Cerita Sex Anak Durhaka – Namaku Atha, tinggal tidak di real estate. Hobiku banyak, namun harta tak terlalu melimpah. Makan ikan teri, makan ikan kakap itu kusuka. Aku merupakan anak tunggal. Mamaku Siti Aisah, sedangkan ayahku, kita sebut saja ayah.

Ayahku perangainya sangat keras. Meski begitu, mama sangat mencintainya. Apa yang ayah suruh, selalu mama lakukan. Mungkin bisa dibilang, mama sangat penurut. Meski mama seorang dokteranda, namun karena papa tak pernah kekurangan uang, maka papa melarang mama bekerja.

Aku termasuk anak yang suka olahraga. Terutama sepakbola. Kehidupanku biasa saja. Tidak ada yang aneh. Hingga suatu hari, kusadari ada yang berbeda.

Setiap hari mama selalu berpakaian sopan, bahkan terkadang tetap memakai jilbab meski sedang di rumah. Namun hari itu, hari di mana terjadi perbedaan yang kurasa sangat mencolok, mama tiba-tiba memakai rok mini dan kaos ketat. Begitu ketatnya hingga bisa kulihat betapa mama tidak memakai bh di dalamnya.

Cerita Sex Anak Durhaka
Cerita Sex Anak Durhaka

Ngocoks Begitu pendeknya rok yang mama pakai hingga membuatku bisa melihat memek mama saat mama membungkuk untuk melakukan sesuatu. Pemandangan itu tentu membuat kontolku mengeras, aku pun tak tahan hingga akhinya ke kamar mandi untuk masturbasi. Setelah aku tenang, aku mencoba berpikir, mungkin mama sengaja berpakaian seperti itu untuk menggodaku.

Hari itu mama sedang mencuci piring. Kudekati mama, kupeluk dari belakang sambil kupegang susu mama. Mama berbalik dan mencium pipiku, seperti biasa. Tanganku masih di susu mama, kuputuskan untuk meremasnya.

Dengan agak marah mama berkata, Lepaskan tanganmu nak! aku pun menurutinya. Tanganku bergetar gugup, menyadari kemungkinan mama melaporkan aksiku dan ayah memarahiku. Aku ingin meminta maaf dan memohon agar tak melaporkan ini namun aku terlalu tegang. Setelah itu, mama bersikap normal seolah barusan tak pernah terjadi.

Di kamar pikiranku tak berhenti akan kemungkinan laporan dari mama. Esok paginya, aku turun mau sarapan. Kebetulan hari ini sabtu, hari libur sekolah. Karena sekolahku liburnya sabtu minggu. Mama sedang duduk di sofa, nonton tv sambil ngopi. Ayah pergi keluar. Melihatku datang mama lalu bertanya kepadaku mau sarapan apa.

Mama pun bangkit lalu menuju dapur. Susunya naik turun dari balik kaos yang dikenakannya. Kuputuskan untuk menguji sekali lagi. Selesai menggoreng telur, mama meletakannya di piring di meja dapur.

Kuselesaikan sarapanku. Aku lalu beranjak mendapati mama yang sedang duduk di sofa sambil melihat tv. Aku ikut duduk di sebelahnya. Aku merasa tegang mengingat apa yang akan kulakukan. Mama menyadari keteganganku lalu bertanya. Kamu kenapa sih? Kujawab saja gak apa-apa mah.

Tangan mama kini mengelus rambutku. Yakin kamu gak mau bilang sama mama? Bukannya menjawab aku malah mengangkat tanganku dan menyentuh susunya. Apa yang kamu lakukan? Lalu kuremas kedua susu mama sambil kukecup mulut mama. Bukannya diam, mama malah menamparku dengan keras, begitu kerasnya hingga membuat kupingku ikut sakit dan menyuruhku masuk ke kamarku.

Aku pun beranjak pergi sambil mengelus pipiku. Aku diam di kamar. Sekarang aku yakin mama akan lapor ke ayah dalam waktu 1 x 24 jam. Aku takut. Waktu terasa berjalan lambat, begitu lambatnya hingga membuatku tak bisa santai. Detik-detik berganti jadi menit dan menit pun silih berganti hingga aku tertidur.

