Author: admin

  • Kontroversi Pesantren (Session 2)

    Kontroversi Pesantren (Session 2)

    Cerita Sex Kontroversi Pesantren (Session 2) – Selamat malam sobat Ngocokers yang setia. Sebelum mambaca cerita dibawah ini ada baiknya untuk membaca session pertama dulu biar tau alurnya dengan judul Kontroversi Pesantren (Session 1). Terima kasih bagi para pembaca ngocokers yang setia!

    Rayhan, Nico, Azril dan Doni kini tengah berkumpul di kantin pesantren setelah hampir dua Minggu Rayhan tidak sekolah. Mereka mengulang kembali cerita keberhasilan mereka meringkus kolor ijo yang hampir merenggut nyawa Rayhan. Kalau di pikir-pikir Rayhan merasa sangat bersyukur karena masih di biarkan hidup.

    Untuk merayakan kembalinya Rayhan, Azril mentraktir teman-temannya di kantin. Tentu saja tawaran Azril di sambut gembira oleh ketiga temannya.

    Cerita Sex Kontroversi Pesantren (Session 2)
    Cerita Sex Kontroversi Pesantren (Session 2)

    Ngocoks Rayhan merasa sangat bersyukur karena memiliki ketiga sahabat yang begitu baik kepadanya. Yang selalu ada dan siap membantunya ketika dalam masalah. Bahkan Rayhan masih ingat ketika Doni dan Nico berteriak histeris melihat Rayhan yang dalam keadaan sekarat.

    “Gue punya rencana?” Usul Doni.

    Nico yang tengah menguyah pentol bakso langsung menyahut. “Rhenchana hapha?” Tanya Nico tak jelas, alhasil potongan bakso itu mengenai sahabatnya yang duduk di depannya.

    Bletaaak…

    “Bangke habisin dulu tuh bakso di mulut baru ngomong.” Protes Doni setelah menjitak kepala Nico sahabatnya.

    “Sorry mas bro, hehehe…” Cengir Nico.

    “Lo punya rencana apa?” Azril mengulang pertanyaan Nico.

    Doni tersenyum sumringah sembari menatap ketiga wajah sahabatnya yang tampak serius menunggunya. “Kalian lagi nunggu ya?” Candanya, wajah ketiga sahabatnya yang tadi terlihat serius, berubah meringis. Doni tertawa terbahak-bahak puas mengerjai ketiga sahabatnya.

    “Bangke.” Umpat Rayhan yang sedari tadi hanya diam.

    “Anjing lah.” Sahut Nico.

    Doni semakin tertawa puas sembari memegangi perutnya yang terasa keram. “Oke… Oke… Oke… Gue serius.” Doni menarik nafas perlahan, meredahkan tawanya. “Gini, gue punya rencana untuk menyambut kembali sohib kita. Sebuah rencana yang sangat menyenangkan sekaligus menegangkan, dan gue yakin kalian pasti suka.” Ujar Doni antusias.

    “Langsung aja.” Potong Azril tanpa melihat kearah Doni.

    “Hhmm… gini-gini kemarin gue gak sengaja menemukan spot yang bagus buat ngintipin Ustadza Risty mandi.” Ujar Doni berbisik. Wajah ketiga sahabatnya mendadak tegang mendengar penuturan Doni.

    “Serius?” Tanya Nico bersemangat.

    Doni menganggukkan kepalanya, lalu mengalihkan pandangannya kearah kedua sahabatnya yang sepertinya sama sekali tidak tertarik dengan ide gila Doni. Ustadza Risty memang salah satu Ustadza favorit di pesantren, tapi untuk mengintip Ustadza mandi, tentu itu ide yang gila.

    Kalau sampai mereka ketahuan, maka tamatlah sudah nasib mereka di pesantren.

    Azril memang dari dulu tidak begitu tertarik dengan kegiatan yang bisa melunturkan hafalannya. Sementara Rayhan, ia takut kalau sampai ketahuan dan membuat Kakaknya mengamuk. Bisa-bisa ia akan di coret sebagai Adik Kakaknya.

    “Kalian kenapa?” Tanya Doni heran.

    Nico mendesah pelan. “Cemen!” Ejek Nico.

    “Kalian udah pada sinting ya? Gue gak mau ikut-ikutan ide gila kalian.” Ujar Rayhan sembari menggelengkan kepalanya. Sementara Azril memilih diam karena sudah merasa di wakilkan oleh Rayhan.

    “Semenjak kapan Lo jadi penakut kayak gini?”

    “Lawan mahluk aneh aja berani, masak ngintip doang takut.” Ejek Nico, sembari menyeruput es jeruknya yang tersisa seperempat. Harga diri Rayhan berontak mendengar komentar Nico yang menyentil harga dirinya.

    “Yang takut siapa?” Tantang Rayhan.

    Doni dan Nico saling pandang. “Oke, kalau begitu besok pagi kita kumpul jam enam pagi di belakang rumah Ustadza Risty.” Tantang Doni, membuat Rayhan dengan terpaksa menyanggupinya dengan menganggukkan kepalanya.

    “Deal!” Seloroh Nico semangat. Azril mendesah pelan.

    Dan pada saat bersamaan segerombolan anak pesantren memasuki kantin. Mata salah satu dari mereka menatap tajam kearah Rayhan. Kemudian ia memberi aba-aba kepada temannya yang lain untuk mengikutinya. Dari gerak-gerik nya ia terlihat sangat mencurigakan.

    Mereka berjalan petantang petenteng kearah Rayhan and gang. Nico melihat gelagat yang tidak baik dari mereka.

    “Ada Dedy, pura-pura tidak tau.” Bisik Nico.

    Rayhan mengangkat alisnya, sejak pertama kali tinggal di pesantren ia sudah tidak suka dengan Dedy dan kawan-kawannya yang suka sekali menindas orang lemah. Tapi sejauh ini, Rayhan tidak berfikir untuk mencari masalah dengan Dedy, walaupun ia sangat tidak menyukai Dedy.

    Seperti yang di katakan Nico, mereka pura-pura tidak melihat kedatangan Dedy yang menghampiri mereka.

    “Wah… Wah… Wah… Pahlawan kita lagi santai ni.” Ujar Dedy memprovokasi Rayhan. Tetapi pemuda itu tidak menanggapinya. Tidak ada untungnya bagi Rayhan untuk menanggapi provokasi dari Dedy.

    “Cie… Pahlawan kesiangan.” Celetuk anak buah Dedy.

    Mereka berlima tertawa terbahak-bahak mengejek Rayhan yang tetap memilih diam. Hanya saja cengkraman di sendoknya semakin erat.

    Kemudian dia menepuk pundak Rayhan, sembari menatap tajam kearah Rayhan, seakan menantang Rayhan untuk menjawab tantangannya. Tapi pemuda itu tetap berusaha tenang, walaupun kepalan tangannya sudah gatal ingin memukul wajah Dedy.

    Dedy mengendus kesal sembari membuang muka kearah teman-temannya yang lain. Kemudian ia mengambil gelas Rayhan dan menumpahkan es teh diatas kepala Rayhan. Doni, Nico dan Azril terlihat kaget dengan aksi Dedy.

    “Cukup bangsat.” Umpat Doni sembari berdiri.

    Nico ikut berdiri di samping Doni, ia menatap marah kearah Dedy. Walaupun Dedy di kenal sebagai sosok menakutkan, tetapi mereka sama sekali tidak gentar.

    Dedy membalas tatapan Doni dan Nico, sembari tersenyum meremehkan kearah mereka berdua.

    Keributan kecil tersebut memancing pusat perhatian para santri yang tengah menikmati jajanan kantin. Sadar kalau kondisi saat ini mulai tidak kondusip Rayhan segera melerai kedua sahabatnya agar tidak terbawa emosi.

    “Sudah-sudah, kita pergi saja.” Ajak Rayhan.

    Ia menarik Nico untuk menjauh, sementara Azril menarik Doni yang masih beradu tatapan dengan Dedy dkk.

    Dedy meludah ke tanah sembari mengacungkan jari tengah kearah mereka berempat. “Pergi jauh-jauh sana, bila perlu keneraka sekalian!” Umpat Dedy.

    “Hahaha…” Tawa anak buah Dedy.

    Tapi Rayhan tidak memperdulikan ejekan Dedy walaupun ia sangat marah, ia lebih memilih membawa teman-temannya untuk menjauh. Bagi Rayhan tidak ada gunanya ribut hanya karena masalah sepele.

    *****

    Semalaman Ustadza Dwi tidak bisa tidur, terus terbayang akan kejantanan Pak Imbron. Bahkan setelah subuh ia bermimpi Pak Imbron mendatanginya dan memperkosanya hingga menjerit-jerit keenakan. Alhasil Aziza mendatangi kamarnya karena khawatir mendengar ibunya berteriak.

    Sisi liar di dalam diri Ustadza bukan tanpa sebab. Sebelum ia menikah, Ustadza Dwi adalah seorang hiperseks, ia memiliki kisah kelam pada saat remaja dulu. Pergaulan bebas yang tidak terkendali, membuatnya sering melakukan zina dengan berbagai pria dari kalangan bawah hingga atas.

    Tapi itu dulu, saat ia masih duduk di bangku SMA. Setelah tamat SMA ia kuliah di universitas Islam XXX. Pertemuannya dengan Mbak Yuni membuatnya perlahan mulai bertaubat, bahkan Mbak Yuni lah yang menjodohkannya dengan anak KH Hasan hingga akhirnya ia menikah.

    Tapi peristiwa dua Minggu yang lalu, ketika ia di perkosa oleh kolor ijo, membangunkan sisi liarnya yang telah lama tertidur. Ia sangat merindukan kontol-kontol besar dan perkasa untuk memenuhi relung memeknya yang gatal.

    Dan sosok Pak Imbron di anggap layak, untuk menutupi kekosongan memeknya selama ini.

    Hari ini Ustadza Dwi bertekad akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Beberapa rencana sudah tersusun di otaknya untuk membawa Pak Imbron ke dalam pelukannya.

    Satu rencana telah berhasil ia jalankan dengan mendatangkan Pak Imbron ke rumahnya dengan alasan kalau lampu kamarnya rusak dan butuh di ganti dengan yang baru. Tentu Pak Imbron dengan senang hati membantunya. Dan di sinilah Pak Imbron sekarang, tengah mengganti bola lampu kamar Ustadza Dwi.

    Selagi Pak Imbron sibuk di dalam kamarnya. Ustadza Dwi membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi. Ia ingin terlihat fresh di hadapan Pak Imbron. Selesai mandi, ia mengambil handuk dan melilit tubuhnya dengan handuk. Tidak lupa ia memakai jilbab instannya yang berwarna biru Dongker dengan bahan kaos.

    Deg… Deeg… Deeggg…

    Detak jantung jantung Dwi tak beraturan, sanking tegangnya ia sampai lupa bernafas.

    Dengan langkah gontai ia masuk ke dalam kamarnya hanya memakai handuk, lalu menutup pintu kamarnya. Pak Imbron yang baru selesai mengganti lampu kamar Ustadza Dwi tampak terperangah melihat penampilan Ustadza Dwi yang sangat menggoda.

    “Eh…” Ustadza pura-pura kaget. “Maaf Pak, saya lupa kalau ada Bapak di kamar.” Ujar Ustadza Dwi dengan suara yang di buat tergagap.

    Mata Pak Imbron melotot, memandangi lekuk tubuh Ustadza Dwi yang begitu menggoda, membangunkan kontolnya yang tengah tertidur.

    Seakan kehilangan akal sehatnya, Pak Imbron turun dari tangga dan berjalan mendekatinya. Wajah cantik Ustadza Dwi mengisyaratkan rasa takut, dan hal tersebut membuat Pak Imbron makin bergairah. Tubuhnya menegang seakan tidak sabar mendekap dan mencumbu wanita yang ada di hadapannya saat ini.

    Ketika Ustadza Dwi hendak kabur, pergelangan tangannya dengan cepat di cekal oleh Pak Imbron, dan di tarik hingga jatuh ke dalam pelukannya.

    “Hehehehe… Mau kemana Ustadza?”

    Wajah Ustadza terlihat panik. “Pak Imbron! Maaf saya lupa ada Bapak di kamar.” Ucap Ustadza Dwi terbata-bata. Ia dapat melihat pancaran birahi di mata Pak Imbron.

    “Gak apa-apa Bu Ustadza!” Seringai mesum Pak Imbron.

    Tubuh Ustadza Dwi lunglai di dalam pelukan Pak Imbron, walaupun ia meronta di dalam dekapan Pak Imbron, tapi hatinya menjerit senang, karena umpannya berhasil di makan oleh Pak Imbron.

    Dengan beringas Pak Imbron menciumi sekujur wajah cantik Ustadza Dwi. Dia memanggut kasar bibir merah Ustadza Dwi yang menggoda.

    “Eehmmppss… Eehhmmppss… Pak Imbron, jangaaaaan… Eehmmppss…” Rintih Ustadza Dwi di sela-sela ciuman panas Pak Imbron terhadap bibirnya.

    Kedua tangan Pak Imbron menamkup daging empuk di bawah pinggang Ustadza Dwi, dia meremasnya dengan kasar hingga menimbulkan bekas merah.

    Untuk menambah suasana semakin panas, Ustadza Dwi mendorong tubuh Pak Imbron, kemudian ia berbalik sembari melepas ikatan handuknya, hingga jatuh ke lantai. Mata Pak Imbron makin membeliak menatap punggung dan pantat Ustadza Dwi yang putih mulus itu.

    Tidak mau kehilangan mangsanya begitu saja, Pak Imbron segera menangkap Ustadza Dwi di depan pintu pintu kamar. Dan menarik tubuh tubuh Ustadza Dwi lalu membanting tubuh Ustadza Dwi keatas tempat tidur.

    “Jangan Pak… Jangan…” Lirih Ustadza Dwi.

    Pak Imbron tersenyum sumbringah sembari mendekati Ustadza Dwi. Dia menjambak jilbab Ustadza Dwi dan memaksa wanita berhijab itu berlutut di hadapannya. “Hayo buka celana saya!” Perintah Pak Imbron sembari menarik kebawah jilbab yang di kenakan Ustadza Dwi hingga mendongak keatas.

    “Astaghfirullah! Jangan Pak…” Melas Ustadza Dwi.

    “Buka.” Bentak Pak Imbron.

    Kedua tangan Ustadza Dwi meraih celana lusuh Pak Imbron, dan melepas celana panjang tersebut. Ustadza Dwi menggigit bibirnya sembari menatap kontol Pak Imbron yang berukuran monster terlihat begitu menggoda.

    Tanpa di minta telapak tangan Ustadza Dwi menggenggam kontol Pak Imbron yang berotot.

    “Ternyata dugaan saya benar, gelar doang Ustadza, tapi doyan kontol. Hahahaha…” Tawa Pak Imbron pecah. Tapi Dwi yang sudah sangat terangsang tidak memperdulikannya, bahkan ia tanpa segan mengulum kontol Pak Imbron yang terasa keras dan kaku di dalam mulutnya. “Wow… Belum di suruh sudah main nyosor aja ni lonte.” Umpat Pak Imbron kasar.

    Umpatan-umpatan Pak Imbron malah membuat Dwi semakin bergairah. Ia menghisap dan menjilati kontol Pak Imbron, hingga pria berusia 56 tahun itu merem melek keenakan ketika kontolnya di servis menggunakan mulut seorang Ustadza yang tingkat keimanannya seharusnya tidak di ragukan lagi.

    Pak Imbron kembali menjambak jilbab Ustadza Dwi, dan ia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur ke dalam tenggorokan Ustadza Dwi.

    Setelah merasa cukup, dia kembali mendorong tubuh Ustadza Dwi hingga terlentang diatas tempat tidur. Tubuhnya yang kekar menindih tubuh putih mulus Ustadza Dwi sembari memposisikan kontolnya di depan lipatan memek Ustadza Dwi yang telah basah.

    “Sudah siapkan ustadza?” Goda Pak Imbron.

    Wanita berhijab biru dongker itu menggelengkan kepalanya. “Jangan Pak, saya sudah bersuami.” Melas Ustadza Dwi, ketika merasakan kepala kontol Pak Imbron menggesek-gesek bibir memeknya.

    “Bagus dong Bu, saya malah semakin semangat menggenjot memek Istri orang!” Ujar Pak Imbron sembari menyelipkan kontolnya di sela-sela memek Ustadza Dwi. Tangan kirinya memegang betis Ustadza Dwi, sementara tangan kanannya meremas payudara Ustadza Dwi yang berukuran 34D.

    Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…

    Suara benturan kelamin mereka terdengar begitu merdu, bagaikan suara nyanyian erotis yang semakin membangkitkan birahi keduanya.

    “Aaghkk… Aaaahkk… Aahkk…” Desah Ustadza Dwi.

    Setelah beberapa menit dan semakin yakin kalau Ustadza Dwi menikmatinya, Pak Imbron meminta wanita cantik itu untuk menungging. Pak Imbron membenamkan wajahnya di selangkangan Ustadza Dwi dan menjilati memeknya. Kemudian ia kembali menyetubuhi Ustadza Dwi dari belakang sembari memegangi pinggulnya.

    Wajah Ustadza Dwi meringis, merasa ngilu di lobang peranakannya sekaligus menggelinjang nikmat merasakan otot-otot kontol Pak Imbron di dinding memeknya.

    Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…

    Suara tubrukan selangkangan mereka terdengar semakin keras ketika Pak Imbron semakin gencar mengaduk-aduk lobang memek Ustadza Dwi yang semakin banyak mengeluarkan pelumas. Sembari menikmati jepitan memek Ustadza Dwi, tak lupa Pak Imbron meremas-remas payudara Ustadza Dwi yang menggantung bebas.

    “Pak… Saya keluar!” Erang Ustadza Dwi.

    “Bareng Bu.” Wajah Pak Imbron mengeras ketika ia merasakan desakan di kepala kontolnya.

    Secara bersamaan mereka berdua menumpahkan hasrat birahi mereka secara bersamaan. “Oughkk… Enak sekali Bu Ustadza.” Erang Pak Imbron.

    Setelah puas menyiram rahim Ustadza Dwi, Pak Imbron mencabut kontolnya. Dan tampak lelehan sperma Pak Imbron jatuh keatas tempat tidur Ustadza Dwi. Sementara tubuh Ustadza Dwi terkulai lemas diatas tempat tidurnya. Wajahnya terlihat begitu puas dengan bibir tersenyum.

    Pak Imbron segera turun dari tempat tidur Ustadza Dwi yang berantakan. Ia mengenakan kembali celananya, dan duduk di tepian tempat tidur Ustadza Dwi.

    “Maafkan saya Ustadza!” Lirih Pak Imbron.

    Ustadza Dwi hanya diam tidak menanggapi permohonan maaf dari Pak Imbron.

    Setelah menghabiskan rokok sebatang, Pak Imbron segera meninggalkan Ustadza Dwi yang masih terlihat berantakan dengan sperma Pak Imbron yang terlihat mulai mengering. Tidak ada penyesalan sama sekali di hati Ustadza Dwi, bahkan ia ingin kembali mengulanginya.

    *****

    Pulang sekolah.

    “Mana duit loh?”

    Dengan tangan gemetar Azril merogoh kantong celananya, ia hendak memberikan uang lima ribu kepada mereka. Tapi tiba-tiba pemuda tersebut mengambil semua uang Azril. “Eh… Jangan semua dong.” Protes Azril.

    Mata Juned memicing. “Berani loh sama kita.” Ancam Juned dengan mata melotot.

    “Kayaknya perlu di hajar ni anak.” Ujar Roby.

    Pemuda itu menarik kerah baju Azril, reflek Azril menangkup tangannya di dada. “A-ampun Rob, sudah ambil aja semuanya.” Mohon Azril ketakutan.

    Bukkk…

    Tanpa aba-aba dia memukul wajah Azril hingga lebam. Kemudian ia menekuk lututnya, dan menghajar perut Azril dengan lututnya sembari melepaskan pegangannya sehingga Azril sempoyongan.

    Tanpa ampun Juned menerjang wajah Azril hingga terjengkang ke tanah.

    “Aduh sakit.” Jerit Azril.

    Robby menarik kembali kerah Azril. “Banyak bacot.” Azril memejamkan matanya ketika kepalan tangan Robby hendak kembali memukul wajahnya.

    Tab…

    “Auww…” Jerit seseorang sembari meringkuk ke tanah.

    Azril sedikit membuka matanya, dan melihat ada sebuah tangan di depan wajahnya. Ia sangat kaget ketika melihat Rayhan berdiri di sampingnya sembari meremas kepalan tangan Robby, hingga Robby mengerang kesakitan.

    “Jangan ganggu sohib gue.” Ucap Rayhan pelan.

    Juned yang berdiri tak jauh dari Robby terlihat shok melihat tangkapan tangan Roby yang hampir mengenai wajah dari anak pemimpin ponpes Al-tauhid.

    Dengan tendangan udara Juned hendak mengincar wajah Rayhan. Buuuuk… Kaki Juned tepat mengenai wajah Rayhan, tapi Rayhan terlihat biasa-biasa saja, walaupun wajahnya sempat terhentak kesamping. Tubuh Juned gemetaran melihat Rayhan yang tengah tersenyum kearahnya. Dengan menggunakan lengannya Rayhan mendorong kaki Juned dari wajahnya.

    “Pergilah… Atau?”

    “Bangsaaaaat!” Pekik Robby yang kesal. Kepalan tangan kirinya terarah ke dada Rayhan.

    Sebelum pukulan Robby mengenai dada Rayhan, siku Rayhan lebih dulu menghantam wajah Robby. Buuuuk… tubuh Robby terjengkang kebelakang dengan wajah memar, ia langsung jatuh pingsan.

    Kemudian dengan cepat kilat, Rayhan melancarkan dua kali pukulan kearah wajah Juned yang langsung terhuyung kebelakang hingga punggungnya menabrak tembok bangunan asrama.

    “Anjiiiing sakit!” Jerit Juned sembari memegangi wajahnya.

    Rayhan belum selesai, ia mecekik leher Juned hingga pemuda itu kesulitan bernafas.

    Buukk… Buuuk…

    “Hoeegh… Hoeegh…” Erang Juned.

    Dua pukulan lagi kearah perut Juned hingga mengenai ulu hatinya. Matanya memerah karena sempat tidak bisa bernafas setelah menerima pukulan Rayhan di perutnya yang terasa sangat menyakitkan.

    “Ini peringatan terakhir. Bawak teman Lo pergi dari sini, dan jangan pernah ganggu sohib gue lagi.” Geram Rayhan dengan tatapan tajam.

    “I-iya Ray!” Jawab Juned gemetar.

    Rayhan segera melepas cengkeramannya dan mengajak Azril untuk segera pulang. Di samping Rayhan, Azril lebih banyak diam. Ia tidak menyangkah kalau Rayhan akan senekat itu melawan dua orang sekaligus.

    Sadar kalau sedang di perhatikan, Rayhan menoleh kearah Azril yang tergagap.

    “Lo kenapa?”

    Azril menggaruk-garuk kepala. “Ngeri juga Lo, tapi terimakasih ya sudah nolongin gue.” Ujar Azril memaksa untuk tersenyum di hadapan Rayhan.

    “Santai aja, itulah gunanya sahabat.”

    “Gue senang bisa punya sahabat kayak Lo.” Azril merangkul pundak Rayhan. “Sumpah gue puas banget lihat mereka Lo hajar, soalnya sudah satu semester ini gue di palakin Mulu sama mereka.” Wajah Azril mendadak murung sembari memukul telapak tangannya sendiri.

    Rayhan menggelengkan kepalanya. “Kenapa gak Lo lawan?” Kesal Rayhan. Ia tidak bisa terima kalau ada sahabatnya yang di aniaya.

    “Gue gak sekuat Lo Ray.”

    “Sama-sama makan nasi ini, apa yang perlu di takutkan. Lain kali kalau mereka masih gangguin elo, kasih tau gue, bakalan gue habisin mereka semua.” Geram Rayhan, entah kenapa Rayhan merasa menyesal karena melepaskan mereka, seharusnya ia memberi pelajaran untuk mereka lebih dari itu atas perlakuan mereka kepada Azril.

    “Terimakasih Ray, Lo memang sahabat terbaik gue.”

    “Santai aja.” Ujar Rayhan senang melihat sahabatnya senang. “Gue balik dulu.” Ujar Rayhan setibanya di persimpangan, Rayhan mengajak tos Azril yang di sambut Azril dengan kepalan tangannya bertemu dengan kepalan tangan Rayhan.

    *****

    Rayhan tidak langsung menuju rumahnya, melainkan ke rumah Ustadza Dewi. Rasanya sudah lama sekali ia tidak berbagi kehangatan bersama Ustadza Dewi. Terakhir ia bertemu ketika Ustadza Dewi menjenguknya yang sedang sakit. Dan itupun mereka tidak bisa saling mengumbar syahwat.

    Setibanya di rumah Ustadza Dewi, ia langsung di sambut pelukan hangat oleh Ustadza Dewi.

    Mereka berciuman sangat panas melepas rindu yang membuncah di hati mereka. Sembari melumat bibir merah Ustadza Dewi, telapak tangan Rayhan bergerilya diatas payudara Ustadza Dewi yang di bungkus oleh kaos berwarna cream lengan panjang.

    “Ustadza kangen kamu Ray!” Bisik Ustadza Dewi.

    Kedua tangan Rayhan melelas kaos yang yang di kenakan Ustadza Dewi, lalu di susul dengan melepas branya. “Sama Ustadza, aku juga kangen Ustadza, kangen tetek dan memek Ustadza.” Goda Rayhan, sembari melahap payudara Ustadza Dewi.

    “Oughkk Ray! Lepaskan kerinduanmu sayang.” Desah Ustadza Dewi sembari mendekap kepala Rayhan.

    Kemudian Rayhan mendudukan Ustadza Dewi diatas sofa, sembari mencumbu kedua pasang payudara kembar milik Ustadza Dewi, setelah puas mengulum payudara Ustadza Dewi, Rayhan kembali memanggut bibir Ustadza Dewi, sementara tangannya merogoh ke dalam celana training yang di kenakan Ustadza Dewi.

    “Ray… Ehmmpsss…” Desah Ustadza Dewi.

    Kedua jari Rayhan menggosok-gosok clitoris Ustadza Dewi, membuat memek Ustadza Dewi semakin basah.

    Rayhan melepas pagutannya dan berlutut di hadapan Ustadza Dewi. Kedua tangan Rayhan menarik celana training sekaligus celana dalam yang di kenakan Ustadza Dewi dengan perlahan. Reflek Ustadza Dewi mengangkang kan kakinya di hadapan Rayhan sembari membuka cela bibir memeknya.

    Sruuupss… Sruuupss… Sruuupss… Sruuupss… Sruuupss… Sruuupss… Sruuupss….

    Rayhan membenamkan wajahnya di selangkangan Ustadza Dewi, menjilati memek Ustadza Dewi. Tubuh sang Ustadza menegang sembari mendekap kepala Rayhan.

    Lidah Rayhan menusuk masuk ke dalam lobang memek Ustadza Dewi, mengocok lobang memek Ustadza Dewi dengan lidahnya. Sementara jari telunjuk Rayhan mencolok lobang anus Ustadza Dewi dengan muda.

    “Oughkk… Ray! Aaaahkk… Ustadza dapat… Aaaahkk…” Desahnya panjang, sembari menyambut orgasme pertamanya dari Rayhan.

    Setelah menyapu bersih lendir memek Ustadza Dewi, Rayhan menanggalkan celananya. Kemudian ia menindih Ustadza Dewi yang tengah duduk bersandar di sofa rumahnya. Dengan perlahan kontol Rayhan menembus lobang memek Ustadza Dewi yang terasa licin karena lendir cintanya.

    Dengan intonasi perlahan, Rayhan menggerakan pinggulnya maju mundur menyodok memek Ustadza Dewi yang tengah meremas-remas payudaranya sendiri.

    “Terus Ray! Aaaahkk… Enak.” Erang Ustadza Dewi.

    Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…

    Kedua telapak tangan Rayhan mengangkat kedua lutut Ustadza Dewi hingga makin terkangkang. “Memek Ustadza nikmat sekali! Aahkk… Rasanya legit Ustadza.” Desah Rayhan, yang semakin mempercepat tempo permainannya.

    “Enak banget Ray! Ouhk… Kontol kamu masuk semua, memek Ustadza jadi penuh.” Racau Ustadza Dewi.

    Rayhan membelai wajah Ustadza Dewi, menyentuh bibir merahnya dan memasukan jarinya ke dalam mulut Ustadza Dewi yang di sambut dengan hisapan oleh Ustadza Dewi.

    Tubuh Ustadza Dewi kembali melejang-lejang ketika ia kembali orgasme. Rayhan mencabut kontolnya, kemudian ia mengarahkan kontolnya diatas payudaranya yang membusung besar. Rayhan mengocok kontolnya, dan beberapa detik kemudian wajah Rayhan mengeras dengan nafas memburu.

    “Oughkk…”

    Croooottss… Croooottss… Croooottss… Croooottss… Croooottss… Croooottss…

    Rayhan menumpahkan spermanya diatas payudara Ustadza Dewi. Setelah tidak ada lagi sperma yang keluar, Ustadza Dewi melahap kontol Rayhan hingga bersih

    “Terimakasih Ustadza!” Bisik Rayhan sembari mengecup kening Ustadza Dewi.

    Ustadza Dewi tersenyum tipis. “Sama-sama sayang.” Jawab Ustadza Dewi, sembari membelai perut kotak-kotak milik Rayhan yang terasa keras.

    Masih tanpa mengenakan celana Rayhan duduk di samping Ustadza Dewi. Reflek Ustadza Dewi memeluk pinggang Rayhan sembari membenamkan wajahnya di dada bidang Rayhan sembari menikmati aroma keringat Rayhan yang memabukkan Indra penciumannya.

    Tangan Rayhan membelai kepala Ustadz Dewi sembari sesekali mengecup kening Ustadza Dewi.

    “Gimana kabar kamu Nak? Maaf Ustadza baru tanya sekarang?” Ujar Ustadza Dewi. Rayhan meraih dagu Ustadza Dewi sembari mengecup lembut bibir Ustadza Dewi.

    Ustadza Dewi memejamkan matanya, membiarkan muridnya menikmati bibir merahnya.

    “Kabar saya sangat baik, apa lagi kalau sudah ketemu Ustadza!” Goda Rayhan, tangannya membelai payudara Ustadza Dewi, memelintir putingnya.

    “Ughkk… Kamu bikin Ustadza gatal sayang.”

    Rayhan mengecup pipi Ustadza Dewi. “Apa yang gatal Ustadzah?” Wajah Ustadza Dewi bersemu merah mendengar pertanyaan Rayhan.

    “Memek!”

    “Apa? Saya gak dengar.” Tangannya turun kebawah membelai rambut kemaluan Ustadza Dewi. Jari telunjuknya membelai clitoris Ustadza Dewi.

    Tangan Ustadza Dewi membelai kontol Rayhan. “Kamu bikin Ustadza gemas sayang.” Jemari lembut Ustadza Dewi membelai kepala kontol Rayhan. “Memek Ustadza gatal banget, pengen di garuk-garuk sama kontol kamu.” Desah Ustadza Dewi di dekat telinga Rayhan.

    “Tapi sayakan murid Ustadza?”

    “Bagaimana caranya agar status kita bisa berubah sayang?” Tanya Ustadza Dewi, ia sudah kembali bergairah dan ingin cepat merasakan kontol Rayhan di dalam memeknya.

    “Ada satu cara Ustadza?”

    “Apa?”

    Rayhan tidak langsung menjawab, dia membelai bibir memek Ustadza Dewi, lalu memasukan kedua jarinya ke dalam memek Ustadza Dewi. “Ustadza jadi budak saya! Dengan begitu kita bisa bebas ngentot kapanpun Ustadza mau.” Bisik Rayhan, membuat punggung Ustadza Dewi merinding.

    “A-akuu mau sayang.” Jawab Ustadza Dewi terbata-bata.

    Rayhan tersenyum kemudian ia merogoh saku celananya sembari mengambil uang kertas dua ribuan. “Ini mahar untuk Ustadza.” Ujar Rayhan menyerahkan uang dua ribu kepada Ustadza Dewi.

    “Terimakasih sayang.”

    “Sebagai bentuk kepatuhan Ustadza kepada saya, Ustadza harus bersedia saya tato.” Rayhan mengeluarkan alat tato di dalam tasnya.

    Ustadza Dewi terlihat sangat terkejut dengan keinginan Rayhan yang ingin mentato tubuhnya. Sedikitpun tidak terbesit di benak Ustadza Dewi untuk mentato sebagian tubuhnya. Selain karena ia tidak suka tato, Ustadza Dewi juga merasa tato tidak mencerminkan dirinya sebagai Ustadza.

    Tapi yang meminta kali ini adalah Rayhan, murid sekaligus Tuannya yang harus ia patuhi.

    “Kita ke kamar Ustadza sekarang.” Ajak Rayhan.

