    Bunda lalu memelukku erat – erat. Mencium pipi kanan dan pipi kiriku, seperti biasanya seorang ibu kepada anaknya.

    Tapi entah kenapa, perasaanku masih mengambang. Mungkin juga batinku masih kaget, karena tiba – tiba saja aku berhadapan dengan wanita yang cantik itu sebagai ibu kandungku. Perasaanku yang masih floating inilah yang menyebabkanku masih jengah ketika Bunda mencium pipi kanan dan pipi kiriku.

    Walau pun begitu, aku tidak mau bersikap canggung. Lalu kubongkar isi kotak besar berisi oleh – oleh itu. “Ini oleh – oleh dari Bangkok buat Bunda dan saudara – saudaraku semua. Nanti Bunda aja yang mengatur untuk siapa – siapanya.”

    “Waaaah… ini barang – barang mahal semua Don. Saudara – saudaramu pasti pada senang melihat dan memiliki hiasan dinding yang beraneka ragam ini. Pada umumnya berbentuk gajah ya?”

    “Iya. Kan lambang kerajaan Thailand itu gajah putih Bun.”

    Tiba – tiba terdengar suara cewek di ambang pintu depan, “Ada tamu dari mana Bunda?”

    “Donna! Lihat ini siapa?” sahut Bunda sambil menggandeng pinggangku.
    “Siapa Bun?” tanya cewek berparas cantik dan berperawakan tinggi langsing itu sambil memandangku.

    “Nah… selama ini bunda merahasiakan hal ini. Sebenarnya kamu punya saudara kembar bernama Donny ini, Sayang.”

    “Haaa?! Saudara kembar? Serius Bun?” cewek yang katanya saudara kembarku itu menatapku dengan sorot heran.

    “Sangat serius,” sahut Bunda, “Kalau Siska dan Nenden sudah tau rahasia ini. Tapi kamu baru sekarang bunda kasihtau, Donna. Ayo peluk saudara kembarmu ini.”

    Donna menghampiriku dengan sikap canggung. Lalu memeluk pinggangku. Sementara aku pun memegang sepasang bahunya, untuk mencium pipi kanan dan pipi kirinya. Juga dengan sikap canggung.

    Kemudian Bunda menjelaskan riwayatku yang sejak kecil diadopsi oleh sahabat ayahku yaitu lelaki yang kupanggil Papa dan istrinya yang tadinya kukira ibu kandungku itu. Bunda juga bercerita bahwa keadaan Pak Margono tidak seperti ayah kami. Pak Margono itu seorang pengusaha kaya raya dan berdomisili di Bangkok.

    Donna mendengarkan penuturan Bunda dengan sikap serius.

    Setelah Bunda selesai menuturkan riwayatku, Donna menggenggam tanganku sambil ketawa – ketiwi, “Hihihihhiiiii… asyiiiik… ternyata aku punya saudara kembar yang tampan dan imut – imut ini…! Berarti kapan – kapan aku bisa diajak ke Bangkok dong, “Donna mengguncang – guncang tanganku.

    Aku cuma mengangguk sambil tersenyum. Kemudian kutepuk bahu Donna sambil berkata, “Sekarang pilih dulu tuh oleh – oleh dari Bangkok. Mana yang kamu suka, ambillah. Tapi sisakan buat Kak Siska dan Kak Nenden.”

    “Haaa?! Ada oleh – oleh dari Bangkok? Hihihihiii… !” Dona melompat ke arah kotak besar berisi oleh – oleh dari Bangkok itu.

    “Oleh – olehnya gak ada parfum?” tanya Bunda.

    “Ada Bunda,” sahutku, “Itu yang dikotak kecil ada beberapa botol parfum dari Eropa,” sahutku sambil menunjuk ke kotak kecil yang diletakkan di atas meja kecil dekat kotak besar itu. Kotak berisi 10 botol parfum yang beraneka merk, tapi semuanya buatan Eropa.

    Donna mengambil patung gajah yang terbuat dari perak, mengambil kalung emas dengan liontin berbentuk gajah juga dan sebotol parfum.

    “Cuma itu? Kan masih banyak yang lain,” kataku sambil menghampiri Donna yang baru mengambil sebotol parfum pilihannya.

    “Nanti aja setelah saudara – saudara punya pilihan masing – masing, aku sih sisanya aja. Yang penting nanti traktir aku nonton bioskop ya.”

    “Boleh. Aku memang ingin mengenal jalan – jalan di kota ini. Soalnya sejak bayi sampai sekarang, aku baru sekarang menginjak kota ini. Tapi aku harus mandi dulu. Keringat Bangkok masih melekat di badanku.”

    “Emangnya Bangkok itu panas udaranya?”
    “Sangat. Jauh lebih panas dari kota ini.”
    “Ya udah… kamu mandi duluan gih. Setelah kamu mandi, aku giliran berikutnya.”
    “Giliran? Kamar mandinya cuma satu?” tanyaku setengah berbisik.
    “Iya, “Donna mengangguk, “Mudah – mudahan Boss dari Bangkok mau merenovasi rumah yang sudah sangat ketinggalan zaman ini.

    Lalu aku menghampiri Bunda. “Bun… kamarku di mana nih?” tanyaku.

    Bunda menyahut, “Kamar tidur di rumah ini hanya ada dua. Kamu pilih aja sendiri, mau tidur sama bunda apa sama Donna?”

    “Di kamar Bunda aja ya. Aku kan sejak kecil sampai dewasa belum pernah merasakan tidur dalam pelukan ibu kandungku.”

    “Iya. Bawalah kopermu ke kamar bunda, yang itu tuh kamarnya,” sahut Bunda sambil menunjuk ke pintu kamar yang tertutup.

    Setelah berada di dalam kamar Bunda, aku mengernyitkan keningku. Karena kulihat ada lemari kaca yang isinya botol – botol minuman keras yang isinya sudah kosong semua.

    Apakah Bunda sengaja mengumpulkan botol – botol itu untuk koleksi ataukah Bunda seorang peminum? Atau mungkinkah almarhum ayahku yang peminum dan botol – botolnya dikumpulkan oleh Bunda sebagai koleksi pribadinya? Entahlah. Mendingan aku mandi dulu, karena sebentar lagi mau diajak Donna nonton bioskop.

    Ternyata kamar mandi pun hanya satu – satunya, terletak di bagian paling belakang rumah ini. Kamar mandi yang sangat ketinggalan zaman. Dengan bak mandi dan gayung plastik. Mungkin di zaman kolonial Belanda kamar mandi seperti ini sudah termasuk “maju”. Tapi untuk abad milenial ini… aaaah… kasian Bunda dan saudara kembarku.

    Lalu diam – diam ada tekad di dalam hatiku, untuk merenovasi rumah ini sampai benar – benar layak dan tidak ketinggalan zaman.

    Kemudian aku mandi sebersih mungkin.

    Ketika aku keluar dari kamar mandi, ternyata Donna sudah menungguku di luar.

    Ketika berpapasan denganku, Donna berkata, “Senang aku punya saudara kembar tampan gini, “diasusul dengan kecupannya di pipiku.

    “Aku juga senang punya saudara kembar cantik gini,” sahutku sambil balas mengecup pipinya juga.

    Kemudian Donna masuk ke dalam kamar mandi, sementara aku balik ke kamar Bunda.

    Ketika aku sedang berdandan, terdengar suara Bunda di ambang pintu, “Mau nonton bioskop sama Donna?”

    “Iya,” sahutku, “Bunda mau ikut?”
    “Nggak ah. Bunda sih cukup dengan nonton tivi aja hiburannya.”
    “Ohya Bun… bagaimana kalau rumah ini direnovasi?”
    “Kamu mau nyediain biayanya?”
    “Iya. Soal biayanya biar aku sendiri yang menanggungnya.”
    “Kalau ada duitnya sih mendingan beli tanah kosong di sebelah itu. Kebetulan pemiliknya meninggal, lalu mau dijual murah oleh anaknya.”

    “Memang sih mendingan bangun rumah baru. Di sini harga tanah murah Bun?”
    “Ya nggak semahal di pusat kota lah. Di sini kan sudah dekat ke batas kota.”
    “Bunda sudah tau harga dan luas tanah di sebelah itu?”
    “Lumayan luas. Limaribu meter. Setengah hektar lah. Soal harganya besok bunda mau tanyain ke orangnya.”

    “Iya,” sahutku singkat, karena mendengar langkah Donna mendekati pintu kamar Bunda ini.
    “Donny… udah siap?” tanya Donna di ambang pintu.

    “Udah,” sahutku, lalu menghampiri Bunda, “Aku mau pergi dulu Bun,” kataku yang lalu mencium tangan Bunda disusul dengan cipika – cipiki dengan beliau. Seperti yang biasa kulakukan kepada Mama almarhumah di Bangkok dahulu.

    “Pulangnya beliin oleh – oleh ya,” kata Bunda di ambang pintu depan.
    “Mau dibeliin apa?” tanya Donna.
    “Apa aja. Pizza boleh, martabak manis juga boleh,” sahut Bunda.

    Lalu aku dan Donna melangkah ke pinggir jalan. Kebetulan ada taksi mau lewat, dicegat oleh Donna. Kami pun masuk ke dalam taksi itu. Duduk berdampingan di seat belakang.

    Donna menyebut tujuan kami kepada sopir taksi. Maka taksi itu pun mulai meluncur di kegelapan malam.

    “Bagaimana perasaanmu setelah berjumpa dengan Bunda dan aku?” tanya Donna sambil menyandarkan kepalanya di bahuku dan memegang tangan kiriku yang tersimpan di atas lutut.