Saat aku terbangun kudengar suara mobil ayah. Saat kulihat melalui jendela, rupanya ayah baru pulang. Aku tak berani turun. Aku diam. Namun kuputuskan untuk turun mengendap-endap. Memeriksa apa yang akan terjadi. Aku pun menuruni tangga pelan-pelan, berusaha tidak bersuara. Setelah mencapai bawah, kudengar ayah dan mama sedang berbicara.

Atha mulai bertindak kurang ajar saat ayah gak ada.

Anak itu mulai menunjukan keberaniannya. Jangan mama lupa, mama ada buat nyenangin pria di rumah ini. Selain papa, si Atha juga pria kan.

Iya, tapi…

Emang mama pikir buat apa ayah nyuruh mama pake pakean kayak gitu di rumah. Biar anakmu ngeliatnya. Ngerti mah?

Tapi Atha kan anak kita yah.

Emang kenapa? Kalau anak itu mau ngapa-ngapain mama juga jangan mama larang. Camkan itu! Biar saja anak kita senang-senang.

Tapi…

Gak ada tapi-tapian. Kalau mama gak ngikuti kemauan anakmu, ayah akan buat mama telanjang terus di rumah ini. Ngerti?

Iii.. iiya yah.

Tiba-tiba kulihat papa membuka celananya dan duduk. Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu karena kuputuskan untuk kembali ke kamarku di atas. Aku berbaring di kasur sambil memikirkan apa yang terjadi. Arti dari percakapan mama dan ayah. Sudah malam, aku pasti dipangil, disuruh makan.

Beberapa saat kemudian pintu kamarku diketuk. Aku diamkan. Pintu pun terbuka dan mama muncul sambil memangilku.

Turun Atha, makan dulu.

Gak laper mah.

Mama mendekati dan menyentuh punggungku. Ayo Atha. Kamu kan tau gimana ayah kalau kita gak makan bersama.

Aku berdiri diikuti mama. Kucium mama lalu kudorong hingga hampir jatuh dekat pintu. Kuraih lengan mama lalu kutampar mama keras – keras sambil berkata, Jangan pernah mama tampar Atha lagi!

Aku pun turun meninggalkan mama dengan keterkejutannya. Ayah bertanya mama mana, kujawab masih di kamar, entah lagi ngapain. Ayah pun teriak memanggil mama yang langsung mama jawab Iya, sebentar yah. Beberapa saat kemudian mama turun dan menyiapkan makanan. Kami makan seperti biasa. Ayah bertanya tentang sekolah.

Ayah pingin dipijet ntar sebelum tidur.

Iya yah, kata mama.

Selesai makan, seperti biasa, ayah ke atas, ke ruang kerjanya. Tinggallah aku dan mama di sini. Aku pun berdiri dan kutatap mama.

Sebelum mama beres-beres, isep dulu kontol Atha mah!

Bukannya menjawab, mama hanya diam terpaku menatapku. Wajahnya terlihat takut. Kudekati mama, kuraih rambutnya dan kutekan hingga membuat mama terpaksa berlutut di hadapanku. Kuturnkan celanaku dan kutekan kontol ke mulut mama. Mama pun mulai menghisap kontolku. Tak tahan akan hisapannya, kulepaskan kepala mama dan langsung kuentot mama di dapur.

Setelah ayah tidur, langsung ke kamar Atha mah.

Gimana kalau ayah bangun?

Plak… kutampar mama keras.

Itu masalah mama, bukan masalah Atha.

Di lain pihak, ayah selalu tidur cepat, jarang begadang. Juga selalu bangun subuh. Setiap hari. Aku pun berbaring di kamar, telanjang, hanya memakai selimut sambil menunggu mama. Jam menunjukan pukul setengah sebelas saat akhirnya mama datang.

Tanpa bicara, kubuat mama menghisap kontolku. Puas menikmati mulutnya, kusuruh mama nungging dan kucoba memasuki anus mama. Menyadari apa yang akan terjadi membuat mama terkejut

Jangan di sana Atha, mama mohon.

Diam!