    Walaupun ia ragu tapi Ustadza Dewi menurut saja ketika di ajak ke kamarnya. Ia seakan terhipnotis oleh karisma yang di miliki Rayhan. “Ray….” Lirih Ustadza Dewi.

    “Panggil saya Tuan.”

    Ustadza Dewi tampak terkejut ketika mendengar ucapan Rayhan. Walaupun Rayhan mengatakannya dengan pelan, tapi ia merasa kalau ucapan Rayhan sungguh-sungguh. Sikap Rayhan yang lembut tapi tegas membuat Ustadza Dewi semakin menaruh respek terhadap Rayhan.

    “Iya Tuan Ray!” Ujar Ustadza Dewi patuh.

    Rayhan tersenyum lalu menyuruhnya untuk berbaring diatas tempat tidur dengan posisi telungkup. Kemudian Rayhan mencolokkan mesin tato miliknya. Setelah mesin tato di isi tinta berwarna hitam, Rayhan mulai menggambar sebuah kupu-kupu di atas pinggul Ustadza Dewi.

    Beberapa kali Ustadza Dewi meringis, ketika mesin tato milik Rayhan menusuk kulitnya. Setelah kerangka tato kupu-kupu selesai di buat, Rayhan mengganti tinta tato berwarna merah terang, dan mewarnai gambar kupu-kupu yang baru saja ia buat. Selama proses pembuatan tato, berulang kali Ustadza Dewi menjerit kesakitan.

    Setelah hampir satu jam, barulah proses pembuatan tato milik Ustadza Dewi selesai.

    Rayhan tersenyum melihat hasil karya yang baru ia buat. Diatas gambar kupu-kupu terdapat tulisan lonte berwarna hitam, dan di bawah gambar tersebut terdapat tanda tangan Rayhan, sebagai bentuk penegasan kalau Ustadza Dewi telah resmi menjadi budak seks miliknya.

    “Indah sekali Ustadza.” Bisik Rayhan.

    Ustadza Dewi bangkit dari tempat tidur, lalu dia membelakangi kaca besar yang ada di kamarnya. Ia menatap takjub kearah tato yang baru saja di buat oleh Rayhan.

    Setelah merapikan alat tatonya, Rayhan menghampiri Ustadza Dewi, dia memeluk erat tubuh Ustadza Dewi sembari melumat bibir budak sex barunya. Lidahnya bergerilya di dalam mulut Ustadza Dewi, sementara tangannya membelai tato Ustadza Dewi hingga meringis menahan pedih.

    “Berbalik Ustadza!” Perintah Rayhan.

    Ustadza Dewi memutar tubuhnya sembari menungging di hadapan Rayhan. “Masukan sekarang Tuan! Hamba sudah siap untuk di nikmati.” Manja Ustadza Dewi, sembari membuka lipatan memeknya.

    “Ahkkk… Lonte!” Desah Rayhan.

    Kontol Rayhan perlahan menjelajahi lobang memek Ustadza Dewi yang terasa seret.

    Dengan gerakan pelan Rayhan kembali menyodok-nyodok memek Ustadza Dewi. Tangannya mencengkram payudara Ustadza Dewi. Perlakuan lembut Rayhan, membuat Ustadza Dewi merinding keenakan.

    Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk… Ploookkk…

    Tubuh kekar Rayhan menyentak-nyentak kedepan dengan ritme perlahan. Plaaakk… Plaaakk… Plaaakk… Rayhan menampar berulang kali pantat Ustadza Dewi hingga bergetar dan memerah.

    Kemudian Rayhan memutar tubuh Ustadza Dewi menghadap kearah dirinya. Kembali Rayhan membenamkan kontolnya. Setelah beberapa menit, Rayhan merasa ingin keluar.

    “Saya keluaaar Ustadza.”

    “Saya juga tuan…” Jerit Ustadza Dewi.

    Sembari berpelukan mereka menuntaskan hasrat syahwat mereka secara bersamaan.

    *****

    “Astaghfirullah Azril.”

    “Eh, Umi.” Azril nyengir kuda sembari menggaruk-garuk kepalanya.

    Ustadza Laras mendesah pelan sembari menghampiri putranya yang pulang dalam keadaan berantakan. “Duduk sini.” Suruhnya, meminta Azril duduk di sofa, di samping dirinya. Dengan patuh Azril duduk di samping Ibunya.

    Ia memegangi wajah putranya yang tampak memerah, dan mata kiri Azril sedikit bengkak. Terakhir kali ia melihat Azril bonyok seperti saat ini ialah dua bulan yang lalu, dan kali ini kembali terulang lagi. Sebagai seorang Ibu tentu saja ia merasa sangat khawatir.

    Setelah memeriksa luka di wajah Azril, Laras berlalu ke kamarnya untuk mengambil kotak p3k, dan air hangat untuk mengompres luka Azril.

    “Kamu berantem lagi.” Tanya Laras.

    Azril memilih diam, ia tidak tau harus mengatakan apa kepada Ibu tirinya. Ia tidak mungkin berbohong, tapi ia juga tidak berani untuk berkata jujur.

    Dengan menggunakan kain kasa, Laras mengompres wajah memar Azril membuat pemuda itu meringis kesakitan menahan pedih di wajahnya. “Aduh sakit Mi.” Rintih Azril meringis menahan pedih.

    “Tahan ya sayang! Sini peluk Umi.” Ujar Laras.

    Azril memeluk pinggang Laras, sembari membenamkan wajahnya diatas payudara Ibu tirinya yang terasa empuk. “Maafin Azril ya Mi.” Lirih Azril, ia merasa sangat nyaman berada di dalam pelukan Laras, apa lagi ia bisa merasakan tekstur empuk payudara Laras.

    “Sudah umi katakan berulang kali, jangan berkelahi.” Ujar Laras, sembari membersihkan luka di wajah Azril.

    “Iya Umi.”

    “Kali ini Umi akan adukan kamu sama Abi.” Ancam Laras. Membuat wajah Azril mendadak pucat pasi.

    Dia menatap Ibunya sembari menggelengkan kepalanya. “Ja-jangan Umi. Nanti Abi marah sama Azril.” Mohon Azril kepada Ibunya yang baru saja selesai mengompres luka di wajahnya yang memar.

    “Biar kamu jera.” Cetus Laras.

    Wajah Azril berubah memelas di hadapan Laras. “Umi tega lihat Azril di pukul Abi?” Melas Azril, dengan tatapan sedih. Bukannya merasa kasihan, Laras malah terlihat gemas melihat tingkah putranya yang begitu inoncent.

    “Siapa suruh kamu bandel.”

    “Azril janji tidak akan mengulanginya lagi.” Azril membentuk huruf V dengan kedua jarinya.

    Laras menggelengkan kepalanya. “Kemarin kamu juga bilang begitu! Sudah-sudah sana kamu mandi dulu, habis itu makan bareng Umi.” Titah Laras, Azril hanya pasrah menuruti perintah Ibunya. Ia berjalan gontai menuju kamarnya dengan raut wajah yang tidak bersemangat.

    Setelah Azril kembali ke kamarnya, Laras merubah ekspresi wajahnya menjadi tersenyum.

    Sebenarnya ia juga tidak ingin mengadukan kelakuanku Azril kepada Suaminya. Tapi Azril memang harus di kasih hukuman agar ia jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Laras menyenderkan punggungnya di sofa sembari terus berfikir mencari solusi yang lebih baik dari pada harus mengadukan perbuatan Azril hari ini kepada suaminya.

    Setelah berfikir cukup lama, akhirnya Laras menemukan solusi yang tepat untuk membuat Azril jera tanpa harus memberi tau kan Suaminya.

    Ia segera menyusul Azril ke kamarnya, tanpa mengetuk pintu Laras membuka kamar Azril. Pemuda berwajah inoncent tersebut tampak kaget melihat Ibunya masuk ke dalam kamarnya.

    “Sini kamu Nak.” Panggil Laras.

    Azril yang mengenakan handuk menghampiri Laras yang tengah duduk di tepian tempat tidurnya. “Ada apa Umi?” Tanya Azril keheranan.

    “Telungkup di pangkuan Umi.” Suruh Laras.

    Walaupun ia tidak mengerti tapi Azril tetap menuruti perintah Laras. Ia tidur terlungkup diatas paha Laras.

    Laras menarik nafas dalam, ia merasa tak tega untuk melakukannya. Tapi demi kebaikan putranya, ia harus melakukannya. Bukankah lebih baik dirinya yang menghukum Azril dari pada Abinya.

    Plaaakk…

    “Aaauuww…” Jerit Azril.

    Sebuah pukulan keras mendarat di pantat Azril, hingga terasa pedih di pantat Azril. Dalam keadaan bingung, berulang kali Laras memukul pantat Azril hingga handuk Azril terlepas dari pinggangnya.

    Laras dapat melihat bekas merah di pantat putranya, tapi itu tidak mengendurkan pukulannya dari pantat putranya. Ceritasex.site

    “Aduh Umi… Sakit!” Mohon Azril.

    Plaaakk… Plaaakk… Plaaakk…

    “Ini hukuman buat anak Umi yang gak mau nurut apa kata Umi.” Ujar Laras.

    Plak… Plaakk… Plaaakk…

    “Auww… Uhkk… Ampun Umi.” Mohon Azril.

    Jeritan manja Azril malah membuat Laras semakin gemas terhadap putranya. Yang awalnya tidak begitu keras, kini ia melakukannya sekuat tenaga seakan ia lupa kalau yang ia pukul saat ini adalah anak kesayangannya.

    Hal yang sama juga di rasakan Azril. Rasa sakit dari pukulan Laras, malah membuat pemuda itu terangsang. Sadar atau tidak kontol Azril kini telah tegang maksimal.

    Puluhan pukulan di layangkan Laras ke pantat putranya, sampai ia merasa capek sendiri, barulah Laras berhenti memukuli pantat putranya yang kini memar memerah akibat kerasnya pukulan Laras. Tapi anehnya Laras malah tersenyum melihat pantat putih putranya kini berwarna merah.

    “Ayo duduk!” Perintah Laras. Ketika Azril hendak kembali memakai handuknya, Laras mencegahnya. “Tidak usah di pakai, toh Umi juga sudah lihat.” Ujar Laras sembari memandangi kontol Azril yang tidak berbulu, karena Azril sangat rajin mencukur habis rambut kemaluannya.

    Laras tersenyum geli melihat selangkangan putranya. Sudah botak ukuran kontol Azril juga sangat kecil, seukuran jari kelingkingnya, padahal saat ini Azril sudah tegang maksimal.

    “Sakit Mi.” Rengek manja Azril.

    Sanking gemasnya dengan Azril, Laras memeluk putranya yang tengah merengek. “Habis kamu bandel si Dek, makanya Umi pukul.” Ujar Laras enteng.

    “Iya Umi!” Lirih Azril. “Azril sayang Umi.” Sambungnya.

    “Umi juga sayang Azril.”

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
  • Diorbitkan Menjadi Model Terkenal

    Diorbitkan Menjadi Model Terkenal

    Cerita Sex Diorbitkan Menjadi Model Terkenal – Aku, seorang model Junior, diperkenalkan oleh temanku pada seorang fotografer ternama supaya aku bisa diorbitkan menjadi model terkenal. Temanku ngasi tau bahwa om Evan, demikian dia biasanya dipanggil, doyan daun muda. Bagiku gak masalah, asal benar2 dia bisa mendongkrak ratingku sehingga menjadi ternama.

    Om Evan membuat janjian untuk sesi pemotretan di vilanya di daerah Puncak. Pagi2 sekali, pada hari yang telah ditentukan, om Evan menjemputku. Bersama dia ikut juga asistennya, Joko, seorang anak muda yang cukup ganteng, kira2 seumuran denganku. Tugas Joko adalah membantu om Evan pada sesi pemotretan.

    Mempersiapkan peralatan, pencahayaan, sampe pakaian yang akan dikenakan model. Om Evan sangat profesional mengatur pemotretan, mula2 dengan pakaian santai yang seksi, yang menonjolkan lekuk liku tubuhku yang memang bahenol. Pemotretan dilakukan di luar.

    Cerita Sex Diorbitkan Menjadi Model Terkenal
    Cerita Sex Diorbitkan Menjadi Model Terkenal

    Ngocoks Bajunya dengan potongan dada yang rendah, sehingga toketku yang besar montok seakan2 mau meloncat keluar. Joko terlihat menelan air liurnya melihat toketku yang montok. Pasti dia ngaceng keras, karena kulihat di selangkangan jins nya menggembung. Aku hanya membayangkan berapa besar kontolnya, itu membuat aku jadi blingsatan sendiri.

    Setelah itu, om Evan mengajakku melihat hasil pemotretan di laptopnya, dia memberiku arahan bagaimana berpose seindah mungkin. Kemudian sesi ke 2, dia minta aku mengenakan lingeri yang juga seksi, minim dan tipis, sehingga aku seakan2 telanjang saja mengenakannya. Pentil dan jembutku yang lebat membayang di kain lingerie yang tipis.

    Jokopun kayanya gak bisa konsentrasi melihat tubuhku. Aku yakin kon tolnya sudah ngaceng sekeras2nya. Om Evan mengatur gayaku dan mengambil poseku dengan macam2 gaya tersebut. Tengkurap, telentang, ngangkang dan macem2 pose yang seksi2. Kembali om Joko memberiku arahan setelah membahas hasil pemotretannya.

    Sekarang sekitar jam 12 siang, om Evan minta Joko untuk membeli makan siang. Sementara itu aku minta ijin untuk istirahat dikolam renang aja. Om Evan memberiku bikini yang so pasti seksi dan minim untuk dikenakan.

    Tanpa malu2 segera aku mengenakan bikini itu. Benar saja, bikininya minim sehingga hanya sedikit bagian tubuhku yang tertutupinya. Aku berbaring di dipan dibawah payung. Karena lelah akibat sesi pemotretan yang padat dan angin sepoi2, aku tertidur.

    Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh selangkanganku tiba-tiba mataku terbuka, aku melihat om Evan sedang menggerayangi tubuhku.

    “Nes, kamu seksi sekali, om jadi napsu deh ngeliatnya. Om jadi pengen ngentotin Ines, boleh gak Nes. Nanti om bantu kamu untuk jadi model profesional”, katanya. Karena sudah diberi tahu temanku, aku tidak terlalu kaget mendengar permintaannya yang to the point.

    “Ines sih mau aja om, tapi nanti Joko kalo dateng
    gimana”, tanyaku.

    Om Evan segera meremas2 toketku begitu mendengar bahwa aku gak keberatan dientot.
    “Kamu kan udah sering dientot kan Nes, nanti kalo Joko mau kita main ber 3 aja, asik kan kamunya”, katanya sambil tersenyum.

    Aku diam saja, om Evan berbaring di dipan disebelahku. Segera aku dipeluknya, langsung dia menciumku dengan ganas. Tangannya tetap aktif meremas2 toketku, malah kemudian mulai mengurai tali bra bikiniku yang ada ditengkuk dan dipunggung sehingga toketku pun bebas dari penutup. Dia semakin bernapsu meremas toketku.

    “Nes, toket kamu besar dan kenceng, kamu udah napsu ya Nes. Mana pentilnya gede keras begini, pasti sering diisep ya Nes”.

    Dia duduk di pinggir dipan dan mulai menyedot toketku, sementara aku meraih kontolnya serta kukocok hingga kurasakan kontol itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai selangkanganku dan menggosok-gosok nonokku dari luar.

    “Eenghh.. terus om.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut om Evan yang sedang mengisap toketku.

    Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di puserku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk nonokku dari samping cd bikini ku.

    Aku sampai meremas-remas toket dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan nonokku mengeluarkan cairan hangat.

    Dengan merem melek aku menjambak rambut om Evan. Segera tangannya pun mengurai pengikat cd bikiniku sehingga aku sudah telanjang bulat terbaring dihadapannya, siap untuk digarap sepuasnya.

    Dia segera menyeruput nonokku sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah om Evan melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.

    “Jembut kamu lebat ya Nes, pasti napsu kamu besar. Kamu gak puas kan kalo cuma dientot satu ronde”, katanya.

    Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap.

    Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku sampai wajahku basah oleh liurnya.
    “Ines ga tahan lagi om, Ines emut kontol om ya” kataku. Om Evan langsung bangkit dan berdiri di sampingku, melepaskan semua yang nempel dibadannya dan menyodorkan kontolnya.

    kontolnya sudah keras sekali, besar dan panjang. Tipe kontol yang menjadi kegemaranku. Masih dalam posisi berbaring di dipan, kugenggam kontolnya, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.

    Mulutku terisi penuh oleh kontolnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala kontolnya, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga om Evan bergetar dan mendesah-desah keenakan.

    Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
    “Eemmpp..nngg..!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya.

    Kepala kontol itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan pejunya itu, tapi karena banyaknya pejunya meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar kontolnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku.

    Kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa peju yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu pager terbuka dan Joko muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil.

    “Jok, mau ikutan gak”, tanya om Evan sambil tersenyum.

    “Kita makan dulu ya”. Segera kita menyantap makanan yang dibawa Joko
    sampai habis.

    Sambil makan, kulihat jakunnya Joko turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke toketku. Aku mengelus-elus kontolnya dari luar celananya, membuatnya terangsang

    Akhirnya Joko mulai berani memegang toketku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya.

    “Nes, toketnya gede juga ya.. enaknya diapain ya”, katanya sambil terus meremasi toketku.
    Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka pakaiannya. Nampaklah kontolnya cukup besar, walaupun tidak sebesar kontol om Evan, tapi kelihatannya lebih panjang.

    Kugenggam kontolnya, kurasakan kontolnya bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan kontolnya ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga Joko mengerang keenakan.

    “Enak, Jok”, tanya om Evan yang memperhatikan Joko agak grogi menikmati emutanku.

    Om Evan lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kontolnya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua kontol yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian om Evan pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku.

    Aku mulai merasakan kontolnya menyeruak masuk ke dalam nonokku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci kontolnya memasuki nonokku.

    Aku dientotnya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada toketku. Aku menggelinjang tak karuan waktu pentil kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada kontol Joko makin bersemangat.

    Rupanya aku telah membuat Joko ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang ngentot. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada.

    Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja dientot dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan kontol yang lain makin menghujam ke tubuhku. kontol Om Evan menyentuh bagian terdalam dari nonokku dan ketika kontol Joko menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan toket atau meremasi pantatku.

    Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh kontol Joko. Bersamaan dengan itu pula entotan Om Evan terasa makin bertenaga. Kami pun nyampe bersamaan, aku dapat merasakan pejunya yang menyembur deras di dalamku, kemudian meleleh keluar lewat selangkanganku.

    Setelah nyampe, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
    “Nes, aku pengen ngen totin nonok kamu juga”, kata Joko.

    Aku cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, “Tapi Ines istirahat aja dulu, kayanya masih cape deh”. Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku.

    Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, om Evan duduk di sebelah kiriku dan Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya.

    “Nes, aku masukin sekarang aja ya, udah ga tahan daritadi belum rasain nonok kamu” kata Joko mengambil posisi berlutut di depanku.

    Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala,dia mengarahkan kontolnya yang panjang dan keras itu ke nonokku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir nonokku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas kontol om Evan yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.

    “Aahh.. Jok, cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan.
    Aku meringis saat dia mulai menekan masuk kontolnya. Kini nonokku telah terisi oleh kontolnya yang keras dan panjang itu, yang lalu digerakkan keluar masuk nonokku.

    “Wah.. seret banget nonok kamu Nes”, erangnya.
    Setelah 15 menit dia gen tot aku dalam posisi itu, dia melepas kontolnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke kontolnya. Dengan refleks akupun menggenggam kontol itu sambil menurunkan tubuhku hingga kontolnya amblas ke dalam nonokku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami.

    Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua toketku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Joko memperhatikan kontolnya sedang keluar masuk di nonokku.

    Goyangan kami terhenti sejenak ketika om Evan tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan toketku makin tertekan ke wajah Joko. om Evan membuka pantatku dan mengarahkan kontolnya ke sana.

    “Aduuh.. pelan-pelan om, sakit ” rintihku waktu dia
    mendorong masuk kontolnya.

    Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua kontol kontol besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika om Evan menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, om Evan malah makin buas menggentotku.

    Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut. Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Joko.

    Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, pentilku disedot kuat-kuat oleh Joko, dan om Evan menjambak rambutku.

    Aku lalu merasakan peju hangat menyembur di dalam nonok dan pantatku, di air nampak sedikit cairan peju itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan kontol masih tertancap. Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas.

    Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mEvan. Mereka mengikutiku dan ikut mEvan bersama. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. nonok dan toketku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir

    “Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mEvannya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami.

    Setelah itu, giliran akulah yang memEvankan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun mengemut kontol mereka secara bergantian sehingga langsung saja napsu mereka memuncak. aku segera diseret ke ranjang.

    Om Evan mendapat giliran pertama, kelihatannya mereka dia main berdua aja dengan ku. Jembutku yang lebat langsung menjadi sasaran, kemudian salah satu jarinya sudah mengelus2 nonokku.

    Otomatis aku mengangkangkan pahaku sehingga dia mudah mengakses nonokku lebih lanjut. Segera kontolnya yang besar, panjang dan sangat keras aku genggam dan kocok2.

    “Nes, diisep dong”, pintanya. Kepalanya kujilat2 sebentar kemudian kumasukkan ke mulutku. Segera kekenyot pelan2, dan kepalaku mengangguk2 memasukkan kontolnya keluar masuk mulutku, kenyotanku jalan terus.

    “Ah, enak Nes, baru diisep mulut atas aja udah nikmat ya, apalagi kalo yg ngisep mulut bawah”, erangnya keenakan.
    Tangannya terus saja mengelus2 no nokku yang sudah basah karena napsuku sudah memuncak.

    “Nes, kamu udah napsu banget ya, nonok kamu udah basah begini”, katanya lagi. kontolnya makin seru kuisep2nya. Kulihat Joko sedang mengelus2 kontolnya yang sudah ngaceng berat melihat om Evan menggarap aku.

    Tiba2 dia mencabut kontolnya dari mulutku dan segera menelungkup diatas badanku. kontolnya diarahkan ke nonokku, ditekannya kepalanya masuk ke nonokku. terasa banget nonokku meregang kemasukan kepala kontol yang besar, dia mulai mengenjotkan kontolnya pelan, keluar masuk nonokku. Tambah lama tambah cepat sehingga akhirnya seluruh kontolnya yang panjang ambles di nonokku.

    “Enak om , kontol om bikin nonok Ines sesek, dienjot yang keras om “, rengekku keenakan.

    Genjotan kontolnya makin cepat dan keras, aku juga makin sering melenguh kenikmatan, apalagi kalo dia mengenjotkan kontolnya masuk dengan keras, nikmat banget rasanya. Gak lama dientot aku udah merasa mau nyampe,

    “om lebih cepet ngenjotnya dong, Ines udah mau nyampe”, rengekku.

    “Cepat banget Nes, om belum apa2″ jawabnya sambil mempercepat lagi Genjotan kontolnya. A khirnya aku menjerit keenakan “Om, Ines nyampe mas , aah”, aku menggelepar kenikmatan.

    Dia masih terus saja mengenjotkan kon tolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Tiba2 dia mencabut kontolnya dari nonokku. “Kok dicabut om, kan belum ngecret”, protesku.

    Dia diem saja tapi menyuruh aku menungging di pinggir ranjang, rupanya dia mau gaya anjing.
    “Om, masukkin dinonok Ines aja ya, kalo dipantat gak asik”, pintaku.

    Dia diam saja. Segera kontolnya ambles lagi di nonokku dengan gaya baru ini. Dia berdiri sambil memegang pinggulku. Karena berdiri, Genjotan kontolnya keras dan cepat, lebih cepat dari yang tadi, gesekannya makin kerasa di nonokku dan masuknya rasanya lebih dalem lagi,
    “Om , nikmat”, erangku lagi.

    Jarinya terasa mengelus2 pantatku, tiba2 salah satu jarinya disodokkan ke lubang pantatku, aku kaget sehingga mengejan. Rupanya nonokku ikut berkontraksi meremas kontol besar panjang yang sedang keluar masuk,
    “Aah Nes, nikmat banget, empotan nonok kamu kerasa banget”, erangnya sambil terus saja mengenjot nonokku.

    Sementara itu sambil mengenjot dia agak menelungkup di punggungku dan tangannya meremas2 toketku, kemudian tangannya menjalar lagi ke i tilku, sambil dientot i tilku dikilik2nya dengan tangannya. Nikmat banget dien tot dengan cara seperti itu.

    “Om , nikmat banget ngentot sama om , Ines udah mau nyampe lagi. Cepetan Genjotannya om ,” erangku saking nikmatnya.

    Dia sepertinya juga udah mau ngecret, segera dia memegang pinggulku lagi dan mempercepat Genjotan kontolnya. Tak lama kemudian,

    “Om, Ines mau nyampe lagi, om , cepetan dong Genjotannya, aah”, akhirnya aku mengejang lagi keenakan. Gak lama kemudian dia mengentotkan kontolnya dalem2 di nonokku dan terasa pejunya ngecret.

    “Aah Nes, nikmat banget”, diapun agak menelungkup diatas punggungku. Karena lemas, aku telungkup diranjang dan dia masih menindihku, kontolnya tercabut dari nonokku.

    “Om , nikmat deh, sekali entot aja Ines bisa nyampe 2 kali. Abis ini giliran Joko ya”, kataku.

    “Iya”, jawabnya sambil berbaring disebelahku.

    Aku memeluknya dan dia mengusap2 rambutku. “Kamu pinter banget muasin lelaki ya Nes”, katanya lagi.
    Aku hanya tersenyum, “Om, Ines mau ke kamar mEvan, lengket badan rasanya”, aku pun bangkit dari ranjang dan menuju ke kamar mEvan.

    Selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar mEvan telanjang bulat, kulihat om Evan sudah tidak ada dikamar. Joko sudah berbaring diranjang. Aku tersenyum saja dan berbaring disebelahnya. Dia segera mencium bibirku dengan penuh napsu. kontolnya keelus2. Lidahku dan lidahnya saling membelit dan kecupan bibir berbunyi saking hotnya berciuman. Tangannya juga mengarah kepahaku.

    Aku segera saja mengangkangkan pahaku, sehingga dia bisa dengan mudah mengobok2 nonokku. Sambil terus mencium bibirku, tangannya kemudian naik meremas2 toketku. Pentilku diplintir2nya,
    “Jok enak, Ines udah napsu lagi nih”, erangku.

    Tanganku masih mengocok kontolnya yang sudah keras banget. Kemudian ciumannya beralih ke toketku. Pentilku yang sudah mengeras segera diemutnya dengan penuh napsu,
    “Jok , nikmat banget “, erangku.

    Diapun menindihku sambil terus menjilati pentilku. Jilatannya turun keperutku, kepahaku dan akhirnya mendarat di nonokku.
    “Aah Jok , enak banget, belum dientot aja udah nikmat banget”, erangku.

    Aku menggeliat2 keenakan, tanganku meremas2 sprei ketika dia mulai menjilati nonok dan i tilku. Pahaku tanpa sengaja mengepit kepalanya dan rambutnya kujambak, aku mengejang lagi, aku nyampe sebelum dientot. Dia pinter banget merangsang napsuku. Aku telentang terengah2, sementara dia terus menjilati nonokku yang basah berlendir itu.

    Dia bangun dan kembali mencium bibirku, dia menarik tanganku minta dikocok kontolnya. Dia merebahkan dirinya, aku bangkit menuju selangkangannya dan mulai mengemut kontolnya.
    “Nes, kamu pinter banget sih”, dia memuji.

    Cukup lama aku mengemut kon tolnya. Sambil mengeluar masukkan di mulutku,
    kontolnya kuisep kuat2. Dia merem melek keenakan.

    Kemudian aku ditelentangkan dan dia segera menindihku. Aku sudah mengangkangkan pahaku lebar2. Dia menggesek2kan kepala kontolnya di bibir nonokku, lalu dienjotkan masuk,
    “Jok , enak”, erangku.

    Dia mulai mengenjotkan kon tolnya keluar masuk pelan2 sampai akhirnya blees, kontolnya nancep semua di nonokku.

    “Nes, nonokmu sempit banget, padahal barusan kemasukan kontol berkali2ya”, katanya.
    “Tapi enak kan, abis kontol kamu gede dan panjang sampe nonok Ines kerasa sempit”, jawabku terengah.

    Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat, bibirku diciumnya.
    “Enak Jok, aah”, erangku keenakan.

    Genjotannya makin cepat dan keras, pinggulku sampe bergetar karenanya. Terasa nonokku mulai berkedut2,
    “Jok lebih cepet dong, enak banget, Ines udah mau nyampe”, erangku.

    “Cepet banget Nes, aku belum apa2″, jawabnya.

    “Abisnya kon tol kamu enak banget sih gesekannya”, jawabku lagi.

    Genjotannya makin keras, setiap ditekan masuk amblesnya dalem banget rasanya. Itu menambah nikmat buat aku
    “Terus Jok , enak”. Toketku diremas2 sambil terus mengenjotkan kontolnya keluar masuk.

    “Terus Jok , lebih cepat, aah, enak Jok, jangan brenti, aakh…” akhirnya aku mengejang, aku nyampe, nikmat banget rasanya. Padahal dengan om Evan, aku udah nyampe 2 kali, nyampe kali ini masih terasa nikmat banget. Aku memeluk pinggangnya dengan kakiku, sehingga rasanya makin dalem kontolnya nancep. nonokku kudenyut2kan meremas kontolnya sehingga dia melenguh,

    “Enak Nes, empotan nonok kamu hebat banget, aku udah mau ngecret, terus diempot Nes”, erangnya
    sambil terus mengenjot nonokku. Akhirnya bentengnya jebol juga. Pejunya ngecret didalam nonokku, banyak banget kerasa nyemburnya

    “Nes, aakh, aku ngecret Nes, nikmatnya nonok kamu”, erangnya. Dia menelungkup diatas badanku, bibirku diciumnya.

    “Trima kasih ya Nes, kamu bikin aku nikmat banget”. Setelah kontolnya mengecil, dicabutnya dari nonokku dan dia berbaring disebelahku. Aku lemes banget walaupun nikmat sekali. Tanpa terasa aku tertidur disebelahnya.

    Aku terbangun karena merasa ada jilatan di nonokku, ternyata om Evan yang masih pengen ngentotin aku lagi. kulihat kontolnya sudah ngaceng lagi. nonokku dijilatinya dengan penuh napsu. Pahaku diangkatnya keatas supaya nonokku makin terbuka.

    “Om , nikmat banget mas jilatannya”, erangku.

    Ngantukku sudah hilang karena rasa nikmat itu. Aku meremas2 toketku sendiri untuk menambah nikmatnya jilatan di nonokku. Pentilku kuplintir2 juga. Kemudian itilku diisep2nya sambil sesekali menjilati nonokku, menyebabkan nonokku sudah banjir lagi.

    Aku menggelepar2 ketika i tilku diemutnya. Cukup lama itilku diemutnya sampai akhirnya kakiku dikangkangkan.

    “Om, masukin dong om , Ines udah pengen dientot”, rengekku.

    Dia langsung menindih tubuhku, kontolnya diarahkan ke nonokku. Begitu kepala kontolnya menerobos masuk,
    “Yang dalem om , masukin aja semuanya sekaligus, ayo dong om “, rengekku karena napsuku yang sudah muncak.

    Dia langsung mengenjotkan kontolnya dengan keras sehingga sebentar saja kontolnya sudah nancap semuanya dinonokku. Kakiku segera melingkari pinggangnya sehingga kontolnya terasa masuk lebih dalem lagi.

    “Ayo om , dienjot dong”, rengekku lagi.

    Dia mulai mengenjot nonokku dengan cepat dan keras, uuh nikmat banget rasanya. Genjotannya makin cepat dan keras, ini membuat aku menggeliat2 saking nikmatnya. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com

    “Om , enak om , terus om , Ines udah mau nyampe rasanya”, erangku. Dia tidak menjawab malah mempercepat lagi Genjotan kontolnya. Toketku diremas2nya, sampe akhirnya aku mengejang lagi,
    “om enak, Ines nyampe om , aah”, erangku lemes.

    Kakiku yang tadinya melingkari pinggangnya aku turunkan ke ranjang. Dia tidak memperdulikan keadaanku, kontolnya terus saja dienjotkan keluar masuk dengan cepat, napasnya sudah mendengus2. nonokku kudenyut2kan meremas kontolnya. Dia meringis keenakan.

    “Nes, terus diempot Nes, nikmat banget rasanya. Terus empotannya biar om bisa ngecret Nes”, pintanya.

    Sementara itu Genjotan kon tolnya masih terus gencar merojok nonokku. Toketku kembali diremas2nya, pentilnya diplintir2nya. “Om, Ines kepengin ngerasain lagi disemprot peju om “, kataku.