    “Aku masih canggung, karena tidak menyangka kalau ibu kandungku itu Bunda. Tadinya kukira diriku ini anak tunggal Bapak dan Ibu Margono di Bangkok,” sahutku.

    “Aku juga kaget, karena baru tau tadi, bahwa aku punya saudara kembar, cowok pula.”
    “Iya Donna. Semoga kita bisa rukun sampai tua ya.”
    “Iya. Umurku dan umurmu berarti sama – sama duapuluh tahun ya?”
    “Iya… hehehee… namanya juga anak kembar, pasti dilahirkan di hari, tanggal, bulan dan tahun yang sama.”

    “Terus… kamu sudah bisa adaptasi dengan suasana baru ini? Bahwa Bunda itu ibu kandungmu dan aku ini saudara kembarmu?”

    “Masih agak sulit adaptasinya. Waktu cium pipi Mama tadi aja terasa rikuh. Seolah – olah bukan mencium pipi ibu kandungku sendiri.”

    Donna menanggapi dengan bisikan, “Sama aku juga… waktu cium pipi kamu di depan pintu kamar mandi, rasanya seperti nyium pipi pacar… hihihi…”

    “Ogitu ya?”

    “Kamu pernah dengar cerita tentang anak kembar yang berbeda jenis kelaminnya, lalu dipisahkan waktu kecil dan dijodohkan setelah mereka dewasa?”

    “Ohya?”

    “Iya. Pokoknya tradisi itu pernah ada di salah satu daerah di negara kita. Mereka menganggap kalau anak kembar itu berbeda jenis kelaminnya, berarti jodoh mereka sudah dibawa dari perut ibunya. Karena itu pada waktu masih kecil mereka dipisahkan, setelah dewasa dinikahkan.”

    “Oh, begitu ya? Aku malah baru dengar kalau di negara kita pernah ada tradisi seperti itu.”

    Tiba – tiba Donna membisiki telingaku, “Kalau kita dijodohkan, kamu mau?”

    Aku menatap wajah saudara kembarku di keremangan malam. Tapi sebelum sempat kujawab, taksi sudah berhenti di parkiran sebuah mall yang ada gedung bioskopnya.

    Aku yang baru menginjak kota ini masih kebingungan. Karena itu kuberikan uang secukupnya kepada Donna untuk membeli tiket bioskop. sumber Ngocoks.com

    Tak lama kemudian, Donna kembali lagi dengan wajah masam. “Kehabisan tiket. Cuma bisa yang midnight. Gak apa – apa?”

    “Berarti masih lama dong menunggunya.”
    “Sekarang baru jam delapan. Berarti tiga jam setengah lagi baru bisa nonton,” sahut Donna.
    “Ya udah, beli aja tiketnya. Sambil menunggu, kita kan bisa ngobrol di café atau resto.”

    Donna kembali lagi ke loket penjualan tiket. Beberapa saat kemudian dia sudah menghampiriku lagi.

    “Dapet?”
    “Dapet tapi maksa dulu. Karena seharusnya untuk yang midnight dijual sejam sebelum film diputar.”

    Lalu kami menuju sebuah resto di dalam kompleks mall itu, yang kata Donna enak – enak masakannya.

    Di dalam resto itu kami memilih bagian sudut yang terlihat sepi, agar bisa ngobrol leluasa. Walau pun begitu, kami bicara perlahan – lahan, agar tidak terdengar oleh orang lain.

    Aku dan Donna duduk berdampingan. Donna duduk di samping kiriku, sehingga ia bisa memegang tangan kiriku sambil berkata perlahan, “Tadi pertanyaan di dalam mobil belum kamu jawab.”

    “Pertanyaan tentang apa?” tanyaku pura – pura lupa. Padahal aku sedang memikirkan jawabannya.
    “Kalau kita dijodohkan, kamu mau?”
    “Kenapa tidak? Kamu cantik dan seksi, Donna.”

    Donna menghela nafas. Lalu membisiki telingaku, “Sayangnya aku tidak perawan lagi Donny.”

    “Baguslah. Jadi kita bisa ML tanpa harus memikirkan perkawinan aneh itu.”
    “Gila… !” Donna menepuk punggung tangan kiriku.

    “Soalnya kalau ketahuan oleh penghulu bahwa kita ini saudara kembar, belum tentu penghulu mau menikahkan kita.”

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
  • Direktorat Keuangan

    Direktorat Keuangan

    Cerita Sex Direktorat Keuangan – Kusandarkan punggungku ke sandaran kursi kerjaku. Kulepaskan kacamataku, kemudian kuusap lensanya dengan kain pembersih lensa. Penat sudah mataku melihat susunan angka-angka yang masih terpampang di layar komputer di atas meja kerjaku.

    Jam dua belas kurang sepuluh menit, itu yang ditunjukan oleh jam tanganku. Pantas saja ruangan tempat aku kerja sudah terasa sepi.

    Ruangan ukuran sekitar seratus meter persegi yang dihuni sebelas pekerja ini tinggal menyisakan tiga orang saja termasuk aku. Lainnya pasti sudah berhamburan untuk makan siang di luar kantor atau menuju tempat ibadah.

    “Ran, elo makan siang dimana? ”, suara Mbak Dewi yang duduk jeda dua meja sebelah kiriku. Mbak Dewi ini usianya lebih tua tiga tahun dariku. Kami seangkatan masuk kerja, dan sama-sama ditempatkan di unit anggaran kantor pusat sebuah BUMN bidang jasa transportasi. “Kayanya makan di rumah nyokap deh Mbak.

    Cerita Sex Direktorat Keuangan
    Cerita Sex Direktorat Keuangan

    Ngocoks Kupakai kembali kacamataku. Kemudian kusiapkan barang-barang seperlunya yang akan aku bawa. Dompet, handphone, dan kunci mobil. Ya, cukup ini aja yang perlu aku bawa. Akupun sengaja tidak mematikan komputer kerjaku karena aku tidak bermaksud belama-lama keluar kantor.

    Aku bangkit dari tempat dudukku. “Gue jalan dulu ya Mbak,” pamitku ke Mbak Dewi. “Ok,” jawab Mbak Dewi singkat.

    Kulangkahkan kakiku ke luar ruangan menuju lift. Ruangan tempatku kerja ada di lantai empat dari keseluruhan enam lantai gedung ini. Kulihat ada tiga orang menunggu di depan lift. Mereka semua teman-temanku tapi dari unit yang berbeda, walaupun masih dalam satu direktorat yaitu keuangan.

    Tampak pintu lift pun terbuka, kupercepat langkah kakiku, karena jarak ke pintu lift masih sekitar lima meter. Setelah berbasa basi ringan dengan teman-temanku di lift, kami pun tiba di lantai dasar dan pintu lift pun terbuka.

    Cuaca sepertinya sedang sangat panas, ini terasa begitu pintu lobby gedung terbuka. Dengan langkah cepat aku langsung menuju parkiran sambil mengingat di mana mobilku tadi pagi aku parkir.

    Kututupi atas kepalaku dengan tangan kiri, lumayan mengurangi teriknya matahari langsung menghujam kepalaku. Akupun buru-buru masuk ke mobilku. Segera kunyalakan mobil dan memposisikan tombol AC ke yang paling tinggi. 

    Sambil menunggu mobilku siap dijalankan, aku sempatkan menelepon suamiku, Doni, hanya sekedar menanyakan kabarnya dan memberitahukannya kalau aku akan ke rumah orangtuaku. Tidak lupa juga kutelepon rumahku untuk menanyakan kepada baby sitter keadaan anakku.

    Rumah orangtuaku tidak jauh lokasinya dari kantor tempatku kerja. Hanya sekitar delapan ratus meter. Orangtuaku menempati rumah dinas milik kantor dan sudah kami tempati sejak sebelum aku lahir.

    Papahku seorang pensiunan dari perusahaan yang sama denganku. Rumah yang ditempati orangtuaku ini sudah berganti atas namaku, sehingga mereka masih dengan leluasa tinggal di rumah itu, padahal orangtuaku ini juga mempunyai rumah yang cukup besar di perumahan mewah di kotaku.

    Tapi mereka beranggapan rumah dinas ini mempunyai nilai historis mereka selama lebih dari dua puluh lima tahun tinggal di sana. Sedangkan aku sendiri telah tiga bulan ini pindah ke rumah sendiri yang lokasinya sekitar lima kilometer dari tempat kerjaku. 

    Awalnya kedua orangtuaku keberatan rencana aku pindah, karena aku sebagai anak bungsu dan kedua kakakku yang sudah tinggal di rumahnya masing-masing, maka saat ini praktis hanya tinggal kedua orangtuaku dan asisten rumah tangga bernama Mpok Ela.

    Namaku Rani, usiaku saat ini dua puluh empat tahun. Aku bungsu dari tiga bersaudara yang seluruhnya perempuan. Kedua kakakku sudah menikah dan masing-masing-masing mempunyai dua anak. Sedangkan aku sendiri baru diberi anak satu dari satu setengah tahun usia pernikahanku dengan Doni. Anakku bernama Ari, masih berusia tujuh bulan.

    Diantara kakak-kakakku, aku yang paling tinggi. Tinggiku seratus enam puluh delapan centimeter, beratku saat ini lima puluh tujuh kilogram, delapan kilogram lebih berat dari sebelum aku hamil anakku.

    Kulitku kuning langsat agak kecoklatan. Kami bertiga mempunyai wajah yang mirip satu sama lain. Kakakku yang kedua, Mbak Risa, yang paling cantik dengan kulitnya yang putih bersih.