Jangan sayang, sakit…

Namun, semakin mama memohon, semakin kupaksa. Kuludahi anus mama agar sedikit mudah. Namun meski harus dengan perjuangan, akhirnya kontolku masuk juga di anus mama. Ku diamkan sambil mendengar isak tangis mama. Mama terus menangis hingga aku pun orgasme di anus mama.

Kini mama berbaring terlentang di kasurku sambil menangis.

Ambil semua pil kb mama ke sini?

Buat apa Atha?

Plak… kutampar lagi mama keras. Jangan pernah mama mempertanyakan apa yang Atha bilang!

Kudorong mama hingga keluar dari kamarku. Kuikuti mama ke kamarnya, namun saat mama memasuki kamarnya, aku menunggu di luar kamar. Kudengar ayah bangun.

Lagi ngapain mah? Sini tidur.

Pingin ke kamar mandi yah.

Oh. Ya sudah.

Ayah kembali tidur, sedang mama mengambil pil kbnya. Mama keluar kamarnya lalu memberi seluruh pil kb. Ku ambil dan kubuang ke kamar mandi.

Jangan nak, mama bisa hamil.

Aku hanya tersenyum.

Jangan Atha, mama mohon!

Mama mestinya mikir dulu sebelum nampar Atha. Gak usah mengharap belas kasih Atha.

Mama tentu tak mengetahui kalau aku menguping pembicaraannya dengan ayah tadi. Ku suruh mama mengikuti ke kamarku.

Mama mesti bangunin Atha dengan cara isep kontol Atha tiap pagi. Jika saat Atha bangun, mulut mama gak di kontol Atha, akan Atha tampar pipi mama.

Mama bisa bangunin kamu cara itu karena ayah kan pergi kerjanya subuh. Tapi mama gak bisa kalau hari minggu.

Plak… kutampar mama dulu, lalu bicara. Itu masalah mama. Sekarang enyah dari kamar Atha. Oh ya, cukur jembut mama tiap hari.

Tanpa menjawab, mama lalu pergi dari hadapanku. Aku sungguh menikmati yang telah terjadi hari ini. Esok minggu. Biasanya aku bangun siang saat minggu.

Pagi ini merupakan pagi yang sangat menyenangkan. Saat kubuka mata, mamaku sedang sibuk menghisap kontolku. Mama sedang memakai mantel handuk, sedangkan di rambutnya dililit oleh handuk.

Kumasukan tangan melalui mantel mandi mama lalu meremas susu mama. Tak lupa kupilin juga putting mama. Mulut mama sungguh ahli membuat kontolku seperti akan orgasme, namun aku belum ingin. Kudorong kepala mama hingga lepas dari kontolku.

“Udah mah, Atha pingin kencing dulu.”

Aku pun turun dari ranjang diikuti mama. Namun, bukannya ke kamar mandi, kubuat mama berlutut di lantai dan kembali kumasukan kontol ke mulut mama. Menyadari apa yang akan terjadi, mama menatapku seolah memohon agar menghentikan aksi ini. Kutatap mama kembali sambil tersenyum. Kucabut kontolku.

“Mama mau ngomong apa?”

Air mata mama jatuh. Mama menangis. “Mama… mama gak mau Atha kencingin. Kenapa Atha seperti ini sama mama?”

“Karena Atha sayang mama. Inilah buktinya. Inilah cara Atha menunjukan kasih sayang Atha ke mama.”

“Atha bener – bener seperti ayah.”

“Buka anduk dan mantelnya mah. Taruh di lantai trus duduki.”

Mama menuruti.

“Kalau Atha gak ngencingin mama, Mama mau kasih apa sebagai gantinya?”

Mama tersenyum. “Akan mama buatin sarapan spesial buat Atha.”

“Makasih mah.” kataku sambil mengeluarkan urin dari kontolku.

Kubuat tubuh mama basah oleh air kencingku hingga ke anduk yang sedang didudukinya. Hingga aku pun selesai kencing.

“Udah mah. Siapin sarapan dulu tuh.”

Mama pun bangkit. Kulihat air matanya masih turn.

“Mama mau mandi dulu lagi. Baru buat sarapan.”