    Cerita Sex Generasi Keluarga Berencana

    Terus saja kontolnya dienjotkan keluar masuk nonokku dengan cepat dan keras, sampai akhirnya,
    “Nes, aku mau ngecret Nes, aah”, erangnya dan terasa semburan pejunya mengisi bagian terdalam nonokku. Nikmat banget rasanya disemprot peju anget. Dia ambruk dan memelukku erat2,

    “Nes, nikmat banget deh ngen tot ama kamu”, katanya. Setelah beristirahat sebentar, aku segera membersihkan diri dan berpakaian. Kami kembali ke Jakarta. Diperjalanan pulang aku hanya terkapar saja dikursi mobil. Lemes banget abis dien tot 2 cowok berkali2.

    “Om, jangan lupa orbitin Ines ya”, kataku.

    “Jangan kawatir, selama om masih bisa ngerasain empotan nonok kamu, pasti kamu melejit keatas deh. Bener gak Jok”, jawabnya.

  • Kriteria Pembantu Rumah Tangga

    Kriteria Pembantu Rumah Tangga

    Cerita Sex Kriteria Pembantu Rumah Tangga – Selamat malam sobat Ngocokers yang setia. Sebelumnya perkenalkan terlebih dahulu. Namaku Adi, umur 30 tahun (180cm/76kg), single dan bekerja sebagai Manajer Koordinator di salah satu perusahaan ternama di kota S.

    Beban pekerjaan sebagai seorang koordinator cukup menyita waktu ku sehingga sulit sekali aku untuk dapat mempertahankan suatu hubungan dengan perempuan, dan tidak hanya itu keadaan rumah tempat tinggal ku yang kubeli dari hasil keringat pun jarang terurus karena seringnya aku pergi dinas keluar kota.

    Akhirnya kuputuskan untuk mencari pembantu agar dapat mengurus rumah (bersih-bersih, masak, cuci) lagipula bisa jadi teman ngobrol waktu aku dirumah.

    Butuh waktu cukup lama aku mencari dan mendapatkan pembantu sesuai dengan kriteriaku (biaya gajinya juga harus dipikir soalnya, hehe), karena di kota S termasuk kota yang berkembang sehingga banyak yang tidak mau bekerja sebagai pembantu dan lebih memilih untuk menjadi buruh pabrik.

    Cerita Sex Kriteria Pembantu Rumah Tangga
    Cerita Sex Kriteria Pembantu Rumah Tangga

    Ngocoks Dengan dibantu seorang rekan di kantor, akhirnya aku mendapatkan pembantu, namanya Sulastri (kupanggil Bi Lastri), umur 52 tahun, tinggi/berat (kira-kira 150-155cm/50kg). Sebulan Bi Lastri mulai bekerja di rumahku, kulihat dia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kesibukanku, akupun juga tidak berfikir hal yang aneh-aneh apalagi pikiran yang menjurus ke “vivid”.

    Menginjak bulan kedua, aku pulang larut malam dari kantor karena urusan tamu. Kulihat jam tanganku sudah menunjukan pukul 21.21 (ngantuk pasti, capek apalagi). sesampainya didepan rumah, aku sengaja tidak membunyikan klakson mobil karena sungkan dengan tetangga dan Bi Lastri pasti sudah tidur pikirku.

    “Aduh mas, maafkan bibi ya mas…”, katanya dengan nada memelas. Aku tidak membalasnya, cuman diam masuk rumah dan duduk disofa ruang TV. Setelah menutup gerbang, Bi Lastri mendatangiku.

    Bi Lastri: mas gimana kakinya?

    “yaa bagaimana Bi, tuh merah!” ketusku

    Bi Lastri: saya ambilkan obat gosok ya mas..

    Sembari menunggu Bi Lastri mengambil obat gosok akupun melepas celana+hem dan tinggal kaos dalam+boxer. Sambil mengurut kakiku, dia bercerita ngalor ngidul.. aku hanya menjawab sekenanya saja karena mataku tertuju ke belahan dadanya yang terlihat dari atas dasternya.

    Tidak berapa lama, akibat aku melihat belahan dada Bi Lastri pikiranku pun mulai ngeres (maklum sebulan belum Ngocoks, sibuk mikir pekerjaan dan dirumah cuman berdua sama Bi Lastri) lambat tapi pasti, penisku pun mulai mengeras dan bergejolak sehingga membuat kelihatan menyembul dari balik boxerku.

    Bi Lastri: mas… itu…

    “kenapa bi?, sahutku.

    Bi Lastri: ee… eee… (sembari melihat penisku yang sudah tegang dari tadi)

    “ohhh… si otong toh bi! ”, (panjangnya normal kok gan 16 cm dengan diameter kepala otong kira-kira 4,5-5 cm) tanpa pikir panjang dan entah setan mana yang masuk dipikiranku, aku langsung berdiri dan melepas boxerku sehingga si otong bebas mengacung tepat di depan muka Bi Lastri.

    Kupikir Bi Lastri bakal langsung pegang si otong (kayak dipilem bokep-bokep gitu) eh malah tertunduk malu, tapi yang heran Bi Lastri tidak pergi dan tetap memegang kakiku.

    Melihat Bi Lastri seperti itu, kuputuskan untuk duduk disofa lagi dan mengelus-elus si otong. Kulihat Bi Lastri curi-curi lihat si otong, 10 menit aku mengelus si otong, akhirnya kuambil inisiatif untuk berdiri dan mengangkat Bi Lastri dan kudorong ke sofa. Sedikit kupaksa memang pembantu tuaku ini sehingga dia berposisi nungging.

    Bi Lastri: mas… mas, bibi mau diapain?, akupun tidak menjawab dan tetap melancarkan jalan si otong dengan menyibakkan daster dan celana dalamnya. Setelah CD nya turun, langsung kusambar dan kujilati memeknya (aneh rasanya gan, engga kayak di cerita-cerita tapi tetap saja kulakukan biar memek Bi Lastri basah.

    Maklum sudah tua, jadi enggak sehorny cabe-cabean gan). Awalnya ada sedikit penolakan dari Bi Lastri dengan menjambak rambutku tapi yang heran lagi, diapun juga mengeluh dengan nafas yang mulai memburu.

    Sekitar 3 menitan aku menjilati memek pembantu tuaku ini dan kupikir juga sudah cukup basah. Akhirnya mulai kuarahkan si otong dengan tangan kananku dan tangan kiriku tetap memegang pinggul Bi Lastri (biar enggak lari kemana-mana gan, susah juga Bi Lastri mau berontak..

    Bi Lastri: aaahhhhh… massss… ma.. sss,

    mendengar desahan Bi Lastri ini, bukannya kasihan malah membuat aku semakin horny. Sengaja aku memperLastrinkan ritme si otong dengan hanya memasukan sebatas kepala si otong dan mengeluarkannya lagi (sensasinya semriwing gan).

    Bi Lastri: maa.. ss, ahhhh… kon.. tol mas.. adi… aahhhh..

    Mulai kupercepat dorongan ke memek orang tua ini, slep… slepp… slepppp, tidak ada kata yang keluar dari mulut Bi Lastri ini selain desahan yang memburu, 5 menit diposisi doggy style dan sudah kulihat tidak ada penolakan dari Bi Lastri sehingga kuputuskan untuk berganti posisi WOT (kan kaki ane sakit gan, hehehhe.

    Kumantapkan si otong sembari Bi Lastri kusuruh untuk membuka dasternya, sehingga terlihatlah buah dadanya yang masih terbungkus BH berenda dengan warna krem persis yang kulihat tadi (kira-kira ukurannya 34-35c tapi sudah agak menggantung.. model pepaya gitu gan). Tanpa menunggu waktu lama, kutarik tangannya untuk segera naik di pangkuanku (WOT), sleep..

    slep.. slepp dengan tempo yang agak lambat khas orang berumur lah. Tapi jangan salah gan dengan tempo yang lambat sensasinya malah luar biasa ditambah dengan pemandangan buah dada model pepaya gantung naik turun di depan mata dan benar ternyata selang tidak berapa lama kurasakan mulai ada yang bergejolak dari si otong.

    “aahhh… bii… ahhh.”, kutahan sebisaku tapi apa daya dengan posisi WOT jelas kontrol ada di pihak lawan.

    “bii, aku mau kelu.. ar… ”, kupercepat tempo si otong sebisaku dengan sebelah tangan menekan pinggul+pahanya dan tangan satu nya meremas buah dada Bi Lastri. slepp.. slepp.. sleepp berbarengan dengan suara desahan kami berdua. Tidak berselang lama, akhirnya kumuntahkan air maniku ke dalam memek pembantu tuaku ini.

    Bi Lastri: “ahhhh… pa. nass ma.. sss… sssshhhh, aakhh”

    Keringat pun bercucuran dari badan kami berdua dan nafas yang masih memburu, Bi Lastri pun kutuntun untuk rebahan di sofa sembari aku menikmati sisa-sisa sensasi dari perLastrinan seks dengan orang yang terpaut 22 tahun diatas umurku ini.

    Di sela-sela tatapan kosongku, Bi Lastri ternyata mau kembali ke kamarnya dengan membawa daster dan CD nya yang berserakan di lantai.

    Dengan sigap kupegang tangannya dan menariknya untuk masuk ke kamarku.

    “Malam ini, bibi layani saya ya.” dengan nada memerintah.

    Entah dia sendiri juga merasa enak atau sungkan atau takut, Bi Lastri hanya mengangguk saja. Sembari dia merapikan pakaiannya (yang berserakan dilantai tadi), kubuka kaos dalamku dan BH Bi Lastri juga tidak luput dari tangan jahilku ini sehingga kami jalan berdua menuju kamarku tanpa sehelai benangpun.

    Kusuruh dia duduk di kursi meja belajarku dan menungguku, kubuka laci lemariku dan aku mengambil satu butir pil (macam viagra gitu gan) dan meminumnya dengan air yang memang selalu disediakan Bi Lastri didalam kamarku (maklum gan, kalau sudah didalam kamar malas buat keluar lagi).

    Bi Lastri: “mas adi minum apa itu?,” tanyanya bego.

    gleekkk…“oh ini… ini vitamin bi, bibi nanti juga minum yang ini yaa.”, sembari kutunjukan obat yang konon katanya mencegah kehamilan atau mematikan sperma yang keluar.

    Bi Lastri: “enjih mas…(iya mas)”. sahutnya. Setelah kami meminum obat itu, kuhampiri Bi Lastri yang dari tadi duduk menunggu dan melihatku lalu kusodorkan lagi si otong ke arah mulutnya. “masukin ke mulutmu Bi…,” sahutku, dia tidak menjawab tapi tetap melakukan apa yang aku suruh.

    “ahhh… iseep bi..”, pintaku sembari aku meremas-remas buah dadanya. Tak luput juga, kusuruh tangan kiri pembantu tuaku ini untuk meLastrinkan buah zakarku, sedangkan tangan kanannya meLastrinkan memeknya sendiri (menjaga biar tetap basah pendek pikirku gan).

    Tidak butuh waktu lama, efek dari pil tadi mulai bekerja ditambah isapan dari mulut pembantu ku ini membuat si otong bangun lagi. 3 menit prosesi BJ kami lakukan, setelah itu kuangkat Bi Lastri dan kutuntun untuk duduk dan mengangkang di atas meja belajarku. Pas ternyata posisi memek Bi Lastri (duduk ngangkang di atas meja) dengan si otong yang membuatku leluasa menusuk memek tua ini, tanpa ba bi bu…

    Bi Lastri: aaaahhhhhhh… masss!, sahutnya sedikit manja sembari merangkul aku (yang pasti aku ogah gan disuruh nyipok, daripada ngerusak mood akibat bau mulut).

    Kuteruskan goyangan maju mundur si otong tanpa lupa meLastrinkan buah dadanya (pentil Bi Lastri yang kurasa juga sudah mengeras) dan tangan satunya meLastrinkan clitorisnya (alat pipis nya), benar dugaanku, Bi Lastri pun menggelinjang sembari mendesah.

    Bi Lastri: “aahh.. ahhh… mass.. kontolmu.. aahh.. ahh, kok lebih… aaahhh.. ahhh keras dari tadi?” tanya dan desahannya.

    Tidak kujawab karena mulutku sedang asyik menghisap buah dadanya yang besar dan menggelantung itu. Tengah malam yang sepi ini pun berubah menjadi adegan panas kami berdua yang seharusnya lebih cocok disebut ibu dan anak ini.

    Sleepp… sleepp.. sleeppp,

    Bi Lastri: “mass, saya capek… mass… aahhhh.” dengan nada desahan memelas. Segera kulepas si otong dan kugandeng Bi Lastri untuk pindah kekasur.

    Kurebahkan dia dan kupegang pangkal pahanya sehingga terlihat memek hitam kemerahannya, tidak kugubris keluhnya dan tetap menghujamkan si otong ke memeknya. Sleepp… plok… plokkk… plookk.. sleepp (bunyi pangkal paha saling beradu dan giatnya si otong bekerja).

    Bi Lastri: “aaaahh… ahh, mas ad.. i… ahh… saa.. kit mass.. ahhh.. ahh”

    “sudah nikmatin saja Bi.. ahh.. ahhh.” sahutku.

    “apa saya sudahi malam ini?” tanyaku sembari tetap mengebor memek tuanya.

    Bi Lastri :“aahh… ahh, iy.. enggak mas… ahh.. ahh.”

    Bi Lastri :“kontolmu enak ma… ssss.. aahh.. ahhh.. ah”…“pee… nuhh, ahh.. dimemek.. ah.. ahhh sa.. ya”

    Mendengar kode itu, jelas aku makin beringas. Cukup lama kami beradu stamina, sekitar 20 menit berlalu kurasakan si otong siap untuk mengeluarkan cairan gantengnya.

    “aahhh.. ahhhh… Bi, kamu mau spremaku?”, tanyaku. sleeeppp… sleppp.. sleeppp

    Bi Lastri: “enjihh.. ahh.. ah mas, ahhh… cepet mas.. ahhh… pejumuu.. aahh”

    Kupercepat tempo si otong dan akhirnya, “Biiiii… akuu keluarr, ahhhhhh… ahhhhhh!,” crett… crett.. suurr (keluar lagi dalam memek orang tua ini).

    Kucopot si otong setelahnya dan kuarahkan ke mulutnya agar di jilati oleh Bi Lastri, setelahnya kurebahkan badanku di sebelah Bi Lastri yang penuh dengan keringat.

    “Bi.. kalau kecapekan bibi tidur saja duluan.” sahutku sembari melihat jam dinding pukul 00.30

    Bi Lastri: “enjih mas adi, bibi capek 2 ronde langsung sama mas…,” akupun hanya diam dan senyum simpul.

    Bi Lastri: “saya tidur duluan ya mas..?,” tanyanya sembari merubah posisi akan tidur memunggungiku.

    “iya bi… makasih yaa.” sahutku

    Bi Lastri: “iya mas adi, bibi juga terima kasih.”

    Sendiri kunikmati sisa-sisa kenikmatan menghajar memek pembantu tuaku ini dengan ditemani rokok marlboro putih yang memang menjadi alat pelepas stress ku ini. Mulai kuhisap pelan-pelan dengan pemandangan perempuan tua tidur dikasurku dengan memek yang masih berlendir akibat ulah si otong.

    Dan ternyata lagi-lagi dugaanku benar… si otong belum ngantuk…

    Bersambung…

    1 2 3 4 5
  • Orang Tua Biadab (Pedofil)

    Orang Tua Biadab (Pedofil)

    Cerita Sex Orang Tua Biadab (Pedofil) – Setelah mempertimbangkan berbagai hal, aku memilih mengontrak rumah kecil di pecinan di Jakarta kota. Tempat yang kupilih di lingkungan warga keturunan yang sangat acuh dengan tetangganya. Mungkin di lingkungan itu hanya aku yang pribumi. Pertimbanganku memilih tempat ini, karena masyarakatnya yang tidak resek ngurusi tetangga.

    Selain itu, rasanya lebih enak tinggal di daerah ini dari pada menyewa apartemen yang biayanya lebih mahal. Aku merasa kurang bebas tinggal di apartemen, karena biasanya apartemen selalu melalui akses lobby, sehingga terasa agak kurang privacynya.

    Oops… aku belum memperkenalkan diriku kepada pembaca Ngocokers. Aku seorang duda dengan usia 35 tahun. 8 tahun membina rumah tangga belum juga memperoleh anak, dan istriku selain tidak cakap mengurus rumah tangga dia juga sangat boros dalam hal keuangan.

    Kami akhirnya memutuskan bercerai dengan cara baik-baik. Dia memperoleh bagian rumah dan isinya serta sebuah mobil, sedang aku hengkang dengan hanya sekoper pakaian. Aku tidak mau pusing soal pembagian harta, karena bisnisku cukup lumayan memberi penghasilan.

    Cerita Sex Oruang Tua Biadab (Pedofil)
    Cerita Sex Orang Tua Biadab (Pedofil)

    Ngocoks Aku pikir rumah dan mobil tinggal soal waktu untuk ku memilikinya lagi. Kini aku malah memilih tinggal di wilayah perumahan di dalam gang yang tidak bisa dimasuki mobil. Rumah yang agak lumayan, karena bukan gang yang ramai sehingga terasa aman.

    Aku sering meninggalkan sepeda motorku di teras rumah, bahkan sering kuncinya masing tertinggal, tetapi sejauh ini aman-aman saja. Rumahku tidak berpagar dengan teras yang lumayan teduh karena tertutup oleh atap. Aku sering duduk-duduk di teras jika berada di rumah sambil menikmati udara sore.

    Suatu hari aku dikejutkan oleh suara kursi terasku berderit. Itu menandakan ada orang yang menduduki kursiku. Suasana suatu siang di hari minggu memang sedang hujan lebat. Aku mengintip dari balik korden, Sesosok anak perempuan duduk, kelihatannya dia menutup mukanya.

    Aku segera keluar menemuinya. Dia terkejut dan mohon izin berteduh. Matanya merah karena dia kelihatannya sedang menagis. Sesosok anak perempuan dengan baju agak lusuh dan basah. Kutaksir umurnya sekitar 12 tahun.

    Kelihatannya anak ini sedang menghadapi masalah. “ Aku diusir mama oom,” katanya terisak. Karena di luar dingin dan angin kencang, Aling demikian nama anak itu kusuruh masuk. Dengan agak ragu dia menuruti saranku. Bajunya basah, aku kasihan juga melihatnya kedinginan.

    Kuberi dia handuk untuk mengeringkan rambutnya. Untuk pengganti baju, aku tentu tidak punya. Namun kalau kubiarkan dia mengenakan baju basah, bisa masuk angin bahkan terkena flu. Aku ingat baju kausku yang agak tebal dan panjang.

    Aling kusuruh mengenakan baju kaus ku dan membersihkan diri dahulu di kamar mandi. Sekeluar dari kamar mandi dia seperti mengenakan daster, dengan kausku yang berlengan pendek. Bajunya yang basah di pegang-pegang. Aku memintanya untuk dimasukkan ke mesin cuci. Mesin cuciku meski kapasits kecil, tetapi bisa mencuci sampai kering 100 persen, karena dilengkapi dryer.

    Sembil menunggu pakaiannya selesai dicuci, Dia kutawari mi instan. Mungkin karena lapar dia langsung mengangguk menerima tawaranku. Dia memilih membuat sendiri mi instannya. Dia langsung membuka 2 bungkus. Rupanya dia sedang lapar berat dan kedinginan.

    Sambil menikmati mi kuah di meja makan Aling kutanyai mengapa sampai dia berada di teras rumahku. Dia diusir oleh mamanya yang single parent. Namun tidak diceritakan mengepa sampai mamanya mengusirnya. Ketika ku korek informasi itu dia hanya mengatakan mamanya selalu pilih kasih.

    Rupanya mereka hidup di rumah itu bersama dengan 4 adiknya. Aling anak tertua dan adiknya semua perempuan. Mamanya bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Aling tidak bersekolah lagi sejak drop out kelas 3 SD.

    Ketika kutanya kemana dia akan pergi ketika diusir mamanya. Menurut Aling dia mau ke rumah temannya. Tapi karena tiba-tiba hujan, maka dia terpaksa berteduh di teras rumahku.

    Tragis juga keadaan rumah tangganya. Papanya kata Aling pergi begitu saja meninggalkan keluarganya dan sudah lebih dari 3 tahun. Sama sekali papanya tidak pernah memberi kabar. Sejak itulah dia tidak bersekolah karena harus membantu ibunya mengurus adik-adiknya.

    Aku menawarkan Aling untuk menginap saja di rumahku malam ini, karena hujan masih deras. Besok baru kembali ke rumah, atau ke rumah temannya. Aling mengangguk setuju. Aku mengatur sofa dan melapisinya dengan sprei untuk tidur Aling malam ini. Rumah sewaku hanya memiliki 1 kamar.

    Dia bercerita banyak mengenai keadaan rumahnya. Katanya ibunya sering dijemput laki-laki dan kalau sudah gitu sering besok pagi baru pulang. Adik-adiknya tidak ada yang bersekolah. Dia kasihan pada adik keduanya yang seharusnya sudah mulai sekolah. Namun Mamanya tidak mencarikan sekolah, malah disuruh membantu mengurus rumah dan adik-adiknya. Padahal kata Aling si Memey adiknya itu ingin sekali sekolah.

    Keesokan hari, Aling kuminta kembali ke rumah. Dia agak ragu, tetapi saranku dituruti juga. Setelah dia berangkat, aku segera berangkat juga ke kantor.

    Ketika jam 5 sore aku kembali ke rumah, kulihat Aling sudah kembali berada di teras rumahku. Dia bercerita Mamanya tetap mengusirnya, sedang ketika ke rumah temannya, ibu si teman tidak mau menerima Aling.

    Melihat penderitaan gadis kecil ini aku jadi iba, dia segera kubawa masuk. Ternyata dia seharian ini sama sekali belum makan. Kuberi dia uang untuk mencari makanan di sekitar rumah. Sekitar setengah jam kemudian dia sudah kembali menenteng sebungkus nasi dan ayam goreng, kelihatannya seperti ayam goreng Kentucky,

    Tetapi di bungkusnya tidak ada merk yang terkenal itu. Lahap sekali dia menyantap makanan itu. Aku jadi kasihan melihat nasibnya. Anak sekecil ini sudah dipaksa mencari kehidupan sendiri oleh orang tuanya. Tapi kalau kubiarkan, aku bisa-bisa masuk penjara karena dituduh menyekap anak di bawah umur.

    Malam itu kuminta Aling menunjukkan rumahnya. Dia agak keberatan, karena katanya rumahnya jelek, dan mamanya pasti akan marah. Tapi setelah kuberi pengertian, bahwa pertolonganku menampungnya sementara ini bisa membuahkan celaka, akhirnya dengan berat hati dia mau menunjukkan rumahnya.

    Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh. Sekitar 15 menit berjalan kaki, masuk ke perkampungan kumuh di pinggir sungai. Dia terdiam di depan rumahnya. Aku mengetuk rumah yang pintunya terbuat dari tripleks. Seorang wanita sekitar umur 30 tahun keluar dengan daster.

    Aku utarakan maksudku mengembalikan Aling ke rumah. Namun mamanya dengan wajah marah mengatakan biar saja Aling pergi. “Saya sudah tidak menganggap dia anak saya lagi, dia nakal, tidak mau membantu saya kerjanya cuma main saja, adiknya dibiarkan.

    Ko ko bawa saja lah, atau kasih siapa kek, saya tidak mampu mengajar anak itu, “kata Mamanya dengan nada berang. Dia lalu masuk sebentar dan tak lama kemudian membawa sebungkus kantong plastik kresek. Kantong itu dilemparkan ke Aling. “ Nih bawa baju-baju lu,” kata si Mama.

    Sepertinya tidak ada kemungkinan aku meninggalkan Aling di rumah orang tuanya. Mamanya dengan begitu saja melepas tanggung jawab memelihara anak kandungnya.

    Akhirnya aku pamitan dan membawa Aling pergi. Aku heran juga, mamanya sama sekali tidak menanya alamatku. Dia kelihatannya sudah tidak peduli lagi dengan nasib anak sulungnya. Kalau mendengar cerita orang tentang ini mungkin aku tidak percaya, tetapi sekarang kuhadapi sendiri kenyataan seperti ini.

    Aling terdiam, dan matanya berair, mengikuti kembali pulang ke rumahku. Sesampainya dirumah Aling membongkar kantong plastiknya. Aku melihat, bajunya lusuh-lusuh semua. Menurutku tidak ada yang layak untuk dipakai keluar rumah.

    Kelihatannya Aling bakal agak lama menetap dirumahku sebelum aku tahu akan ku titipkan ke siapa. Paling tidak anak ini harus disiapkan mental dan jasmaninya agar siap, jika ku titipkan ke orang yang mau mengadopsinya.

    Pikiranku pertama yang harus aku lakukan adalah memulihkan pendidikannya. Umur 12 tahun, tapi kelas 3 saja tidak tamat. Padahal umur segitu paling tidak sudah kelas 5 atau bahkan kelas 6 SD. Kalau dia kusekolahkan ke kelas 3 lagi, pasti dia minder, karena dia akan menjadi murid paling besar. Tapi kalau langsung masuk kelas 5 dia tidak mampu mengikuti pelajaran.

    Aling kuputskan untuk sementara tinggal bersamaku. Dia kutugaskan membersihkan rumah merapikan segala hal yang berantakan. Lumayan juga dia cukup rajin. Mungkin di rumah orang tuanya dia terbiasa kerja keras, sehingga mengerjakan pengurusan rumahku jadi lebih mudah.

    Untuk pendidikan aku memilih home schooling dan nanti akan kusiapkan untuk Kejar Paket A, kalau dia sudah siap. Kebetulan di sekitar rumahku ada guru les yang bersedia memberi pelajaran selengkapnya ke Aling. Selain itu dia kemudian aku masukkan kursus matematika belajar menghitung cepat.

    Sebulan Aling tinggal bersamaku dia mulai kelihatan bersih. Gadis ini sebetulnya memiliki wajah yang manis, tapi selama ini rambutnya tidak terurus, sekarang sudah rapi. Kukunya dulu hitam-hitam, sekarang sudah bersih. Sedikit yang agak mengganggu adalah di kulitnya masih ada bintik-bintik kecil seperti gatal. Mungkin dulu dia tinggal di rumah yang sanitasinya kurang terjaga. Namun bintik-bintik-bintik itu kelihatan mulai berkurang.

    Setelah 3 bulan aku tinggal bersamanya, aku mulai mendapatkan kekurangannya. Dia kelihatannya suka mencuri uang. Uang yang sering aku letakkan di sembarang tempat, sering menghilang, atau paling tidak berkurang jumlahnya. Kebiasaan ini sangat berbahaya pikirku. Kalau dibiarkan dia bisa menjadi kleptomania , atau mempunyai hobby mencuri.

    Satu hari aku memancing meletakkan uang yang jumlahnya sudah kupastikan. Sorenya uang itu masih berada di situ, tetapi kurang 5 ribu. Lain kali begitu juga, malah yang hilang 20 ribuan. Ketika kucoba meletakkan 5 lembar uang 50 ribuan di lemari pakaianku yang tidak terkunci,sorenya kulihat tinggal 4 lembar.

    Aling kupanggil. Pertama aku tanya apakah dia tahu uangku di lemari kok berkurang. Dia mengatakan tidak tahu kalau aku meletakkan uang di lemari pakaian. Dari sorot matanya aku tahu dia berbohong. Dia malah menuduhku bahwa aku lupa.

    Aku ingatkan kepada Aling, bahwa aku paling tidak suka kalau anak yang tinggal bersamaku suka mencuri. Tapi dia berkeras bahwa dia tidak pernah mencuri. Aku mengatakan tidak percaya kalau dia tidak mencuri uangku. Aku akan membuktikannya. Pertama ku bongkar lemari pakaiannya. Semua kuperiksa di lipatan-lipatan baju di lemarinya. Memang di situ tidak ditemukan ada uang. Semua tempat yang kucurigai tempat kemungkinan dia menyembunyikan uang curiannya aku periksa dan memang tidak ada.

    Aku tidak habis akal. Dia mungkin menyembunyikan di bajunya. Bajunya memang tidak mempunyai kantong. Wah kira-kira dimana ya dia sembunyikan. Kalau di teteknya kayaknya tidakmungkin karena dia belum mengenakan BH bahkan mini set pun rasanya tidak. Karena dia hanya mengenakan kaus dalam. Tapi aku akan mencoba mencari di bagian lain tubuhnya.

    Aling kusuruh berdiri di depanku yang duduk di sofa. Aku suruh dia buka kaus bagian atas. Dia keberatan, karena katanya malu. “ Kalau kamu tidak mau saya periksa, saya akan laporkan kehilangan uang ke polisi. Polisi akan menahan dan memenjarakan kamu, karena satu-satunya orang yang ada di sini Cuma kamu,” kataku menggertak.

    Mendengar kata Polisi dia takut dan dengan berat hati dia melepas kaus atasnya. Tinggal kaus singletnya. Di balik kaus singlet itu menjembul dua payudara kecil. Aku sekalian mengerjainya dengan menyuruhnya membuka kaus kutangnya.

    Dengan terpaksa dia membukanya. Terpampanglah dua bukit payudara yang masih baru tumbuh. Putingnya masih belum berkembang, dan aerola, atau lingkaran hitamnya juga masih kecil. Aling berusaha menutup kedua tetek kecilnya dengan kedua tangannya.

    Sejauh ini aku belum menemukan yang kucari.

    Aling kusuruh membuka celana boxernya. Dia menangis, takut ketika aku ingatkan akan memanggil polisi. Celana luarnya sudah terbuka. Terlihat celana dalamnya warnanya lusuh. Aku teledor selama ini tidak membelikan celana dalamnya. Aku hanya membelikan baju-baju luarnya.

    Namun celana dalamnya membentuk tonjolan yang aneh. Di bagian kemaluannya tidak membulat mengikuti kontur kemaluan perempuan yang biasa menonjol (mentul). Seperti ada lapisan di bagian bawahnya. Kecurigaanku Aling menyembunyikan jarahannya di dalam celana dalamnya.

    Maka aku minta Aling juga melepas celana dalamnya. Dia coba bertahan dengan alasan malu, sehingga tidak mau membukanya. Aku lalu pura –pura menekan nomor telepon dan berbicara seolah-olah dengan kantor Polisi. Aling buru-buru merebut tanganku dan mematikan HP ku sambil menangis dan dia tidak mau dibawa ke kantor Polisi.

    Aling tetap bertahan tidak mau membuka calana dalamnya. Bahkan dia berusaha memegang erat-erat celananya agar tidak dilepas. Aku meraba bagian bawah selangkangannya. Terasa ada suara kresek-kresek. Dengan gerakan yang tidak di duga celdamnya berhasil aku tarik ke bawah.

    Maka terjatuhlah sekantung plastik uang yang di dalamnya juga ada pecahan 50 ribuan. Aling menangis, dan membiarkan aku menurunkan celananya dan menelanjanginya di depanku. Kantung yang berisi uang itu aku pegang. Akhirnya Aling mengaku kalau dia sering mengambil uangku.

    Alasannya untuk jajan. Padahal aku setiap hari memberinya uang jajan. Ternyata diam-diam dia membagi uangnya ke adiknya si Memey.

    Aling tetap berdiri kaku telanjang bulat di depanku, kedua tangannya menutup mukanya sambil menangis. Di depanku terpampang memek yang masih gundul menggelembung dengan belahan rapat. Aku yang tadi merasa kesal, kini malah ngaceng. Bagaimana tidak, di depanku berdiri sesosok wanita yang baru tumbuh dalam keadaan bugil.

    Aku lalu memberi hukuman kepada Aling karena telah mencuri. Dia boleh terima hukuman itu atau kalau menolaknya aku akan serahkan ke polisi lengkap dengan barang bukti. Aling pasrah menerima hukumanku.

    Aku menetapkan hukuman bahwa selama 3 hari di rumah, tidak boleh memakai pakaian apapun, sehingga tidak bisa menyembunyikan jika penyakit mencurinya kambuh. Jadi selama 3 hari di dalam rumah Aling harus telanjang. Aling dengan terpaksa menerima hukumanku.

    Sejak kugeledah itu dia harus langsung telanjang sampai 3 hari ke depan, terutama kalau aku berada di rumah. Interogasi dan penggeledahan selesai. Masalahnya aku lapar dan di rumah tidak ada makanan apa pun. Biasanya aku menyuruh Aling membeli makanan ke luar. Sekarang pun dia harusnya melaksanakan itu.

    Tapi karena dia telanjang, jadi tidak mungkin keluar. Tapi aku malas juga jalan keluar, karena cape habis pulang kerja. Aling kusuruh berpakaian untuk keluar membeli makanan. Sekembalinya nanti, setelah pintu ditutup dia harus telanjang lagi.

    Aling sambil menunduk menuruti perintahku. Sekitar sejam kemudian dia kembali membawa 2 bungkus makanan. Aku memesan kwetiau goreng, sebungkus lagi aku gak tau dia beli makanan apa. Kembaliannya diserahkan semua dan dia menjelaskan berapa dibelanjakan untuk membeli makanan tadi. Kelihatannya dia tidak melakukan korupsi, karena aku hafal dengan harga makanan di daerah sekitarku.