    Setibanya di rumah orangtuaku, kuparkirkan mobilku di depan pagar. Sengaja aku parkir di luar pagar, karena memang aku tidak berniat lama-lama di sini.

    Aku lihat dari balik pagar ada mobil keluarganya Mbak Risa terparkir di garasi, tapi yang ini biasanya dipakai Mas Rio, suaminya Mbak Risa, karena Mbak Risa ke kantor menggunakan mobil lainnya yang lebih kecil. “Eh Mbak Rani,” tiba-tiba ada suara dari dalam pagar. Tidak lama kemudian pintu pagar terbuka, muncul sang pemilik suara yaitu Mpok Ela.

    “Ada siapa aja di dalem Mpok?”, tanyaku.

    “Ada Mamah lagi di kamar, Mbak. Kayanya sih lagi tidur. Kalo Papah lagi pergi main golf”, jawab Mpok Ela.

    “Ngga ada Mbak Risa? Itu ada mobilnya?”, tanyaku lagi.

    “Itu bukan Mbak Risa, Mbak. Tapi Mas Rio, itu ada di kamar atas”, jawab Mpok Ela lagi.

    “Ooo kirain Mbak Risa”, sahutku.

    “Mobilnya ngga dimasukin garasi aja Mba?”, tanya Mpok Ela.

    “Ngga usahlah, cuma sebentar kok”, jawabku sambil tersenyum.

    “Laundry-an aku udah ada belum Mpok? Kalau udah ada, tolong siapin ya Mpok. Mau aku bawa”, ucapku lagi.

    “Udah ada Mbak, nanti Mpok siapin. Ngomong-ngomong Mbak Rani mau sekalian makan di sini ngga? Kalau mau, Mpok siapin makanan sekarang”, ucap Mpok Ela.

    “Iya Mpok. Aku ke kamar Mamah bentar”, jawabku.

    Akupun segera masuk ke rumah dan menuju kamar Mamahku yang ada di lantai bawah. Rumah ini ada enam kamar. Tiga kamar di atas merupakan kamar aku dan kakak-kakakku sebelum kami semua berkeluarga. Saat ini tetap tidak ditempati siapapun, karena memang sengaja sebagai tempat jika aku dan kedua kakakku main ke sini.

    Kubuka pintu kamar secara perlahan, takut membangunkan Mamahku. Tampak di tempat tidur Mamahku tertidur lelap. Aku urungkan niat untuk masuk kamar Mamahku.

    Akupun menuju ruang makan, terlihat Mpok Ela sibuk menyiapkan makanan untukku. “Silahkan Mbak Rani makan. Mpok tinggal dulu ya. Mau nyetrika. Kalau butuh apa-apa panggil aja ya Mbak,” ucapnya lalu Mpok Ela berjalan menuju bagian belakang rumah. “Ok Mpok, terima kasih,” jawabku.

    Akupun mulai menyantap makan siangku sambil memainkan handphone melihat perkembangan-perkembangan di media sosial.

    Selesai makan, aku masih berdiam sejenak di meja makan. Tiba-tiba aku teringat kalau ada Mas Rio di kamar atas. Akupun berniat untuk menemuinya sekedar bertanya kabarnya.

    Kubereskan piring bekas aku makan dan menempatkannya ke tempat cuci piring. Setelah mencuci tanganku, aku pun langsung menuju tangga dan menaikinya menuju kamar Mbak Risa dulu.

    Kamar Mba Risa ini tepat sebelahan dengan kamarku. Dulunya kamar kami ini kamar yang besar, akan tetapi seiring pertumbuhan kami, maka orangtuaku membagi dua kamar ini dengan disekat menggunakan material gypsum.

    Kuketuk pintu kamar Mbak Risa dulu, sambil memanggil Mas Rio pelan. Tidak ada jawaban. Aku buka pintu perlahan. Kulihat Mas Rio tidur terlentang sedikit di sisi kanan tempat tidur dengan posisi tangan dan kaki agak direntangkan ke samping.

    “Mas Rio”, kupanggil namanya sekali lagi.

    “Mmmm”, jawab Mas Rio pelan dengan mata masih tertutup.

    “Lagi ngapain Mas?”, tanyaku.

    “Ngewe”, jawabnya asal.

    “Yeee orang ditanyain bener juga?!”, sahutku.

    “Lagian elo pake nanya lagi, udah tau lagi tidur gini”, balasnya.

    “Kalau tidur kok masih ngomong? Ngigo ya? Hehehe”, candaku sambil menghempaskan pantatku ke tempat tidur dengan posisi sembilan puluh derajat dari posisi sebelah kiri Mas Rio. Kuambil bantal dan kujadikan tempat sandaran di tembok kamar dengan kaki aku luruskan di tempat tidur.

    “Seriusan Mas, ngapain di sini? Kok ngga kerja?”, tanyaku sambil kembali memainkan handphoneku.

    “Kaga, lagi izin gue. Badan gue pegel-pegel. Udah seminggu lebih lembur terus. Mau istirahat di rumah ngga bisa. Ini juga Risa yang nyuruh gue ke sini”, jawabnya kulihat tetap dengan mata tertutup.

    “Nah elo sendiri ngapain ke sini? Nyari makan gratisan ya?”, tanyanya ngeselin.

    “Siaul, mau ambil laundry-an. Tapi yaa sekalian juga makan gratisan sih. Hehehe”, jawabku.

    “Udah kebaca”, tanggapnya enteng.

    Mas Rio pun merubah posisi kaki kirinya dengan menekuknya ke atas. Sehingga membuat ujung celana pendek berbahan parasut hitam yang dipakainya dengan mudahnya turun sampai pangkal pahanya.

    Dan ini membuat terlihat “makhluk” yang tinggal di selangkangan Mas Rio. Memang kakak iparku sering aku perhatikan tidak pernah pakai celana dalam kalau memang niat perginya hanya ke rumah orangtuaku ini, karena rumah dia dengan rumah orang tuaku tidak lebih dari satu kilometer.

    Terlihat jelas makhluk itu masih dalam keadaan tidur, dengan kepalanya sedikit serong ke kiri bersandar di kantong telurnya. Degh, jantungku langsung berdegub kencang, darahku pun berdesir, karena secara otomatis memori kenikmatan itu berputar di kepalaku teringat kejadian satu setengah tahun lalu.

    Pikiranku melayang mengingat kembali bagaimana kenikmatan yang pernah diberikan makhluk itu kepadaku pada saat dia mengamuk dan marah mengoyak-ngoyak sarang kenikmatanku.

    Masih teringat jelas di otakku bentuk penis Mas Rio. Secara ukuran memang tidak berbeda dengan milik Doni, suamiku. Tetapi bentuknya yang unik membuat indera kenikmatanku tidak akan melupakannya.

    Pada saat ereksi kepala penisnya yang besar dan mengembang seperti kapala jamur, mengecil dan seperti ada sekat di leher penis, membesar di batang penis, dan mengecil kembali di pangkal penis.

    Ukh, mengingatnya aja udah membuat vaginaku basah saat ini. Keinginanku untuk menikmati penis Mas Rio timbul kembali. Tapi bagaimana caranya? Aku malu kalau harus memulai lebih dahulu. Sedangkan menurutku saat ini situasi yang mendukung untuk melampiaskan kerinduanku pada penis Mas Rio.

    “Gimana kabar Ari? Udah bisa ngapain aja?”, tanya Mas Rio membuyarkan lamunanku.

    “Baik-baik aja Mas. Yaa standar bayi umur tujuh bulan lah, udah bisa duduk sama ngoceh-ngoceh gitu”, jawabku.

    “Trus elo sendiri gimana? Udah ngga pernah kumat lagi?”, tanya Mas Rio kembali.

    “Kadang-kadang aja sih Mas tapi masih bisa aku kontrol kok. Mungkin karena sibuk ngurusin Ari, jadi ngga ada waktu buat mikir yang aneh-aneh lagi hehehe”, jawabku.

    “Sibuk ngurusin anak, bisa jadi lupa ngurusin laki lo deh hehehe,” candanya.

    “Nggalah Mas, tetep kalo itu mah, kan kebutuhan. Hehehe”, sahutku sambil tersenyum penuh arti.

    “Masih sering emang? Paling banter juga sebulan sekali. Apalagi punya bayi”, lanjut Mas Rio.

    “Curhat ya Mas?”, godaku.

    “Hahaha”, tawanya menanggapi komentarku. “Kaya elo ngga aja. Kalo gue sih minimal seminggu sekali,” lanjut Mas Rio.

    “Iya sih hehehe”, jawabku sambil nyengir.

    “Emang udah berapa lama ngga?”, selidik Mas Rio.

    “Kalo itu mah hampir tiap minggu Mas. Tapi ya ituu..”, jawabku menggantung.

    “Itu apa?”, tanyanya penasaran.

    “Udah ngga pernah ngerasain sampe orgasme lagi sejak ngelahirin, Mas hehehe”, jawabku malu.

    “Udah dol kali meki lo, dokternya lupa jahit”, sahutnya ngeselin. Aku balas melempar bantal di dekatku ke arah mukanya. Diapun tertawa lepas sambil menepis bantal yang aku lempar.

    “Pantesan aja daritadi elo ngeliatin selangkangan gue terus hehehe”, sahutnya sambil cengar cengir.

    “Yee enak aja, ngga dilihatin juga udah nongol sendiri. Tuh udah bangun, jadi ketauan kan Mas kepengen”, balasku.

    “Walaah, iya ya hehehe”, sahutnya santai.