“Gak perlu mandi dulu. Sekarang mama jemur tuh anduk dan mantel anduk diluar biar kering. Jangan di cuci dulu. Ntar kalau mama butuh, tinggal langsung pake lagi.”

“Tapi si bibi di bawah lagi beres – beres.”

Kubiarkan protes mama, “Lapar nih…”

“Gimana kalau mama pake aja dulu nih mantel anduk.”

“Mama tuh tuli apa idiot sih? Jemur tuh handuk dan mantel. Terus bikinin Atha sarapan. Gak perlu malu kayak perawan. Sekalian tawarin si bibi susu atau kopi atau apa kek…”

“Terus gimana mama jelasin kenapa mama telanjang dan bau pesing.”

“Gak perlu jelasin apa – apa.” kataku sambil berlalu ke kamar mandi.

***

Saat keluar dari kamar mandi, kudengar mama di tangga. Aku masuk ke kamarku diikuti mama yang masih telanjang. Rambutnya pun masih basah. Mama meletakan sarapanku di meja.

“Mama bikinin kopi dulu nak.”

“Sekalian bawa celemek mama.”

Mama terlihat marah namun tak menjawab. Hanya menganggukan kepala. Selesai sarapan kudengar mama datang. Aku duduk di kursi saat mama masuk kamar sambil. Ku ambil kopi dari mama dan dengan tatapanku, kuarahkan tatapanku dari mama ke kontolku. Aku senang mama mengerti maksudku. Mama langsung berlutut memasukan kontol ke mulutnya.

“Atha sangat mencintai mama.”

Mama mengangguk, entah mengiyakan atau apalah – apalah. Hingga akhirnya aku pun orgasme dalam mulut mama. Mama tak membiarkan satu tetes pun lepas dari mulutnya. Aku sungguh puas dengan pelayanan mama.

“Telan mah semuanya!”

Mama menelan semua pejuku.

“Udah, duduk dulu mah.”

Mama pun duduk di lantai.

Timbul keisenganku untuk menggoda mama “Gimana tadi, buatin sesuatu gak buat si bibi?”

Mama menganggukkan kepala.

“Terus, gimana reaksinya liat mama telanjang?”

“Si bibi liat mama dari atas sampai bawah. Terus tersenyum dan bilang ‘Bapak pasti bangga karena ibu punya tubuh bagus. Apalagi memamerkannya di rumah.’”

“Terdengar seperti si bibi tertarik sama tubuh mama.”

Mama tak menjawab. Kuulang lagi perkataanku dengan sedikit nada tinggi.

“Iya.”

“Udah, biar itu kita pikirin nanti.”

Selesai berkata, kurengkuh dan kupeluk mama. Mama mulai terisak dipelukanku lalu menangis. Kubiarkan mama menangis sambil mengelus pungung dan pantat mama. Mama lalu menatapku.

“Kenapa gini Atha?”

“Karena Atha sayang sama mama.”

Mama kembali menekankan kepala di dadaku sambil terus menangis.

“Udahlah mah, terima saja gak usah berontak. Semakin mama menerima kenyataan ini, semakin mudah mama menjalaninya.”

Mama menganggukan kepalanya lalu mulai melepaskan pelukanku. Dengan tangannya mama menghapus air matanya.

“Pake celemeknya mah.” Mama menurut dan langsung memakainya. “Nah, beginilah seharusnya seorang mama berpakaian.” Mama tak menjawab namun tersenyum.

Kuambil gunting dan kupotong bawahan celemek. Sekarang ujung celemek sejajar dengan memek mama. Aku mundur selangkah dan mengamati mama.

“Kalau sekarang mama terlihat seperti pelacur.”

Komentarku membuat air mata mama kembali hadir.

“Ambil dan beresin bekas sarapan Atha mah. Abis itu rebahan di belakang, biar kayak bule, berjemur sinar matahari sambil tetap pake celemek.”

Mama langsung terkejut mendengarnya, “bentar lagi ayah pulang, mama mesti jelasin apa ke ayah?”