    Aling tanpa ku minta segera membuka semua pakaiannya dan dia kembali telanjang. Kami makan berdua di meja makan sambil dia tetap telanjang. Selepas itu pun kami berdua menonton TV sambil dia tetap telanjang. Oh aku lupa menceritakan bahwa di rumahku hanya ada 1 TV.

    Dan TV itu hanya ada di kamarku. Jadinya Aling duduk bersila ditempat tidurku sedangkan aku menonton sambil berbaring. Aku membebaskan Aling memilih chanel yang dia suka. Tetapi kalau ada tayangan sepakbola, dia tidak kuberi kebebasan itu.

    Tapi Aling akhirnya juga senang menonton sepakbola, karena mungkin terpaksa menonton. Dia sampai hafal nama-nama pemain dan menandainya satu persatu. Bahkan dia sudah bisa berdebat soal sepakbola.

    Disamping aku hukum, dia kuberi keringanan untuk menonton TV sepuasnya di kamarku dan boleh tidur di sampingku dengan berselimut. Kamarku dingin ber AC. Jadi tidak mungkin aku biarkan dia telanjang kedinginan.

    Aling senang menerima keringanan itu. Dia lalu mengambil selimutnya dan berkerudung duduk dan lama-lama berbaring di sampingku. Aling sangat gemar menonton acara TV. Kadang-kadang aku teridur dia masih menonton acara TV.

    Hari kedua dia mulai biasa dengan ketelanjangan. Ini terlihat dia tidak canggung mondar-mandir mengerjakan tugas rumah sambil bugil di depanku. Dia mengatakan , bahwa kalaupun aku tidak dirumah dia tetap telanjang. Enak katanya, bebas.

    Sebetulnya ketelanjangannya itu menyiksaku. Tapi hukuman apa yang pantas diterimanya setelah dia kugeledah sampai telanjang. Yah apa boleh buat, paling enak liat orang telanjang bulat. Hari ketiga dia menjalani makin leluasa. Dia sudah kelihatan ceria dan melupakan ketelanjangannya itu sebagai hukuman, malah dia menikmati ketelanjangannya.

    Namun aku menengarai satu hal yang kurasa agak aneh mengenai kebiasaan Aling. Aku jarang menemui dia mandi, baik pagi, maupun sore. Diawal bersama ku dia selalu menjawa “sudah” jika kutanya soal mandi. Namun setelah lebih dari 3 bulan aku menengarai bahwa Aling jarang mandi.

    Dia hanya cuci muka dan sikat gigi, itu pun cuma sekali sehari kalau aku tegur soal sikat gigi. Setelah melihat dia telanjang baru aku sadari bahwa kulit putihnya tidak mulus di sekujur tubuhnya banyak bintik-bintik kecil. Disamping itu aku sering menangkap bau ketiak yang agak kurang sedap.

    Mungkin dulu di rumahnya dia tidak dididik soal kebersihan tubuh. Diam-diam aku membeli sabun pemeliharanaan kulit, spons mandi, bedak talk dan cologne untuk wanita.

    Bersambung…

    1 2
  • The Beloved Wife (Session 3)

    The Beloved Wife (Session 3)

    The Beloved Wife (Session 3) – Selamat malam sobat Ngocokers yang setia. Sebelum mambaca cerita dibawah ada baiknya untuk membaca session 2 dengan judul The Beloved Wife (Session 2). Terima kasih bagi para pembaca ngocokers yang setia!

    SUAMI & ISTRI MENERKA NERKA

    “Tuan Portman bunuh diri.” Petugas polisi melanjutkan. “Kami menemukan botol obat yang kosong di genggaman tangannya. Dugaan kami, dia sudah menenggak seluruh pil obat di dalam botol tersebut.”

    Tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut, Elliot segera bergegas untuk pergi ke kantor polisi. Awalnya dia tidak ingin membawa Charlotte, tapi wanita itu sudah bangun semenjak dia mengangkat teleponnya. Jadi mereka memutuskan untuk pergi bersama dengan Ian.

    Di perjalanan menuju kantor polisi, Elliot tidak bisa berhenti merasa gelisah dan mempertanyakan perilaku Renold Portman yang tiba – tiba bunuh diri. “Apa mungkin dia merasa tertekan sampai ingin bunuh diri?” duga Charlotte.

    Cerita Sex The Beloved Wife (Session 3)
    Cerita Sex The Beloved Wife (Session 3)

    Ngocoks “Tidak mungkin.” Elliot berkata, “Hukuman bahkan belum dijatuhkan, dia seharusnya masih berharap akan ada yang membantunya keluar dari hukuman.”

    “Johan. Dia pasti berharap Johan bisa membantunya. Bukankah seharusnya mereka bertemu di kantor polisi? Apa Johan tidak ingin membantunya?” Charlotte mulai bertanya – tanya dengan suara pelan.

    Elliot, “Kita lihat dulu situasinya di kantor polisi. Setelah itu baru kita pikirkan lagi.”

    Berselang setengah jam kemudian, mereka sampai di kantor polisi dengan wajah gusar. Polisi kemudian mengarahkan mereka ke rumah sakit yang ada di dekat kantor polisi untuk mengunjungi Renold yang sudah tidak bernyawa.

    “Waktu kematiannya adalah pukul 4.26 pagi. Tidak ada indikasi pemaksaan, kami juga melihat kalau dia mengeluarkan botol obat dari kantungnya sendiri.”

    Elliot menarik kain putih yang menutupi jasad Renold, dia bisa melihat permukaan kulit Renold yang begitu pucat, dan memiliki tanda livor mortis di bagian leher serta wajahnya. “Mengapa kalian membiarkan dia membawa obat?”

    Petugas polisi menghela napas. “Saat diperiksa, itu adalah obat untuk penyakit jantung, jadi kami membiarkan Tuan Portman membawanya.”

    Elliot menundukan kepalanya saat dia berkata, “Apa dia benar-benar memiliki penyakit jantung?”

    Karena setahu Elliot, Renold tidak pernah mempunyai indikasi penyakit jantung. Dia juga selalu memakan makanan berminyak, dan tidak begitu memperhatikan pola hidupnya.

    “Setelah pemeriksaan keseluruhan, dokter menyatakan dia sehat.”

    “Lalu obat itu adalah?”

    “Asetaminofen. Tuan Portman memasukkan obat Asetaminofen ke dalam botol obat jantung supaya kita tidak menyitanya,” jelas petugas polisi itu.

    Asetaminofen biasanya digunakan untuk obat penghilang rasa sakit. Namun penggunaannya tidak bisa sembarangan, karena bila dosis yang dikonsumsi tidak tepat, maka konsumennya bisa mengalami kerusakan hati dan keracunan. Sebelum ini, Renold telah mengkonsumsi 30 butir Asetaminofen dalam satu kali minum, jelas saja tubuhnya tidak akan sanggup menampung dosis sebanyak itu.

    Charlotte, “Apa Tuan Portman sempat bertemu dengan seseorang? Bertemu Johan misalnya.”

    Petugas polisi itu mengangguk cepat. “Ya, Tuan Portman sempat bertemu dengan Tuan Ketiga Landegre. Mereka hanya berbicara selama sepuluh menit, dan kami tidak menemukan pembicaraan yang mencurigakan.”

    “Biarkan kami mendengar rekaman percakapan mereka,” pinta Ian.

    *****

    Ketika mereka masuk ke ruang pemantau di sebelah ruang interograsi. Petugas polisi memutarkan rekaman percakapan antara Johan dan Renold tadi malam.

    Dari rekaman, terlihat keduanya duduk saling berhadapan dan diam selama dua menit pertama. Renold terus menundukan kepalanya, dan Elliot bisa melihat peluh membasahi kening Renold. Sedangkan Johan hanya memandangi Renold dalam diam, kedua tangannya dilipat di depan dada, dan ia tampak seperti seorang hakim yang ingin menunggu pengakuan.

    “Saya minta maaf karena sudah menyeret nama Anda,” kata Renold dengan suara gemetar.

    “Pengacaraku akan datang besok pagi, dia pasti mampu mengeluarkanku dari tempat ini,” ujar Johan tanpa beban.

    Renold menegang, “Apa … Apakah Anda juga bisa mengeluarkan saya?”

    Johan menatap kedua mata Renold lekat-lekat, kemudian tersenyum tipis di hadapan pria itu. “Mengeluarkan kamu? Bukankah kamu sendiri sudah mengakui kejahatanmu? Tuan Portman, sejujurnya aku tidak mengerti alasan kamu membawa-bawa namaku dalam tindakan kriminalmu.”

    Renold menggosok kedua tangannya di bawah meja, tampak seperti ingin menahan diri untuk bertindak impulsif. Dia juga akan membuka mulutnya selama beberapa detik, kemudian menutupnya lagi. Renold seolah ingin berbicara, tapi merasa takut untuk membuka suara.

    “Tidak apa-apa jika tidak bisa menjawabnya. Mungkin kamu terlalu panik dan tidak mau disalahkan seorang diri. Bagaimana pun, jika ada nama besar yang ikut terseret, kamu pasti hanya akan dianggap sebagai kaki tangan sehingga hukumanmu tidak terlalu panjang,” kata Johan. “Namun, seharusnya kamu tidak perlu berbohong sampai ke taraf ini. Apa kamu sengaja merusak seluruh data di Departemen Infrastruktur III dan menjual data itu ke perusahaan lain?”

    Renold membelalakan matanya, dia secara reflek hampir berdiri dari kursi. Segala ucapan yang tertahan di tenggorokannya akhirnya keluar begitu saja. “Tentu saja tidak! Bagaimana saya bisa seberani itu? Tuan, jika Anda tidak menyuruh saya untuk menghancurkan data itu, saya pasti tidak akan melakukannya!”

    pandangan mata Johan turun, tatapannya menjadi sedikit tajam, dan tangannya mengepal kuat di bawah meja. Meski terlihat marah, intonasi suaranya masih terdengar lembut. “Tuan Portman, berhenti menjatuhkan kesalahan yang kamu perbuat kepadaku. Apa salahnya untuk mengakui kesalahanmu tanpa menyeret orang lain?”

    Renold Portman tidak membalas lagi, dia tampak kehilangan arah dan tidak mampu memfokuskan matanya dengan benar.

    Johan akhirnya berdiri, kemudian melangkah keluar dari ruangan tersebut. Dia menepuk bahu Renold beberapa kali dan berkata, “Kamu sepertinya butuh banyak istirahat agar pikiranmu jernih. Jika kita bisa keluar dari tempat ini, aku akan mengirimkan beberapa bungkus teh herbal kepadamu. Kau pasti akan menikmati teh itu.”

    Renold sekali lagi menegang, dia mencengkram tangan Johan, kemudian berbicara dengan suara panik. “Tidak, tidak. Saya tidak membutuhkannya, tidak perlu mengirimkan apapun. Maaf, saya malah menyeret nama Anda ke dalam perbuatan kriminal saya sendiri. Maaf, maafkan saya.”

    Johan menyentak tangannya untuk melepaskan cengkraman Renold. “Tidak apa-apa, anggap saja kirimanku itu adalah tanda pertemanan.”

    Setelah itu Johan keluar dari ruangan, meninggalkan Renold sendirian di dalam ruangan tersebut selama beberapa jam. Pada pukul 4.15, Renold akhirnya menenggak 30 butir obat sekaligus dan mengalami kejang sampai pukul 4.26 pagi.

    “Hanya ada satu percakapan aneh, ketika Tuan Ketiga Landegre membicarakan teh herbal, sikap Tuan Portman terlihat panik,” kata petugas polisi itu.

    Elliot mengangguk, “Ya, memang terlihat aneh. Tapi memangnya apa korelasi dia dengan sebuah teh, terdengar tidak masuk akal.”

    Charlotte menundukan kepalanya saat dia berpikir, tampaknya ia berusaha mengingat-ingat perilaku Renold selama Charlotte bekerja di perusahaan. “Sebelum kita berlibur, aku ingat Tuan Portman pernah membagikan kotak teh kepada setiap karyawan yang dekat dengannya. Aku bahkan juga dapat satu.”

    Setelah mendengar ucapan Charlotte, Elliot tiba-tiba ingat Charlotte membawa satu kotak teh saat pulang. Saat itu dia tidak bertanya karena berpikir mungkin Charlotte membelinya di supermarket dekat kantor.

    “Apa merknya?” tanya Elliot.

    “Bukan merk besar,” Charlotte berkata, “Kurasa itu adalah teh produksi rumahan. Sepertinya pernah ada yang mengirimkan foto teh tersebut ke grup.”

    Charlotte memeriksa grup chat kantor. Kemudian menemukan foto yang dia maksud. Elliot lantas memperhatikan kotak teh tersebut dengan seksama, kemasannya memang terlihat seperti produksi rumahan. Tulisan ‘Yolan’s Tea’ terpampang jelas di kemasannya, tampaknya itu adalah merk dari teh produksi rumah itu.

    Elliot bertanya, “Apa pemilik dari produk teh ini adalah kenalan Tuan Portman?”

    “Dia sempat bilang itu milik kenalan dekatnya,” jawab Charlotte.

    “Mungkinkah kenalannya ini juga memiliki hubungan dengan Johan?”

    Elliot benci menerka-nerka saat dia tidak mempunyai fakta. Jadi, dia berhenti berpikir lebih panjang dan memperlihatkan foto itu kepada petugas polisi. “Selidikilah pemilik dari produk teh ini, mungkin kita bisa menemukan petunjuk.”

    “Dan untuk Johan ….”

    Elliot menggantung ucapannya, karena tidak tahu harus mengatakan apa. Renold Portman yang menjadi juru bicara dalam kasus ini telah meninggal, sehingga ucapannya tidak bisa dinyatakan secara konkrit di pengadilan. Jika ingin memasukkan Johan ke penjara, maka dia memerlukan bukti lain yang bersifat mutlak di mata pengadilan.

    Petugas polisi itu tampaknya mampu merasakan kefrustasian yang dirasakan oleh Elliot, sehingga dia kembali menghela napas. “Bila kita tidak mampu membuktikan keterlibatan Tuan Ketiga Landegre dalam waktu 48 jam, maka dia akan dibebaskan.”

    Pertemuan antara asisten Johan dengan Renold dapat dikatakan sebagai pertemuan antar rekan kerja lama. Jadi mungkin bukti itu tidak begitu berguna.

    Ian menepuk pundak Elliot. “Jangan khawatir, aku akan tetap menyelidiki Johan secara keseluruhan. Kamu hanya perlu menunggu selama beberapa waktu.”

    Tepukan Ian membuat Elliot lebih tenang, dia sangat percaya bila Ian pasti mampu menyeret Johan ke dalam penjara. Dia hanya harus menunggu dengan sabar.

    “Aku menantikannya.”

    *****

    Karena tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan di kantor polisi, Elliot akhirnya membawa Charlotte untuk pulang ke rumah, sementara Ian juga pulang menggunakan taxi.

    Di sepanjang perjalanan pulang, Elliot tidak banyak bicara. Charlotte tahu bila suaminya sedang tidak dalam suasana hati yang bagus, sehingga dia juga tidak akan mengganggu untuk sementara waktu.

    Charlotte baru berbicara saat mereka sudah sampai di rumah dan memasuki kamar. “Kamu ingin makan sesuatu? Mungkin saja setelah makan suasana hatimu jadi lebih baik.”

    Elliot melepaskan dua kancing kemejanya, kemudian berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian santai. “Nanti saja, kamu bisa makan duluan bila lapar.”

    Charlotte menghela napas dalam hati, membangkitkan suasana hati Elliot itu memang sulit, terlebih pria itu juga akan mengabaikan lingkungan sekitarnya, termasuk mengabaikan Charlotte.

    Entah mengapa, rasanya sangat tidak nyaman bagi Charlotte saat Elliot mulai mengabaikannya, seolah-olah dia memang pernah menghadapi sikap Elliot yang seperti itu dalam jangka waktu yang panjang.

    Perasaan tidak nyaman itu akan bertambah kuat saat Elliot tidak banyak bicara.

    Tapi Charlotte berusaha menepis perasaan itu karena masih ada masalah penting yang perlu mereka bicarakan.

    “Kita mungkin bisa menemukan alasan mengapa Tuan Portman begitu takut saat Johan membicarakan masalah teh,” kata Charlotte tiba-tiba.

    Elliot yang baru saja duduk di kasur akhirnya mengangkat kepalanya untuk menatap Charlotte. “Bagaimana?”

    “Menemui Yolan. Tuan Portman bilang jika pemilik teh itu adalah kenalan dekatnya, sehingga ada kemungkinan Yolan akan datang ke acara pemakaman Tuan Portman. Selama polisi mampu menemukan foto Yolan, kita bisa mencarinya di acara pemakaman.”

    Saat mendengar hal itu, Elliot seperti mendapatkan pencerahan. Tapi dia segera mengerutkan keningnya saat menyadari sesuatu. “Bagaimana bila dia tidak mau berbicara kepada kita?”

    “Dia pasti mau,” Charlotte berkata, “Jika dia memang sedekat itu, Yolan pasti ingin mencari tahu alasan dibalik kematian Tuan Portman yang tiba-tiba.”

    “Kamu benar, mungkin aku saja yang terlalu khawatir,” kata Elliot seraya menghela napas. Dia secara spontan menarik pinggang Charlotte dan memeluk wanita itu dengan erat.

    Elliot hanya khawatir jika masalah ini dibiarkan terus terombang-ambing. Sejarah tentang dirinya dan Charlotte yang mati di bawah salju akan terulang kembali. Bagaimana pun juga, Elliot ingin menghapus segala kemungkinan yang akan membawa mereka ke dalam bencana.

    “Maaf, suasana hatiku tadi agak buruk, jadi aku mengabaikanmu sedikit. Apa kamu kesal?” tanya Elliot.

    Charlotte membalas pelukan Elliot, lalu duduk di atas pangkuan pria itu. “Tidak apa-apa, aku bisa mengerti. Tapi, rasanya memang agak menyebalkan.”

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
  • Selingkuh Dengan Mantan

    Selingkuh Dengan Mantan

    Cerita Sex Selingkuh Dengan Mantan – Cyra adalah Mantan Selingkuhanku, kekasihku, Pemuasku beberapa tahun lampau. Ia menikah dengan pria lain tahun 1996, aku menyusul dua tahun kemudian, saat itu Cyra sudah mempunyai anak satu. Kami berpisah baik-baik, dan sesudahnya kami masih berhubungan. Aku juga kenal baik dengan suaminya.

    Aku dan Cyra sama-sama kerja di perusahaan konsultan. Sesudah menikah ia bertugas di salah satu proyek, sedangkan aku di head office, sehingga kami lama tidak ketemu.

    Kisah ini terjadi pada pertengahan tahun 2000, saat ia kembali bertugas di Head office menjadi sekretaris salah seorang expert kami dari Hongkong. Aku sering berhubungan kerja dengannya. Semula kami bersama dalam tugas.

    Lama-lama berlanjut untuk hal-hal di luar kerjaan, hingga tidak terasa kebiasaan dulu kembali muncul. Misalnya makan siang. Seperti dulu waktu masih pacaran, sering ia ‘mencomot’ lauk dari piringku, atau sesuatu yang ia makan diberikan separuh ke piringku. Kebiasaanku menyiapkan sendok dan minuman untuknya, atau menghabiskan makanannya juga menjadi kegiatan rutin, seolah hal yang wajar saja dalam hubungan kami.

    Cerita Sex Selingkuh Dengan Mantan
    Cerita Sex Selingkuh Dengan Mantan

    Ngocoks Untungnya teman-teman sekantor juga menganggapnya wajar. Sering juga kami ngobrol soal rumah tangga, suami(nya), istri(ku), dan anak-anak (kami). Tidak ada cerita jelek, semua baik-baik saja. Tapi di balik yang ‘baik-baik’ tersirat kerinduan (atau kecewaan?) tersembunyi.

    Dalam suasana seperti itulah hubungan kami berlanjut dan menghasilkan kisah-kisah yang sebagian kucuplik di sini, khusus yang punya kesan mendalam untukku. Pertama: Saung Ikan Mas Hari itu bossnya Cyra sedang ke tempat client.

    Si boss bawa mobil sendiri, maka seperti biasa Cyra memanfaatkan mobil kantor yang menganggur buat jalan-jalan. Driver-nya cs kami, jadi ia mengajakku bergabung cari makan siang di luar. ( “Kamu yang traktir yaa..” katanya). Pukul 11.30 kami bertiga berangkat ke Cwie Mie Fatmawati.

    Baru sampai di Prapatan Pejaten (kantor kami di Buncit), si boss menelpon minta supaya driver-nya menyusul karena tidak enak badan. Maksudnya minta disupiri pulang.Driver kami turun sambil mengomel, minta uang taksi ke Cyra terus menyusul bossnya di sekitar blok M. Cyra menggantikan pegang kemudi (dulu, Cyra yang mengajariku bawa mobil) dan melanjutkan perjalanan.

    “Kalo dulu, sambil nyetir gini biasanya aku dipijitin..” Cyra mulai membuka kenangan.
    “Sekarang juga boleh..” kataku, sambil mengusap lututnya, biasanya aku pindah ke belakang, memijat leher dan pundaknya dari belakang, dan tentu saja berakhir di payudaranya.
    “Jangaan ahh, kacanya terang..” kata Cyra.

    Usapan di lutut memang lebih aman dari pandangan mobil lain. Dari desahan ‘ahh’-nya kurasakan bahwa Cyra menikmatinya.

    “Kita ke saung aja yuk..!” lanjut Cyra.

    Saung adalah istilah kami berdua untuk sebuah restoran pemancingan di sekitar Ragunan.Aku tidak menjawab, hanya semakin meningkatkan sentuhan di lutut dan ke atas ‘sedikit’ sambil mata tetap waspada memantau kiri kanan takut dilongok pengendara motor. Cyra dengan trampil meluncurkan mobil di sepanjang jalan dengan meminimalkan penggunaan kopling supaya paha kirinya lebih mudah terjangkau jari-jariku.

    “Berapa tahun aku tidak nyentuh ini..” kataku saat jariku mulai nyelusuri pinggiran CD-nya. Cyra agak tergetar oleh sentuhanku itu, sambil mendesis ia mengoyangkan kakinya.

    “Kamu bangun enggak Mas..?” katanya (ia memanggilku ‘Mas’).
    “Liat aja,” jawabku.

    Ia melirik dan terkikik melihat tonjolan yang mengeras di celanaku.

    “Hihihi.. masih mempan juga..”
    “Masih dong, remasanmu belum ada duanya..” Restoran itu terletak di pinggir kolam, dihubungkan ke beberapa saung (gubuk dari bambu) di tengah kolam dengan jembatan kayu.

    Saung beratap rumbia ukuran 2,5 m x 2,5 m itu diberi pagar bambu rapat setinggi 60 cm. Bagian atasnya terbuka sehingga dapat dipantau dari jauh, tapi dilengkapi krey bambu yang jarang-jarang, dan dapat diturunkan ‘kalau perlu’, juga disediakan bantal duduk. Tidak ada pengunjung lain.

    Kami meniti jembatan kayu, memilih saung yang paling jauh dari kasir, dan memesan makanan yang paling cepat saji. Tidak lupa kami minta krey diturunkan. Begitu pelayan pergi, aku segera menjatuhkan pantatku di sebelahnya. Ia menyandar ke tiang bambu di pojok, bersila di bantal dengan cuek. Aku meneruskan elusanku yang terhenti, menyusuri pahanya yang terbuka.

    “Mana dong yang keras-keras tadi, aku pegang..” katanya tanpa mempedulikan jariku yang sudah terbenam di dalam roknya.

    Aku merapatkan duduk agar terjangkau tangannya. Ia menekan-nekan celana di bagian penisku dengan keempat jarinya.Dengan hati-hati sabukku dibuka, lalu zipku diturunkan. Dari sela- sela baju dan singlet, dirogohnya penisku yang sudah mengeras lalu diusapnya lembut.

    “Segini aja dulu, biar gampang ditutup,” katanya saat aku mau menurunkan celana panjang.Rasa nikmat yang halus merambat seperti aliran setrum dari selangkanganku, menjalar ke kaki, badan terus ke otak.

    Kami duduk berdampingan, aku selonjor dengan penis mencuat keluar dari celana, sementara paha kiri Cyra menopang di atas paha kananku, kirinya mengusap lembut batangku sementara sambil menikmati elusannya, tangan kananku melakukan eksplorasi ke permukaan vaginanya yang terbungkus CD.

    Percumbuan ringan itu terhenti ketika pelayan datang membawa pesanan.Aku menaikkan zipku kembali seraya merapatkan jaket.

    “Sana kamu ke kamar mandi Mas, CD sama singletnya dikantongin aja. Sabuknya masukin tas,” ia berbisik memerintahku (Dari dulu aku suka ‘perintah- perintahnya’ Ia membereskan makanan sementara aku ke kamar mandi, membukai semua sesuai instruksi dan mencuci batangku supaya dingin dan segar kembali.

    Keluar kamar mandi, aku berpapasan dengan Cyra menuju ke tempat yang sama sambil mengedipi aku. Sambil menunggu, membayangkan ulah Cyra batangku yang baru didinginkan mengeras lagi. Aku tidak menyentuh makanan, hanya minum Aqua untuk mengurangi bau mulut. Cyra datang langsung duduk di bantal lagi. Agen Judi Online

    “Udah lega.. ganjelnya udah masuk sini semua.. Beha, CD..” Cyra melemparkan tasnya. Aku kembali merapat.
    “Jangan deket-deket, kelihatan dari kasir,” ia mencegah.

    Tangan kiriku beralih ke perutnya, pelan-pelan menggeser ke atas.Semua ‘daleman’ Cyra sudah tersimpan dengan aman di dalam tas. Cyra mengeluh saat tanganku menyentuh bulatan kenyal itu, menggeser posisi sehingga dapat mengawasi kasir di seberang, sekaligus memudahkan aku ‘bekerja’.

    Ia kembali mendesah lirih saat kusentuh putingnya. Darahku bergejolak merasakan lembutnya buah dada Cyra. Beda dengan dulu, sekarang lebih berisi karena menyusui. Aku tidak berani mencium bibir atau mendekapnya karena kepala kami kelihatan sayup dari restoran.

    Perlahan kubuka kancing blus dengan menyisakan satu kancing paling atas (Cyra biasa begitu supaya cepat ‘memberesinya’) hingga aku dapat leluasa menciumi perutnya.Buah dada Cyra mengembang segar, putingnya yang menonjol sudah mulai mengeras, coklat dilingkari semburat merah jambu. Dengan lembut jariku mengelus puting itu. Kuremas tubuh Cyra dengan penuh perasaan.

    Lidahku menjelajahi perutnya, membuat Cyra mendesah-desah dengan mata setengah terpejam. Bersembunyi di balik blus longgarnya, ciumanku beralih ke buah dada. Lidahku berputar-putar menyapu lingkaran merah di seputar puting, lalu diteruskan dengan mengulum ujungnya.

    Sementara itu tanganku menjelajahi gunung yang sebelahnya. Cyra semakin merintih-rintih menikmati sentuhanku. Birahinya semakin menggelora. Sambil tetap menciumi puting susu, tangan kiriku pindah menelusuri paha Cyra sambil tangan lainnya menyusup ke belakang, membuka kaitan roknya.

    Sentuhan dan rabaanku akhirnya sampai ke pangkal pahanya yang tidak terbungkus apa apa.Usapanku pada bukit lembut yang ditumbuhi bulu halus membuat birahi Cyra menggelegak, meluap ke seluruh nadi dan pori-pori. Ketika tanganku menyelusup ke celah kewanitaannya yang basah, Cyra makin menggeliat tidak terkendali.

    “Ahh.. Mass, ahh..” Cyra merintih tidak karuan, sementara sekujur tubuhnya mulai dirangsang nikmat yang tidak tertahankan.

    Dengan hati- hati rok Cyra kusingkapkan, pahanya yang mulus sudah menganga menantikan sentuhan lebih jauh.Celah di pangkal paha Cyra yang ditutupi rambut halus, merekah indah. Kepalaku menyusup ke dalam roknya yang tersingkap, Cyra mengangkangkan pahanya lebar-lebar seraya menyodorkan pangkal pahanya, memudahkanku mencapai lembahnya.

    Jariku mengusap-usap celah itu yang mulai basah dan menebal, sementara lidahku menciumi pinggiran bulu-bulu kemaluannya. Cyra mengerang keenakan saat jari-jariku menggetar dan memilin kelentitnya.

    “Akh.. Mas, gila..! Udah dong Mass..!” Jari-jariku membasahi kelentit Cyra dengan cairan yang merembes keluar dari celahnya.

    Setiap jariku mengorek lubang kemaluan untuk membasahi kelentit, Cyra menggeliat kelojotan.Apalagi sambil membenamkan jari, aku memutar-mutarkannya sedikit. Sambil meremas rambutku yang masih menciumi pubisnya, Cyra mencari- cari zipku, ketemu, terus dibukanya.

    Dan kemaluanku yang sudah menegang kencang terbebas dari ‘kungkungan’.Batangku tidak terlalu panjang, tapi cukup besar dan padat. Sementara ujungnya yang ditutupi topi baja licin mengkilat, bergerak kembang kempis. Di ujung topi itu, lubang kecilku sudah licin berair.

    Sementara tubuh Cyra makin melengkung dan tinggal punggungnya yang bersandar karena pahanya mengangkang semakin lebar, aku pun berusaha mencari posisi yang enak.Sambil menindih paha kirinya, wajahku membenam di selangkangan menjilati lipatan pangkal pahanya dengan bernafsu, dan tangan kiri tetap bebas menjelajahi liang kemaluannya.

    Pinggulku mendekat ke tubuhnya untuk memudahkan ia meraih batangku. Soal ‘keamanan lingkungan’ sepenuhnya kupercayakan kepada Cyra yang dapat memandang sekeliling. Dengan gemas tangan Cyra meraih tonggakku yang semakin tegak mengeras.

    Jari-jarinya yang halus dan dingin segera menjadi hangat ketika berhasil menggenggam batang itu.
    Ketika pangkal paha Cyra mencuat semakin terbuka, ciumanku mendarat di pinggiran bibir vaginanya. Ciuman pada vaginanya membuat Cyra bergetar.Ketika lidahku yang menjelajahi bibir kemaluan menggelitik kelentitnya, Cyra semakin mengasongkan pinggulnya.

    Lalu.., tiba-tiba ia mengerang, kaki kanannya terlipat memiting kepalaku dan tangannya mencengkeram pangkal leherku, mendesakkan mulut vaginanya ke bibirku, dan mengejang di situ. Cyra orgasme! Cyra menyandar lemas di tiang pagar. Agen Judi Online

    Tapi itu tidak berlangsung lama, segera didorongnya tubuhku telentang dan dimintanya merapat ke dinding bambu. Aku mengerti yang dimauinya, aku tahu orgasmenya belum tuntas, tapi aku masih ragu.Semula aku hanya ingin menawarkan kenikmatan lewat lidah dan jariku, tapi kini telanjur Cyra ingin lebih.

    “Kamu oke, Ki..?” tanyaku. Ia mengangguk.
    “Aman..?” lanjutku sambil memutar biji mataku berkeliling. Ia kembali mengangguk.
    “Ayo.. sini..!” kataku memberi kode tapak tangan menyilang, Cyra langsung mengerti bahasa kami masa pacaran.

    Ia mengangkang di atas badanku, jongkok membelakangiku dan kembali menghadap ke restoran. Ia mengangkat rok dan memundurkan pinggulnya hingga vaginanya tepat di mulutku. Tanganku yang menganggur merogoh saku, mengambil ‘sarung’ yang sudah kusiapkan, kuselipkan di tangan Cyra.

    “Ihh, udah siap-siap yaa..?” katanya, sambil mencubit batangku.

    Dengan sebelah tangan bertumpu pada dinding bambu, Cyra berjongkok di wajahku yang berkerudung roknya.Dengan mendesah ia menggerakkan pinggulnya, menyapukan vaginanya ke lidahku yang menjulur, kadang mendesak hidungku dengan tekanan beraturan.

    Tangannya sebelah lagi mengurut pelan penisku yang semakin tegang, lalu dengan susah payah berusaha memasang ‘sarung’ dengan sebelah tangan, gagal, malah dilempar ke lantai.Saat sapuan vaginanya di bibirku semakin kuat sementara lidahku yang menjulur sudah kebanjiran cairannya, pinggulnya ditarik dari mulutku, bergerak menuruni tubuhku ke arah selangkangan.

    Aku tidak tinggal diam, vaginanya yang lepas dari lidahku kurogoh, kujelajahi dengan jari-jariku.Cyra semakin menggelinjang, pahanya mengangkang mengharapkan datangnya tusukanku, sementara tangannya yang menggenggam mengarahkan kemaluan itu ke liang vaginanya yang sudah berdenyut keras.

    “Mas.. masukin yaa..!” Cyra merintih sambil menarik batang kemaluanku, sementara aku masih memainkan jari di kelentit dan liangnya.
    “Hhh, kamu lepaass dulu.. Ini udah keras banget..!” Aku mengambil alih menggenggam tongkat.