    Penis Mas Rio sudah berdiri tegak, menyeruak dari ujung celana pendeknya, tegak sejajar dengan paha kiri Mas Rio yang masih ditekuk ke atas.

    “Trus kalo udah gini enaknya diapain ya?”, godanya.

    “Disuruh duduk aja Mas, kasian berdiri terus”, jawabku pura-pura tak acuh.

    “Yuk lah”, sahut Mas Rio.

    Kulirik jam di tangan kiriku. Jam satu kurang lima menit. Masih ada cukup waktu. “Quickie aja ya Mas,” jawabku.

    Segera kugeser posisi duduk ke samping kiri Mas Rio. Langsung kubelai penis Mas Rio memakai sisi luar jari telunjuk kiri mulai dari kepala penis sampai pangkalnya. sumber Ngocoks.com

    Penis Mas Rio berkedut-kedut bereaksi terhadap belaianku. Kulihat nafas Mas Rio mulai memburu menikmati aktifitasku memainkan penisnya. Sekitar penis dan buah zakar Mas Rio ditumbuhi rambut.

    Tidak terlalu lebat, tampaknya Mas Rio rajin merawat rambut kemaluannya. Sedangkan panjangnya sekitar empat belas sentimeter, dengan diameter sekitar tiga sentimeter di bagian kepala, membengkak menjadi tiga setengah sentimeter di tengah batang penisnya, dan mengecil di pangkal penisnya sekitar dua setengah sentimeter.

    Kemudian aku memposisikan diriku di antara kedua kaki Mas Rio yang sudah dalam posisi membuka lebih lebar siap menerima pelayanan dariku. Aku berbaring telungkup dengan menopang tangan kiriku untuk menjaga kepalaku tetap berada di atas dekat penisnya. Tangan kananku mulai mengocok perlahan penis Mas Rio.

    Kudekatkan kepalaku ke penis Mas Rio. Kujulurkan lidahku ke lubang kencingnya. Kumainkan lidahku di sana sambil tangan kananku tetap mengocok penisnya.

    Keluar dari lubang penisnya cairan kental bening pertanda penis Mas Rio siap untuk membuahi, lalu kusapu cairan itu dengan lidahku. Perlahan mulai kujilati kepala penis Mas Rio, kusapu seluruh kepala penisnya yang sudah mulai merah merekah.

    Bersambung…

    1 2
  • Liburan Panjang

    Liburan Panjang

    Cerita Sex Liburan Panjang – Berawal dari liburan panjang ke rumah nenek di daerah Garut sekitar pertengahan 2003, waktu itu saya masih SMP kelas 2 di Jakarta. Di Jakarta saya tinggal di daerah Pejaten. Seminggu sebelumnya nenek menelepon saya untuk mengajak liburan ke rumahnya di Garut.

    Singkat cerita hari yang ditunggupun tiba. Saya dan kakak saya (Dewi) menunggu jemputan mang Ujang di koskosan saya. Wah, lama juga neh mang Ujang. Molor 2 jam neh dari jadwal, kak Sinta dah 2 kali nelponin kak Dewi.

    Namun akhirnya mang Ujang datang dengan muka paniknya. den, maap den mang Ujang tersesat dan kejebak macet, yawes mang ok kita go, jemputin mbak Sinta dulu yah.

    Mobil pun melaju tenang ke daerah Jakarta Timur tempat tinggal Kak Sinta. Sebetulnya saya tidak begitu mengenal istri kakak sepupu saya ini Cuma pernah sekali ketemu pas acara akikahan anaknya yang pertama itupun saya tidak terlkalu perhatikan.

    Cerita Sex Liburan Panjang
    Cerita Sex Liburan Panjang

    Ngocoks Singkatnya kamipun tiba di alamat yang dituju. Kak Sinta dan 2 anaknya dah nunggu di depan rumahnya. Setelah kenalan dan mengatur barang2 bawaan doi ngambil duduknya di tengah (atas anjuran saya biar anaknya leluasa bermain).

    Karena kak Dewi lebih senang di depan makanya dia langsung ambil posisi di samping mang Ujang, awalnya Gue nih yang pengen di depan tapi ga papalah di belakang juga oke dan ternyata membawa berkah dan awal seru dari cerita ini.

    Selama perjalanan kamipun ngobrol ngidal-ngidul ketawa-ketiwi dan yang lebih asik lagi doi ternyata GFE bgt orangnya enak ngobrolnya dan suka bercanda. Menjelang sore mang Ujang singgah di pom bensin di daerah tol sekalian beristirahat, kamipun mengisi perut di resto pom bensin tsb, setelah itu lanjut.

    Sebagian sudah terlelap termasuk kak Dewi dan anak pertama nya Doi. Doi sendiri sibuk ngelonin anak bungsunya yang agak rewel karena susu botolnya abis. Iseng gue Tanya. kenapa nih si adee? (sambil gw sandari dagu dijok tengah sebelah kepala Doi. Iya an tadi lupa isi termos, jadi gak bisa bikini susu neh.

    Nahhh sodara agan2 pemandangan berikutnya bikin gue takjub, bin senang bin konak. Tanpa basa-basi doi ngangkat tuh kaos sampai kelihatan branya dan mulai membuka cupnya (gue hanya diam terpaku dg dagu masih bersandar di Jok, Cuma berjarak sekitar 20 cent gan Dari target).

    Busyet kata gue dalam ati, putih n montok bgt pentilnya gak terlalu besar dengan warna coklat muda, beda bgt dengan pacar gw. Maklum anak2 mungkin dah favorit susu botol jd sedikit jual mahal.

    Dibiarin tuh toket ngelewer-ngelewer agak lama baru deh di emut dan langsung tidur. Gue masih sedikit terpaku neh dengan kecuekan Doi dan lagi si Otong dah ngaceng bgt di bawah. wah dah bobo kak., iya, loh kamu dr tadi disitu? Enak neh liat gratis..

    Walopun berusaha ikut tidur, namun keringat dingin membasahi kening karena nafsu yang teramat sangat. Gue gak sanggup gan ngebayangin ngemut tuh toket sambil ngelusin Si Otong. Karena dah sange bgt gue putusin keluarin si Otong (niatnya onani sambil ngebayangin ngemut tuh toket montok) maklum selama ini pacar gw cuma ngasih serpis handjob+grepe2 toket n fk.

    Nah, mulai deh ritual handjob, gue buka tuh resleting perlahan dan keluarin si Otong dan gue elus-elus tuh meriam belanda (heheh), gak puas ngebayangin gue mulai deh nyuri2 nyium rambut doi (hmm ajib, harum bgt), sambil tetep ngocok si Otong makin lama gw makin cepet neh serasa dah mau meledak gan.

    Namun tiba2 mobil terguncang karena ada lobang dan karena dah pulas si Doni ngelepasin tuh toket, gw yang dari tadi hanya nyium2 tuh rambut sedikit kaget bin takjub melihat pemandangan toket ngelewer2 didepan mata gw.

    Tensi kocokanpun sedikit melambat melihat pemandangan tsb. Wah.. pikiran gw semakin liar jadinya, pengen banget remes tuh toket namun sayang gw takut bgt. Tangan gw gemeter bgt awalnya. Satu jari gw sentuhin di pentilnya (serasa basah karena masih ada sisa asi yang keluar. Gw jilatin jari gw hmmm manis juga rasanya).

    Setetes asi ternyata memberikan kekuatan padaku untuk bertindak lebih jauh, kemudian gw pegang lagi tuh toket montok, anget dan gede bgt sampai tangan gw gak cukup tutupin tuh toket, dengan gerakan sedikit meremas terasa kenyal bgt dan lama kelamaan makin keras tuh toket (sepertinya doi terangsang dalam mimpi).

    Tangan kiri gw semakin cepet ngocoknya, sepertinya lahar dah mau meledak dan tangan yang satunya negremes makin dalam kerena sensasi tuh toket yang makin keras ketika diremes (sayup2 doi sedikit melenguh, namun gw cuek aja) dan pas Otong mau meledak sedikt gue peratiin mang Ujang (aman masih konsen nyetir dan ga peratiin tuh spion tengah).

    Gue langsung majuin kepala ke depan ngemut tuh pentil, otomatis asinya keluar deh ngebanjirin mulut gw. Sepet2 manis gan rasanya, dan tak lama Otong-pun memuntahkan laharnya. Banyak bgt sekitar 8 kali tembakan (maklum lama gak dikeluarin ma pacar hehe). Nih mulut masih ngemut toh toket sampai gw sedikit tersadar dan untungnya Doi masih terlelap.

    Gw lepesin tuh mulut dan gw beri sedikit kecupan di pentilnya dalam ati gw bilang mudah2an doi pikir anaknya yang emutin. Gw masukin tuh Otong lagi kesarangnya terus bersihin tuh lahar yang berceceran dilantai mobil kemudian dan berusaha terlelap. Perlahan sekilas kulihat doi terbangun tanpa melihat kea rah gw, doi betulin tuh bra dan posisi si Dino trus lanjut tidur (cihuuuuyyy!!

    Menjelang tengah malam kamipun tiba di rumah nenek. Rumah yang asri dengan suasana sejuk dikelilingi perkebunan teh yang cukup luas. Yah, almarhum kakek adalah seorang pengusaha teh yang cukup terkenal di Garut. Sepeninggalan beliau nenek Cuma dibantu beberapa orang karyawan, makanya nenek agak kesepian tinggal di rumah yang lumayan besar.

    Karena nenek sendiri makanya nenek meminta Kak Dewi menemaninya tidur. Sedang Aku tidur di kamar paman saya dan doi dengan anak2nya tidur di kamar tamu yang cukup besar dan letaknya tepat bersebelahan dengan kamarku.