“Jangan bingung, bilang aja mama pingin itemin kulit mama. Oh ya, gak perlu pake sunkrin atau apa gitu yang sejenisnya. Gak usah diolesin apa – apa lagi. Biar air kencing Atha nyatu sama keringet mama. Jangan berhenti berjemur sebelum Atha suruh.”

Setelah itu kubimbing mama agar keluar dari kamarku. Sambil mendorong mama, kembali kuberbicara” Sebelum berjemur, minum dulu dua gelas mah.”

***

Dari jendela kamar kulihat halaman belakang rumahku. Mama sedang berjemur, beralas anduk di sisi kolam renang, persis seperti yang kusarankan. Sambil memakai kaca mata hitam. Kufoto mama memakai kamera. Saat sedang mengamati mama, kulihat ada pria yang datang. Pria itu memang tetangga sebelah yang bekerja pada ayah untuk mengurus kolam renang.

“Semua udah selesai Bu.”

Mama tak menjawab, hanya melambaikan tangan untuk mengusirnya. Si bibi pun pergi. Mama mulai terlihat kepanasan tapi mama sadar mama tak bisa pergi tanpa izinku. Saat itu kudengar suara mobil ayah. Aku lantas turun dan duduk di sofa depan tv. Ayah pun datang.

“Mamamu mana?”

“Gak tau yah. Atha baru aja turun terus langsung duduk di sini. Oh ya, Yah, akhir – akhir ini mama terlihat beda. Gak tau kenapa?”

“Apa yang mamamu lakuin?”

“Maaf yah, tapi mama terlihat agak ‘nakal.’ Tapi Atha cuekin aja.”

“Mungkin akibat pil kb atau entahlah.”

“Oh.”

“Tapi ayah gak mau mamamu hamil. Ayah gak sanggup punya bayi lagi, udah terlalu tua.”

“Gak usah khawatir yah, kan ada Atha. Jadi ayah gak tambah sibuk. Kan yang penting mama gak berubah.”

“Terserah kamu deh.”

“Lapar nih ayah.”

Ayah lalu ke dapur. Saat ayah mencuci tangannya ayah menoleh ke jendela dan melihat mama diluar. Ayah lalu membuka jendela.

“Ngapain mah? Ayah lapar nih.”

Mama lalu masuk. Aku menoleh. Kulihat ada sedikit perubahan pada kulit mama, walau secuil. Ayah pun menatap mama.

“Kenapa telanjang mah?”

Mama lalu memakai celemeknya. “Ya kan gak ada siapa – siapa di rumah.”

Melihat mama bercelemek ayah menjawab, “cocok sekali mama pake itu.” Suara ayah terdengar mengejek.

Aku ikut bicara, “Mama jadi terlihat seksi yah.”

Ayah tak merespon. Namun ayah seperti mencium sesuatu. “Mamah kayak bau pesing sih?”

“Oh, ini akibat lotion baru mama.”

Ayah hanya geleng – geleng, “Ayah laper nih.”

“Ya udah, ayah mandi saja biar mama siapin makanan.”

“Iya.”

Ayah pun naik ke atas lantas ke kamar mandi. Kudekati mama lalu kuelus – elus rambutnya.

“Bagus… bagus…”

Setelah itu kubuka kulkas lalu kuambil mentimun. Gak besar, sedang saja ukurannya. Kuberikan pada mama.

“Masukan ke memek mama.”

“Gak bisa, kebesaran. Terus susah kalau gak ada penahan, kayak celana dalam misalnya.”

“Masukan ke memek mama atau Atha masukan ke anus mama!”

Mama lalu mengolesan ujung mentimun itu dengan minyak dan memasukannya.

“Gimana kalau ntar tiba – tiba keluar?”

“Ya jangan sampai dong mah.” kataku sambil menuang air ke gelas. Kuberikan gelas itu ke mama, “minum mah. Awas jangan dulu kencing sebelum Atha izinin.”

Saat aku kembali duduk di sofa, kudengar ayah menuruni tangga. Menyadari kehadiran ayah mama terlihat panik lalu menatapku seolah meminta agar mentimun itu dicabut. Aku melotot sambil menggeleng. Ayah melihat makanan belum tersaji jadi ayah ikut duduk. Ayah memperhatikan mama.