    Kusentuh dan kugosok-gosokkan otot perkasa yang ujungnya mulai basah itu ke kelentit Cyra. Cyra melenguh. Sentuhan dengan ujung kemaluan yang lembut dan basah membuat kelentitnya serasa dijilati lidah. Napas Cyra semakin terengah-engah.

    Setelah puas membasahi kelentit, aku pindah ke mulut vagina. Kuputar- putarkan tongkat kenikmatanku di mulut lorong Cyra. Membuatnya semakin kelojotan dan medesah dengan sendu. Ia berusaha menekan tapi terganjal tangan yang menggenggam batangku.

    “Masukin dong Mas..!” Cyra menjerit lirih.Dengan gemetar aku melepas tongkatku, topi bajaku menyentuh mulut vagina Cyra.

    Kemudian dengan hati-hati ia mendorong pelan-pelan, sampai kepala penisku membenam di liang itu. Aku mengerang, kepala kemaluanku seakan diremas oleh cincin yang melingkari liang sempit milik Cyra.

    “Uhh.. enak Yang..!” Cyra tebeliak-beliak sambil melenguh ketika kemaluanku menyeruak masuk lebih dalam ke liang nikmatnya.

    Dinding vaginanya yang lembut tergetar oleh nikmat yang menggelitik karena gesekan ototku.Cyra kemudian pelan-pelan mengangkat pinggul, menarik keluar batang kemaluanku. Ia mendesis panjang. Menggumam sambil menggigit bibir. Demikian pula ketika mendorong, menelan tongkatku yang kembali membenam di liang vaginanya.Cyra merasakan nikmat yang tidak habis-habisnya.

    “Auughh.. Yang..! Teruus..!”
    “E.. emhh.. kamu goyyaang teruss..!”Kemudian Cyra memiringkan badannya, memberi kode padaku.

    Ia ingin di bawah. Aku menjawab dengan mengangkat alis, sambil mata berkeliling.Ia mengangguk, artinya aman. Lalu, tanpa mencabut batangku, Cyra berbaring pelan-pelan dan aku bangkit bertumpu pada palang dinding bambu. Dari sela-sela krey, di restoran tampak dua orang sedang asyik nonton TV membelakangi saung kami.Cyra berbaring miring menghadap dinding pagar.

    Sebelah kakinya melonjor di lantai, sebelah lainnya mengait di palang bambu. Tanganku pindah memainkan klitoris, sementara batang kemaluanku keluar masuk di liang vagina Cyra.Membuat birahi kami semakin menggelegak. Birahi yang makin memuncak membuat Cyra dan aku terhanyut, tidak memperdulikan apa-apa lagi.

    Cyra kini telentang, ia meraih bantal untuk mengganjal pantat, memudahkan kocokan batang penis di liang vaginanya.Pinggul Cyra dengan lincah berputar-putar, sementara aku semakin cepat mengayunkan pantat, menyebabkan gesekan penis dan vagina semakin terasa mengasyikkan.

    Tiba tiba Cyra menegang. Pinggulnya menggelinjang dengan hebat.Matanya terbeliak dan tangannya mencakari pahaku dengan liar. Gerakannya semakin tidak beraturan, sementara kakinya membelit di pantatku. Ceritasex.site

    “Akh.. cepetaan.. Yang..!” Cyra mendesah-desah.
    “Gila.. enaak banget..!” Ketika suatu desiran kenikmatan menyiram menjalari sekujur tubuhnya, ia menggelepar.
    “Akuu.. keluaar.. laagii.. Yang.. kkamu..!” Cakaran itu sama sekali tidak menghentikan gerakanku yang tengah menikmati remasan-remasan terakhir vagina Cyra di kepala dan batang kemaluanku.

    Aku pun hampir mencapai orgasme. Lalu,

    “Uhh.. aku keluaar Nik..!” Aku mengocok dengan cepat dan menggelepar- gelepar tidak beraturan.

    Gerakan yang membuat Cyra semakin melambung- lambung. Kemudian, kami berdua mengejang dengan saling mendesakkan pinggul masing-masing.Puncak birahi Cyra menggelegak saat aku menumpahkan puncak kenikmatanku dalam-dalam membenam di vagina Cyra yang meremas-remas dengan ketat, bersama semburan cairan kentalku.

    Bersambung…

    1 2
  • Mencintai Wanita Lebih Tua

    Mencintai Wanita Lebih Tua

    Cerita Sex Mencintai Wanita Lebih Tua – Diawali dari jaman aku sma. Dulu waktu aku sma, aku selalu pilih-pilih dalam mencintai wanita. Hal ini yang jadi awal mula kisah seks sekaligus cerita sex yang akan aku ceritakan disini. Aku tak pernah mendekati seorang cewek pun di SMA. Padahal boleh dibilang aku ini bukan orang yang jelek-jelek amat.

    Para gadis sering histeris ketika melihat aku beraksi dibidang olahraga, seperti basket, lari dan sebagainya. Dan banyak surat cinta cewek yang tidak kubalas. Sebab aku tidak suka mereka. Untuk masalah pelajaran aku terbilang normal, tidak terlalu pintar, tapi teman-teman memanggilku kutu buku.

    Padahal masih banyak yang lebih pintar dari aku, mungkin karena aku mahir dalam bidang olahraga dan dalam pelajaran aku tidak terlalu bodoh saja akhirnya aku dikatakan demikian.

    Cerita Sex Mencintai Wanita Lebih Tua
    Cerita Sex Mencintai Wanita Lebih Tua

    Ngocoks Ketika kelulusan, aku pun masuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di Malang. Di sini aku numpang di rumah bibiku. Namanya Melly. Aku biasanya memanggilnya mbak Mely, kebiasaan dari kecil mungkin. Ia tinggal sendirian bersama kedua anaknya,

    Semenjak suaminya meninggal ketika aku masih SMP ia mendirikan usaha sendiri di kota ini. Yaitu berupa rumah makan yang lumayan laris, dengan bekal itu ia bisa menghidupi kedua anaknya yang masih duduk di SD.

    Ketika datang pertama kali di Malang, aku sudah dijemput pakai mobilnya. Lumayanlah, perjalanan dengan menggunakan kereta cukup melelahkan. Pertamanya aku tak tahu kalau itu adalah mbak Melly. Sebab ia kelihatan muda. Aku baru sadar ketika aku menelpon hp-nya dan dia mengangkatnya.

    Lalu kami bertegur sapa. Hari itu juga jantungku berdebar. Usianya masih 32 tapi dia sangat cantik. Rambutnya masih panjang terurai, wajahnya sangat halus, ia masih seperti gadis. Dan di dalam mobil itu aku benar-benar berdebar-debar.

    “Capek Dek Iwan?”, tanyanya.

    “Iyalah mbak, di kereta duduk terus dari pagi”, jawabku. “Tapi mbak Melly masih cantik ya?”

    Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu”.

    Selama tinggal di rumahnya mbak Melly. Aku sedikit demi sedikit mencoba akrab dan mengenalnya. Banyak sekali hal-hal yang bisa aku ketahui dari mbak Melly. Dari kesukaannya, dari pengalaman hidupnya.

    Akupun jadi dekat dengan anak-anaknya. Aku sering mengajari mereka pelajaran sekolah.

    Tak terasa sudah satu semester lebih aku tinggal di rumah ini. Dan mbak Melly sepertinya adalah satu-satunya wanita yang menggerakkan hatiku. Aku benar-benar jatuh cinta padanya. Tapi aku tak yakin apakah ia cinta juga kepadaku.

    Apalagi ia adalah bibiku sendiri. Malam itu sepi dan hujan di luar sana. Mbak Melly sedang nonton televisi. Aku lihat kedua anaknya sudah tidur. Aku keluar dari kamar dan ke ruang depan. Tampak mbak Melly asyik menonton tv. Saat itu sedang ada sinetron.

    “Nggak tidur Wan?”, tanyanya.

    “Masih belum ngantuk mbak”, jawabku.

    Aku duduk di sebelahnya. Entah kenapa lagi-lagi dadaku berdebar kencang. Aku bersandar di sofa, aku tidak melihat tv tapi melihat mbak Melly. Ia tak menyadarinya.

    Lama kami terdiam.

    “Kamu banyak diam ya”, katanya.

    “Eh.. oh, iya”, kataku kaget.

    “Mau ngobrolin sesuatu?”, tanyanya.

    “Ah, enggak, pingin nemeni mbak Melly aja”, jawabku.

    “Ah kamu, ada-ada aja”

    “Serius mbak”

    “Makasih”

    “Restorannya gimana mbak? Sukses?”

    “Lumayanlah, sekarang bisa waralaba.

    Banyak karyawannya, urusan kerjaan semuanya tak serahin ke general managernya. Mbak sewaktu-waktu saja ke sana”, katanya. “Gimana kuliahmu?”

    “Ya, begitulah mbak, lancar saja”, jawabku.

    Aku memberanikan diri memegang pundaknya untuk memijat. “Saya pijetin ya mbak, sepertinya mbak capek”.

    “Makasih, nggak usah ah”

    “Nggak papa koq mbak, cuma dipijit aja,

    emangnya mau yang lain?”

    Ia tersenyum, “Ya udah, pijitin saja”

    Aku memijiti pundaknya, punggungnya, dengan pijatan yang halus, sesekali aku meraba ke bahunya. Ia memakai tshirt ketat.

    Sehingga aku bisa melihat lekukan tubuh dan juga tali bh-nya. Dadanya mbak Melly besar juga. Tercium bau harum parfumnya.

    “Kamu sudah punya pacar Wan?”, tanya mbak Melly.

    “Nggak punya mbak”

    “Koq bisa nggak punya, emang nggak ada yang tertarik ama kamu?”

    “Saya aja yang nggak tertarik ama mereka”

    “Lha koq aneh? Denger dari mama kamu katanya kamu itu sering dikirimi surat cinta”

    “Iya, waktu SMA. Kalau sekarang aku menemukan cinta tapi sulit mengatakannya”

    “Masa’?”

    “Iya mbak, orangnya cantik, tapi sudah janda”, aku mencoba memancing.

    “Siapa?”

    “Mbak Melly”.

    Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu ini”.

    “Aku serius mbak, nggak bohong, pernah mbak tahu aku bohong?“,

    Ia diam.

    “Semenjak aku bertemu mbak Melly, jantungku berdetak kencang. Aku tak tahu apa itu. Sebab aku tidak pernah jatuh cinta sebelumnya. Semenjak itu pula aku menyimpan perasaanku, dan merasa nyaman ketika berada di samping mbak Melly.

    Aku tak tahu apakah itu cinta tapi, kian hari dadaku makin sesak. Sesak hingga aku tak bisa berpikir lagi mbak, rasanya sakit sekali ketika aku harus membohongi diri kalau aku cinta ama mbak”, kataku.

    “Wan, aku ini bibimu”, katanya.

    “Aku tahu, tapi perasaanku tak pernah berbohong mbak, aku mau jujur kalau aku cinta ama mbak”, kataku sambil memeluknya dari belakang.

    Lama kami terdiam. Mungkin hubungan yang kami rasa sekarang mulai canggung. Mbak

    Melly mencoba melepaskan pelukanku.

    “Maaf wan, mbak perlu berpikir”, kata mbak

    Melly beranjak. Aku pun ditinggal sendirian di ruangan itu, tv masih menyala. Cukup lama aku ada di ruangan tengah, hingga tengah malam kira-kira. Aku pun mematikan tv dan menuju kamarku. Sayup-sayup aku terdengar suara isak tangis di kamar mbak Melly. Aku pun mencoba menguping.

    “Apa yang harus aku lakukan?… Apa…”

    Aku menunduk, mungkin mbak Melly kaget setelah pengakuanku tadi. Aku pun masuk kamarku dan tertidur. Malam itu aku bermimpi basah dengan mbak Melly. Aku bermimpi bercinta dengannya, dan paginya aku dapati celana dalamku basah. Wah,

    mimpi yang indah.

    Paginya, mbak Melly selesai menyiapkan sarapan. Anak-anaknya sarapan. Aku baru keluar dari kamar mandi. Melihat mereka dari kejauhan. Mbak Melly tampak mencoba untuk menghindari pandanganku. Kami benar-benar canggung pagi itu. Hari ini nggak ada kuliah. Aku bisa habiskan waktu seharian di rumah. Setelah ganti baju aku keluar kamar. Tampak mbak Melly melihat-lihat isi kulkas.

    “Waduh, wan, bisa minta tolong bantu mbak?”, tanyanya.

    “Apa mbak?”

    “Mbak mau belanja, bisa bantu mbak belanja? Sepertinya isi kulkas udah mau habis”, katanya.

    “OK”

    “Untuk yang tadi malam, tolong jangan diungkit-ungkit lagi, aku maafin kamu tapi jangan dibicarakan di depan anak-anak”,

    katanya. Aku mengangguk.

    Kami naik mobil mengantarkan anak-anak mbak Melly sekolah. Lalu kami pergi belanja.

    Lumayan banyak belanjaan kami. Dan aku menggandeng tangan mbak Melly. Kami mirip sepasang suami istri, mbak Melly rasanya nggak menolak ketika tangannya aku gandeng. Mungkin karena barang bawaannya banyak. Di mobil pun kami diam. Setelah belanja banyak itu kami tak mengucapkan sepatah kata pun. Namun setiap kali aku bilang ke mbak Melly bahwa perasaanku serius.

    Hari-hari berlalu. Aku terus bilang ke mbak

    Melly bahwa aku cinta dia. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya. Aku membelikan sebuah gaun. Aku memang menyembunyikannya. Gaun ini sangat mahal, hampir dua bulan uang sakuku habis.

    Terpaksa nanti aku minta ortu kalau lagi butuh buat kuliah. Saat itu anak-anak mbak Melly sedang sekolah. Mbak Melly merenung di sofa. Aku lalu datang kepadanya. Dan memberikan sebuah kotak hadiah.

    “Apa ini?”, tanyanya.

    “Kado, mbak Mellykan ulang tahun hari ini”,

    Ia tertawa. Tampak senyumnya indah hari itu. Matanya berkaca-kaca ia mencoba menahan air matanya. Ia buka kadonya dan mengambil isinya. Aku memberinya sebuah gaun berwarna hitam yang mewan.

    “Indah sekali, berapa harganya?”, tanyanya.

    “Ah nggak usah dipikirkan mbak”, kataku sambil tersenyum. “Ini kulakukan sebagai pembuktian cintaku pada mbak”

    “Sebentar ya”, katanya. Ia buru-buru masuk kamar sambil membawa gaunnya.

    Tak perlu lama, ia sudah keluar dengan memakai baju itu. Ia benar-benar cantik.

    “Bagaimana wan?”, tanyanya.

    “Cantik mbak, Superb!!”, kataku sambil mengacungkan jempol.

    Ia tiba-tiba berlari dan memelukku. Erat sekali, sampai aku bisa merasakan dadanya.

    “Terima kasih”

    “Aku cinta kamu mbak”, kataku.

    Mbak Melly menatapku. “Aku tahu”

    Aku memajukan bibirku, dan dalam sekejap bibirku sudah bersentuhan dengan bibirnya.

    Inilah first kiss kita. Aku menciumi bibirnya, melumatnya, dan menghisap ludahnya.

    Lidahku bermain di dalam mulutnya, kami berpanggutan lama sekali. Mbak Melly mengangkat paha kirinya ke pinggangku, aku menahannya dengan tangan kananku. Ia jatuh ke sofa, aku lalu mengikutinya.

    “Aku juga cinta kamu wan, dan aku bingung”,

    katanya.

    “Aku juga bingung mbak”

    Kami berciuman lagi. Mbak Melly berusaha melepas bajuku, dan tanpa sadar, aku sudah hanya bercelana dalam saja. Penisku yang menegang menyembul keluar dari CD. Aku membuka resleting bajunya, kuturunkan gaunnya, saat itulah aku mendapati dua buah bukit yang ranum.

    Dadanya benar-benar besar. Kuciumi putingnya, kulumat, kukunyah, kujilati. Aku lalu menurunkan terus hingga ke bawah. Ha? Nggak ada CD? Jadi tadi mbak Melly ke kamar ganti baju sambil melepas CD-nya.

    “Nggak perlu heran Wan, mbak juga ingin ini koq, mungkin inilah saat yang tepat”, katanya.

    Aku lalu benar-benar menciumi kewanitaannya. Kulumat, kujilat, kuhisap.

    Aku baru pertama kali melakukannya.

    Rasanya aneh, tapi aku suka. Aku cinta mbak Melly. Mbak Melly meremas rambutku, menjambakku. Ia menggelinjang. Kuciumi pahanya, betisnya, lalu ke jempol kakinya.

    Kuemut jempol kakinya. Ia terangsang sekali. Jempol kaki adalah bagian paling sensitif bagi wanita.

    “Tidak wan, jangan… AAAHH”, mbak Melly memiawik.

    “Kenapa mbak?” kataku.

    Tangannya mencengkram lenganku.

    Vaginanya basah sekali. Ia memejamkan mata, tampak ia menikmatinya. “Aku keluar wan”

    Ia bangkit lalu menurunkan CD-ku. Aku duduk di sofa sambil memperhatikan apa yang dilakukannya.

    “Gantian sekarang”, katanya sambil tersenyum.

    Ia memegang penisku, diremas-remas dan dipijat-pijatnya. Oh… aku baru saja merasakan penisku dipijat wanita. Tangan mbak Melly yang lembut, hangat lalu mengocok penisku. Penisku makin lama makin panjang dan besar.

    Mbak Melly menjulurkan lidahnya. Dia jilati bagian pangkalnya, ujungnya, lalu ia masukkan ujung penisku ke dalam mulutnya. Ia hisap, ia basahi dengan ludahnya. Ohh… sensasinya luar biasa.

    “Kalau mau keluar, keluar aja nggak apa-apa wan”, kata mbak Melly.

    “Nggak mbak, aku ingin keluar di situ aja?“, kataku sambil memegang liang kewanitaannya.

    Ia mengerti, lalu aku didorongnya. Aku berbaring, dan ia ada di atasku. Pahanya membuka, dan ia arahkan penisku masuk ke liang itu. Agak seret, mungkin karena memang ia tak pernah bercinta selain dengan suaminya. Masuk, sedikit demi sedikit dan bless… Masuk semuanya. Ia bertumpu dengan sofa, lalu ia gerakkan atas bawah.

    “Ohh… wan… enak wan…”, katanya.

    “Ohhh… mbak… Mbak Melly… ahhh…”, kataku.

    Dadanya naik turun. Montok sekali, aku pun meremas-remas dadanya. Lama sekali ruangan ini dipenuhi suara desahan kami dan suara dua daging beradu. Plok… plook.. plookk.. cplokk..!! “Waan… mbak keluar lagi… AAAHHHH”

    Mbak Melly ambruk di atasku. Dadanya menyentuh dadanku, aku memeluknya erat.

    Vaginanya benar-benar menjepitku kencang sekali. Perlu sedikit waktu untuk ia bisa bangkit. Lalu ia berbaring di sofa.

    “Masukin wan, puaskan dirimu, semprotkan cairanmu ke dalam rahimku. Mbak rela punya anak darimu wan”, katanya.

    Aku tak menyia-nyiakannya. Aku pun memasukkannya. Kudorong maju mundur, posisi normal ini membuatku makin keenakan. Aku menindih mbak Melly, kupeluk ia, dan aku terus menggoyang pinggulku.

    Rasanya udah sampai di ujung. Aku mau meledak. AAHHHH…

    “Oh wan… wan… mbak keluar lagi”, mbak

    Melly mencengkram punggungku. Dan aku menembakkan spermaku ke rahimnya, banyak sekali, sperma perjaka. Vaginanya mbak Melly mencengkramku erat sekali, aku keenakkan. Kami kelelahan dan tertidur di atas sofa, Aku memeluk mbak Melly.

    Siang hari aku terbangun oleh suara HP.

    Mbak Melly masih di pelukanku. Mbak Melly dan aku terbangun. Kami tertawa melihat kejadian lucu ini. Waktu jamnya menjemput anak-anak mbak Melly sepertinya.

    Mbak Melly menyentuh penisku. “Ini luar biasa, mbak Melly sampe keluar berkali-kali,

    Wan, kamu mau jadi suami mbak?”

    “eh?”, aku kaget.

    “Sebenarnya, aku dan ibumu itu bukan saudara kandung. Tapi saudara tiri. Panjang ceritanya. Kalau kamu mau, aku rela jadi istrimu, asal kau juga mencintai anak-nakku, dan menjadikan mereka juga sebagai anakmu”, katanya. Aku lalu memeluknya, “aku bersedia mbak”.

    Cerita Sex Mutiara Jembatan Lima

    Setelah itu entah berapa kali aku mengulanginya dengan mbak Melly, aku mulai mencoba berbagai gaya. Mbak Melly sedikit rakus setelah ia menemukan partner sex baru. Ia suka sekali mengoral punyaku.

    Mungkin karena punyaku terlalu tangguh untuk liang kewanitaannya. hehehe… tapi itulah cintaku, aku cinta dia dan dia cinta kepadaku. Kami akhirnya hidup bahagia, dan aku punya dua anak darinya. Sampai kini pun ia masih seperti dulu, tidak berubah, tetap cantik.

  • Kontroversi Pesantren

    Kontroversi Pesantren

    Perlu diingat untuk para pembaca Ngocokers yang setia bahwasanya tulisan ini hanya sebatas hiburan semata. Cerita ini tidak ada tujuan untuk menjelekkan salah satu pergerakkan islam.

    Saya harap para pembaca Ngocokers untuk bijak dalam cerita dewasa ini. Mohon maaf jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat kejadian ataupun cerita, maka itu semua hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulisnya.

    Cerita Sex Kontroversi Pesantren – Dari belakang seorang pemuda berjalan mengendap. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping seorang wanita berusia 24 tahun. Gadis bermata indah itu tersenyum menyambut pelukan hangat dari seseorang yang amat ia sayangi. Ia memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan.

    Kedua mata mereka saling menatap, menimbulkan getaran-getaran syahwat yang semakin membakar birahi mereka berdua. Rayhan mendekatkan wajahnya, bibir tebalnya menyentuh lembut bibir Zaskia yang kemerah-merahan.

    Zaskia memejamkan matanya, menikmati lumatan lembut dari sang Adik yang tengah mengulum bibirnya. Ia membuka sedikit bibirnya, membiarkan lidah adiknya masuk kedalam mulutnya, menjamah bagian dalam mulutnya, membelit lidahnya, dengan mesrah, seperti sepasang ular yang tengah memadu kasih.

    Kedua tangan Rayhan kebawah, ia menyentuh dan membelai bongkahan pantat Zaskia yang terasa kenyal dan padat. “Eehmmpss…. Hmmmpss…”

    Cerita Sex Kontroversi Pesantren
    Cerita Sex Kontroversi Pesantren

    Ngocoks Ciuman mereka semakin panas, ketika jemari Zaskia menyentuh kemaluan Rayhan yang ternyata sudah ereksi maksimal. Wanita berparas cantik itu melepas ciuman mereka, ia turun kebawah, berlutut di hadapan Rayhan. Jemari lembutnya kembali membelai tonjolan yang ada di celana Rayhan.

    “Kakak buka ya Dek!” Pinta Zaskia. Rayhan menganggukan kepalanya, sembari membelai kepala Zaskia yang terbungkus jilbab segi empat berwarna biru muda.

    Dengan perlahan jemari lentik itu membuka pengait celana Rayhan. Lalu ia menarik turun celana Rayhan bersama celana dalamnya yang berwarna coklat tua. Sedetik kemudian, batang kemaluan Rayhan yang berukuran 22Cm melompat keluar dari dalam sarangnya, terpampang di hadapannya.

    “Eessstt…” Rayhan mendesis nikmat ketika jemari halus Zaskia menggenggam batang kemaluannya. Zaskia menatap Rayhan sembari tersenyum menggoda. “Enak Dek? Kamu suka?” Tanya Zaskia, sembari menggerakan tangannya maju mundur, mengocok kemaluan Adiknya.

    “Enak banget Kak! Aaahkk… Hisap kontolku Kak.” Pinta Rayhan, dia kembali membelai kepala Kakak kandungnya.

    Saat wajahnya semakin dekat dengan kemaluan Rayhan. Zaskia dapat mencium aroma menyengat dari batang kemaluan Rayhan yang membuatnya kian terbakar birahi. Perlahan Zaskia menyapu permukaan kepala penis Rayhan dengan ujung lidahnya, lalu turun menelusuri batangnya yang panjang. Sementara jemarinya membelai lembut kantung pelirnya Rayhan.

    Tidak ada satu incipun dari kemaluan Rayhan yang terlewat dari sapuan lidahnya. Setelah batang kemaluan Rayhan basah oleh air liurnya, Zaskia melahap penis Rayhan. Wanita berhijab biru itu mengoral penis Rayhan dengan mulutnya.

    “Oughkk… Astaghfirullah! Enaaak Kak.” Keluh Rayhan. Sluuuppsss… Sluuuppsss… Sluuuppsss…

    Zaskia mengombinasikan kulumannya dengan kocokan telapak tangannya di batang kemaluan Rayhan. Membuat pemuda berusia belasan tahun itu mengerang nikmat.

    Permainan mulut, lidah dan telapak tangan Zaskia membuat Rayhan rasanya ingin meledak. Aliran darahnya memanas, berkumpul di satu titik dan siap untuk di tumpahkan kapan saja. Tetapi sebelum itu terjadi, Rayhan segera meminta Zaskia berhenti mengoral penisnya.

    Ia meminta Zaskia kembali berdiri. Lalu bibirnya mencium dan melumat bibir Zaskia yang telah memberikan servis yang luar biasa untuk Rayhan junior.

    Sembari berciuman, Rayhan menarik turun resleting gamis Zaskia yang berada di punggungnya. Kemudian dari pundaknya, Rayhan menarik turun gamis Zaskia dengan perlahan. Tampak pundak Zaskia yang putih mulus terpampang di hadapannya. Cup… Rayhan mengecup mesrah pundaknya, sembari terus menarik turun gamis Zaskia hingga jatuh kelantai.

    Di hadapannya saat ini seorang wanita dewasa berdiri di depannya hanya mengenakan bra berwarna hitam berukuran 34E, celana dalam jenis g-string yang menutupi pubik vaginanya, dan kaos kaki sepanjang betis berwarna putih bersih.

    Kedua jari tangan Rayhan menyusup masuk ke tali bra Zaskia. Lalu ia menurunkannya dengan perlahan. Tidak sampai disitu saja, Rayhan juga melipat kebawah cup branya, hingga meninggalkan sepasang gunung kembar yang terlihat sangat indah, dengan kedua puting mungil yang kemerah-merahan.

    Rayhan menelan air liurnya, tak tahan dengan keindahan yang ada di hadapannya saat ini. “Hisap tetek Kakak Dek!” Pinta Zaskia.

    Rayhan menangkup payudara Zaskia. “Cuman di hisap saja Kak?” Goda Rayhan, dia meremas lembut gumpalan daging gemuk yang berada di telapak tangannya.

    “Oughkk… Enak! Lakukan sesuka kamu Dek. Tetek Kakak milik kamu sayang.” Ujar Zaskia dengan suara mendesah, membuat Rayhan semakin bersemangat mengerjai sepasang payudara Zaskia yang sempurna itu.

    Anak remaja itu memposisikan Kakak kandungnya untuk duduk diatas meja rias. Lalu Rayhan membungkukkan tubuhnya, sembari mendekatkan wajahnya di hadapan payudara Zaskia. Mulutnya terbuka lebar, dan melahap payudara Zaskia. Sementara tangannya yang menganggur meremas payudara Zaskia.

    “Oughkk…!” Desah Zaskia. Kedua tangan Zaskia mencengkram erat pinggiran meja hias miliknya dengan wajah cantiknya yang mendongak keatas, merasakan setiap sentuhan di payudaranya yang merangsang tubuh indahnya.

    Secara bergantian Rayhan merangsang, menyentuh payudara Zaskia dengan bibir, lidah dan tangannya. Ia juga meninggalkan bekas merah di sana.

    “Aahkkk… Ray! Aduh… Kakak gak tahan sayang!” Erang Zaskia. Rayhan menggigit puting Zaskia, sembari membelai paha mulus Kakak kandungnya yang selama ini selalu tersembunyi di balik gamisnya.

    Jemari Rayhan terus naik, menuju gundukan tebal yang berada diantara kedua paha mulus Zaskia. Jari telunjuknya menyentuh lembut lembah terlarang tersebut, lalu bergerak mengikuti garis vagina Zaskia.

    “Aduh Dek! Enaaak.” Pinggul Zaskia tersentak-sentak. Telapak tangan kanannya meremas lengan kanan Rayhan yang jarinya tengah membelai, menjamah vaginanya. “Apanya yang enak Kak?” Goda Rayhan.

    Zaskia menggigit bibir bawahnya, membuatnya terlihat sensual. “Itu Kakak sayang, enak!” Desah Zaskia, wajahnya bersemu merah karena malu.

    “Iya apa? Adek gak ngerti Kak.”

    “Vagina Kakak?”

    “Eh… Ini namanya memek Kakak!” Bisik Rayhan, ia menarik celana dalam Zaskia keatas, sehingga permukaan kain G-string Zaskia menggesek-gesek bibir kemaluannya.

    Zaskia mendekap mulutnya, ia merasakan cairan cintanya keluar semakin banyak. “Aduh… Aahkkk… Enak! Eehmm…” Desah Zaskia, ia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha melawan rasa nikmat yang di berikan Rayhan kepada dirinya.

    “Jawab Kak.” Desak Rayhan.

    “I-iya Memek Dek!” Jawab Zaskia terputus-putus. “Kakak mau pipis Dek.” Melas Zaskia, ia semakin menggelinjang tidak beraturan, ketika orgasme itu hampir tiba.

    Rayhan tersenyum tipis. Ia ingin sedikit mengerjai Kakaknya sehingga ia menghentikan aksinya sejenak. Zaskia yang hampir saja klimaks mencoba menarik tangan Rayhan agar kembali menarik-narik celana dalamnya. Tetapi Rayhan menolaknya, ia malah meminta Zaskia untuk kembali turun dari atas meja hiasnya.

    Zaskia hanya pasrah menuruti kemauan Rayhan, walaupun ia merasa kecewa.

    Mereka kembali berciuman selama beberapa detik. Kemudian Rayhan meminta Zaskia untuk menghadap kearah cermin meja riasnya. Rayhan menarik pantat Zaskia agar sedikit menungging.

    “Kamu mau apa Dek?” Tanya Zaskia. Kedua sikunya bertumpu diatas meja rias.

    Anak remaja berusia belasan tahun itu tidak menggubrisnya. Ia membelai punggung telanjang Zaskia. Lalu melepas pengait bra Zaskia dengan perlahan dan melempar bra berwarna hitam itu ke sembarang tempat.

    Belaian kuku Rayhan turun menuju pinggang ramping Zaskia, membuat wanita yang sampai detik ini masih menjaga kesuciannya itu menggelinjang geli.

    Rayhan berlutut di belakang tubuh Zaskia. Sementara telapak tangannya membelai bongkahan pantat Zaskia yang besar tapi sangat kencang. Jari telunjuknya menyusup dan mengait tali G-string yang menyelip di dalam belahan pantatnya. Dengan satu tarikan, tali G-string tersebut membetot bibir kemaluan Zaskia yang telah berlendir.

    “Auwww!” Pekik Zaskia manja. Mata mereka berusaha kembali bertemu, dan sedetik kemudian mereka berdua sama-sama tersenyum.

    Kedua tangan Rayhan meraih pinggiran G-string yang di kenakan Kakaknya. Lalu dengan perlahan ia menarik turun kedua sisi celana dalam Zaskia, hingga melewati betisnya yang masih terbungkus kaos kaki berwarna putih. Dan lagi Rayhan membuang salah satu penutup tubuh Zaskia.

    “Dek!” Lirih Zaskia malu.

    Wanita cantik berusia 24 tahun itu menatap sayu kearah Rayhan, ketika anak remaja itu membuka pipi pantatnya, hingga anus dan lobang vaginanya terlihat jelas oleh Adiknya. Sebagai wanita yang amat menjaga privasi nya itu, tentu apa yang di lakukan Rayhan sangat memalukan baginya. Tetapi di sisi lain, ia tertantang untuk melanjutkan kegilaannya.

    Mula-mula Rayhan mencium bongkahan bokong Zaskia yang padat berisi itu. Lidahnya menjilati setiap inci pantatnya, terus turun menuju lubang sempit yang terlihat seperti kuncup bunga mawar yang belum mekar. Zaskia tersentak kaget saat merasakan lidah Rayhan menyapu lobang anusnya.

    Dia menatap Adik kandungnya tak percaya sembari menggelengkan kepalanya. Tetapi ia juga tidak bisa menghentikan aksi Rayhan, karena sejujurnya ia menikmati sensasinya.

    “Ahkk… Dek! Kamuuu… Aduh!” Pantat Zaskia terdorong ke depan ketika ujung lidah Rayhan menusuk anusnya.