    Lelah banget piker gw namun entah mengapa mataku sulit terpejam mengingat kejadian di mobil tadi berbagai pikiran kotor mengalir di kepalaku, ingin rasanya meninkmati setiap bagian tubuh kak Sinta, tapi bagaimana caranya yah (sebuah angan2 yang tidak mungkin tercapai).

    Akhirnya untuk menghilangkan pusing di kepala aku bersolo ria dengan si otong. Mulai ku kocok si otong dan membayangkan sedang menyetubuhi kak sinta. Sekitar 30 menit akhirnya kumuntahkan juga lahar kental putih si otong. Gw puas gan malam itu hingga tidurpun terasa lelap hingga pagi menjelang.

    Pagi harinya gw lelep bgt tidurnya tak terasa terdengar gedoran pintu. Wah rupanya mang Ujang.

    Ada apa mang???, Gpp den. Tadi Ndoro putri nyariin aden, mang Ujang bilang sepertinya masih tidur mungkin masih lelah. Semuanya dah pada ke kebun teh Den. y awes mang gw mandi dulu br kesana

    Gw mlas2an krn emang masih lelah bgt krn kejadian semalam. Setelah mandi dan berpakaian santai plus sweeater (dingin gan, maklum suasana puncak kebun teh) gwpun meluncur ke TKP. Lumayan juga jalannya sekitar 200 meteran. Gw lihat nenek ma kak Dewi lagi main2 ma anaknya doi. Lucu juga yahheheh.. Loh kak Sinta mana nek?

    itu sana lagi pengen motret katanya. Terlihat di kejauhan sesosok tubuh indah berada di bukit perkebunan teh. kesana al tadi dicariin ma mbak Sinta kata Kak Dewi, knapa emangnya? kata gw. Dia kan baru beli camdig seri pro, cm belum begitu ahli, makanya gw bilang minta ajar aja ma si Aldi soalnya lo kan jurnalis di kampus sedikit banyak tahulah seluk-beluk fotografi.

    Dengan berjalan santai namun pasti gw panjat tuh bukit. Lumayan jauh juga sekitar 200 meteran dari tempat kak Dewi, nenek dan anak2 doi. Sampe di sana dengan sedikit ngos2an gw bilang: kenapa mbak? wah indah bgt, doi pake baju bali item yang tipis bgt tuh sedikit menerawang tuh bh putihnya, lengkap dengan celana hot pan warna putih (pahanya montok bgt Dan putih gan).

    Mulailah gw menerangkan bagian2 kamera dan cara2 memotret yang benar. Doi amat menikmatinya dan mengikuti penjelasan gw dengan seksama. Sampai nenek dan kak Dewi dah teriak2 manggil kami. ayo pulang!!! Mw ujan kata kak Dewi. Iya ntar lagi kata gw sial ganggu bgt orang lagi asik berdua dg doi (guman gw dalem ati).

    Dan bener juga ujan mulai turun dengan derasnya, tampak nenek, kak Dewi ma anak2 doi berlari masuk ke pekarangan rumah dari kejauhan. Gw pun berlari sambil mebuka sweeter menutupi kepala gw dan doi yang gw rangkul mesra bgt (heheh). Sampai kami melewati rumah2an pondok tempat biasanya para pemetik teh beristirahat.

    berteduh dulu an kata doi. oke mbak. Baju gw basah neh demikian pula doi namun gak sampai kuyup juga seh. Hp Doi bunyi, rupanya kak Dewi menelepon nanyain kabar. iya Din, lagi berteduh sama Aldi di pondok kebun, nuggu ujan reda. Udah gak usah dijemput. Belum selesai nih belajarnya, ntar klo dah reda baru balik.

    Ujannya makin deres aja mbak,

    iya al mana baju basah neh,

    klo basah yah dibuka dong ntar masuk angin loh, canda gw

    enak di elu donghehe. Ayo dong al ajarin lagi

    Gwpun ngambil posisi disampingnya doi, bahu kami merapat. Sekalian buat menghangatkan badan. Lanjut gw neranginnya. Sangking semangatnya nerangin gak sengaja sikut gw nyenggol tuh toge. Empuk banget gan. Namun apa dinyana doi cuek bebek. Gw makin semangat ajah, satu tangan gw mulai agak merangkul ke pinggang doi sambil menerangkan ke doi yang lagi memfokus sebuah objek.

    Bibir gw sedikit gw deketin ke telinga doi hmmm Algi bgt parfumnya. Dan tiba2 doi berbalik dan nih bibir mendarat mulus di pipi doi. Doi sedikit terpana dan gwpun demikian, sedikit tersadar gw: bilang maap mbak. Doi: yah lo al nyantai aja gw yang salah kok sambil doi elus pipi gw. Busyeeet mesra bgt neh pikir gw.

    Doi masih cuek bebek. Doi: wah ribet jg yah dunia fotogfrafi musti banyak belajar lagi neh. Gw: ga juga kok, klo ada keinginan pasti bisa mbak. Doi tiba2 ngankat kedua tangannya untuk merenggangkan otot sambil menguap, keliatan tuh ketek mulus plus toge sebelah kiri dari samping. Hmmmm. Pemandangan yang indah bgt, si Otongpun mulai beraksi gan.

    Tiba2 doi bilang: al minta tolong pijetin pundak mbak neh, pegel bgt hihihi, girang plus tegang langsung aja tangan gw samperin tuh pundak, gw pijet2 lembut dan Nampak doi sangat menikmatinya, pake tutup mata segala dan disertai gumanan2 kecil. Si otong makin keras aja di dalam sangkar. Gw beralih ke sekitar lehernya.

    Tangan doi kemudian kesamping untuk nyimpan kamdignya, kemudian doi pengen garukin punggungnya tanpa sengaja tuh tangan nyenggol si Otong. Doi sedikit terkejut, sambil tertawa kecil doi bilang: tau ujan2 gini, dingin pula terus mijitin cewek lagi. Tiba2 bangun2 aja sesuka hati ya al eheh.. hi gw gelagapan iya mbak.

    Guyonan2 kecil nan nakalpun mengalir waktu itu. Iseng doi Tanya: km dah punya pacar al? . Gw: udah mbak. Doi: Ya wes km kawin ajalah tuh adik kamu dah haus belaian wanita rupanya.. heheh. Gw: Iyah sih mbak pengen bgt rasain tubuh kayak mbak. gak sadar gw gan ngomongnya. Doi: apa al???

    Gw. : eh.. eh maksdunya tubuh wanita. Doi: oooo km klo pacaran ngapai aja?? Gw: pura2 bingung. maksudnya??? Doi: yah ngapain aja, ciuman, petting, ml dsb. Gw: kaget bgt denger pertanyaannya. heheh, cm FK ajah mbak. Doi: ah boong pasti grepe2 jg tangan km… GW: iya seh dikitheheh

    Entah setan apa yang nyembit gw tanpa sadar dan nafsu makin memuncak tiba2 gw peluk doi dari belakang tepat di bawah pangkal togenya. Doi tiba2 berontak. al. al jangan!!! sedikit teriak doi membentak gw sambil ngelepasin pelukan gw. Gw kaget dong. Maap mbak gw kangen pacar. Terus gw mulai nyerang lagi.

    Sambil mengiba plis mbak gw pengen peluk aja. Mungkin karena kasihan dan doi jg butuh kehangatan doi pun bilang: ya udah peluk aja yah jangan macem2. Karena nafsunya sambil pelukin doi bibir gw nyuri2 ciumin tuh leher dan doi kegelian sambil sedikit teriak: alll!! dan tiba2 plakkkk!!!!! Tamparan mendarat dipipiku.

    Gw kaget lg. Muka doi memerah. Gw. : sambil meluk doi dari depan maaf mbak, Aldi mau buat pengakuan. Doi diam saja, nafasnya makin cepat sepertinya emosi memuncak. Mulailah gw ngakuin klo suka bgt dengan doi semenjak kemarin, ntah ini nafsu ataupun masalah hati (sepertinya berat di nafsu gan), apa lagi kemarin di mobil mbak perlihatkan ke Aldi susu mbak, Aldi suka bgt mbak dan nafsu bgt ngelihatnya sampe2 tanpa sepengatuhan orang2 Aldi onani di jok belakang.

    Doi makin nangis aja tuh sambil ngejatuhin wajahnya ke pundak gw. (hmm.. tampaknya mulai nyerahni), gw spik aja pelukin doi sambil ngelus punggung doi. Gw: Iya mbak Aldi salah juga, gak bisa nahan nafsu Aldi. Tangan gw ngelus kepala doi dan gw angkat dagunya, terus gw apusin tuh air mata dengan mesranya.

    Waaaawwwwwwww serasa gw diestrum dengan jutaan kilovolt listrik serasa nikmat dan hangat, makin lama lidah gw mulai masukin ke rongga mulut doi, doi masih diam dan menutup mata. Tiba2 doi ngedorong gw. Doi: udah an jangan di terusin. Gw dah nafsu bgt neh. Gw tarik aja tuh kepala dan gw lumat tuh bibir dengan kasarnya.

    Doi gelagapan sedikit berontak, blbbjhj.. amkhjalnk gh dahhh, gw makin dalem bgt kiss doi, hingga pertahanan doi melemah dan sedikit menikmati ciuman gw. Gw pun sadar dan berhenti. Kami saling berpandangan dan tiba2 mata doi sayu seperti mengharapkan bibirnya disentuh lagi. Perlahan nih bibir maju dan doipun memiringkan kepalanya siap menerima ciuman gw dan.