“Mamamu jalannya keliatan lucu.”

Aku menoleh melihat mama, “Iya yah. Munkin karena abis berjemur atau entahlah.” Kulihat tv kembali.

***

“Makanan udah siap.”

Aku dan ayah lalu beranjak dan duduk di meja makan. Mama menyiapkan makanan.

“Mama bau banget.” kata ayah sambil beranjak membawa makanan lalu duduk di sofa.

“Mending makan di sini aja yah.” kataku.

“Ntar mama makan terakhir, abis Atha dan ayah selesai.”

Selesai makan, aku dan ayah duduk di sofa.

“Bikinin ayah kopi dong mah.”

Beberapa saat kemudian mama datang membawa kopi ayah. Sambil membawa cangkir kopi dari mama, ayah bertanya kepadaku, “kamu liat gak, mama agak gemukan sekarang ya?”

“Ya gak liat dong yah, kan mamanya pake celemek.”

“Coba mama buka celemeknya, biar Atha bisa liat.”

Mama terlihat malu namun mematuhi kata – kata ayah. Air mata mama jatuh.

“Coba mendekat ke Atha mah,” kata ayah.

Mama mendekat kepadaku. Aku menunjuk perutnya. Memang terlihat lemak di sana.

“Udah banyak lemaknya. Terus agak besar. Apa mama mau ke kamar mandi.”

“Iya.”

“Jangan, ambil sini piring mama!” perintah ayah.

Mama pun beranjak kembali ke dapur.

“Kenapa jalan mama gitu sih mah?”

Tentu mama tak mau bilang bahwa ada mentimun di memeknya. Mama hanya menggeleng sambil bilang, “ah perasaan jalan mama biasa aja deh.” Akhirnya mama pun kembali sambil membawa piringnya.

“Taruh di lantai. Makan kayak anjing.” kata Ayah. Lalu ayah berdiri. “Mama mesti minum obat lagi. Kamu pastiin mamamu habisin makanannya Atha.” Setelah itu ayah beranjak naik.

Saat mama sedang makan seperti anjing, kuelus – elus kakiku ke memeknya yang dipenuhi mentimun. Mama langsung menoleh padaku dan memohon.

“Mama pingin kencing, biarin mama kencing nak.”

“Iya deh.”

Mama langsung berdiri, namun belum mama melangkah langsung kutampar pantatnya dengan keras. Begitu kerasnya hingga membuat tanganku pun sakit.

“Awww…”

“Siapa yang nyuruh berdiri?”

Mama pun kembali merangkak seperti anjing ke arah kamar mandi, namun kuhentikan. Kutunjuk belakang rumah.

“Jangan Atha. Jangan perlakuin mama kayak gini.”

Aku tak menjawab, namun kuraih rambut mama dan kutarik keluar kebelakang rumah.

“Angkat pantat mama, Atha pingin liat mama kencing.”

Mama mulai menangis. “Gak bisa kalau masih ada mentimun.”

Kusentil keras memek mama dengan jemariku membuat mama kembali berteriak. Namun mama langsung memuntahkan air kencingnya hingga selesai.

“Cabut timunnya terus makan mah.”

Mama mengeluarkan mentimun. Wajahnya terlihat jijik. Namun tetap memakan timun itu sampai habis.

“Udah, merangkak lagi mah, biar Atha semprot.”

“Biarin mama mandi di kamar mandi Atha.”

“Lho, anjing kan gak ke kamar mandi.”

***

Setelah puas menyemprot mama dengan air dari selang, kusuruh mama kembali masuk. Saat mama merangkak, telepon rumah berbunyi. Kuangkat ternyata tanteku, Yena, adik mama. Tante yena mau bicara sama mama namun kubilang mama lagi di kamar mandi. Ntar kubilang sama mama. Setelah itu kututup teleponnya.

“Ntar malam mama telepon tante yena sambil ngewe. Sekarang abisin dulu makanan mama. Abis itu mama ke garasi, diam di sana hingga waktunya untuk masak malam.” Ceritasex.site

Mama mengangguk lalu menyelesaikan makannya. Setelah itu mama merangkak ke garasi. Kudengar pintu garasi terbuka. Beberapa saat kemudian, ayah turun lalu mengambil minuman dari dalam kulkas. Ayah ikut duduk di sofa.