    Rasa asin di ujung lidah Rayhan, mengantarkan getaran nikmat ke sekujur tubuhnya. Membuat Rayhan semakin betah berlama-lama menjilati anus Kakak kandungnya. Sementara jemari Rayhan yang lainnya, membelai bibir kemaluan Zaskia. Ia menggosok-gosok clitoris Zaskia yang semakin membengkak.

    Zaskia membenamkan wajahnya di atas meja. Wajah cantiknya meringis menahan rasa nikmat yang luar biasa. Bahkan jauh lebih nikmat dari sebelumnya.

    Kombinasi lidah Rayhan yang bermain di anus dan jarinya yang menggosok clitoris Zaskia. Membuat wanita muda itu dengan cepat kembali di kuasai birahi. Tubuh menegang, dan keringat dingin mengucur deras, membasahi tubuh mulusnya. Ketika orgasme yang tadi tidak kunjung datang, kini sudah tidak bisa dihentikan lagi.

    Tubuhnya bergetar hebat, matanya terbelalak lebar dengan wajah bersemu merah seperti kepiting rebus.

    “Adeeeeeeeeeeekkkkkkkk….. Banguuuuuuunnn….”

    Ngiiiiiiiiing…..

    Tubuh Rayhan tersentak kaget, dan telinganya terdengar suara dengungan yang membuatnya harus mengusap-usap telinga bagian kanannya untuk menghilangkan efek dengungannya.

    Rayhan menoleh ke samping, ia melihat seorang wanita cantik tengah berjongkok di samping tempat tidurnya dengan senyuman iblis tanpa dosa, setelah mengacaukan mimpin indahnya. Rayhan mengeram kesal, tapi tentu saja ia tidak akan pernah berani berteriak di depan Kakak kandungnya.

    Zaskia mengangkat alisnya. “Masih mau tidur?” Ledek Zaskia. Rayhan mendesah pelan.

    “Nyebelin!” Sungut Rayhan.

    “Bodoh.” Zaskia tertawa tipis. “Kamu sih Dek, di bangunin baik-baik gak bangun. Ya udah Kakak pake cara terakhir buat membangunkan kebo kayak kamu.” Ujar Zaskia senang, karena berhasil mengerjai Adik kandungnya.

    “Sakit ni.” Rengek Rayhan.

    Zaskia mendekat, ia duduk di tepian tempat tidur Adiknya. “Sakit ya? Kaciaaan… Cini-cini biar Kakak tiup.” Ujar Zaskia dengan nada suara yang di buat menirukan anak kecil. Jemari halusnya menyentuh daun telinga Rayhan, sembari meniup kuping Rayhan.

    Jantung Rayhan berdetak kian cepat saat ia dapat melihat jelas bibir merah Zaskia yang meruncing ke depan, seakan meminta untuk di lumat. Gleeek… Rayhan menelan air liurnya dengan bersusah paya, menahan birahinya yang di rasakan semakin membara. Andai saja yang ada di sampingnya saat ini bukan saudara kandungnya, mungkin Rayhan akan nekat memperkosanya.

    “Udah sembuh!” Ujar Zaskia sembari mengucek rambut Adiknya.

    “Terimakasih ya Kak!”

    Zaskia menganggukkan kepalanya. “Sama-sama adikku sayang! Sekarang kamu ambil wudhu ya, waktu subuh sudah mau hampir habis.” Ujar Zaskia.

    Rayhan menyingkap badcover yang menutupi sebagian tubuhnya, lalu turun dari atas tempat tidurnya. Ia berdiri sejenak di depan Kakaknya sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya yang dirasa kaku. Sementara Zaskia yang berada di dekatnya tampak meringis ketika matanya tidak sengaja melihat tonjolan di celana Rayhan yang sangat besar.

    Walaupun Rayhan Adik kandungnya, tetapi tetap saja sebagai seorang wanita dewasa, ia juga memiliki rasa penasaran dengan bentuk kelamin Rayhan yang sepertinya besar dan panjang.

    “Tunggu Ray!” Cegah Zaskia ketika Rayhan hendak keluar kamar. “Mandi wajib dulu.” Bisik Zaskia nyaris tidak terdengar sembari menunjuk tonjolan di celana Rayhan menyisakan bercak sperma Rayhan di sana.

    Mata Rayhan tertuju di celananya. “Eh… Iya, maaf Kak!” Lirih Rayhan, tapi ia tidak berusaha menutupinya.

    “Kebiasaan!” Sungut Zaskia.

    *****

    Tidak terasa sudah setengah tahun Rayhan tinggal di pesantren. Awalnya ia menolak keras ketika Ibunya meminta dirinya untuk tinggal di pesantren, karena Rayhan merasa pesantren bukanlah tempatnya. Tetapi setelah di bujuk oleh Zaskia, akhirnya Rayhan bersedia mondok di pesantren. Dan ternyata pesantren tidak seburuk yang ia pikirkan dulu.

    Tata cara mengajar mereka kini lebih modern dan tentunya di padu dengan pelajaran agama yang memang lebih dominan dari pada pelajaran umum. Awalnya Rayhan memang sedikit ke sulitan untuk beradaptasi, tetapi Kak Zaskia dengan sabar menyemangati dan membimbingnya hingga akhirnya ia mulai terbiasa dengan lingkungan barunya yang ternyata sangat menyenangkan.

    Ya… Menjadi santri bukan hal yang menyedihkan, bahkan sangat menyenangkan. Apa lagi Rayhan kini tinggal berdua dengan Kakak kandungnya yang sudah sejak dulu ia kagumi. Bahkan mimpi basah pertamanya bersama Zaskia.

    Mereka baru saja selesai sarapan. Rayhan membantu Zaskia membawakan piring kotor menuju wastafel. Seperti biasanya mereka berbagi tugas. Zaskia mencucinya, sementara Rayhan membilas piring maupun gelas minuman mereka. Karena peralatan makan mereka yang tidak begitu banyak membuat pekerjaan mereka cepat selesai

    “Kak, aku pamit dulu ya!” Ujar Rayhan.

    Zaskia menganggukan kepalanya. “Rajin-rajin sekolahnya jangan bandel.” Nasehat Zaskia, sembari memberikan tangannya untuk di cium Rayhan.

    Zaskia dapat merasakan betapa hangatnya bibir Rayhan ketika menyentuh punggung tangannya.

    “Iya Kak!” Jawab Rayhan.

    “Ini baru adik Kakak!” Ujar Zaskia senang.

    Wanita berusia 24 tahun tersebut, sempat mangantar Rayhan sampai ke depan pintu rumah mereka. Zaskia kembali masuk ketika bayangan Rayhan benar-benar menghilang dari dalam pandangannya.

    Di jalan setapak, yang di lapisi krikil Rayhan melangkah gontai menuju rumah sahabatnya. Sesekali matanya berkeliaran memandangi beberapa santri wati yang tengah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sungguh Rayhan merasa begitu beruntung, karena rumah Kakaknya berada di kompleks putri, sehingga ia bisa setiap hari mencuci mata.

    Ketika lagi asyik-asyiknya memandangi santri wati, tiba-tiba seseorang menegur Rayhan membuatnya terpaksa menghentikan langkah kakinya.

    “Kamu bisa bantu Ustadza Ray?” Tanya seorang wanita yang tengah berdiri sembari meluruskan pinggangnya. Tampak di hadapannya ada sebuah baskom yang berukuran besar, dan di dalamnya terdapat pakaian yang baru saja selesai di cuci.

    Rayhan menghampiri wanita berhijab ungu tersebut. “Apa yang bisa ana bantu Ustadza?” Tanya Rayhan.

    “Bantu Ustadza membawa baskom ini ke sana.” Dewi menunjuk tiang jemuran yang berada tidak jauh dari Rayhan.

    Tanpa banyak bicara, Rayhan segera mengambil baskom tersebut, dan harus di akui baskom tersebut cukup berat. Rayhan yakin, kalau Ustadza Dewi sudah cukup lama tidak mencuci pakaiannya hingga bisa sebanyak ini.

    Rayhan membawa baskom tersebut dan meletakkannya di dekat tiang jemuran.

    “Syukraan Ray!”

    “Syukraan lak maratan uhkraa.” Jawab Rayhan sembari tersenyum manis kearah Dewi.

    “Boleh minta tolong lagi?”

    Rayhan mengangguk cepat. “Tentu saja boleh Ustadza! Apa yang bisa ana bantu?” Tanya Rayhan, yang diam-diam tengah mengamati gamis Ustadza Dewi yang sedikit ngejiplak karena terkena percikan air.

    “Tolong temani Ustadza menjemur pakaian! Kamu bisa lihat sendiri kan? Banyak sekali yang harus di jemur.” Keluh Dewi, ia menyeka keringat yang membasahi dahinya. Ya… Sudah satu Minggu ini pesantren Tauhid di guyur hujan deras, sehingga ia tidak ada satupun pakaian yang bisa ia jemur.

    Beruntung pagi ini cuaca cukup bersahabat. Dan Dewi berharap hari ini hujan tidak turun agar pakaiannya bisa cepat kering.

    Rayhan mengerti, ia segera mengambil yang berat-berat terlebih dahulu seperti gamis milik Ustadza Dewi dan anaknya. Setelah memeras pakaian tersebut Rayhan menggantungkannya di tali jemuran yang terbuat dari kawat yang cukup tebal.

    “Kamu yang jemur, Ustadza yang memerasnya.” Saran Ustadza Dewi.

    Rayhan menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu Ustadza! Biar ana saja yang melakukannya.” Ujar Rayhan, tapi Dewi tentu saja tidak tega kalau semuanya di lakukan Rayhan seorang diri.

    “Tidak apa-apa Ray! Biar cepat selesai.”

    Ustadza Dewi menyampirkan jilbab lebarnya kebelakang, agar tidak menganggu. Lalu ia membungkuk untuk memeras pakaian miliknya. Dan pada saat bersamaan, Rayhan tengah melihat kearahnya. Mata Rayhan terbelalak, ketika ia tidak sengaja melihat belahan payudara Ustadza Dewi dari kancing gamis yang terbuka.

    Pemandangan indah tersebut tentu saja membuat Rayhan menjadi gugup. Tapi ia dengan cepat berhasil menenangkan dirinya. Tapi diam-diam Rayhan tetap mencuri pandang kearah belahan payudara Ustadza Dewi yang cukup menggoda kelakiannya.

    “Terimakasih ya Ray! Kamu baik sekali.” Puji Dewi, ia kembali memamerkan senyuman indahnya.

    Pundak Rayhan sedikit naik mendapat pujian dari salah satu Ustadza idolanya itu. “Bukankah Ustadza yang pernah mengajarkan ana kalau kita sesama muslim harus saling membantu satu sama lainnya.” Jelas Rayhan, membuat Dewi merasa bangga akan perbuatan terpuji muridnya.

    “Antum benar Ray! Orang yang suka membantu sesamanya akan mendapatkan pahala yang besar dari Tuhan.” Tambah Dewi. Tapi Rayhan tidak begitu mendengarnya, ia terlalu fokus kearah payudara Ustadza Dewi.

    Wajar saja kalau Rayhan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan matanya. Mengingat wanita yang ada di hadapannya saat ini adalah seorang Ustadza yang selama ini selalu menjaga penampilannya dengan berpakaian yang sangat tertutup. Tetapi siapa yang menyangkah, ia malah mendapatkan kesempatan bisa melihat sepasang gunung kembar milik Ustadza Dewi.

    Seperti pepatah yang mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Dan itu terjadi kepada Rayhan. Aksinya yang suka mencuri pandang kearah belahan payudara Ustadza Dewi, akhirnya ketahuan juga.

    Dewi menangkap basah mata Rayhan yang tengah melirik kearah belahan payudaranya. Tetapi bukannya menegur apa lagi marah, Dewi malah berfikir ingin memberi sedikit hadiah untuk Rayhan, karena pemuda tersebut sudah membantunya dengan tulus. Bagi Dewi tidak ada salahnya kalau dirinya sedikit berbagi.

    “Capek Ray!” Keluh Dewi, ia kembali merenggangkan pinggang.

    Kemudian ia duduk beralaskan tanah, kedua lututnya ia lipat keatas sehingga bagian bawah gamisnya terbuka. Mata Rayhan terbelalak lebar ketika melihat isi yang ada di dalam gamis Ustadza Dewi.

    Terlihat sepasang paha mulus Dewi yang tanpa cacat, dan kain segitiga berwarna hitam yang membalut selangkangannya. Keindahan yang terpampang di hadapannya, membuat tubuh pemuda itu menegang. Raut wajah Rayhan mendadak berubah, sementara nafasnya mulai terasa berat. “Gleeek…” Dengan bersusa paya Rayhan menelan air liurnya yang terasa hambar.

    Gila… Benar-benar gila apa yang dilakukan Dewi. Sebagai seorang Ustadza seharusnya ia tidak menggoda muridnya, apa lagi dengan cara memamerkan auratnya di depan pria yang bukan muhrimnya. Tapi Dewi malah melakukannya, seakan ia tidak takut akan azab yang menimpa dirinya atas perbuatannya.

    Janganlah sesekali kalian mengumbar aurat, karena sesungguhnya, itu bagian dari syetan.

    “Kok bengong?” Tegur Dewi.

    Rayhan tersentak sadar atas kekhilafannya. “Eh… Iya Ustadza, biar ana saja yang menyelesaikannya. Ustadza istirahat saja dulu.” Saran Rayhan, Ustadza Dewi tersenyum sembari menyebarkan kedua kakinya hingga semakin terbuka.

    Rayhan berjongkok di depan Dewi sembari memeras pakaian Dewi yang masih basah. Tetapi matanya sesekali mengintip kearah selangkangan Ustadza Dewi yang terlihat gemuk.

    Satu persatu Rayhan menjemur pakaian Dewi, dan selama itu juga Rayhan merasa sangat tersiksa. Belum lagi ketika ia harus memegang dalaman Ustadza Dewi dan putrinya Nikita, dengan berbagai warna dan bentuknya yang terkadang aneh. Ada yang berenda, ada yang berbentuk seperti tali, kupu-kupu, dan ada juga yang di bagian bawahnya terbuka.

    “Akhirnya selesai juga.” Rayhan mendesah puas.

    Dewi tersenyum lalu ia berdiri. Sekali lagi Rayhan melihat celana dalam Dewi untuk terakhir kalinya. “Terimakasih banyak Ray! Ustadza gak tau deh kalau gak ada kamu.” Ujar Dewi, ia merasa puas atas pekerjaan Rayhan yang cukup rapi dalam menjemur pakaiannya di tiang jemuran.

    “Sama-sama Ustadza, saya senang bisa membantu Ustadza! Kalau nanti ada lagi yang bisa ana bantu, Ustadza bilang aja. Insyaallah ana akan bantu.” Ujar Rayhan.

    “Tentu, Ustadza akan memanggil kamu.”

    “Kalau begitu ana pergi dulu Ustadza!” Pamit Rayhan.

    Dewi mengangguk. “Ya, hati-hati di jalan. Sekolah yang rajin biar bisa jadi orang besar.” Nasehat Dewi.

    “Insyaallah Ustadza.”

    Setelah kepergian Rayhan, Dewi memasukan tangannya kedalam gamisnya. Ia mendapatkan selangkangannya yang sudah terlalu basah. “Anak itu membuatku terangsang.” Gumam Dewi. Ia tersenyum nakal.

    *****

    3 jam sebelumnya di tempat yang berbeda…

    Di dalam kamar berukuran 5X6 itu terdapat sepasang Suami Istri yang baru saja selesai beribadah. Laras melepas mukenanya, dan tidak lupa ia melipatnya agar rapi. Lalu meletakkan kembali mukena miliknya di gantungan khusus yang beradah di samping lemari besar pakaian miliknya.

    KH Umar tersenyum memandang Istrinya. Wanita yang telah menemaninya selama sepuluh tahun terakhir, setelah mendiang Istri pertamanya meninggal dunia.

    “Kenapa Bi?” Tanya Laras, setelah menangkap basah mata Suaminya yang tengah memandangi lekuk tubuh indahnya.

    KH Umar mendekati Istrinya, lalu memeluknya dari belakang. “Apakah Abi sudah tidak boleh memandang tubuh indah Umi.” Bisik KH Umar di dekat telinga Istrinya.

    “Boleh dong Bi! Kan Umi milik Abi.” Laras memutar tubuhnya hingga mereka berhadap-hadapan.

    Kedua tangan Laras membelai wajah keriput KH Umar yang di tumbuhi jenggot panjang yang mulai memutih di makan usia. Ya… Sekilas mereka berdua seperti anak dan orang tua, mengingat jauhnya perbedaan usia mereka berdua. Saat ini KH Umar sudah berusia 76 tahun, sementara Laras baru berusia 42 tahun.

    KH Umar mendekatkan bibir hitamnya ke bibir merah Istrinya. Ia mengecup mesrah bibir Laras, dan Laras mencoba membalas lumatan bibir Suaminya.

    Mereka berciuman selama beberapa detik. Kemudian KH Umar membawa Laras menuju ke pembaringan. Pria berusia 76 tahun itu menanggalkan sarungnya, sementara Laras menanggalkan celana tidurnya sekaligus dalamannya.

    “Ayo Bi!” Ajak Laras.

    KH Umar menindih tubuh Laras yang telah membuka kedua kakinya selebar mungkin. Tampak bibir KH Umar komat-kamit membaca doa. Selesai berdoa KH Umar menusukan kemaluannya yang sudah ereksi.

    Laras dapat merasakan sedikit geli di kemaluannya ketika penis KH Umar masuk kedalam rongga kemaluannya.

    “Aahkk…!” Desah KH Umar, ketika merasakan jepitan vagina Istrinya yang terasa begitu sempit. Maklum saja, Laras belum pernah melahirkan, sehingga vaginanya masih terasa seret walaupun di masuki penis KH Umar yang tergolong kecil dan agak lembek.

    Laras memejamkan matanya, berusaha menikmati setiap gesekan kemaluan mereka berdua. Seiring dengan waktu wanita yang telah memasuki kepala empat itu akhirnya mulai terbakar birahi, membuat vaginanya menjadi semakin licin karena lendir kewanitaannya yang mulai basah.

    Tapi sayangnya rasa nikmat itu tidak bertahan lama. Baru beberapa menit KH Umar sudah tidak mampu mempertahankan permainannya. Tubuh tua itu menegang sesaat hingga akhirnya menumpahkan spermanya kedalam rahim Istrinya.

    “Terimakasih Umi.” Ujar KH Umar sembari rebahan di samping Laras.

    Walaupun merasa kecewa, Laras tetap berusaha tersenyum semanis mungkin. Karena bagaimanapun juga, kepuasan suaminya menjadi prioritas baginya. “Sama-sama Abi.” Jawab Laras sembari turun dari tempat tidurnya.

    “Oh iya Umi, hari ini keponakan Abi mau ke rumah kita.” Ujar KH Umar sembari memandang bulatan pantat Istrinya yang sedikit bergoyang ketika ia mengenakan kembali celana dalamnya. “Mungkin dia akan tinggal beberapa hari di rumah kita.” Lanjut KH Umar.

    “Siapa Bi?”

    KH Umar tampak mendesah. “Daniel Umi.” Jawabnya.

    “Ooo!” Bibir Laras membulat, sembari melepas baju piyama miliknya yang tampak basah karena keringat. “Aku bangunin Azril dulu ya Bi.” Laras mengambil kimono miliknya dan memakainya. Tidak lupa ia juga mengenakan jilbab santai yang tidak begitu besar.

    Selepas kepergian Istrinya, KH Umar masih terlihat melamun. Sebenarnya ia tidak yakin untuk membiarkan Daniel tinggal bersama mereka untuk sementara waktu, mengingat Daniel adalah aib bagi keluarga besar KH Umar.

    Karena perselingkuhan Daniel dengan Ibu Tirinya, membuat saudara KH Umar meninggal dunia karena stres. Tetapi KH Umar juga tidak bisa menolak keponakannya tersebut, karena bagaimanapun juga Daniel masih keluarganya, apa lagi saat ini tidak ada satupun keluarga besarnya mau menampung Daniel yang baru keluar dari hotel prodeo.

    KH Umar berharap keponakannya itu mau berubah. Dan ia pikir Daniel berhak untuk mendapatkan kesempatan ke dua dalam memperbaiki dirinya. Semoga saja dengan Daniel tinggal di pesantren ia bisa menjadi pemuda yang lebih baik lagi.

    Sementara itu di kamar sebelah, Laras tengah duduk di pinggiran tempat tidur putranya yang tengah terlelap. Dengan perlahan ia mengusap lembut kening Azril.

    Walaupun anak remaja yang tengah tertidur di dekatnya bukanlah anak kandungnya. Tetap saja Laras sangat menyayangi dirinya seperti anak kandungnya sendiri. Dulu saat Azril masih kecil, Laras ikut merawat dan membesarkannya. Sehingga tidak heran, ketika Kakak nya meninggal, ia di minta untuk menggantikan posisinya menjadi Ibu Azril.

    Laras menyandarkan punggungnya, sembari menatap kamar Azril yang selalu rapi. Di pojokan kamarnya terdapat meja belajar, dan rak buku yang tersusun sangat rapi.

    Sungguh Laras merasa bangga memiliki anak seperti Azril. Selain patuh terhadap orang tua, Azril juga anak yang berprestasi. Satu bulan yang lalu, mereka merayakan keberhasilan Azril yang telah berhasil menghafal tiga puluh Juzz. Rasanya sangat jarang menemukan anak seusia Azril bisa menghafal 30 juz.

    “Bangun Nak! Subuh dulu.” Panggil Laras lembut.

    Tubuh Azril menggeliat, dan sedetik kemudian ia membuka matanya. Laras menyambut pagi Azril dengan senyuman terbaiknya. Dan tanpa di sadari Laras, senyumannya membuat anak remaja tersebut menjadi salah tingkah.

    Azril segera bangun, ia duduk di atas tempat tidurnya sembari melihat kearah jam dinding kamarnya dengan motif Spiderman. “Astaghfirullah! Sudah setengah enam.” Gumam Azril.

    “Masih ada waktu!” Laras membelai anak rambut Azril.

    Laras mengerti kenapa Azril akhir-akhir ini sering bangun terlambat. Sehingga ia memakluminya.

    Azril melihat kearah Ibu Tirinya. Dalam diam ia menelan air liurnya yang terasa hambar, ketika matanya menangkap siluet belahan payudara Laras diantara lipatan kimono yang di kenakan Laras. Sebagai anak remaja, sudah sewajarnya kalau Azril terangsang melihat pemandangan indah tersebut.

    Tetapi karena Azril anak yang baik, ia cepat sadar akan kesalahannya. Buru-buru Azril membuang mukanya, ia menatap kaligrafi yang ada dinding kamarnya yang bercat putih.

    “Kalau ngantuk tidur lagi aja sebentar.” Suruh Laras. Ia merasa tidak tega melihat Azril menahan kantuk.

    Azril tersenyum. “Takut kebablasan Umi.” Sahut Azril, tanpa melihat kearah Ibu Tirinya. Ia takut kembali khilaf, walaupun setan sudah berusaha membujuk dirinya untuk melihat kearah Laras yang pagi ini tampil seksi.

    Tiba-tiba Laras menarik tangan Azril, membuat tubuh Azril limbung dan jatuh kedalam pelukan Laras. Dan beruntungnya atau sialnya bagi Azril, wajahnya bersandar tepat diatas payudara Ibu Tirinya, benda empuk yang menjanjikan sejuta kenikmatan. Dari jarak yang begitu dekat Azril dapat mencium aroma tubuh Ibunya.

    Laras yang tidak mengerti akan penderitaan Azril, malah mendekap kepala Azril, membuat nafas Azril menjadi tersengal-sengal. Seumur hidupnya, baru kali ini wajahnya menyentuh payudara Laras.

    Azril membuka matanya, dengan tatapan tidak percaya, ia dapat melihat jelas belahan bongkahan payudara Laras yang memang tidak mengenakan bra untuk melindungi payudaranya yang berukuran 36E. Bahkan ia bisa melihat puting Laras yang berwarna kecoklatan sebesar biji kacang.

    Buru-buru Azril menurunkan pandangannya, dan kali ini ia di suguhi pemandangan yang tidak kalah indahnya. Sepasang paha mulus beserta gundukan vagina Laras yang masih tersimpan di balik kain segitiga berwarna hitam yang telah lecek. Lagi Azril menelan air liurnya. Sungguh ia tidak menyangkah, kalau sepagi ini akan di suguhi pemandangan yang begitu indah, sekaligus menyesatkan.

    “Hafalan… Hafalan… Hafalan…” Azril bergumam pelan. Ia percaya salah satu yang merontokkan hafalan salah satunya adalah hawa nafsu.

    Laras mengecup lembut ubun-ubun kepala Azril. “Gimana hafalan kamu sayang?” Tanya Ashanty, ia sama sekali tidak sadar, kalau sikapnya yang bermaksud ingin membuat Azril merasa nyaman, malah membuat anak remaja itu menderita.

    “Al-alhamdulillah U-Umii, masih lancar!” Jawab Azril gugup.

    “Yang sulit dari menghafal itu, bukan waktu menghafalnya, melainkan menjaganya sayang! Karena itu kamu harus menjaga hafalan kamu dengan baik.” Jemari Laras membelai wajah Azril, sembari menatapnya.

    “Iya Umi, insyaallah Azril akan menjaganya.” Jawab Azril ragu. Ia tidak yakin bisa mempertahankan hafalannya, kalau Ibu Tirinya tidak juga melepaskan dirinya.

    Sebenarnya Azril ingin sekali meminta Laras untuk berhenti memeluknya. Tetapi ia takut Ibunya akan tersinggung. Tetapi kalau dia hanya diam saja, ia juga tidak yakin bisa menjaga pandangannya lebih lama lagi, karena penampilan Laras yang seksi seakan menari-nari di kelopak matanya, walaupun ia sudah memejamkan matanya.

    *****

    “Aurel, jangan lari…”

    Di koridor asrama tampak dua anak remaja putri tengah berlarian, saling kejar-kejaran, membuat salah satu dari mereka bertiga hanya menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan kedua sahabatnya yang seakan tidak pernah lelah bercanda satu sama lainnya. Dinda menutup kitabnya.

    Ia menghampiri Aurel dan Asyifa yang tengah bergulat di lantai koridor asrama. Mereka berdua saling menggelitik satu sama lainnya.

    “Astaghfirullah! Kalian berdua ini sudah keterlaluan, tidak mencerminkan akhlak seorang muslimah.” Ujar Dinda, menceramahi kedua sahabatnya yang malah cengengesan.

    “Eh Ustadza.” Ujar Asyifa. Ia memperbaiki roknya yang tersingkap.

    Aurel berdiri, lalu dengan gerakan cepat ia meremas payudara Asyifa, membuat gadis cantik itu terpekik kaget. “Aurel… Sini aku mau balas.” Panggil Asyifa, tetapi gadis yang di panggilnya itu sudah cukup jauh darinya.

    “Astaghfirullah! Bisa stres aku melihat kalian berdua.” Omel Adinda.

    Melihat Adinda yang mulai serius, mereka berdua kompak berhenti untuk saling mengganggu. Ya… Bagaimanapun juga mereka menganggap Adinda seperti Kakak, mengingat Adinda memang lebih tua setahun dari mereka. Selain itu sikap Adinda lebih dewasa di bandingkan mereka berdua.

    Aurel mendekat, ia berdiri di samping Adinda yang sesekali menggelengkan kepalanya melihat tingkah mereka berdua, yang tidak jarang membuatnya setres.

    “Kalian sudah besar, tidak baik bercanda seperti itu.” Nasehat Adinda. Walaupun apa yang mereka lakukan hanya sebatas bercanda, tetapi tetap saja bagi Adinda yang mereka lakukan sebuah perbuatan tabu.

    “Iya Umi!” Jawab mereka serempak.

    “Sudah hampir jam tujuh, mau sekolah gak?” Tegas Adinda. Aurel dan Asyifa saling pandang.

    “Iya Umi.”

    “Yuk.” Ajak Adinda sembari menghela nafas.

    *****

    Teng… Teng… Teng…

    Bertepatan dengan suara bel tanda masuk sekolah, Rayhan, Doni, Azril, Nico dan santri lainnya bergegas masuk kedalam kelas mereka masing-masing. Rayhan dan Azril duduk di depan sementara Doni dan Nico duduk di belakang.

    Tidak lama kemudian seorang wanita cantik dengan kaca mata minusnya masuk kedalam kelas. Tidak lupa ia mengucapkan salam, yang di jawab kompak oleh murid-muridnya. Ia duduk di kursinya sembari membuka daftar absen. Satu persatu nama yang di absensi ia panggil. Sebagian besar muridnya hadir, tetapi ada sebagian kecil yang tidak bisa mengikuti kelas.

    Setelah agenda formal itu selesai, suasana kelas mendadak hening dan mencekam. Beberapa Santri terlihat tertunduk lesu, dengan keringat dingin yang membasahi tubuh mereka, dan beberapa lagi terlihat sibuk membuka kitab mereka.

    Ustadza Anita turun dari kursinya, ia mengedarkan pandangannya kearah muridnya yang terlihat pucat pasi. Hanya ada beberapa santri saja yang terlihat tenang.

    “Woi!” Bisik Doni.

    Rayhan menoleh ke belakang. “Apa?” Jawab Rayhan dengan berbisik juga.

    “Lo udah hafal?”

    “Belum, Lo?” Doni menggelengkan kepalanya.

    Rayhan bernafas lega, setidaknya ia punya teman berdiri nanti dan menerima hukuman bersama-sama. Sementara Azril, rasanya tidak mungkin ia tidak hafal, mengingat sahabatnya yang satu itu sangat rajin dan ia juga cepat menghafal.

    Ustadza Anita menghela nafas, sebelum mengucapkan kalimat pamungkasnya. “Bagi yang belum hafal, silakan berdiri di depan kelas.” Suara Ustadza memang terdengar pelan, tetapi sangat tajam menusuk bagaikan pedang di hati para Santri yang belum hafal.

    Satu persatu Santri maju ke depan kelas, tak ketinggalan Doni dan Rayhan, memang selalu menjadi langganan.

    Ustadza Anita menggelengkan kepalanya, melihat murid-muridnya yang berjumlah delapan orang telah siap menerima hukuman darinya. Ia kembali melihat kearah santri lainnya yang masih duduk bangku mereka masing-masing. Anita tersenyum tipis, melihat sisa muridnya yang kurang lebih dua puluh orang.

    “Jadi yang masih duduk sudah hafal semua?” Tanya Anita.

    “Sudah Bu!” Jawab mereka kompak.

    Ustadza Anita kembali duduk di kursinya. “Kalau ada yang tidak hafal, maka hukumannya akan semakin berat! Ustadza tanya sekali lagi.” Hening sejenak. “Bagi yang belum hafal, silakan berdiri di depan kelas.” Ulangnya, sembari menatap satu persatu wajah muridnya yang terlihat tegang.

    Sekitar lima menit berlalu, belum ada satupun santri yang beranjak dari kursinya. Itu artinya sudah tidak ada lagi Santri yang belum hafal. Tetapi ketika Ustadza Anita hendak mengetes mereka, tiba-tiba seorang santri menggeser kursinya, lalu berjalan dengan wajah tertunduk menuju depan kelas.

    Rayhan dan Doni kompak saling pandang, lalu pandangan mereka tertuju kearah Azril yang tengah melangkah gontai menuju barisan para pesakitan.

    “Azril!” Lirih Ustadza Anita.

    Ternyata bukan hanya Rayhan dan Doni saja yang sulit percaya kalau sahabat karib mereka yang semester lalu juara kelas bisa berada di barisan pesakitan. Ustadza Anita pun sulit untuk percaya, mengingat Azril selama ini di kenal sebagai anak yang pintar, dan selalu bisa menghafal setiap hafalan yang di berikan kepadanya.

    Azril sadar kalau dirinya saat ini mendadak menjadi pusat perhatian teman-temannya, tetapi ia tidak mengubrisnya.

    Sebenarnya semalam Azril telah menghafal hafalan yang di berikan Ustadza Anita. Tetapi entah kenapa, tiba-tiba ia sulit mengingat hafalannya. Mungkinkah karena kejadian tadi? Bisa jadi… Karena Azril sendiri berfikir seperti itu. Setiap kali ia ingin fokus mengingat hafalannya, secara tiba-tiba kemolekan tubuh Ibunya terbayang di dalam benaknya.

    *****

    Ketika jam menunjukan pukul sembilan pagi, lonceng kembali berdentang, menandakan jam istirahat pertama. Beberapa siswa berhamburan keluar kelas, ada yang ke asrama, duduk di taman, perpustakaan dan ada juga ke tempat pavorit mereka, kantin sekolah.

    Pesantren Al Tauhid memiliki dua kantin, satu khusus santri perempuan dan satunya lagi di khususkan untuk santri laki-laki. Kantin mereka memang di pisah, sama halnya dengan kelas maupun asrama mereka. Sehingga sulit bagi mereka untuk berinteraksi secara langsung ketika berada di dalam lingkungan pesantren.