    Mphhhh.. mphhh. mphhh. kamipun saling melilitkan lidah dengan hangatnya, gw angkat tubuhnya dang w sandarin di dinding sambil tetap saling melumat. Tangan gw mengikuti alur pergumulan, perlahan namun pasti tangan kanan gw menjelajah diluar bajunya tepat di atas bukit kembar nan indah dengan sedikit remasan terasa tuh bukit awalnya terasa lembek namun lama kelamaan keras sekeras batu.

    Gw. : mbak sayang. Aldi pengen nenen. Doi: tersenyum dan Cuma mengangguk pelan. Hujan yang makin keras makin ngedukung aja pergumulan kami. Gw mulai tiduran di pahanya dan doi mengangkat bajunya dan membuka kaitan bra di depanya. Mulai deh gw isep dan lumet th toge sampe2 asinya tumpah di mulut gw.

    Doi: melenguh kenikmatan gimana al rasanya?? . GW: enak mbak, manis. Sambil tersenyum penuh kemenangan. Doi mulai deh sedikit aktif sambil gw nenen doi ngelus Otong dari luar. Doi: gede jg al punya km, doi mulai nurunin celana gw dan mulai mengocok si Otong dengan perlahan. Gw bangkit dari tuh bukit kembar sambil ciumin bibr doi.

    Doi: enak say?? gw cm mengangguk. yah wes mbak kocokin aja yah say. Gw: mbak mau diisepin gw ngerengek sperti bayi. Doi: jangan say, ntar kelihatan tapi gw paksa aja tuh kepala menuju batang perkasaku. Sedikit ragu, doi mulai membuka mulutnya dan memulai kuluman lembut di kepala Otong, sangat telaten.

    Pelan tidak terburu-buru dan yang gw suka, gak kena gigi gan. Doi tersenyum melihat mimik wajahku sampai Nampak Otong dah mau muncrat isepan doi dipercepat dan sepertinya semakin dalam menelan Otongku sayang dan arghhhhhh. Mbak enakhhhh bgt!!! Crotcrotcrot. Otong sukses CIM nya. Doi sdikit gelagapan karena kepalanya gw tahan.

    Terasa banyak bgt yang masuk kemulut doi. Gw Tanya: spermanya mana mbak, perasan banyak nyemprotnya? sambil perhatiin mulutnya. Doi nyubit aku dasar kamu al, ketelen semua!!!. Tapi kok manis punya kamu an? Punya suami mbak agak asin jadi kadang bikin mual. gw: sambil tersenyum mungkin kemarin karena kebanyakan makan buah2an mbakku sayang

    Masih ujan ajah terpikir gw balesnya gimana neh. Doi masih bersih2hin mukanya pake tisu. Gw bersandar di bahunya. mbak sayang Aldi pengen bales juga muasin mbak. Doi: udah sayang nanti kita dicariin tapi gw paksa aja, gw tarik celana nya sampai selutut dan gw cium2 tuh meki dari luar cdnya baunya khas, namun harum bgt.

    Terakhir gw tahu klo Doi ngerawat bgt daerah kewanitaannya dengan minum jamu2an dan rajin melakukan ratus vagina.

    Doi sedikit melakukan perlawanan sambil mendorong kepala gw. Namun rasa nikmat yang dirasa mendadak mengendurkan perlawanan doi takkala bibir gw melumat klitoris doi. Doi sedikit melenguh, perlahan gw bangkit dan membuka perlahan cd doi, reflex ajah pantat doi diangkat biar gampang lepasnya. Aldi isep yah mbak?

    Doi cuman mengangguk pasrah. Mulailah gue oral tuh meki berdasarkan pengalaman gue nonton bokep, semakin lama semakin basah. Isepan dilengkapi dengan tusukan satu jari gue kedalam meki doi, makin lama makin cepet. Hingga tak lama pertahanannya mulai lemah. allll, mbak mau keluar sayaaaanggg!!!

    dann.. tubuh doi mengejang hebat seperti terkena kejutan listrik berkali-kali sementara itu doi meki doi memancarkan cairan orgasme yang menembus kencang kerongkongan gw. Gw gelagapan, gw lepasin mulut gw dari mekinnya. Nampak cairan tersebut masih menyembur sedikit disertai dengan badan doi mengejang hebat.

    Gw rebahan disamping doi, sambil mengecup mesra keningnya. Makasih yah mbakku sayang. iya al, mbak juga terima kasih dah lama gak ngrasain kayak gini. Thanks yah say sambil doi mengecup mesra bibirku. Nampak Otong bangkit lagi dari peraduan. hihihi al, cepet bgt bangun lagi tuh. mbak pengen rasain lobang yang di bawah.

    udah an. Kita dah lama bgt ntar dicariin lagi. Gw bangkit mulai mencoba memasukkan Otongku sayang. Doi reflex ngepit pahanya menutupi tuh meki. Sedikit memaksa gw buka pahanya dan gw masukin pelan tuh Otong Hangat bgt, dasar mang enak, Otong serasa ada yang pijet, Otot2 mekinya memijit2 Otong dengan lembut.

    Baru aja 5 gerakan maju-mundur. Telepon Doi bunyi. Doi kaget dan kami reflex memakai baju kami siaaaaaaaaallll kentang bgt!!!! Rupanya nenek menelepon katanya si Dino dah rewel pengen bobo. Ahhhh. Dasar Dino gak tau kami lagi asyik ajah. Mang ujangpun diserahin tugas menjemput kami, walopun ujan dah mulai reda, sambil membersihkan diri merapikan pondok biar gak ada yang curiga.

    Di perjalanan pulang Doi cengengesan ajah ngeliat muka gw yang kusyut bgt sambil berbisik nanggung nih yeeehihih. Kami sepayung berdua dan mang ujang ngikutin dari belakang. iyyya neh urgghh bisik gw. kasihan deh cup2.. sayang, nanti deh lanjut lagi janji yah kata gw. Dan doi cuman ngedipin matanya ke gw.

    Malam harinya semua sudah berkumpul di ruang keluaraga, tawa membahana di ruang tersebut membangunkanku dari tidurku yang leleap karena kelelahan. Kulihat doi bersama nenek dan kak Dewi lagi bercengkrama bersama 2 anak doi dan tanpa mempedulikan keberadaanku.

    Nenek bun nyeletuk loh an, bru bangun? dah sana cuci muka n makan dulu, iya nek, mau berendem air anget dulu nih, badan pegel semua, ya wes mandi sana, tapi jangan lama2 ntar masuk angin lho. gw mengangguk dan si doi tetep aja asik bermain dengan anak2nya tanpa sedikitpun melirik ke gw.

    Selesai mandi dan makan kemudian gw keluar ke halaman menikmati bebrapa batang rokok eh mang Ujang datang ngajakin ngobrol ngidal-ngidul hingga tanpa terasa hari dah larut. Dari dalam rumah nenek menyuruhku bangun dan beristirahat krn sudah larut. Sisa kopi terakhir yang dibuatin mang Ujang ku hirup kencang dan sebiji pisang goreng kucomot.

    oke thanks gw istirahat dl, iya den sama2″. Ternyata mang Ujang pandai juga bercandanya. Masuk rumah semua sudah gelap saat melewati kamar doi iseng gw buka handelnya. lho kok?!!! TERKUNCI LAGI.. arghhhhhhh!!!. Gw ke kamar gw berbaring di tempat tidur, udah 1 jam bolak-balik namun mata belum redup juga dan tiba2 si Otong pengen pipis (mungkin kebanyakan ngopi tadi).

    Karena kamar mandinya di ruang keluarga gwpun keluaar dan menuntaskan hasratt kebelet si Jonjon Keluar kulihat di lampu kecil dapur yang remang menyala. Gw pikir mungkin mang ujang, gw ke dapur minta mang Ujang bangunin gw pagi2 eh ternyata doi lagi masak air buat termos susu anaknya. Dengan mengendap2 gw deketin doi yang hanya memakai daster tipis pendek di atas lutut.

    Gw peluk aja doi dari belakang dan tentu saja doi kaget bukan main dan berteriak, namun untung saja tangan gw dah membekap dl mulutnya. maaaff mbak ini Aldiheheh, ah.. an kamu bikin gw kaget ntar ada yang denger terus lihat kita gini gmana? dasar kamu!! Doi kesel bgt. Gw nyengir aja kayak kudaheheh.

    kangen kak kata gw. kangen apa nanggung.. heheh heheh gw nyengir lagi. terus aja gw peluk sambil ngeremes2 toketnya dari belakang yang ternyata tidak ditutupi bra (emang klo mw tidur bra doi dilepas). gimana mbak adek dah tidur? udah ini siapin air di termos, kali aja bangun tengah malem cari susu ow..

    Iseng tangan gw yang satu ke arah mekinya dan mengusapnya dari luar. Doi melenguh. gw angkat dasternya dan memasukkan tanganku ke balik CD doi.. hmm sedikit basah. kak ******* disini yuk bisik gw.. Al!!! jangan nekat ntar ketahuan gimana??! gak kok makanya pelan2″ gw pelorotin aja cd doi sampe lepas dan gw kantongin, gw balikin dan angkat dasternya terus gw isep2 tuh meki, lidah gw tusuk2 di lobangnya dan klitorisnya gw isep lembut.

    Doi cm bisa melenguh pelan dan menggigit bibir bawahnya.. Terasa sudah basah.. Gw balik tubuhnya terus gw suruh menunduk bersandar di atas meja marmer dapur (posisi DS), kolor gw turunin dan coba memasukkan si Jonjon n eh.. eh susah (maklum belum pengalaman apalagi posisi otong yang mendongak ke atas).