“Mama mana?”

“Kayaknya tadi pergi ke garasi yah.”

Ayah bangkit lalu menuju garasi. Didapatinya mama sedang terbaring tidur di lantai, telanjang. Ayah lalu menutup pelan pintu garasi dan kembali duduk di sampingku.

“Atha mesti lebih hati – hati sama mamamu. Kalau gak bisa berbahaya.”

“Atha ngerti. Baiklah, Atha bakal lebih hati – hati lagi.”

“Tadi tantemu nelpon ingin ngomong sama mama tapi lagi gak bisa. Mau ngomong apa tantemu Atha?”

“Gak tau yah. Tapi dari nadanya kayak yang sedikit emosi gitu.”

“Mungkin ada masalah sama pamanmu, pamanmu memang kacau. Ingetin aja mamamu buat nelpon tantemu. Ayah demen sama tantemu itu,” kaya ayah sambil tersenyum penuh arti kepadaku.

Aku pun nonton tv sama ayah.

***

Tak terasa malam pun tiba. Aku pun bangkit, “biar Atha bangunin mama buat masak.” Aku menuju garasi. Mama terlihat tidur nyenyak. Kubuka celana dan kuarahkan kontolku. Aku mulai kencing dan kuarahkan agar membasahi rambut, wajah dan susu mama. Mama bangun, terkejut namun memilih diam hingga aku selesai kencing.

“Saatnya masak mah.” kataku sambil melempar celemek mama lalu kembali masuk dan duduk di sebelah ayah. Mama mendekati dan menyapa ayah lalu menuju kulkas. Ayah melihat mama basah, susunya bergerak naik turun. Tentu hal ini tak luput dari perhatian ayah. Ayah pun bangkit lalu memeluk mama dari belakang.

Aku bangkit lalu mendekati mereka.

“Yah, rasanya Atha kepingin punya peliharaan, beli kucing kek, atau kelinci.”

“Enggak. Ntar ribet. Kamu mesti beli makannya, mandiin, urus kotorannya.”

“Tapi yah, Atha pingin ngelatih peliharaan. Biar nurut, biar bisa diajak jalan – jalan.”

Ayah diam lalu menatapku. Setelah itu ayah mendorong mama ke arahku.

“Mulai sekarang, dia bisa jadi peliharaan Atha. Jadi anjing Atha. Mau Atha latih, bermain, terserah. Mau Atha ajak jalan keluar pun biar bisa ketemu sama anjing lainnya pun bisa. Eh tapi, tentu jangan Atha bawa jalan keluar. Biar anjing lain saja yang Atha bawa ke sini. Biar mereka bisa main”

“Tapi yah, kita kan gak tau apa anjing lainnya dikebiri atau engga.”

Ayah mengedipkan mata padaku lalu berkata, “ya hanya satu cara untuk mengetahuinya.” Setelah itu ayah ke belakang rumah, ke kolam.

***

Kulihat mama yang benar – benar ketakutan.

“Atha gak boleh begitu sama mama.”

Plak… kutampar pipi mama keras.

“Jangan bicara sembarangan. Sekarang mama masak aja. Oh ya, sebelum itu, hubungi tante Yena sekarang. Sekalian ajak makan di sini. Bahkan ajak nginep di sini aja.”

Masih berair mata, mama menelepon Tante Yena. Setelah basa – basi, mama pun mengajak Tante Yena menginap. Sekalian ngobrol sama suamiku, siapa tahu bisa membantu kalian berdua, kata mama. Mama pun menutup telepon setelah percakapan usai.

“Ngomongin apaan sih mah?”

“Pamanmu lagi butuh uang, siapa tahu ayahmu bisa membantu.”

Aku hanya mengangguk lalu beranjak untuk duduk di sofa.

“Sah, Aisah, sini!” untuk kali pertama kupanggil mama dengan menyebut namanya. Mama menghampiri, terlihat tak suka.

“Kamu punya korset gak?”