    Dan di sanalah Zaskia bersama dua rekannya sesama Ustadza menghabiskan waktu istirahat. Sembari menikmati sepiring bakso Mang Solihin, mereka bercengkrama ringan, membaur dengan para santri wanita dan beberapa Ustadza.

    “Mau sampai kapan Uhkti melajang?” Pertanyaan menohok itu meluncur deras dari sahabat baiknya Julia. Zaskia yang tengah mengunyah pentol bakso miliknya, nyaris saja memuntahkan kembali makanannya.

    Nabila yang merasa kasihan menyikut lengan Julia. Ia merasa pertanyaan frontal seperti itu bisa di sampaikan dengan cara yang lebih tepat. Walaupun sebenarnya ia juga ingin menanyakan hal yang sama, mengingat usia Zaskia yang sudah 24 tahun, sangat layak bagi wanita berhijab merah muda itu untuk segera menikah.9

    Zaskia tidak langsung menjawab pertanyaan yang sering sekali mampir kepadanya. Karena pada dasarnya, ia sendiri juga tidak mengerti kenapa dirinya masih ingin melajang.

    Wanita secantik Zaskia, tentu tidak sulit baginya untuk mencari pasangan. Sudah banyak para Ikhwan yang datang kepadanya dan mengajukan proposal ta’aruf, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang di terima Zaskia. Selalu saja ada alasan, bagi Zaskia untuk menolak mereka.

    “Jodohnya belum ada!” Jawab Zaskia singkat.

    Julia menghela nafas, sembari mengaduk kopi cappucino yang ada di depannya. “Jodoh juga harus di usahakan Uhkti. Ingat, Allah tidak akan merubah nasib kaumnya, kecuali kaumnya yang mau berubah.” Nasehat Julia, ia mengangkat gelas dan menyeruput kopinya.

    “Benar Za! Junior kita aja sudah banyak yang menikah.” Jelas Nabila, yang setahun lalu melepas masa lajangnya

    “Bukannya ana belum mau menikah Uhkti, hanya saja, belum menemukan sosok yang layak untuk menjadi pemimpin rumah tanggaku nanti.”

    “Laki-laki yang seperti apa yang Uhkti inginkan untuk menjadi pendamping Uhkti?” Tanya Julia heran, dengan sikap sahabatnya. Selama ini yang mencoba mendekati Zaskia bukan pria sembarangan, mereka adalah pria-pria pilihan yang keislamannya tidak bisa di ragukan lagi.

    Zaskia diam sejenak, ia mengedarkan pandangannya kearah sepasang kucing yang tengah kawin di pojokan kantin. Tanpa sadar, sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman.

    Sebenarnya Zaskia sadar betul, kalau manusia di ciptakan berpasang-pasangan untuk melengkapi iman mereka. Hanya saja, untuk saat ini Zaskia merasa belum siap untuk membuat komitmen dengan seseorang pria. Ia ingin melihat Adik kandungnya sukses terlebih dahulu, sebelum membuat komitmen. Karena dirinya takut, kalau ia memiliki pasangan hidup, perhatiannya terhadap Rayhan akan berkurang.

    “Kucing aja ada pasangannya? Kamu kapan?” Ledek Julia. “Mau sampai kapan memek kamu menganggur!” Lanjut Julia, kali ini ia berbicara dengan nada yang sebenarnya tidak layak di ucapkan oleh Ustadza seperti Julia.

    Nabila yang duduk di sampingnya hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Keluar dah sifat asli.” Celetuk Nabila, sembari melirik kearah sahabatnya.

    “Astaghfirullah Mbak! Gak ada kalimat yang lebih bagus.” Singgung Zaskia, ia benar-benar tidak mengerti dengan sahabatnya yang satu itu. “Seperti bukan seorang muslimah.” Nyinyir Zaskia.

    “Habis aku sebel sama kamu Za!”

    Zaskia meletakan kedua tangannya diatas meja kantin. “Sebel kenapa? Ana belum menikah, karena memang belum bertemu sosok yang tepat. Ana yakin, uhkti pasti tidak ingin melihat Ana menyesal nantinya, karena terburu-buru mencari pasangan hidup.” Jelas Zaskia, membuat Julia tidak bisa berkata-kata lagi.

    “Sudah-sudah, kita ngobrolin yang lain aja.” Lerai Nabila.

    Julia menghela nafas perlahan, sembari menegakan punggungnya. “Uhkti benar, bagaimanapun juga kita tidak boleh terburu-buru mencari pasangan hidup!” Getir Julia, wajah cantiknya menggambarkan kesedihan yang mendalam.

    “Alhamdulillah kalau Uhkti mengerti.” Zaskia tersenyum manis. Membuat pria manapun pasti akan oleng imannya kalau melihat senyuman Zaskia.

    Mereka kembali melanjutkan makan siang mereka, sembari mengobrol ringan. Sementara Julia lebih banyak diam. Wanita berusia 33 tahun itu sangat menyesal karena sempat memaksa sahabatnya untuk segera menikah, dan melupakan masa lalunya yang penuh penyesalan. Andai saja dulu ia tidak terburu-buru memilih pasangan, mungkin ia tidak perlu merasakan penyesalan sampai detik ini.

    Obrolan mereka terhenti, ketika suara dentang lonceng kembali berkumandang. Habis ini Zaskia dan Nabilla masih ada kelas. Sementara Julia memutuskan pulang ke rumahnya. Karena jadwal mengajarnya kosong.

    *****

    Suara azan berkumandang melalui Manara masjid yang menjulang tinggi. Suara sang Muazin yang begitu merdu, mampu menggetarkan hati siapapun yang mendengarkannya dengan khusuk. Tidak lama kemudian, beberapa santri dan ustadz-ustadza berbondong-bondong menuju masjid. Dalam sekejap masjid di penuhi oleh orang-orang yang ingin melaksanakan ibadah.

    Di tempat yang berbeda, terlihat seorang pemuda berdiri di depan sebuah rumah. Sesekali wajahnya meringis menahan hawa panas matahari yang menerpa wajahnya.

    Sudah hampir setengah jam lamanya ia berdiri di depan pintu seorang diri. Menahan hawa panas yang membakar kulitnya, membuatnya mendumel kesal. Ingin rasanya ia segera meninggalkan rumah tersebut, tetapi sayangnya ia tidak memiliki tujuan lain.

    Tok… Tok… Tok…

    “Assalamualaikum!” Panggilnya untuk ke sekian kali.

    Lima menit kemudian pintu itu akhirnya terbuka. Tampak seorang wanita paruh baya berparas cantik keluar dari dalam rumahnya. Wanita tersebut adalah Laras, istri dari pimpinan Ma’had Al Tauhid. Di usianya yang sudah berkepala empat, ia masih terlihat begitu cantik. Dan kecantikannya mampu menghipnotis pemuda yang ada dihadapannya saat ini.

    Butuh waktu beberapa detik untuk mengembalikan kesadaran Daniel.

    “Waalaikumsalam! Daniel?” Ujar Laras.

    Pemuda itu tersenyum lega. “Iya Tante, ini saya Daniel.” Ujar Daniel sembari menyalami tangan Laras. Bibir tebalnya mencium hangat punggung tangan Laras.

    “Subhanallah, sekarang kamu terlihat semakin tampan, terakhir kita ketemu kamu masih terlihat kudel.” Laras tertawa renyah, ia tidak menyangkah kalau Daniel akan tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan.

    Daniel tersenyum senang mendengarnya. “Tante juga masih terlihat sangat cantik!” Balas Daniel.

    “Bisa saja kamu Dan!”

    “Bener kok Tante, tadi saya kira anaknya Tante yang keluar menyambut saya, eh… Gak taunya Tante sendiri.”

    Laras tertawa semakin keras, ia tidak menyangkah kalau dirinya ternyata masih begitu cantik. Sebagai seorang wanita sudah sewajarnya kalau ia merasa senang karena di sejajarkan dengan anak remaja.

    “Uda ah ngegombalnya, nanti Tante malah terbang lagi.” Ujar Laras sembari tersenyum manis. “Gimana kabar kamu Dan?” Tanya Laras, mengalihkan pembicaraan.

    “Alhamdulillah, baik Tante, kabar Tante sendiri bagaimana?” Tanya Daniel sopan. Tapi sayang, matanya tidak sesopan mulutnya. Diam-diam mengamati wajah cantik Istri dari KH Umar yang berseri indah, bagaikan bunga mawar yang tengah mekar. Ia berfikir betapa beruntungnya kalau dirinya bisa meniduri wanita yang ada di hadapannya saat ini.

    Matanya turun menuju sepasang gunung kembar yang terbungkus rapi di balik hijab hitam yang di padu dengan gamis berwarna coklat muda.

    Laras sama sekali tidak menyadari kenakalan Daniel yang berani memandangi kemolekan sepasang gunung kembar miliknya yang amat ia banggakan.

    “Alhamdulillah, Tante juga baik! Ayo masuk dulu Dan. Gak enak ngobrol di luar.” Ajak Laras.

    “Iya Tan.”

    *****

    Amanda

    Rika

    Gita

    Langit yang tadinya berwarna biru cerah kini telah berganti warna menjadi warna jingga. Angin bertiup pelan, menggulung debu-debu jalanan, dan beberapa plastik bekas ikut tertiup perlahan.

    Di sebuah lapangan yang tidak begitu besar, tampak dua orang santri wati yang tengah bermain badminton. Seorang lagi duduk di pinggir lapangan sembari menjadi wasit dadakan.

    “Tadi masukkan?” Protes Gita.

    Rika ikut menghampiri Amanda yang menjadi wasit dadakan. “Tadi melewati garis line kok.” Sengit Rika tidak mau kalah, Amanda hanya melongok bingung.

    “Buta ya mata kamu.”

    “Enak aja! Tadi benaran gak masuk.” Jawab Rika berkacak pinggang sembari mengembungkan pipinya, hingga ia terlihat sangat menggemaskan.

    Amanda segera berdiri sembari menepuk-nepuk pantatnya yang kotor terkena debu. “Di sini gue wasitnya, kalian gak usah ribut.” Lerai Amanda, seakan dirinya memang seorang wasit proposional.

    “Jadi keputusannya apa?” Tanya Rika.

    “Masuklah…” Ujar Gita semangat.

    Rika menyikut Gita kesal, Amanda yang melihat kedua sahabatnya hanya mendesah pelan sembari menggelengkan kepalanya. “Hmmm… Ini agak sulit, soalnya tadi kurang jelas masuk apa gak.” Ujar Amanda.

    “Tadi tuh gak masuk, bolanya keluar line.”

    Gita memeluk dan menarik lengan Amanda. “Tadi itu masuk! Kalau masuk makan malam nanti aku teraktir lauk ikan.” Ujar Gita menyogok Amanda sang Wasit.

    “Oke! Sebagai wasit saya putuskan kalau bola barusan di hitung masuk….” Jawab Amanda.

    Rika melongok, sementara Gita berjingkrak senang karena bisa mengalahkan sahabatnya. Karena tidak terima Rika mencoba memaksa sahabatnya untuk merubah keputusannya, alhasil keributan kecil kembali terjadi di antara mereka bertiga

    Tanpa mereka sadari, dari jarak 20 meter seseorang diam-diam tengah mengamati mereka.

    Pria paruh baya itu tersenyum menjijikan, sembari memamerkan gigi kuningnya yang seakan sudah bertahun-tahun tidak ia bersihkan.

    Sembari menyeka air liurnya yang sedikit menetes, ia memasukan tangannya ke dalam celananya, merogoh batang kemaluannya yang telah mengeras. Tanpa berkedip ia memandangi mereka bertiga.

    *****

    Di tempat yang berbeda, terlihat dari kejauhan seorang pemuda sembari menenteng sepatu berjalan menelusuri jalan berdebu. Sementara langit terlihat mulai tampak gelap, menandakan kalau sebentar lagi langit akan menumpahkan rahmatnya untuk umat manusia.

    Duaaarrr…

    Sekilas cahaya terang lewat di depan wajah sang pemuda, ia meringis sembari menatap langit.

    “Ray… Ray…”

    Rayhan celingukan mencari sumber suara yang tengah berteriak memanggilnya.

    Tampak seorang wanita berjilbab hitam tengah menggapai kan tangannya ke pada Rayhan. Buru-buru pemuda itu menghampiri sang Ustadza.

    “Ada apa Ustadza?”

    “Kamu dari mana, buruan pulang, mau hujan tuh.” Tegur Ustadza Dewi. Tampak angin nakal meniup-niup ujung jilbab lebarnya.

    Rayhan mengangkat sepatu bolanya. “Habis main bola Ustadza! Hehehe… Jemurannya sudah di angkat ya Ustadza?” Tanya Rayhan, sembari melirik kearah jemuran milik Ustadza Dewi yang terlihat kosong.

    “Baru aja selesai! Kamu telat… Hihihi…” Tawa Ustadza Dewi.

    Rayhan menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal. “Lain kali harus lebih cepat pulang ni.” Gumam Rayhan, Ustadza Dewi mengangkat alisnya, lalu kembali tertawa renyah mendengar gumaman Rayahan.

    “Lain kali kamu harus lebih cepat.”

    “Siap Ustadza! Hehehe…”

    Dewi melipat tangannya diatas dada, membuat payudaranya kini lebih membusung. “Ya sudah, sana kamu pulang, nanti di cariin sama Ustadza Zaskia.” Suruh Dewi, yang terkesan mengusir Rayhan.

    “Assalamualaikum Ustadza.”

    “Waalaikumsalam!” Jawab Ustadza Dewi.

    Dia memandangi punggung Rayhan yang perlahan menghilang dari pandangannya. Satu tangan Ustadza Dewi turun kebawah, mengurut pelan vaginanya, yang entah kenapa terasa gatal.

    *****

    Clara

    Laras

    Selepas shalat isya hujan turun sangat lebat beserta angin kencang. Pohon-pohon besar yang berjejer di tepian sungai tampak bergoyang mengikuti alunan angin yang seakan ingin menerbangkan mereka, akibatnya banyak daun-daun pohon tersebut yang berguguran.

    Di jalanan tampak beberapa santri berlindung di balik kain sarung yang mereka kenakan. Berlari secepat mungkin agar bisa tiba lebih cepat di asrama. Hal yang sama juga di lakukan oleh santriwati, mereka bergegas untuk kembali ke asrama agar bisa segera berlindung di balik selimut tebal.

    Berulang kali langit berteriak, seakan ingin meruntuhkan seisi dunia. Membuat beberapa santri Wati terlihat ketakutan. Mereka yang tidak bisa tidur, memutuskan untuk mengobrol di dalam kamar sembari menanti hujan reda.

    Sementara itu di kediaman KH Umar, Laras bersama anak-anaknya tengah menikmati siaran televisi. Mereka tengah menonton sinetron di ruang keluarga.

    “Mi! Clara ke kamar dulu ya.” Pamit Clara. Gadis berusia 18 tahun itu berulang kali menguap, mencoba menahan kantuk.

    Laras tersenyum sembari menganggukan kepalanya. “Iya sayang! Jangan lupa cuci tangan dan kakinya sebelum tidur.” Nasehat Laras kepada Putrinya.

    “Siap Mi.”

    Kaki mungil Clara menghentak lantai, meninggalkan Laras dan Adiknya Azril yang diam-diam memperhatikan garis celana dalam saudara tirinya, yang menjiplak di celana tidur yang di kenakan Clara.

    Tapi Azril buru-buru sadar akan kesalahannya, sehingga ia dengan cepat beristighfar di dalam hatinya. Ia sangat menyesal karena sempat mencuri pandang pantat Saudaranya. Padahal dulu, ia tidak pernah memiliki pikiran kotor tentang keluarganya, tapi entah kenapa akhir-akhir ini ia sering berfikiran kotor tentang keluarganya.

    “Kamu belum tidur?” Tegur Laras.

    Wanita anggun itu meluruskan kakinya di sofa, sembari menopang kepalanya dengan tangan. Ia menekuk satu kakinya sehingga gaun tidur berwarna putih yang ia kenakan sedikit tersingkap memamerkan betisnya yang putih mulus seperti pualam.

    Sejenak Azriel terpaku menatap betis Laras yang terlihat seperti padi bunting. Alhasil pemandangan tersebut membuat sang junior terbangun.

    Laras menggeser kakinya hingga semakin terbuka. “Di tanya kok diam?” Tegur Laras, dia melirik kearah putranya.

    Deg… Deg… Deg…

    Jantung Azril berdetak tidak beraturan, bahkan ia tampak kesulitan mengambil nafas sanking tegangnya. “Eh… Ke-kenapa Mi?” Tanya Azril, sembari melihat kearah Ibu Tirinya, dan sialnya matanya malah tertuju kearah selangkangan Laras yang terbuka.

    Gleeek…

    Azril menelan air liurnya yang hambar ketika melihat celana dalam Laras yang berwarna cream.

    “Kamu gak ada hafalan?” Tanya Laras.

    Azril menggelengkan kepalanya. “Gak ada Mi! Eehmm… Azril ke kamar dulu ya Mi?” Ujar Azril gugup. Ia tidak ingin Ibu Tirinya menyadari perubahan yang ada di dalam dirinya.

    “Iya, kamu tidur sana.” Suruh Laras.

    Ia tersenyum tipis sembari menghela nafas. Sebagai seorang Ibu ia merasa sangat bersyukur karena memiliki dua orang anak yang begitu baik dan penurut. Apa lagi keduanya bisa di bilang cukup berprestasi, terutama Azril. Laras merasa sangat bangga terhadap Azril.

    Perlahan Laras memejamkan matanya, mengistirahatkan matanya yang terasa lelah.

    Tanpa di sadari Laras, seseorang tengah berjalan mendekat kearahnya. Pria tersebut tentu dapat melihat isi dalam gaun tidur Laras yang kebetulan menghadap kearahnya.

    “Tan…” Panggilnya.

    Laras mengerjapkan matanya. “Daniel? Astaghfirullah…” Laras tersadar dari lelapnya. Ia buru-buru duduk di sofa, sembari mengambil jilbab miliknya yang kebetulan tadi sempat ia lepas.

    “Maaf Tante! Tadi saya liat Tante ketiduran, jadi saya berinisiatif ingin membangunkan Tante.” Ujar Daniel, sembari tersenyum hangat.

    “Iya tidak apa-apa.” Jawab Laras tampak canggung.

    “Mau saya buatkan kopi?” Tawar Daniel.

    “Serius?”

    “Ya tentu saja. Buatan kopi saya sangat enak, Tante harus mencobanya.” Usul Daniel, sembari mengangkat satu alisnya. Laras tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

    “Boleh juga.” Jawab Laras.

    Suasana canggung yang sempat terjadi diantara mereka berdua dengan cepat kembali normal. Laras sangat tersanjung dengan sikap Daniel yang menurutnya sangat baik. Sayang, pemuda baik itu punya masa lalu yang membuat keluarga besarnya sangat membenci dirinya.

    Tapi tidak bagi Laras, ia sama sekali tidak membenci Daniel, baginya setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki diri mereka.

    Tidak lama kemudian Daniel kembali menghampiri Laras, ia membawa dua gelas kopi hangat.

    “Silakan di minum Tante!” Ujar Daniel.

    Laras mengangkat gelasnya. “Terimakasih Dan! Kamu tau, Tante itu paling suka kopi.” Jujur Laras, dia menghirup aroma kopi yang terasa nikmat.

    “Oh ya, sama dong Tante.”

    “Sepertinya kita memiliki banyak kesamaan ya!” Laras melirik Daniel yang tengah menyeruput kopi.

    Daniel tersenyum tipis, sembari meletakan kembali gelas miliknya keatas meja. Daniel menemani Laras yang terlihat sangat antusias ketika sedang bercerita. Entah kenapa Laras merasa ada kecocokan ketika tengah mengobrol dengan Daniel keponakannya.

    *****

    Jam sudah menunjukan pukul satu malam, tapi hujan tak kunjung reda di sertai petir yang sesekali membuat seisi pesantren mendadak menjadi terang benderang di tengah kegelapan malam yang mencekam. Seakan-akan langit tengah marah.

    Di asrama putri, sebagian besar para Santri telah terlelap tidur, sehingga mereka tidak menyadari bahaya yang tengah mengintai mereka.

    Duaaaarrr….

    Kembali petir menyambar, tampak bayangan seorang pria bertubuh besar berdiri di depan pintu kamar asrama. Ia menyeringai memamerkan giginya yang kehitaman, dengan air liurnya yang menetes bagaikan anjing. Matanya yang tajam seperti serigala yang tengah mengintai mangsanya.

    Dia berjalan perlahan memasuki asrama, menatap para santri yang tengah tertidur diatas tempat tidur mereka.

    “Rrrrtttt…” Dia mengeram dengan tatapan mata yang membara, menatap seorang gadis yang tengah terlelap diatas tempat tidurnya.

    Dia menghampiri gadis tersebut, tersenyum menyeringai bagaikan hewan buas yang siap memangsa.

    Jemarinya yang besar berwarna kehijauan membelai wajah cantik sang Santriwati yang bernama Amanda. Kuku-kukunya yang panjang membelai pipi putih Amanda hingga ke dagunya yang runcing. Dia mengangkat dagu Amanda, kemudian bibir merah darah mahluk tersebut memanggut bibir tipis Amanda.

    Lumatan sang kolor Ijo yang membuat Amanda merasa sesak. Sehingga ia terbangun dari tidurnya, dan mendapatkan seorang mahluk mengerikan tengah menindih tubuhnya.

    “Aaaaaaarrrttt…” Amanda berteriak sekencang mungkin tapi anehnya suaranya sama sekali tidak keluar.

    Sang kolor Ijo menatapnya dengan sinis. “Percuma saja!” Geramnya, sembari mempereteli kancing piyama yang di kenakan Amanda.

    Gadis berusia belasan tahun itu meronta-ronta, ia berusaha melepaskan diri dari dekapan sang predator. Tetapi anehnya ia seakan kehilangan tenaganya. Ia hanya bisa menangis, berharap ada seseorang yang terbangun dan segera menolong dirinya.

    Breeet… Breeet… Breeet…

    Sang kolor Ijo merobek pakaian yang di kenakan Amanda, hingga gadis itu telanjang bulat.

    Di tengah kegelapan malam, sang Kolor Ijo masih dapat melihat keindahan tubuh Amanda khas anak remaja pada umumnya. Payudaranya yang tidak begitu besar, tetapi terlihat begitu ranum dengan putingnya yang kecoklatan menghiasi aurolanya.

    Kuku-kuku panjang sang Kolor Ijo membelai payudara Amanda, menyentuh putingnya yang tengah mekar. Tentu saja hal tersebut membuat Amanda sangat ketakutan.

    “Tolooong…. Tolooong… Tolooong…” Amanda berteriak tanpa suara. Yang terdengar hanya suara lolongan petir yang saling sahut menyahut di luar sana. Ceritasex.site

    Dengan kuku tajamnya, sang Kolor Ijo menyentil puting Amanda, membuat gadis berusia belasan tahun itu merintih kesakitan. Apa lagi ketika kuku tajam itu menusuk puting mungilnya yang menggoda.

    “Aahkk… Tolooong! Aduuuuh sakiiiit.” Histerisnya.

    Sang Kolor Ijo mendekap kepala Amanda, lalu dia mengulum kasar bibir merah Amanda, memaksa gadis belia itu membalas pagutan liarnya. Sementara kuku-kukunya memelintir puting Amanda.

    Belaian tangan sang Kolor Ijo terun menuju perut rata Amanda, kemudian… “Breeaaattt…” Sang Kolor Ijo menyobek celana tidur yang di kenakan Amanda.

    Tangis Amanda semakin pecah, ketika celana dalamnya ikut di sobek. Tampak bukit kecil yang di tumbuhi rambut tipis, terpampang di hadapan sang Kolor Ijo.

    Kedua kaki Amanda di rentangkan selebar mungkin, hingga bibir memeknya yang mungil sedikit terkuak, memperlihatkan lobang perawannya. Sang Kolor Ijo berlutut di depan memek Amanda, lalu dia mengecup kedua paha mulus Amanda secara bergantian, dan terakhir ia menjilati bibir merekah memek Amanda.

    Sluuuppsss… Sluuuppsss…. Sluuuppsss…

    “Oughkk…” Amanda mendesah nikmat.

    Walaupun ia tidak ingin mengakuinya, tapi kenyataannya Amanda menikmati sapuan lidah mahluk aneh tersebut di sekitaran memeknya. Si kolor Ijo mencucup lendir yang keluar dari dalam memek Amanda, mengorek bagian dalam memek Amanda yang masih perawan.

    Di tengah keputusasaan nya tiba-tiba Amanda merasakan gelombang birahi yang luar biasa. Sekali lagi ia histeris, tapi kali ini di karenakan rasa nikmat yang luar biasa yang belum pernah ia dapatkan.

    “Aaarrttt…”

    Seeeeeeeeeerrrr…..

    Lendir kewanitaannya menyembur deras, tanpa bisa di tahan. Sang Kolor Ijo dengan rakus menyeruput lendir kewanitaannya hingga tidak bersisa.

    Rasa nikmat yang di dapatkan oleh Amanda sejenak membuat gadis tersebut lupa akan nasib tragis yang tengah menimpa dirinya saat ini. Tubuh indahnya, tampak melejang-lejang, menikmati sisa orgasmenya.

    Belum hilang rasa nikmat itu, si Kolor Ijo kembali beraksi. Mahluk berwarna hijau itu menindih tubuh Amanda. Tubuh besarnya masuk diantara kedua kaki Amanda yang masih mengangkang. Sadar akan bahaya yang kembali mengintai dirinya, Amanda berusaha sekuat tenaga untuk meronta, tapi lagi-lagi ia gagal.

    Hanya air mata yang terus mengalir tanpa henti mengaliri pipinya. Rasa takut, frustasi, dan depresi menjadi satu di dalam diri Amanda. Apa lagi ketika ia merasakan benda besar yang tengah menggesek bibir memeknya.

    “Jangaaaaan! Tolooong…” Jerit hati Amanda.

    Perlahan kontol besar milik Kolor Ijo membelai bibir memek Amanda, memaksa memek perawan itu melahap kontolnya yang berukuran besar. “Jleeebss…” Untuk kesekian kalinya kontol Kolor Ijo meleset.

    Tetapi sang predator tidak menyerah, dia kembali berusaha menembus perawan Amanda.

    “Sakiiiit… Sakiiiit…” Histeris Amanda.

    Inci demi inci kepala kontol Kolor Ijo berhasil masuk kedalam memek Amanda. Wajah garang Kolor Ijo tampak meringis menahan jepitan memek Amanda.

    Dia terus mendorong kontolnya, menembus memek Amanda yang terasa semakin mencekik kontolnya. “Bleeeess…” Dengan satu dorongan keras, akhirnya sang Kolor Ijo berhasil mengoyak perawan Amanda. Gadis remaja itu berteriak tanpa suara dengan kedua bola mata yang melotot.

    Sekujur tubuh Amanda terasa sakit ketika sang Kolor Ijo mengoyak perawannya.

    “Eehmmss… Eehmmss… Eehmmss…”

    Dengus nafas Kolor Ijo semakin memburu, seiring dengan kocokan kontolnya di dalam memek Amanda. Ia memompa memek Amanda dengan penuh semangat sembari kembali bermain dengan payudara Amanda.

    Berbeda dengan sang Korban yang terlihat sangat tersiksa. Ia merasa memeknya seakan robek oleh kontol besar Kolor Ijo yang memaksa masuk kedalam lobang memeknya yang sempit itu. Walaupun pada akhirnya, Amanda dapat merasakan sedikit nikmat dari sodokan kontol si Kolor Ijo di dalam memeknya.

    Ploookkss… Ploookkss… Ploookkss…. Ploookkss… Ploookkss… Ploookkss….

    Dengan gencarnya si Kolor Ijo memacu birahinya, menggagahi gadis perawan tersebut. Hingga pada akhirnya, di iringi oleh suara petir yang menggelegar, sang Kolor Ijo membenamkan spermanya ke dalam rahim Amanda.

    Croooootss…. Croooootss… Croooootss…

    Sperma Kolor Ijo menembus rahim Amanda, dan sisanya tampak mengalir dari sela-sela bibir memek Amanda.

    Bersambung…

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
  • Berawal Dari Kesuksesan

    Berawal Dari Kesuksesan

    Cerita Sex Berawal Dari Kesuksesan – Hai para pembaca Ngocokers perkenalkan namaku Kyla aku wanita umur 28 tahun kata orang tubuhku proposional dari tinggiku 169 cm dan berat badanku 56 kg ukuran payudaraku 36B didukung dengan wajah cantikku berkulit putih, memang aku dulu sering jadi SPG dalam acara pameran mobil jadi bisa dibayangkan secara singkat tentang diskripsiku.

    Aku sudah mempunyai suami namanya Farel umurnya lebih tua dari aku 2 tahun, sementara ditahun ini kami memang sepakat untuk menunda momongan dulu, kalau masalah seks kehidupan kami baik baik saja, Suamiku bisa dibilang Hypersex malah bisa jadi dalam sehari minta jatah 3 kali.

    Dan cerita ini berawal dari kesuksesan Farel bekerja di kantornya dan mendapat kepercayaan dari sang atasan yang sangat baik. Kepercayaan ini membuat dia sering harus bekerja overtime, pada awalnya aku bisa menerima semua itu tetapi kelamaan kebutuhan ini harus dipenuhi juga dan itulah yang membuat kami sering bertengkar karena kadang Farel harus berangkat lebih pagi dan lewat tengah malam baru pulang.

    Cerita Sex Berawal Dari Kesuksesan
    Cerita Sex Berawal Dari Kesuksesan

    Ngocoks Dan mulailah cerita ini ketika Farel mendapat tanggung jawab untuk menangani suatu proyek dan dia dibantu oleh rekan kerjanya Zaki dari luar kota. Pertama diperkenalkan Zaki langsung seperti terkesima dan sering menatapku, hal itu membuatku risih.

    Zaki cukup tampan gagah dan kekar. Karena tuntutan pekerjaan dan efisiensi, kantor Farel memutuskan agar Zaki tinggal di rumah kami utk sementara. Dan memang mereka berdua sering bekerja hingga larut malam di rumah kami.

    Zaki tidur di kamar persis di seberang kamar kami. Sering di malam hari aku berpamitan tidur matanya yang nakal suka mencuri pandang diantara sela-sela baju tidur yang aku kenakan. Aku memang senang tidur bertelanjang agar jika Farel datang bisa langsung bercinta.

    Pernah suatu saat ketika pagi hari kami aku dan Farel bercinta di dapur waktu masih pagi sekali dengan posisiku duduk di meja dan Farel dari depan, tiba-tiba Zaki muncul dan melihat kami, dia menempelkan telunjuk dimulutnya agar aku tidak menghentikan kegiatan kami, karena kami sedang dalam puncaknya dan Farel yang membelakangi Zaki dan aku juga tidak tega menghentikan Farel.

    Akhirnya ku biarkan Zaki melihat kami bercinta tanpa Farel sadari hingga kami berdua orgasme. Dan aku tahu Zaki melihat tubuh telanjangku ketika Farel melepaskan penisnya dan terjongkok di bawah meja.

    Setelah kejadian itu Zaki lebih sering memperhatikan tiap lekuk tubuhku. Sampai suatu waktu ketika pekerjaan Farel benar2 sibuk sehingga hampir seminggu tidak menyentuhku. Di hari Jum’at kantor tempat Farel bekerja mengadakan pesta dinner bersama di rumah atasan Farel.

    Rumahnya terdiri dari dua lantai yang sangat mewah di lantai 2 ada semacam galeri barang2 antik. Kami datang bertiga dan malam itu aku mengenakan pakaian yang sangat seksi, gaun malam warna merah yang terbuka di bagian belakang dan hanya dikaitkan di belakang leher oleh kaitan kecil sehingga tidak memungkinkan memakai BH.

    Bagian bawahpun terdapat sobekan panjang hingga sejengkal di atas lutut, malam itu saya merasa sangat seksi dan Zaki pun sempat terpana melihatku keluar dari kamar. ceritasexdewasa.org Sebelum berangkat aku dan Farel sempat bercinta di kamar dan tanpa sepengetahuan kami.

    Ternyata Zaki mengintip lewat pintu yang memang kami ceroboh tidak tertutup sehingga menyisakan celah yang cukup untu melihat kami dari pantulan cermin, sayangnya karena letih atau terburu-buru mau pergi Farel orgasme terlebih dahulu dan aku dibiarkannya tertahan.

    Dan Zaki mengetahui hal itu. Malam itu ketika acara sangat ramai tiba-tiba Farel dipanggil oleh atasannya untuk diperkenalkan oleh customer. Farel berkata padaku untuk menunggu sebentar, sambil menunggu aku ke lantai 2 untuk melihat barang2 antik, di lantai 2 ternyata keadaan cukup sepi hanya 2-3 orang yang melihat-lihat di ruangan yang besar itu.