    Doi sadar dan mencoba membantu dg menggenggam Otong ke sarangnya dan slleb.. akhhirnya masuk jg Gw diemin dulu dan terasa ada yang memijat2 otot rahim doi ternyata berkontraksi memijat (hmm efek jamu2an P. Madura neh). kemudian gw sodok2 pelan deh. al ah.. ah.. ah, cepetan ntar ketahuan bisik doi sambil mematikan tuh kompor karena air dah mendidih hebat.

    Dikamar doi melihat anak2nya masih pules bgt. Mainnya di bawah aja yah al. Gw mengangguk dan mengambil selimut tebal dan bantal sebagai alas. Doi melepas dasternya dan berbaring di bawah, melihat bukit kembarnya langsung aja gw nenen dan remes2 sampai keras banget. Gw rasa dah cukup gw lebarin pahanya dan mulai memasukkan Otong.

    Dasar amatiran gerakan gw ga teratur bgt, Doi tersenyum pelan2 aja dl say. Km blm pengalaman rupanya, sini biar kakak di atas. Klo km pengen keluar bilang yah? dongkol juga rasanya ditegur gt (tp emang bener sih gw emang blm pengalaman.. heheh).

    Gw rebahan dan doi mulai memposisikan WOT, setelah masuk doi mulai bergerak pelan namun pasti, sengaja doi gesekin mekinya ke bagian kepala hingga sedikit dibawah kepala Otong saja sehingga rangsangan ke Otong gak terlalu hebat namun diselingi dengan sodokan hingga ke pangkal (sensasinya emang nikmat bung!

    gerakan doi teratur dan seirama, uh toket terguncang-guncang seolah menyuruhku untuk meremasnya. Tak lama gw bangkit dan memeluknya akhhh kak.. mw keluar. doi mengelusi punggungku. napas kami ngos2an. udah say km rebahan saja sedikit kocokan meki doi, tiba2 jari doi menjepit pangkal batang si Otong (agak keras jg), posisi Otong masih keras di dalam meki doi.

    Satu jarinya mencubit pinggang gw (agak sakit jg) doi bilang tahan yah biar konsen pengen muncret kamu buyar sambil tersenyum. Setelah merasa cukup, doi mulai beraksi lagi mengulek-ngulek otong. (emang jitu juga tekniknya). Tak lama doi merasa pengen keluar dan arhhhh. doi melenguh pelan dan tubuh doi mengejang hebat ke belakang.

    Gw bangkit dan memeluknya, pijetan otot rahimnya terasa berkedut-kedut. Kemudian doi tersenyum dan mulai bergoyang lagi dengan posisi masih gw peluk, makin lama makin cepet Kaakk maw keluarrr!!, tahan say kita barengan sambil tangannya mencubit pingganggu, otomatis konsen buyar lagi.

    Dan makin lama doi makin cepet aja menguleknya dan arghhhhhhhh rupanya doi orgasm lagi, sambil mendorong tubuh gw tubuh doi mengejang Indah bennner pemandangannya, karena nanggung dan pengen jg cepet dikeluarin tuh lahar gw posisiin MOT, doi masih geleng2 mungkin pengen bilang jangan dulu an masih ngilu tapi gw sosor aja dengan rpm tinggi, ngilu namun nikmat sih.

    Kemudian gw terjatuh ke dalam pelukan doi, Otong masih terbenam di dalam dan keluar dengan sendirinya. Gw berputar dan mengelus punggung dan dadanya yang masih ngos2an. sumber Ngocoks.com

    Kami berpandangan dan tersenyum, kemudian aku kulum tuh bibir dengan lembutnya dan lama. Doi membelai rambut gw dengan mesranya. Tiba2 anaknya yang paling kecil sedikit gelisah, doi tiba2 bangkit dan segera membuat susu terus memakai lagi dasternya dan mulai mengeloni anaknya.

    Gw bangkit dan rebahan di belakangnya sambil memeluk mesra dan membelai rambut doi. Doi tersenyum menikmatinya dg mata tertutup. Sekitar setengah jaman kemudian tangan gw menyusur ke dalam daster meremas-remas toket doi sampai mengejang dan keras tuh pentil, Doi membuka mata dan tersenyum.

    Doi masih membelakangi dan tangannya menyusup ke dalam celana gw meraih Otong dan mengocok-ngocoknya. Gw nikmatin bener kocokannya Gw bangkit dan doi berputar agak kaget karena si Otong sudah kuarahkan ke bibir doi.

    Doi sedikit menggeleng sambil tersenyum, sedikit melirik ke anaknya yang sudah terlelap lagi. Batang si otong di raihnya dan mulai mengarahkan ke mulut doi, kuluman dan isepan membuat rasa ngilu yang hebat..

    arghh telaten sekali oralan doi. kemudian gw tahan kepala doi dan mulai menyodok-nyodokkan penis gw ke mulutnya semakin cepat dan tiba2 doi tahan perut gw dan berlanjut mengulet dan menghisap Penis gw. dan creetttt.. crett, jumlahnya tidak begitu banyak lagi namun masih bisa muncrat sampai ke kerongkongan doi.

    Doi sedikit tersedak, namun penis masih di mulut doi. Sambil menghisap-hisap seperti menghisap sedotan, lava Otong dibersihin sampe abis. Setelah itu gw cabut si otong dan berlutut di lantai disamping tempat tidur. Doi membelai mesra rambutku.

    Udah ya. Gw cuma mengangguk dan mengecup bibir doi. an, dah istirahat dl ke kamar kamu takut ketahuan say, gw tersenyum dan mebelai rambut doi tak lupa kecupan mendarat di bibir doi, sempat juga doi memasukkan lidahnya.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8
  • Menabrak Mobil

    Menabrak Mobil

    Cerita Sex Menabrak Mobil – Sesosok wanita menarik perhatianku, ketika aku baru saja selesai memarkir mobil. Sempurna sekali tubuhnya, wajahnya cantik, rambutnya coklat dan kulitnya putih bening.

    Kelihatan dari wajahnya dia keturunan China. Aku berdiri di samping mobilku sambil memperhatikan kemana arah cewek cantik itu. Wah mobilnya bukan sembarangan, Mercedes tipe terbaru.

    Begitu dia masuk mobil aku pun cepat-cepat masuk mobil kembali. Maksudku ingin menguntit. Mobilnya bergerak kearah tempatku parkir. Tiba-tiba muncul ide untuk menabrakkan saja mobilku ke mobilnya. Mobilku Jeep Wrangler parkir posisi maju, sehingga aku harus keluar mundur.

    Ketika mobilnya muncul, segera kumundurkan mobilku sehingga tabrakan belakang mobilku dengan samping sebelah kirinya. Tidak terlalu keras, tetapi cukup dalam juga body samping belakangnya mblesak ke dalam. Sedang mobilku tidak mengalami kerusakan berarti.

    Cerita Sex Menabrak Mobil
    Cerita Sex Menabrak Mobil

    Ngocoks Sosok bidadari yang kuincar tadi langsung keluar dari mobil dan melihat kerusakan. Dia marah-marah menyalahkanku, yang katanya sembarangan saja mundur gak lihat-lihat. Aku segera minta maaf dan berjanji akan memperbaiki semua kerusakannya.

    Padahal aku tahu bahwa mobil semewah ini tidak mungkin tidak ada asuransinya. Jadi aku tidak perlu khawatir keluar duit banyak.

    Dia memelototi aku dengan muka kesal. Wajahnya, ampun cantik banget, apalagi dalam keadaan marah begitu. Aku tawarkan untuk menuju bengkel langgananku.

    Dia tidak mau membawa mobilnya yang kelihatan jelek karena penyok, aku disuruhnya membawa mobil dia sementara dia membawa mobilku. Untung saja mobilku interiornya sedang bersih tidak berantakan seperti biasanya.

    Aku setuju, sekitar 30 menit kami jalan beriringan sampai ke bengkel langgananku. Pemilik bengkel menyambutku dengan akrab. Bengkel ini memang langganan keluargaku, dia juga menerima perbaikan yang ditanggung asuransi. Aku disarankan mengurus asuransinya.

    Cewek yang mobilnya kutabrak tadi belum tahu namanya siapa. Aku terpaksa menanyakan namanya dengan menyalaminya, dia menyebutkan namanya Karina. Dia lalu menelepon perusahaan asuransinya. Urusan asuransi tidak perlu aku uraikan, nanti terlalu nglantur.

    Karina tampangnya masih kesal, dia bilang aku membuat acaranya berantakan. Dia menuntut aku mengantar pulang ke rumahnya. Aku dengan senang hati dan mengorbankan semua acaraku hanya untuk mendapat kesempatan kenal lebih jauh dengan Karina.

    Kami sampai ke kawasan Pondok Indah Jakarta. Rumahnya besar dan sangat mewah. Sampai dirumahnya aku tidak tahu statusnya, jangan-jangan dia istri piaraan konglomerat.

    Aku disuruh ikut masuk rumahnya. Kebetulan ibunya masih di rumah. Segala kekesalannya ditumpahkan ke ibunya mengenai tragedi tadi. Aku hanya terdiam saja duduk di kursi. Paling tidak aku tahu bahwa Karina bukan istri piaraan konglomerat, tapi anak konglomerat.

    Ibunya untung tidak ikut memarahiku, dia malah meminta anaknya sabar, karena musibah tidak bisa dihindarkan. Mamanya masih cantik di kisaran usia 40-an. Dari wajahnya kulihat mamanya seperti bule.