“Ada tapi, kemungkinan udah gak cukup.”

“Bagus. Pake aja. Sekalian pake kaos putih dan rok mini.”

“Tapi warna korsetnya merah. Pasti bakal keliatan dari luar kaos.”

“Atha juga tau.”

“Mama bilang gini karena pamanmu suka bercanda. Apalagi sama mama.”

“Atha juga tau itu. Lagian kan masih keluarga.”

Mama memilih untuk tidak membantah. Akhirnya mama naik ke kamarnya untuk memakai pakaian. Saat kembali, mama terlihat nakal. Korset merah terlihat dari balik kaos putihnya. Susunya tercetak jelas sedang rok mininya pun sangat pendek.

“Tunjukan yang ada di balik rok mini itu!”

Mama menunjukan bahwa tiada apa pun selain rok mini itu. Puas akan pandangan itu, kuberdiri, mendekati mama, memeluk dan mencium keningya. Ngocoks.com

“Mama memang pintar, cepat belajar hal baru. Meski bau mama kaya di wc umum, namun mama terlihat cantik.”

Aku lalu memutar mama. Kumasukan tangan ke dalam kaos mama ingin tahu apakah korset itu bisa diperketat lagi. Ternyata bisa. Kuperketat saja korset itu hingga mentok.

“Mama susah nafas Atha. Susu mama juga jadinya naik banget.”

“Gak apa – apa. Ntar sekalian kamu belajar akting. Paman pasti coba mencuri pandang ke arahmu. Bantu sekalian sama kamu biar dia bisa puas. Namun jangan biarkan dia ngentot kamu. Kalau sampai terjadi, kamu rasakan sendiri akibatnya. Kalau dia tetap memaksa, teriak saja.”

Kuhentikan omonganku. Kutampar pantat mama lalu melanjutkan bicara, “Sekarang ayo masak.”

Aku kembali duduk di sofa sambil menonton tv. Sesekali kulihat mama. Mama terlihat kaku memakai korset ketat sambil memasak. Aku hanya tersenyum.

Beberapa saat kemudian ayah datang. Saat melihat mama ayah terkejut.

“Wow, ada yang dandan nih. Siapa yang bakal datang?”

“Tante Yena sama paman mama undang makan dan nginep di sini. Juga paman mau bicara sama ayah, lagi butuh uang.”

“Enak aja. Gak akan ayah kasih bantuan lagi tuh orang.” kata ayah sambil membuka kulkas, mengambil minumannya. Setelah itu ayah ikut duduk di sofa.

“Coba dengar ide Atha yah, kalau ayah bantu paman, sekalian saja ambil sertifikat rumahnya. Juga suruh Tante tinggal di sini sampai hutang paman lunas.”

Ayah tiba – tiba tersenyum sambil menatapku. “Bener – bener anak ayah. Idemu sungguh orisinil.”

“Tapi jangan langsung ayah kasih. Bilang aja mau ayah pikirkan dulu. Trust tanya buat apaan uangnya.”

Ayah tak menjawab, namun pergi. Mungkin mandi. Aku ke kulkas, mengambil mentimun dan menyerahkan ke mama. Mama mengambil dan langsung mencoba memasukan itu ke memeknya. Namun ternyata susah karena ketatnya korset.

“Tolong bantu mama masukin dong Atha.”

“Siap. Nungging dulu dong.”

Mama langsung nungging kayak anjing. Kumasukan timun itu ke memek mama. Mama kembali bangkit lalu melanjutkan memasak. Aku berjalan ke kamar. Di kamar kusiapkan webcam untuk nanti. Saat aku keluar kamar, kudengar bel berbunyi. Aku pun ke dapur.

“Aisah, coba liat siapa yang datang.”

Saat kulihat mama berjalan menuju pintu, kusadari betapa mama terlihat sangat nakal. Susu mama seperti tak muat dalam kaos. Cara jalannya pun unik karena adanya timun. Saat mama membuka pintu, Tante dan Paman berdiri lalu menatap mama. Tante memeluk mama lalu berjalan masuk melewatiku. Kulihat Paman juga memeluk mama.

Bersambung…

1 2 3 4 5 6