    Aku sangat tertarik oleh sebuah cermin besar di pojokan ruangan, tanpa takut aku melihat ke sana dan mengaguminya juga sekaligus mengagumi keseksian tubuhku di depan cermin, tanpa ku sadari di sampingku sudah berada Zaki .

    “Udah nanti kacanya pecah lho..cakep deh..!”, canda Zaki

    “Ah bisa aja kamu Zaki”, balasku tersipu malu.

    Setelah berbincang2 di depan cermin cukup lama Zaki meminta tolong dipegangkan gelasnya sehingga kedua tanganku memegang gelasnya dan gelasku.

    “Aku bisa membuat kamu tampak lebih seksi”, katanya sambil langsung memegang rambutku yang tergerai dengan sangat lembut.

    Tanpa bisa mengelak dia telah menggulung rambutku sehingga menampak leherku yang jenjang dan mulus dan terus terang aku seperti terpesona oleh keadaan diriku yang seperti itu. dan memang benar aku terlihat lebih seksi.

    Dan saat terpesona itu tiba-tiba tangan Zaki meraba leherku dan membuatku geli dan detik berikutnya Zaki telah menempelkan bibirnya di leher belakangku, daerah yang paling sensitif buatku sehingga aku lemas dan masih dengan memegang gelas Zaki yang telah menyudutkanku di dinding dan menciumi leherku dari depan.

    “Zaki apa yang kamu lakukan..lepaskan aku Zaki..lepas..!”,Reltaku tapi Zaki tahu aku tidak akan berteriak di suasana ini karena akan mempermalukan semua orang.

    Zaki terus menyerangku dengan kedua tanganku memegang gelas dia bebas meraba buah dadaku dari luar dan terus menciumi leherku, sambil meRelta-Relta aku merasakan gairahku meningkat, apalagi saat tiba-tiba tangan Zaki mulai meraba belahan bawah gaunku hingga ke selangkanganku.

    “Zakiz..hentikan Zaki aku mohon..tolong Zaki..jangan lakukan itu..”,rintihku, tapi Zaki terus menyerang dan jari tengah tangannya sampai di bibir vaginaku yang ternyata telah basah karena serangan itu.

    Dia menyadari kalau aku hanya mengenakan G-string hitam dengan kaitan di pinggirnya, lalu dengan sekali sentakan dia menariknya dan terlepaslah G-stringku. Aku terpekik pelan apalagi merasakan ada benda keras mengganjal pahaku.

    Ketika Zaki sudah semakin liar dan akupun tidak dapat melepaskan, tiba-tiba terdengar suara Farel memanggil dari pinggir tangga yang membuat pegangan himpitan Zaki terlepas, lalu aku langsung lari sambil merapikan pakaian ku menuju Farel yang tidak melihat kami dan meninggalkan Zaki dengan G-string hitamku.

    Aku sungguh terkejut dengan kejadian itu tapi tanpa disadari aku merasakan gairah yang cukup tinggi merasakan tantangan melakukan di tempat umum walau dalam kategori diperkosa.

    Ternyata pesta malam itu berlangsung hingga larut malam dan Farel mengatakan dia harus melakukan meeting dengan customer dan atasannya dan dia memutuskan aku untuk pulang bersama Zaki.

    Tanpa bisa menolak akhirnya malam itu aku diantar Zaki, diperjalanan dia hanya mengakatakan

    “Maaf Kyla.. kamu sungguh cantik malam ini.” Sepanjang jalan kami tidak berKylara apapun. Hingga sampai dirumah aku langsung masuk ke dalam kamar dan menelungkupkan diri di kasur, aku merasakan hal yang aneh antara malu aku baru saja mengalami perkosaan kecil dan perasaan malu mengakui bahwa aku terangsang hebat oleh serangan itu dan masih menyisakan gairah.

    Tanpa sadar ternyata Zaki telah mengunci semua pintu dan masuk ke dalam kamarku, aku terkejut ketika mendengar suaranya’.

    “Kyla aku ingin mengembalikan ini”‘ katanya sambil menyerahkan G-stringku berdiri dengan celana pendek saja, dengan berdiri aku ambil G-stringku dengan cepat, tapi saat itu juga Zaki telah menyergapku lagi dan langsung menciumiku sambil langsung menarik kaitan gaun malamku, maka bugilah aku diahadapannya.

    Tanpa menunggu banyak waktu aku langsung dijatuhkan di tempat tidur dan dia langsung menindihku. Aku meRelta-Relta sambil menendang-nendang?

    ”Zakiz.. lepaskan aku Zaki..ingat kau teman suamiku Zaki..jangan..ahh..aku mohon”, erangku ditengah rasa bingung antara nafsu dan malu, tapi Zaki terus menekan hingga aku berteriak saat penisnya menyeruak masuk ke dalam vaginaku, ternyata dia sudah siap dengan hanya memakai celana pendek saja tanpa celana dalam.

    “Ahhhh?Zakiz..kau..:’ Lalu mulailah dia memompaku dan lepaslah perlawananku, akhirnya aku hanya menutup mata dan menangis pelan..clok..clok..clok..aku mendengar suara penisnya yang besar keluar masuk di dalam vaginaku yang sudah sangat basah hingga memudahkan penisnya bergerak.

    Lama sekali dia memompaku dan aku hanya terbaring mendengar desah nafasnya di telingaku, tak berdaya walau dalam hati menikmatinya. Sampai kurang lebih satu jam aku akhirnya melenguh panjang

    “Ahhh?..” ternyata aku orgasme terlebih dahulu, sungguh aku sangat malu mengalami perkosaan yang aku nikmati. Ceritasex.site

    Sepuluh menit kemudian Zaki mempercepat pompaannya lalu terdengar suara Zaki di telingaku “Ahhh..hmmfff?” aku merasakan vaginaku penuh dengan cairan kental dan hangat sekitar tiga puluh deti kemudian Zaki terkulai di atasku.

    “Maaf Kyla aku tak kuasa menahan nafsuku..”bisiknya pelan lalu berdiri dan meninggalkanku terbaring dan menerawang. hinga tertidur Aku tak tahu jam berapa Farel pulang hingga pagi harinya. Esok paginya di hari sabtu seperti biasa aku berenang di kolam renang belakang Farel dan Zaki berpamitan untuk nerangkat ke kantor.

    Karena tak ada seorang pun aku memberanikan diri untuk berenang tanpa pakaian. Saat asiknya berenang tanpa disadari, Zaki ternyata beralasan tidak enak badan dan kembali pulang, karena Farel sangat mempercayainya maka dia izinkan Zaki pulang sendiri.

    Zaki masuk dengan kunci milik Farel dan melihat aku sedang berenang tanpa pakaian. Lalu dia bergerak ke kolam renag dan melepaskan seluruh pakaiannya, saat itulah aku sadari kedatangannya,

    “Zakiz..kenapa kau ada di sini?” tanyaku,

    “Tenang Kyla suaimu ada di kantor sedang sibuk dengan pekerjaannya”, aku melihat tubuhnya yang kekar dan penisnya yang besar mengangguk angguk saat dia berjalan telanjang masuk ke dalam kolam

    “Pantas sajaku semalam vaginaku terasa penuh sekali”‘pikirku.

    Aku buru-buru berenang menjauh tetai tidak berani keluar dr dalam kolam karena tidak mengenakan pakaian apapun juga. Saat aku bersandar di pingiran sisi lain kolam, aku tidak melihat ada tanda2 Zaki di dalam kolam.

    Aku mencari ke sekeliling kolam dan tiba-tiba aku merasakan vaginaku hangat sekali, ternyata Zaki ada di bawah air dan sedang menjilati vaginaku sambil memegang kedua kakiku tanpa bisa meRelta.

    Akhirnya aku hanya bisa merasakan lidahnya merayapai seluruh sisi vaginaku dan memasuki liang senggamaku..aku hanya menggigit bibir menahan gairah yang masih bergelora dari semalam. Cukup lama dia mengerjai vaginaku, nafasnya kuat sekali pikirku.

    Detik berikutnya yang aku tahu dia telah berada di depanku dan penisnya yang besar telah meneyruak menggantian lidahnya?

    “Arrgghh..” erangku menahan nikmat yang sudah seminggu ini tidak tersentuh oleh Farel. Akhirnya aku membiarkan dia memperkosaku kembali dengan berdiri di dalam kolam renang.

    Sekarang aku hanya memeluknya saja dan membiarkan dia menjilati buah dadaku sambil terus memasukan penisnya keluar masuk.

    Bahkan saat dia tarik aku ke luar kolam aku hanya menurutinya saja, gila aku mulai menikamti perkosaan ini, pikirku, tapi ternyata gairahku telah menutupi kenyataan bahwa aku sedang diperkosa oleh teman suamiku.

    Dan di pinggir kolam dia membaringkanku lalu mulai menyetubuhi kembai tubuh mulusku..”Kau sangat cantik dan seksi Kyla..ahh” bisiknya ditelingaku.

    Aku hanya memejamkan mata berpura-pura tidak menikmatinya, padahal kalau aku jujur aku sangat ingin memeluk dan menggoyangkan pantatku mengimbangi goyangan liarnya. Hanya suara eranggannya dan suara penisnya maju mundur di dalam vaginaku, clok..clok..clep..dia tahu bahwa aku sudah berada dalam kekuasaannya.

    Beberapa saat kemudian kembali aku yang mengalami orgasme diawali eranganku

    “Ahhh..” aku menggigit keras bibirku sambil memegang keras pinggiran kolam,

    “Nikmati sayang?”demikian bisiknya menyadari aku mengalami orgasme. Sebentar kemudian Zaki lah yang berteriak panjang,

    “Kau hebat Kyla.. aku cinta kau.. AAHHH..HHH” dan aku merasakan semburan kuat di dalam vaginaku.

    Gila hebat sekali dia bisa membuatku menikmatinya pikirku. Setelah dia mencabut penisnya yang masih terasa besar dan keras, aku reflek menamparnya dan memalingkan wajahku darinya. Aku tak tahu apakah tamparan itu berarti kekesalanku padanya atau karena dia mencabut penisnya dari vaginaku yang masih lapar.

    Bersambung…

    1 2
  • Aksi Admin Perusahaan

    Aksi Admin Perusahaan

    Cerita Sex Aksi Admin Perusahaan – Perkenalkan namaku Devina merupakan seorang admin di salah satu perusahaan di Surabaya. Aku merupakan seorang Janda beranak satu yang ku titipkan pada mamaku di kota Solo. Umurku masih 24 tahun, usia yang terbilang cukup muda untuk ukuran seorang janda.

    Berkulit cerah, mulus, langsing dengan tinggi badan 165 cm dengan ukuran bra 32b, sangatlah idaman untuk setiap pria yang melihatnya. Bahkan cukup banyak juga rekan kerja yang menggodaku. Aku baru bercerai dengan mantan suamiku sekitar 3 taun lalu ketika anakku berusia 1 taun.

    Setelah bercerai dengan mantan suamiku Aku memutuskan pindah ke Surabaya untuk mencari nafkah biaya anakku yang masih kecil. Hanya bermodalkan ijasah SMA, aku nekat melamar kerja disalah satu perusahaan cukup besar di kota Surabaya.

    Cerita Sex Aksi Admin Perusahaan
    Cerita Sex Aksi Admin Perusahaan

    Ngocoks Pada awalnya aku bekerja di perusahaan ini biasa-biasa saja dan lancar tanpa hambatan dan bekerja seperti biasa layaknya bagian administrasi. Namun semua berubah ketika pada penghujung tahun, dimana banyak sekali pekerjaan yang harus dikerjakan karena terkejar deadline laporan akhir tahun perusahaan, sehingga mengharuskanku bekerja lembur di kantor.

    Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 10 malam, ku lihat sekelilingku sudah tidak ada orang. Aku berniat untuk membuat kopi di dapur kantor, namun baru memasuki koridor aku melihat lampu ruangan atasanku yang tak lain adalah anak dari pemilik perusahaan ini, masih menyala.

    “Apa dia ikutan lembur juga ?” Kataku dalam hati, tapi tunggu sebentar suara apa ini ? Aku coba mendekati ruangan atasanku tersebut, bermaksud menguping sebentar karena ada suara-suara seperti desahan orang sedang ML. Kucoba mengintip dari kaca yang memang kebetulan di dalam ruangan terebut di tutupi tirai yang agak sedikit ada celah, sehingga aku bisa mengintip apa yang sedang terjadi di dalam ruangan tersebut.

    Akupun cukup terkejut dengan apa yang ku lihat di ruangan tersebut, ternyata Anak boss ku sedang ML dengan salah satu teman kerja ku..

    “Oh.. pak enak terusss.. ahhh.. terus pak.. kontol bapak enak banget..” desah si perempuan tersebut.

    “Memek kamu juga enak kok sayang..” jawab anak boss ku

    “Ohh.. terus pak puasin aku, kontol pacarku gak bisa kaya kontol bapak..”

    Cukup kaget juga aku ketika itu, melihat batang kejantanan milik anak bossku terus mengaduk-aduk liang senggama milik teman kerjaku yang memang sering berpakaian seksi setiap ke kantor. Namun tiba-tiba aku teringat dengan tugas-tugas pembukuan akhir taun yang harus segera ku lanjutkan, aku bergegas menuju dapur kantor untuk membuat kopi agar rasa kantuk ku hilang.

    Ketika aku selesai membuat kopi, dan bergegas kembali ke meja kerjaku. Tiba-tiba pintu ruangan atasanku tersebut terbuka, tampaklah mereka dua yang sudah kembali mengenakan pakaian masing-masing. Atasanku bernama Andrian dan temanku yang bernama santi tersenyum ketika melihatku.

    Santi : Loh.. masih di kantor aja dev ?

    Aku : Masih nih san, kerjaan masih numpuk gak tau deh kapan kelarnya.. ku jawab sambil tersenyum lesu..

    Andrian : Semangat ya dev, saya tunggu laporan akhir taunnya.

    Aku : Iya Pak, akan segera saya selesaikan secepatnya..

    Ketika kembali ke meja kerja, aku mulai tidak konsentrasi mengingat kejadian yang aku lihat barusan antara Pak Andrian dan Santi temanku. Memikirkan hal tersebut nafsuku mulai bangkit. Ku tengok sekelilingku sudah benar-benar sepi tidak ada seorangpun.

    Aku mulai membayangkan kontol Pak Andrian yang ukurannya memang cukup besar walau samar-samar ku lihat barusan. Tanganku mulai ku masukan ke sela-sela rok kerjaku dan mengusap-usap bibir vaginaku. Aku yang ketika itu mengenakan roko bahan berwarna hitam dan tankop putih dengan ditutupi blazer, memudahkanku untuk bermasturbasi saat itu.

    Tanganku yang satunya ku masukan ke tanktopku untuk meremas payudaraku untuk menambah rasa nikmat yang kurasakan sambil membayangkan batang kejantanan milik atasanku tersebut, maklum sudah cukup lama juga aku tidak disentuh.

    Namun tidak berapa lama aku di kagetkan oleh satpam yang sedang keliling mengecek keadaan kantor. Dan untungnya entah sadar atau tidak sadar posisiku membelakanginya sehingga mudah-mudahan ia tidak menyadari bahwa barusan aku sedang bermasturbasi.

    “Eh.. Mbak Devina belum pulang mbak ?” tanya si satpam

    “Belom nih pak, bentar lagi baru mau pulang nih, lagi mau beres-beres barangku dulu.” Jawabku agak panik

    “Ya udah saya temenin deh mbak, takut mbaknya ketakutan disini sendirian hahaa..” Timpal Pak Anto seraya sedikit tertawa

    “Ah ga usah pak, saya gak takut yang begitu-begitu.. Palingan juga yang ada setannya takut godain orang sibuk sama kerjaan,setannya juga takut Pak di minta bantuan kerjain kerjaan saya..” Candaku pada si satpam

    Namun si satpam tetap menungguku di depan ruangan kantorku yang memang khusus bagian staff-staff administrasi.

    Tapi tiba-tiba si Satpam langsung mengaggetkanku dengan sebuah pertanyaan yang membuatku gugugp.

    “Mbak, tadi Pak Andrian begituan lagi ya sama Mbak Santi ?” Tanya Pak Anto

    oh ya sedikit Gambaran Pak Andrian belum terlalu tua, umurnya masih 30 tahun, namun karena dia adalah atasan sekaligus anak pemilik perusahaan ini maka kami semua mamanggil beliau dengan sebutan Pak, Wajahnya cukup ganteng maklum ia adalah keturuan Chinese, begitupun aku.

    “Ehmm.. maksud Pak Anto gimana ?” Tanyaku bingung

    “Itu loh mbak, masa mbak gak tau.. kan tadi mbak sendiri juga ngintip toh ? piye sih Mba Devina suka pura-pura aja hehehe”Jawab Pak Anto

    “Husss Pak, gak bolehin ngomongin orang ah.. biar aja itu urusan mereka..” Jawabku dengan tergesa-gesa sambil berjalan menuju lift berbarengan dengan Pak Anto.

    Pak Anto ini kira-kira berumur 35 tahun, yang ku dengar ia sudah memiliki istri dan 2 orang anak yang masih kecil juga. Namun, tiba-tiba Pak Anto kembali membuka pembicaraan hal yang cukup mengagetkanku.

    “Mbak.. tadi saya juga gak sengaja liat mbak lagi anu..” belum sempat menyelesaikan ucapannya aku langsung memotong ucapan Pak Anto.

    “Anu apa Pak ? Orang saya ga ngapa-ngapain kok” Jawabku dengan cukup cepat agar ia tak berpikri yang macam-macam apa lagi kondisi di kantor saat ini hanya tinggal aku berdua saat ini dengan Pak Anto

    “Ah, masa sih Mbak orang saya liat sendiri kok mbak, tangan mbak masuk ke bajunya mbak.. hehehe” Seraya tersenyum mesum.

    “Oh.. Shit !!” gerutuku dalam hati

    “Gapapa lagi mbak, gak usah malu sama-sama udah dewasa ini, saya juga sering kok mbak coli di toilet Pos satpam tiap abis ngintip mereka gituan sambil bayangin mbak santi..” sambil memasang muka senyum lanjut Pak Anto.

    “Ah bapak makin malem makin ngaco aja” Jawabku ketus

    “Mbak, saya jadi nafsu juga deh mbak liat mbak kaya tadi..” sambil mulai mencoba mencium bibirku.

    “Pak Jangan ada CCTV.. Nanti jadi bahan omongan” ku dorong tubuh Satpam tersebut.

    Ya memang ada CCTV di dalam lift.. dan aku tak mau ini menjadi aibku di kantor

    “Ya udah mbak gimana kalo kita cari ruangan kosong aja ?” Ajak Pak Anto

    Setelah kejadian di lift ketika Pak Anto yang tiba-tiba mencium bibirku, aku hanya diam saja entah karena sudah terbawa nafsu karna melihat apa yang dilakukan oleh Pak Andrian dan Santi, atau karena aku masih kaget atas apa yang barusan terjadi terutama ketika Pak Anto memergokiku melakukan masturbasi di kantor.

    Ketika pintu lift terbuka Pak Anto langsung menuntun tanganku membawaku pada sebuah ruangan yang biasa di gunakan istirahat oleh OB di kantor kami. Aku yang masih terdiam langsung di manfaatkan oleh Pak Anto ketika memasuki ruangan tersebut.

    Pak Anto yang memang sudah nafsupun langsung memeluk dan mencium bibirku. Pak Anto berupaya memasukan lidahnya ke dalam mulutku dan mencari-cari lidahku, Namun aku tidak membalasnya. Tangan Pak Anto mulai melepaskan blazerku. Aku mulai tersadar ketika tangan Pak Anto mulai menyelinap masuk ke dalam tanktopku. Aku berusaha menghindar dari ciuman Pak Anto yang cukup panas.

    “mmhhh.. Pak udah Pak.. Aku gak mau kaya gini Pak..” Kataku pada Pak Anto.

    “Nikmatin aja Mbak, saya tau kok mbak juga tadi sange ngeliat Pak Andrian begituan..” Jawab Pak Anto sambil terus meremas-remas payudaraku

    “Jangan ah pak ahhh…” Desahku ketika puting susuku di pelintir oleh jari Pak Anto Namun aku tetap mencoba pura2 menghindar meskipun nafsu sudah tinggi…….

    “Udah mbak, ga usah ngeles wong putingmu aja udah keras gini kok.. heheh sange jg kan mbak ?” Kata Pak Anto sambil terus memainkan tangannya di payudaraku.

    “Pak, please jangan di lanjut… mmmhhh” Pak Anto langsung mendaratkan kembali bibirnya di bibirku untuk membungkam penolakanku yang cuman pura pura..

    Pak Anto memepetkan tubuhku ke tembok sambil terus mencium bibirku, tangannya yang satu lagi mulai mengelus pahaku, terus naik ke atas hingga ke pangkal pahaku. Tangan Pak Anto tidak berenti disitu saja, tangannya mulai mengelus-ngelus vaginaku dari luar celana dalamku. Ia tahu bahwa memekku sudah basah karna perlakuan tangan dan jari2nya di payudaraku tadi.

    Aku sudah mulai terbawa oleh nafsu karena permainan tangannya Pak Anto di bagian-bagian sensitif tubuhku. Ciuman Pak Anto mulai turun ke leher sambil tangan nya mulai menarik ke atas tanktopku.

    “Ahhh.. Geli pakk.. Udah cukup Pak..” tolakanku pada Pak Anto, namun ia tau bahwa tubuhku tidak menolak untuk disentuh olehnya sehingga ia tidak menghiraukanku dan tetap melakukan aktifitasnya. Ia mulai melepaskan kaitan BH ku dan menaikan BH ku agar Payudaraku bisa terlihat dengan jelas olehnya..

    “Wih mbak, Susu mbak bagus banget biar kecil juga…” Puji Pak Anto

    Pak Anto yang kagum dengan payudaraku langsung mencaplok dadaku dengan mulutnya..

    Aku yang sudah terbawa nafsu, hanya mampu merespon dengan desahan-desahan yang malah membuat nafsu Pak Anto semakin bertambah..

    “sssst ahhhh gelii pak…” desahku ketika iya memainkan putingku dengan lidahnya, sedangkan tangannya yang satu lagi sudah mulai menyusup ke dalam celana dalamku untuk memainkan klitorisku..

    “Ohhh Pakk.. enak banget.. terus pak.. terus..” desahku yang mulai tidak karuan.

    “Hehehe tadi minta berenti, kok sekarang minta terus mbak ?” tanya Pak Anto kepadaku

    “Udah pak terusin enak..” kataku sambil mengelus2 kepalanya Pak Anto agar tetap menjilat dan memainkan putingku yang semakin mengeras.

    Tak lama setelah itu iya melepaskan bibirnya dari payudaraku, dan mengambil sebuah matras yang cukup besar untuk alas tidur di ruangan tersebut, tanpa aba-aba aku pun langsung duduk di sebelah Pak Anto yang sudah menungguku dan siap menggarapku.

    Kini Tanpa ragu, aku langsung mencium bibir Pak Anto dengan ganas, lidah kami saling berbelit dan semakin panas. Tangan Pak Anto mencoba melepas tanktop dan BH ku yang masih menggantung di badanku, aku merespon dengan mengangkat tanganku untuk memudahkannya melepas tanktopku.

    Pa Anto langsung mendorongku ke matras agar aku berbaring dan kembali mencium bibirku, dan turun terus ke leher, membuatku semakin terangsang, tangannya pun tak tinggal diam , tangan yang kirinya mulai menurunkan celana dalam ku, dan memainkan memekku dengan jarinya..

    “Ssstt ahhhh.. Pak.. Terus Pak.. ohhh.. teruss..”

    Ketika ciumannya mulai sampai ke perut iya melorotkan rok ku sekaligus celana dalamku, ciuman dan jilatanya terus turun ke bawah ke arah memekku.

    “Bersih banget mbak, meki mbak gak ada bulunya hehee..” Kata Pak Anto memuji

    Aku hanya bisa mendesah dan tidak merespon ucapannya.. hanya bisa terus mendesah nikmat apa lagi ketika lidahnya memainkan klitorisku, sambil jari2nya keluar masuk di mekiku. Baru saja sebentar memekku dimainkan oleh Pak Anto, rasanya aku sudah mulai merasakan ingin orgasme.

    “OHHH PAK enak banget… Teruss Paakk..”Desahku yang mulai tak karuan karena kenikmatan yang ku dapat di bagian bawah..

    “Wangi banget mbak meki mbak, saya suka banget hehe nikmatin mbak..”

    “Iya Pak… ahhhh terus pak terusss… aku mau keluar Pak…” yang tak lama kemudian aku menggapai orgasme yang pertama dari permainan lidah dan tangan Pak Anto.

    Pak Anto dengan lahapnya menyantap semua cairan cintaku yang keluar..

    “Hehehe enak ya mbak ? Udah crot aja giliran aku ya mbak di bikin enak.” Kata Pak Anto kepadaku sambil memberiku waktu beristirahat setelah menggapai orgasme yang pertama dan membuka seluruh pakaian dinasnya..

    “Wow, bagus banget badannya..” Pikirku dalam hati, memang jika dilihat dari tampang biasa-biasa saja, tapi badannya sungguh membuatku terpukau apa lagi ketika iya mulai membuka celana panjangnya. Aku penasaran dengan ukuran kontol yang dimiliki oleh satpam ini.

    Setelah membuka seluruh pakaiannya hingga hanya tersisa celana dalamnya saja, Pak Anto langsung membaringkan tubuhnya disebelahku dan memelukku.

    “Udah istirahatnya mbak? Yuk Mulai lagi ?” Kata Pak Anto berbisik ditelingaku, aku hanya menjawabnya dengan senyuman saja sebagai tanda terima kasih telah memberikanku orgasme tadi.

    Pak Anto langsung menyerang bibirku lagi, kami Frech Kiss dengan panasnya, Aku terus mencoba mengimbangi permainan lidahnya. Tangan Pak Anto kembali meremas-remas payudaraku untuk menaikan kembali gairahku, namun kali aku tidak mau kalah dengan Pak Anto. Aku merespon permainan tangan Pak Anto dengan mengelus-elus kejantanannya dari luar celana dalamnya.

    “Wow, tegang walau belum begitu keras tapi lumayan besar” Pikirku.

    Aku yang mulai tak sabar melepaskan ciuman Pak Anto dibibirku dan pindah bangun dari matras untuk melepaskan celana dalamnya, Pak Anto yang sadar akan service apa yang akan ku berikan iya hanya berbaring siap menerima rangsangan2 yang ku berikan.

    Aku langsung membuka celana dalam milik Pan Anto, terlihatlah Kontol Pak Anto yang walau belum tegang maksimal, namun cukup besar ukurannya. Langsung ku genggam batang kontol itu dan ku kocok2 dengan tanganku.

    “Tanganmu, mulus banget mbak, hehehe..” Kata Pak Anton kepadaku

    Aku tidak menjawab dan langsung mencium bibir Pak Anto sambil tangan kiriku terus mengocok-ngocok kontol milik Pak Anto. Ciumanku mulai turun ke lehernya untuk menambah rangsangan-rangsangan kepada Pak Anto, dan terus turun hingga puting susunya, Ukuran kontol Pak Anto yang sedang ku kocok mulai semakin membesar sehingga tanganku, kalo boleh ku tebak ukurannya sekitar 15cm.

    Terus mendapat rangsangan seperti itu dariku tidak membuat Pak Anto diam saja, tangannya kembali meremas-remas kedua payudaraku, kadang jari2nya memainkan puting susuku juga. Namun tak lama kemudian ia memintaku untuk mengulum penisnya.

    “Mbak.. sepongin kontolku dong..” Pinta Pak Anto kepadaku

    Namun permintaanya ku tolak karena memang aku belum pernah melakukan oral seks kepada mantan suamiku pun aku tidak pernah melakukan oral seks.

    “Maaf Pak, tapi aku gak bisa.. dan belum pernah juga..” Jawabku

    “Gpp mbak di coba..” Pinta Pak Anto memelas

    “Ga mau pak, aku jijik kalo nyepong gitu.. ” Jawabku terkekeh

    Sambil aku menaiki tubuh Pak Anto dan mulai menggesek-gesekkan kepala kontol Pak Anto ke bibir vaginaku untuk merangsang memekku agar basah lagi, setelah mulai basah aku langsung memasukan kontolnya ke dalam memekku.

    Cukup besar sehingga aku harus pelan-pelan ketikan memasukan batangnya ke dalama memek milikku. Ketika seluruh batang kontolnya masuk semua ke dalam memekku, Aku langsung menaik turunkan pantatku untuk memberikan kepuasan kepada Pak Anto.

    Pak Anto terlihat sangat menikmati goyanganku, sehingga iya terlihat merem melek menikmati goyangan-goyanganku. Tangannya langsung menyambar payudaraku, dan meremas-remas payudaraku untuk menambah rasa nikmat yang ku terima darinya.

    Sekitar 10 menit aku bermain dan bergoyang di atas kontol milik Pak Anto, Pak Anto langsung membalikan posisiku yang semula di atas kini berada dibawahnaya, dan tanpa menunggu lama Pak Anto langsung memaju mundurkan pantatnya dengan cepat sehingga menimbulkan suara Paha dan pantatku beradu.. Plok.. Plokk.. Plokkk..

    “Ahhhh Pakk.. Enakk banget… Ohhhh sssshhhhh…” Desahku menerima setiap hujaman kontol milik satpam kantorku ini.

    “Gila mbak, memekmu masih sempit gini.. pedahal mbak kan udh punya anak ya ?” Kata Pak Anto.

    “mmmhhhh, ahhhh bukan mekiku yang sempit Pak… ahhhh tapi emang kontol bapa aja yang gedeeee… aahhhh terus Pakk puasin mekiku..” Racau ku tak karuan.

    Aku terus mendesah desah nikmat sambil memperhatikan otot-otot tubuh milik Pak Anto yang sedang menggagahiku, berbeda dengan suamiku yang sama sekali tak memiliki otot, hanya memiliki gumpalan-gumpalan lemak.

    Masih belum ada tanda-tanda dari Pak Anto untu mengeluarkan laharnya, Ia memintaku berganti posisi lagi, kali ini dengan gaya Doggy Style, Aku langsung menungging hanya berpangku pada tangan dan lututku di atas matras, Pak Anto tanpa ingin membuang waktu, iya langsung mengarahkan kontolnya ke dalam memekku.

    Dengan posisi doggy style rasanya tusukan kontolnya ke dalam memekku semakin dalam, sehingga membuaku benar-benar merasakan kenikmatan.

    “sssthhh ahhh pakkk terus Pak, sodokin yang dalem pak kontolmu..” Desahku

    “Iya mbak.. nikmatin aja mbak.. Enak mbakk memekmu… ohhh legitt gak kaya memek istriku..” Desah Pak Anto sambil terus menusuk-nusuk mekiku dengan kontolnya yang besar.

    “Ohh pakk.. genjot terus pak.. ” desahku yang tak lama kemudian Pak Anto menarik pundakku dan menolehkan wajahku untuk mencium bibirku sambil tanganbya meremas-remas payudaraku dari belakang..

    Ohhh… sungguh nikmat bukan main bercinta dalam posisi seperti ini..

    Setelah puas menciumku, iya membawaku berbaring dengan posisi menyamping, sambil terus memaju mundurkan kontolnya sambil mendekap tubuhku lebih erat.. sedangkan aku hanya mendesah-desah kenikmatan.

    “ohhh… pakk aku gak kuat pak mau keluarrr…”Desahku sambil terus menerima kenikmatan dari Pak Anto

    “Sabar mbak, aku juga bentar lagi keluar..”

    “Ohhh Pakk teruss pak aku keluar Pak..”

    “Aku keluarin pejunya di dalem boleh mbak..” tanya Pak Anto

    “Sssshhhh jangan Pak, aku gk pake KB, aku takut hamil Pak..”Pintaku memelas

    “Ahhhhhhhh…. aku keluar Pak…..” Desahku lemas sedangkan Pak Anto masih terus memompa mekiku dengan cepat..

    Aku juga merasakan bahwak kontol milik Pak Anto mulai berkedut2 seperti akan mengeluarkan peju.. untung nya Pak Anto langsung mencabut dan mengeluarkan pejunya di luar, kalo tidak bisa saja aku hamil lagi dan mengandung anak dari Pak Anto..

    Kami masih dalam posisi berpelukan, Pak Anto mengucapkan terima kasih kepadaku.

    “Makasih ya mbak, udah bikin aku puas..” Katanya kepadaku sambil tangannya yang mulai memainkan kembali payudaraku

    “Sama-sama mas.. kontol mas juga enak banget.. gede lagi..” jawabku

    Iya membalikan mukaku dan mencium bibirku.

    “Lain kali main lagi ya mbak..” Ajaknya

    “HUss gak ah.. kamu mainnya lama kuat banget… pokonya jangan sampe ada yang tau kejadian malem ini ya mas.. aku gk mau jadi bahan gosip orang-orang kantor..”Kataku

    “Pokonya beres Mbak.. ini rahasia kita berdua.. asalkan aku msh dapet jatah aja hehehe”

    Bersambung…

    1 2 3