    Dari beberapa pertemuan kemudian ku ketahui bahwa mamanya keturunan Amerika Latin. Mereka bertemu ketika Papanya yang orang China sedang tugas bekerja di New York. Terlihat sekali Karina sangat manja. Kutaksir Karina baru berusia sekitar 20 tahun.

    Kugambarkan sedikit sosok Karina, Tingginya sekitar 170 cm, tidak beda jauh dari tinggiku yang sekitar 175cm. Kulit putih seperti umumnya cewek cina. Tapi aku tidak terlalu khawatir karena kulitku juga tidak hitam, seperti mamaku yang keturunan Lebanon yang kawin dengan papaku, Jawa asli.

    Tubuh Karina nyaris sempurna, teteknya kelihatan cukup tegap dan besar, pantatnya penuh dan pingangnya kecil. Kakinya putih tanpa cacat. Ya iyalah anak orang kaya pasti perawatannya full.

    Ibunya malah mengajakku ngobrol, menanyai keluargaku dan kegiatanku. Kujelaskan bahwa papaku Pati di Angkatan Laut, kini jadi pengusaha setelah pensiun. Ibuku keturunan Lebanon. Aku baru selesai kuliah dan sekarang bekerja di salah satu perusahaan ayahku.

    Ibunya yang memperkenalkan namanya, Margareth. Dari tatapan matanya mengesankan dia menyenangiku. Aku pura-pura culun aja, meski aku bisa membaca bahasa tubuh. Karina yang duduk di samping ibunya, juga sering mencuri-curi pandang ke arahku. Dari sorot matanya aku memastikan bahwa Karina juga tertarik.

    Sekitar 2 jam kami ngobrol di ruang tamu yang mewah sekali. Ibunya dan juga Karina men save no HP ku. Aku pastilah mempunyai semua no HP mereka. Malam ketika aku asyik ngobrol dengan kolega di kafe Kemang,, Hpku bergetar, muncul nama Karina.

    Dia minta aku menjemputnya di rumah besok pagi jam 7 pagi, dia ada janji meeting dikantor clientnya. Ini sebagai hukuman akibat aku menabrak mobilnya. Bagiku ini bukan hukuman tapi kesempatan, ya kesempatan mengenal lebih jauh.

    Setengah jam sebelum jam 7 aku sudah duduk diruang tamu rumah Karina. Rumahku hanya 10 menit dari rumahnya, jadi bisa cepat sampai. Pagi itu aku disambut ibunya yang kemudian mengajakku duduk di meja makan untuk sarapan toast dan milo hangat. Mama Margareth banyak bertanya mengenai diriku. Kayaknya dia penasaran mengenai siapa diriku.

    Keluarga mereka baru sekitar 2 tahun tinggal di Indonesia. Sebelumnya sekitar 10 tahun di New York dan sebelumnya di Caracas, Venezuela. Dari negara itulah mama Margareth berasal. Pantas saja cantik. Cewek Venezuela terkenal cantik, buktinya mereka sering memenangkan Miss World.

    Jam 7 pagi tepat Karina muncul dengan wajah segar dan cantiknya luar biasa, berkat blasteran Cina dengan Latin Amerika. Kami segera pamit dan aku diminta men sun pipi mama Margareth, itu memang kebiasaan mereka. Sambil mensun aku sempat terkena tendangan ujung tetek mama Margareth yang terasa empuk menyundul dadaku.

    Hari ini wajah Karina tidak cemberut seperti kemarin, Dia malah tampil sumringah. Aku mendrop Karina di salah satu gedung di Thamrin, dan aku meneruskan menuju kantorku di daerah Menteng. Karina katanya akan pakai taksi menuju kantornya di kuningan. Tapi bubaran kantor aku diminta menjemputnya.

    Akhirnya aku jadi seperti supir Karina selama mobilnya masih di bengkel. Aku senang-senang saja karena dengan begitu bisa lebih dekat dengan Karina yang sekarang sudah makin jinak. Selain itu aku juga senang cipika-cipiki dengan mama Maragareth yang makin hari rasanya makin mesra, karena aku dipeluknya erat sampai dadanya ngepres ke dadaku.

    Seperti dugaan pembaca Ngocokers, aku nantinya akan dapat mencicipi Karina dan mamanya. Tapi sabar ya. Ceritanya tidak seru kalau lompat-lompat, rasanya jadi kurang nalar.

    Belum sebulan aku sudah diajak Karina masuk ke kamarnya di lantai atas. Kejadian itu ketika aku mengantarnya pulang kerja. Rumah waktu itu sepi. Aku digandeng Karina menaiki tangga dan langsung masuk ke kamarnya.

    Kamarnya khas cewek banget, dimana-mana ada warna pink. Kamarnya lega dan selain sebuah bed yang lebar, terdapat meja kerja dan sofa kecil. Kamar mandi juga ada di dalam.

    Setelah pintu tertutup, Karina langsung memeluk dan menciumiku dengan ganas. Aku membalasnya dengan ganas pula sambil aku gendong dan kubaringkan di tempat tidurnya.

    Hanya 5 menit tanganku diam, setelah itu langsung merambah kedua susunya. Mulai dari meremas dari luar baju sampai akhirnya memelintir kedua putingnya yang masih kecil. Pentilnya kecil dan nyaris terbenam, padahal susunya besar sekali, sampai telapak tanganku tak muat menangkupnya.

    Cumbuan berat sekitar 15 menit, kami berdua sudah bugil. Tubuh Karina putih mulus tanpa cacat dengan jembut hitam lebat. Dia menunjukkan kemahiran menghisap penisku dengan sedotan-sedotan kuat.

    Dengan keahliannya ini sudah bisa di duga bahwa Karina sudah cukup mengenal lelaki dan mungkin sudah lebih dari seorang yang dia cumbui. Tapi peduli amat lah, karena aku pun bukan pejaka lagi sejak umur 15 tahun.

    Karina senang memainkan batang penisku yang katanya tegap dan panjang. Padahal penisku pernah ku ukur panjangnya cuma 15 cm lebih dikit dan lingkarannya 20 cm. Cukup lama dia mengoralku dan cukup lama pula aku menahan diri agar tidak muncrat. Akhirnya dia bosan dan minta aku pula yang mengoralnya.

    Memeknya yang lebat dengan jembut agak merepotkan juga, Kusibak jembutnya dan terlihatlah belahan memeknya. Model memeknya tidak secantik wajah Karina. Bibir dalamnya kelihatan berlebih keluar.

    Sehingga aku bisa menjewernya ke kiri dan ke kanan. Jika dijewer maka terlihatlah lubang magmanya yang merah muda dan diatasnya terdapat tonjolan dengan ujung bulat mengkilat. Aku menyerbu itilnya dengan menangkupkan mulutku ke memeknya bagian atas.

    Lidahku dengan mudah menemukan tonjolan itil yang sudah ngaceng. Karina kelojotan dan menjerit-jerit nikmat ketika itilnya aku serang dengan jilatan lidah. Sambil menjilati itilnya jari tengah tangan kananku masuk ke lubang vaginanya mencari tonjolan Gspotnya.

    G spotnya sudah mengembang dan terasa agak kasar sedikit. Dengan bantuan pelumasan vaginanya yang sudah banjir aku menjilati sambil menggosok gpotnya.

    Karina tidak mampu bertahan dengan seranganku sehingga dalam waktu tidak sampai 5 menit dia sudah orgasme dan memuncratkan ciaran kental dari lubang kencingnya.

    Spreinya basah seperti kena ompol. Karina masih mengejan-ngejan karena gelombang orgasmenya. Setelah itu terkulai lemas seperti orang pingsan. sumber Ngocoks.com

    Aku khawatir juga kalau dia benar-benar pingsan, maka kuciumi mulutnya dan kumainkan lidahku di dalam mulutnya. Ternyata ada reaksi, sehingga aku merasa aman. Penisku yang sudah tegangan penuh aku arahkan memasuki liang vaginanya yang sudah licin.

    Perlahan-lahan aku selundupkan seluruh batangku sampai tenggelam. Nikmat sekali jepitan memeknya. Sesekali ada pula gerakan ototnya mencengkeram batang penisku.

    Mudahnya aku menikamkan penisku ke memeknya maka meyakinkan aku bahwa Karina sudah tidak virgin. Ah aku tidak ambil pusing siapa yang memerawani. Dapat kesempatan sekarang merasai memeknya pun rasanya sudah luar biasa.

    Karina yang masih lemas aku tindih dengan gerakan pelan memompa memeknya. Sekitar 5 menit aku memainkan posisi MOT mulai ada reaksi Karina dia merintih sambil tangannya memeluk badanku.

    Punggungku dicakarnya ketika dia mencapai orgasme. Rasanya agak perih, tapi aku bisa menghiraukan karena aku pun kemudian mencapai orgasmeku. Sperma ku tembakkan ke dalam memeknya, sehingga luber.

    Aku biarkan penisku yang baru muncrat tetap berada di dalam memeknya, sambil kusangga badanku dengan siku sehingga tidak menindih penuh tubuh Karina. Kupandangi wajahnya yang kelihatannya makin cantik. Aku ciumi. Teteknya yang kencang menggembung dan aku remas-remas.

    Kegiatanku itu rupanya memicu penisku bangun lagi. Padahal masih pada posisi tercelup dalam vagina. Merasa makin keras, aku gerakkan maju mundur yang malah jadi makin nikmat dan makin keras.

    Setelah terasa cukup keras aku bekerja lagi mengaduk vagina Karina. Dia mengatakan kewalahan menghadapiku yang bisa main tanpa jeda.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8